Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosalina Thuffi
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatana masyarakat. Salah satu populasi yang paling berisiko adalah tahanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian TB di dalam lapas. Data yang digunakan adala data primer yang diambil pada bulan Desember 2013 hingga Februari 2014. Analisis data menggunakan Chi Square, dan Chi Square Mantel Haenzel untuk bivariat, serta Regresi Logistik untuk multivariat. Ada hubungan signifkan antara keberadaan orang dengan penyakit TB dapam satu kamar tahanan (p value<0,0001), lama tahanan (p value=0,008), dan pemanfaatan ARV (p value=0,039).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan orang dengan penyakit TB dalam satu kamar merupaka faktor paling berisiko terhadap kejadian TB di lapas (OR=13,009). Pengupayaan perbaikan sistem ruang isolasi dan modifikasi lingkungan, serta peningkatan pelayanan kesehatan dengan pemeriksaan rutin terhadap suspek TB dapat dijadikan upaya pencegahan penularan TB di dalam lapas. Diperlukan upaya provokasi ke atas guna melancarkan upaya pencegahan karena upaya yang diambil berhubungan dengan sistem keamanan lapas.

Tuberculosis is still a problem for public health. One of the populations most at risk are prisoners. This study aimed to determine the risk factors in the incidence of TB in prisons. The data used is primary data taken in December 2013 to February 2014. Analysis of the data using Chi Square, Chi Square and Mantel Haenzel for bivariate, and multivariate logistic regression for. There was a significant association between the presence of a person with TB disease in the detention room (p value <0.0001), length of detention (p value = 0.008), and the use of antiretrovirals (p value = 0.039).
The results showed that the presence of people with TB in the room is the most risk factors on the incidence of TB in prison (OR = 13.009). Striving for improvement and modification system isolation room environment, as well as increased health care with routine checks on suspected tuberculosis prevention efforts can be used as TB transmission in prison. Required to provoke up to launch prevention efforts because of measures taken related to prison security system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Handayani
"Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi permasalahan di dunia. TB dapat menyebabkan kematian pada penderitanya. Salah satu tempat penyebaran tinggi TB adalah Penjara. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa prevalensi TB di Penjara lebih besar dibandingkan dengan prevalensi TB di masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan status HIV dengan kejadian TB Paru berdasarkan karakteristik individu, kepadatan hunian kamar, kontak dalam sel, dan faktor perilaku pada narapidana di Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilakukan denngan desain cross sectional, dengan sampel 250 naparidana yang terdata pada tahun 2013 dan masih berada di Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 6,2% responden yang mengalami TB Paru. Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara status HIV dengan kejadian TB Paru. Setelah dilakukan stratifikasi, di dapatkan bahwa hubungan status HIV dengan kejadian TB Paru lebih cenderung terjadi pada responden yang memiliki kepadatan hunian kamar yang memenuhi syarat, memiliki kontak dalam sel dengan pasien TB, atau pernah merokok.

Tuberculosis (TB) is communicable infection disease that still is problem in the world. TB can make people who affected with bacteria of TB dead. One of high-risk group of TB is prisoners. Recent researches show that prevalence of TB in prisons higher than prevalence of TB in public. This research then comes to find the relationship between status of HIV and Pulmo TB be stratificated based on individual factors, rooms occupy density, contact in cell, and behavior factors on prisoners in Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta on 2013. The research was done with cross-sectional design with 250 samples of prisoners who registered on 2013 and still is in Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Jakarta. It found that 6,2% respondents were have Pulmo TB. Based on bivariate analysis, the research also found that there are relationships between status of HIV with pulmo TB. After stratification, it show that relationship between status of HIV and pulmo TB have preference happen in respondent who having good Room occupy density, having contact in cell with patients of TB, or have been smokers in the past."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Vidiawaty
"Penyakit Tuberkulosis paru TB paru masih menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Angka penemuan kasus TB paru di wilayah Kecamatan Duren Sawit berada di urutan ketiga tertinggi yang ada di Kotamadya Jakarta Timur, yaitu mencapai 249 jiwa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB paru.Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden. Sampel penelitian terdiri dari 55 kelompok kasus dan 55 kelompok kontrol. Sampel yang digunakan adalah pasien yang terdata dan terdiagnosa sesuai dengan konfirmasi laboratorium di Puskesmas. Sampel berusia minimal 15 tahun, bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Duren Sawit dan tidak merenovasi rumah sebelum terdiagnosa TB paru. Kriteria kasus adalah pasien Puskesmas yang terdiagnosa TB paru BTA sedangkan kriteria kelompok kontrol adalah pasien Puskesmas yang dinyatakan TB paru BTA - oleh petugas Puskesmas.Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru di wilayah Kecamatan Duren Sawit adalah jenis kelamin OR 4,3; 95 CI 1,9-9,9 , tingkat pendidikan OR 4,2; 95 CI 1,9-9,4 , pekerjaan OR 3,2; 95 CI 1,3-7,7 , perilaku merokok OR 3,3; 95 CI 1,5-7,6 , pencahayaan OR 17,5; 95 CI 6,0-51,1 , suhu OR 6,6; 95 CI 2,9-15,4 , kepadatan hunian OR 9,5; 95 CI 4,0-22,6.

Pulmonary tuberculosis TB is still the cause of the high number of morbidity and mortality in the world, including Indonesia. The number of pulmonary tuberculosis cases found in Duren Sawit subdistrict is the third highest in East Jakarta, reaching 249 people. The purpose of this study is to analyze factors related to pulmonary TB occurance.The research design used was case control with total 110 respondents. The study sample consisted of 55 case groups and 55 control groups. The samples used were patients who were recorded and diagnosed in accordance with laboratory confirmation at the Puskesmas Central Public Health . The sample is at least 15 years old, living in Duren Sawit sub district and not renovating the house before being diagnosed with pulmonary tuberculosis. Case criteria were Puskesmas Central Public Health patients who were diagnosed with pulmonary tuberculosis while the control group criteria were Puskesmas Central Public Health patients who have been declared pulmonary TB AFB by Puskesmas Central Public Health officers.The results of this study indicated that the risk factors affecting pulmonary TB occurance in Duren Sawit sub district are gender OR 4.3, 95 CI 1.9 9.9 , education level OR 4.2, 95 CI 1.9 9.4 , occupations OR 3.2, 95 CI 1.3 7.7 , smoking behavior OR 3.3, 95 CI 1.5 7.6 , exposure OR 9,5 95 CI 6,0 51,1 , temperature OR 6,6,95 CI 2,9 15,4 , occupancy density OR 9,5 95 CI 4, 0 22,6. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Alfiana Fauziah
"Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia baik dalam hal prevalensinya maupun masalah-masalah lainnya yang ditimbulkannya. Upaya dalam penanggulangan penyakit tuberkulosis masih terus dilakukan. Namun dalam perjalanannya banyak hambatan dalam upaya tersebut, salah satunya adalah adanya fenomena tuberkulosis multidrug resistant (TB-MDR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus-kontrol dengan populasinya pasien TB di RSUP Persahabatan tahun 2013.
Penelitian ini menghasilkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR di RSUP Persahabatan adalah umur (OR 1,7; 95%CI 0,7-4,1), konsumsi alkohol (OR 1,5; 95%CI 0,5-4,5), riwayat kontak TB (OR 2,1; 95%CI 0,8-5,2), kepatuhan minum obat (OR 10,8; 95%CI 4,4-26,8), status gizi (OR 3,3; 95%CI 1,4-7,8) dan diabetes mellitus (OR 2,1; 0,7-5,8). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk mendukung pelaksanaan program DOTS, penderita TB harus terus dimonitoring dan dikontrol selama pengobatannya terutama dalam hal kepatuhan dalam minum obat.

Tuberculosis remains a major problem of public health in Indonesia, both in terms of prevalence and other problems it causes. An attempt of the tuberculosis prevention is still underway. But along the way there are a lot of obstacles in it, one of which is a phenomenon of multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB). This study intended to find the factors that affecting the MDR-TB. The design study is a case-controland the population is patients with TB at RSUP Persahabatan in 2013.
This study found that affected is the factors in MDR-TB at RSUP Persahabatan are the age (OR 1.7; 95%CI 0.7-4.1), alcohol consumption (OR 1.5; 95%CI 0.5-4.5), history of TB contact (OR 2.1; 95%CI 0.8-5.2), medication compliance (OR 10.8; 95%CI 4.4-26.8), nutritional status (OR 3.3; 95%CI 1.4-7.8) and diabetes mellitus (OR 2.1; 95%CI 0.7-5.8). The study showed that to support the implementation of DOTS program, TB patients should be closely monitored and controlled during treatment, especially in terms of medication compliance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Sunita
"Sejak tahun 1993, WHO telah mencanangkan TB sebagai global emergency karena pada saat itu diketahui bahwa Mycobacterium zuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk yang ada di dunia Indonesia telah berkomitmcn untuk menanggulangi TB dengan strategi DOTS yang direkornendasikan oleh WHO sejak tahun 1993. Sehingga Indonesia juga mengikuti target dunia yaitu Mlleniwn Development Goals (MDG) dimana bertujuan umuk menurunkan prevalensi dan kematian TB 50% pada tahun 2015 (WI-i0,2006) sehingga saiah sam upaya untuk pencapaian target tersebut dengan ekspansi DOTS ke Lapas/Rutan.
Banyak pengalaman dari negara lain yang mengindikasikan permasalaban TB di penjara, dan masalah ini tidak banyak berbeda denyn simasi Lapas/Rutan di Indonesia. Terbukti dari hasil penelitian terdahulu bahwa prevalensi TB di Rutan DKI adalah 7.5 kali lebih besar daripada populasi umum, hal ini menandakan bahwa beban TB dengan segala kompleksitas lingkungan Lapas/Rutan yang burnk mempermudah berkembangnya mycabacterium iuberculosis. Dari hasil asesment Gorgas TB Initiative dan surveilans mtin di Dinkes DKI dan Dinkes Kota Bogor mengindikasikan bahwa insiden TB dau jumlah kasus cukup tinggi dan cendenmg meningkat. Serta diketahui dari hasii asesmen bahwa kepadatan hunian sel mendominasi hampir seluruh penjara Indonesia.
Penelitian ini mcrupakan studi yang dilakukan di Lapas/Rutan menggunakan rancangan studi kasus kontrol, dimana kasus adalah kejadian TB Pam BTA(+) pada narapidana yang sudah terjadi pada saat penelitian dilakukan, kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol sebagai suspek TB, dimana basil laboratorium BTA-nya adalah negatifi Adapun kelompok paparannya adalah kepadatan hunian sel sebagai variabel utama, dengan kovariatnya yaitu umur, pendidikan, lama dipenjara, indelcs masa tubuh, kontak dalam sel, merokok, pencahayaan dalam sel, ventilasi dan kelembapan. Populasi pada studi ini adalah seluruh napi yang teregister pada TB 06 (pemeriksaan tersangka/ suspek TB) pada April 2007 sd April 2008. Sampel dalam penelitian dengan perbandingan 112, terdiri dari 66 kasus, dimanal4 kasus benasal dari Lapas Paledang, dan 52 kasus asa! Rutan Salemba. Sedangkan kontrol berjumlah 132, terdiri dari 28 kontrol dari Lapas Palednng dan 104 dari Rutan Salemba. Analisis Multivariat yang digunakan adalah Regression Logiszic Binomial, rmtuk mengetahui hubungan kepadatan hunian sel penjara dengan kovariatnya terhadap kej adian TB Paru BTA(-I-).
Hasil penelitian ini memperlihatkan hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian sel penjara dengan TB Paru, p value = 0.001 dengan OR: 3.l0l, (95% CI; 1,560 - 6.l63) tanpa interaksi, dan dengan 3 (tiga) variabel perancu yaitu merokok, lama dipenjara dan kontak dalam kamar. Dapat disimpulkan bahwa napi yang tinggal di Lapas/Rutan yang padat berisiko 3.101 kali untuk sakit TB dibanding napi yang tinggal di kamar/blok yang tidak padat. Sedangkan hasil analisis bivariat mendapatkan hubungan yang bermaluna antara kontak dalam sel, lama dipenjara dan pendidikan dengan kcjadian TB Pam BTA(+).
Berdasarkan hasil studi ini, peneliti memberikan saran kepada instansi terkait yaitu Lapas/Rutan tempat populasi penelitian diambil agar Lapas/Rutan mengurangi kepadatan. Bila sulit dilakukan maka memisahkan napi yang TB selama pengobatan fase intensif serta melakukan evaluasi triwulanan napi yang tersangka TB namun hasil pemeriksaan laboratorium dahaknya masih negatifi Bagi Dinkes Kota Bogor dan Sudinkes Jakarta Pusat, diharapkan dapat membuat jejaring dengan Lapas/ Rutan setempat dan memfokuskan untuk mengurangi dampak penularan Lapas/ Rutan serta membcrikan infonnasi tentang dampak merokok bagi kesehatan. Bagi Depkes dan Ditjen Pemasyarakatan agar mcngintensiikan program TB dengan program Lapas/Rutan sehat fokus perbaikan lingkungan fisik dan memperkuat strategi pcnanggulangan TB di Lapas/Rutan. Sedangkan saran bagi keilmuan dan penciiiian lanjutan agar memperkuat power penelitian dan menggunakan desain yang lebih baik (kohort retrospek1y'atau prospelctgj), serta meneliti insiden akibat kontak dalam sel dan risiko lama dipenjara.

Since 1993, WHO has determined TB as a global emergency because for that year it has been discovered that Mycobacterium tuberculosis has infected one third of population in the world. Indonesia has committed to prevent TB with DOTS strategy recommended by WHO since 1993. Subsequently Indonesia also carried out world target of Millenium Development Goals (MDG) aimed to decrease prevalence and mortality of TB 50% on 2015 (WHO, 2006) one of way to reach it is expansion of DOTS to jail.
Many incidents hom another countries indicating problems of TB in jail, and it is not great diiTer from jail situation in Indonesia Previous result of research proved that TB prevalence in DKI is 7,5 times bigger than other population generally, this things indicates TB with kind of it’s had environment complexity of jail simplified spreading of mycobacterium tuberculosis. From the result of assessment Gorges TB Initiative and continue surveillances in Dinkes DKI and Dinlces Bogor indicating of TB incident and a high number of case and tends to increase. The density of jail’s room dwelling found in almost all of jail in Indonesia according to result of assessment.
This research is study taken in jail using control case study, while the case is about incident of Lung TB at criminal had suffered in the time of research, compared with control group as TB suspect then, laboratory result showed their smear negative. The group of subjects are density of room dwelling as major variable, with age, education, occupation time in jail, body mass index, smoking, lighting in room’s jail, ventilation and humidity as covariate. Population in this study is all of registered prisoners at TB 06 (investigation of TB suspected) on April 2007 - April 2008. Study sample 1:2 proportionally consisted of 66 cases, 14 cases from Lapas Paledang, and 52 cases from Rutan Salemba. While control amount of 132, consist of 28 controls from Lapas Paledang and 104 from Rutan Salemba. Regression Logistic Binomial is used for xnultivariat analysis, to iind correlation density of room’s jail dwelling forward covariate to case of Lung TB.
Result of this study shows signiiicant density of room’s jail dwelling with Lung TB, p value = 0.001 with OR : 3.101 (95% CI; 1.560-6.163) without intervention of interaction and 3 other variables confounding are smoking, occupation time in jail and contact with TB active in room’s jail. It is concluded that prisoners who occupied in density jail more risk 3.101 times get TB than jail with less density. While result of bivariat analysis has significant correlation between contact with TB active, occupation time in jail and education with Lung TB.
Based on this study, researcher suggest to related institution in this case jail as place of population research to diminish a number of prisoners in their jail in order to handle over capacity problem. If it is hard to do then another way is by separating TB patient in intensive treatment phase and have an evaluation quarterly for suspected prisoners of TB yet result of laboratory investigation showed smear negative. It is expected for Dinkes Bogor and Sudinkes DKI Jakarta to make a great networking with regional jail, focus on decrease infection impact in jail and give an information about smoking effect for health. improvement of logistic supplies. Depkes and Ditjen Pemasyarakatan should intensity TB program with healthy jail program focusing on recondition physical environment and reinforce preventive strategic of TB in jail. Suggestion in science section and for the next study to be more powerful in it’s research and using better design of research (cohort retrospective or prospective), and also study the effect incident of interaction and occupation time in jail.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34289
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ibupertiwi
"Penyakit TB Paru usia 0-14 tahun di Jakarta Timur tahun 2003 merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dengan jumlah kasus yang tertinggi di antara 5 wilayah di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru usia 0-14 tahun.
Desain penelitian menggunakan studi kasus kontrol. Kasus adalah pasien usia 0-14 tahun yang.berkunjung ke Puskesmas dan diagnosa dokter/perawat berdasarkan gambaran Minis dan rontgen dada (+), sedangkan kontrol adalah tetangga kasus yang berusia 0-14 tahun dengan gejala batuk, tidak mempunyai gambaran Minis TB Paru serta rontgen dada (-). Kasus diambil dari data dari register TB 01 Puskesmas.. Jumlah kasus dan kontrol diambil berdasarkan proporsi penderita TB Paru di 10 Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur dengan perincian kasus 80 dan kontrol 80.
Faktor risiko yang diteliti adalah lingkungan fisik rumah, meliputi ventilasi rumah, cahaya rumah, kelembaban rumah dan suhu rumah, sedangkan karakteristik individu meliputi umur, status BCG, gizi, kontak penderita, pengetahuan, perilaku dan penghasilan. Data dikumpulkan melalui pengukuran, observasi dan wawancara.
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa 5 variabel faktor risiko lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian TB Paru usia 0-14 tahun, yaitu ventilasi rumah OR = 2,053 (95% CI:1,087-3,875), hunian rumah OR = 2,149 (95% CI:1,140-4,051), human kamar OR = 2,170 (95% CI:1,146-4,107), cahaya rumah OR = 2,542 (95% CI:1,309-4,937), kelembaban rumah OR = 3,092 (95% CI:1,465-6,525). Sedangkan 3 variabel faktor risiko karakteristik individu menunjukan hubungan bermakna dengan kejadian TB Paru usia 0-14 tahun, yaitu gizi OR = 2,371 (95% CI:1,257-4,471), kontak penderita OR = 2,931 (95% CI:1,542-5,572) dan penghasilan OR= 0,023 (95% CI: 1,179-4,885).
Selanjutnya analisis multivariat menunjukan bahwa faktor yang paling dominan adalah kontak penderita berturut-turut diikuti oleh gizi, pencahayaan rumah dan penghuni rumah.
Dari hasil penelitian ini maka disarankan penyuluhan tentang rumah sehat dan hygiene dengan melibatkan tokoh masyarakat, alim ulama serta lintas sektoral Iainnya, sehingga keluarga penderita TB Paru usia 0-14 tahun dan masyarakat dapat mencegah penularan TB Paru usia 0-14 tahun serta segera mungkin memeriksakan diri ke petugas kesehatan apabila terdapat gejala klinis TB Paru usia 0-14 tahun.

In 2003, pulmonary tuberculosis (TB) in children under 14 years old in East Jakarta was a serious health problem, marked by the high rate of cases found among five districts of DKI Jakarta province. Therefore, this study aims to determine the factors related to incidence of pulmonary TB in children under 14 years old in East Jakarta.
Design of study in control case study. Case samples are children under 14 years old diagnosed by a doctor or nurse with pulmonary TB based on clinical symptoms and positive chest X-ray scan result. The control samples are neighbors of those being the case samples who are also under 14 years old and show symptoms of coughing but do not show clinical symptoms of pulmonary TB and have a negative chest X-ray scan result. Potential case samples were identified from registration data in local public health centers in East Jakarta district.
The risk factors being studied are the physical environment of the house, such as house ventilation, the amount of light entering the house, humidity, and temperature, while the individual characteristics studied include age, BCG status, nutritional, contact with TB sufferer, knowledge, behavior, and income. Data were colleted through measurement, observation, and interview.
Bivariate analysis shows there are six variables of the physical environment of the house that are related to incidence of pulmonary TB in children under 14 years old, namely house ventilation OR = 2.053 (95% CI;1.087-3.875), density of house occupants OR = 2.149 (95% CI; 1.140-4.051), density of occupants in a room OR = 2.170 (95% CI;1.146-4107), the amount of light entering the house OR = 2.542 (95% CI;1.309-4.937), house humidity OR = 3.092 (95% CI; 1.465-6.525). As for the individual characteristics, there are three variables showing a significant relation to incidence pulmonary TB in children under 14 years old, namely nutritional OR = 2.371 (95% CI; 1.257-4.471), contact with TB sufferer OR = 2.931 (95% CI; 1.542-5.572), and income OR = 0.023 (95% CI; 1.179-4.885). The multivariate analysis shows that the most dominant factor in contact with TB sufferer, followed by nutritional status, the amount of light entering the house, and density of occupants in the house.
Several recommendations can be derived from this study in order to minimize the incidence of pulmonary TB among children. One is a need for improvement in the quality of housing. There is also a need for improvement of the people's behavior in order to minimize the spread of pulmonary TB among children under 14 years old.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifatun Nisa Ath Thoriqoh
"Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi salah satu masalah kesehatan dan menjadi 10 besar penyebab kematian di dunia. Kota Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah kasus TB paru BTA positif terbanyak di DKI Jakarta pada tahun 2017 sebanyak 4.100 kasus. Faktor iklim, yang meliputi suhu, kelembaban dan curah hujan diketahui dapat mempengaruhi keberadaan bakteri M.tb untuk dapat hidup dengan optimum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan korelasi faktor iklim dengan jumlah kasus TB paru BTA positif di Kota Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time-trend study) dengan pendekatan spasial. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi spearman dan analisis autokorelasi spasial dengan Moran’s I. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah kasus TB paru BTA positif di Kota Jakarta Timur tahun 2009-2018 sebanyak 257,5 kasus. Ada korelasi antara rata-rata suhu udara (p=0,005, r=0,255) dan kelembaban (p=0,005, r= -0,255) dengan jumlah kasus TB paru BTA positif di Jakarta Timur tahun 2009-2018. Ada autokorelasi spasial distribusi kasus TB paru BTA positif di Kota Jakarta Timur dengan distribusi kasus yang terjadi secara random (Moran’s I= 0,014; p= 0,247). Hasil penelitian menyarankan bahwa implementasi program pencegahan dan pengendalian TB paru dapat dilakukan terutama pada bulan Februari dan Juli, sehingga dapat mengantisipasi peningkatan kasus TB paru BTA positif 3 bulan setelahnya serta diperlukan perluasan wilayah ruang terbuka hijau sehingga dapat menciptakan kenyamanan dan menurunkan suhu serta meningkatkan kelembaban relatif di sekitarnya.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease that still a health problem and become the top 10 cause of death in the world. East Jakarta is the region with the highest number of smear positive pulmonary TB cases in DKI Jakarta in 2017, which was 4,100 cases. Climatic factors, including temperature, humidity and rainfall can be known to influence M.tb bacteria to live optimally. This study aims to determine the distribution and correlate climatic factors with the number of smear positive pulmonary TB cases in East Jakarta. This study used a time-trend study design with a spatial approach. Data analysis was carried out by using the Spearman correlation test and spatial autocorrelation analysis with Moran's I. The results showed the average number of positive smear pulmonary TB cases in East Jakarta City 2009-2018 are 257.5 cases. There is a correlation between the average air temperature (p = 0.005, r = 0.255) and humidity (p = 0.005, r = -0.255) with the number of smear positive pulmonary TB cases in East Jakarta in 2009-2018. There was a spatial autocorrelation of the distribution of smear positive pulmonary TB cases in the City of East Jakarta with a random distribution of cases (Moran's I = 0.014; p = 0.247). The results suggest that implementation of TB prevention and control programs can be carried out, especially in the February and July to anticipate the increasing cases of smear positive pulmonary TB 3 months afterwards and an expansion of the green open space is needed so that it can create comfort and reduce temperature and increase humidity surrounding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Holly Herawati
"Uji coba di negara-negara Barat dengan status gizi yang baik, membuktikan bahwa BCG memberikan perlindungan terhadap TB 80%, namun pada negara-negara berkembang dengan status gizi yang berbeda didapatkan perlindungan BCG terhadap TB 0-80%.
Penelitian yang peneliti lakukan bertujuan mengetahui kekuatan hubungan antara status imunisasi BCG dengan kejadian TB pada anak. Disain penelitian adalah kohort historikal, dengan jurnlah sampel secara keseluruhan 222 dengan kelornpok BCG (-) 74 anak dan kelompok BCG (+) 148 anak.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status BCG dengan kejadian TB pada anak, setelah dikontrol dengan jenis kelamin dengan OR= 0,952 (95%CI;0,541-1,676).
Daftar bacaan :74 (1972-2002)

The Association between BCG Immunization Status and TB Events in Children at 5 Regional Public Health Center at Jatinegara Subdistrict, East Jakarta in the years 2000-2002In Western countries with good nutrition at status, BCG were given during perinatal age with pretuberculin test show on 80% but in developing countries with variation nutrition at status, BCG have protection level on 0-80%.
The objective of this study is to determine association between BCG immunization status with TB event in children. Design of this study is cohort historical, total samples are 222, consists of 148 with BCG immunization and 74 BCG-non immunization children.
The result show that there is no significant association between BCG immunization with TB in children after it has been adjusted by sex OR= 0,952 (95%CI;0,54I-1,676).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Mulyadi
"Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk miskin dan menurunnya berbagai indikator kesehatan, diantaranya meningkatnya insidens Kurang Energi Protein (KEP) terutama pada bayi dan anak. Situasi tersebut berakibat pada menurunnya status gizi masyarakat terutama pada kelompok usia 6 - 23 bulan dan meningkatnya prevalensi gizi buruk. Peningkatan angka kejadian balita gizi buruk akibat krisis ekonomi memicu peningkatan angka kesakitan penyakit-penyakit infeksi pada kelompok usia tersebut karena daya tahan tubuh yang rendah mengakibatkan balita menjadi kelompok rentan penyakit. Salah satu penyakit yang panting untuk diwaspadai pada kelompok balita gizi buruk adalah penyakit TBC paru karena angka kesakitan penyakit tersebut pada usia dewasa produktif masih cukup tinggi terutama dari kelompok masyarakat ekonomi lemah sebagai sumber penularan pada kelompok balita gizi buruk yang banyak terdapat pada kelompok masyarakat tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TBC Paru pada balita berstatus gizi buruk di Kota Bogor tahun 2003. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 200 balita yang terdiri dari 50 balita gizi buruk penderita TBC sebagai kasus dan 150 balita gizi buruk non penderita TBC sebagai kontrol. Data penelitian terdiri dari data sekunder yang diperoleh dengan cara observasi dokumen dan data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dan pengukuran. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan uji Chi Square dan analisis regresi logistik untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian TBC Paru pada balita gizi buruk.
Hasil Uji Kai Square menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) variabel yang berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian TBC Paru balita gizi buruk yaitu Penderita TBC serumah, kelembaban kamar, kelembaban ruang keluarga, pencahayaan kamar dan pencahayan ruang keluarga sedangkan berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa variabel perilaku merupakan variabel yang dominan berhubungan dengan kejadian TBC paru pada balita gizi buruk di Kota Bogor tahun 2003 (OR = 10,99). Dari hasil pemodelan variabel penelitian diketahui pula bahwa balita gizi buruk dengan faktor risiko tinggal di rumah yang kelembabannya tidak memenuhi syarat dan tinggal dengan penderita TBC Paru berperilaku tidak sehat mempunyai probabilitas terkena penyakit TBC Paru sebesar 85% dibandingkan dengan balita gizi buruk yang tidak memiliki faktor risiko tersebut.
Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah peningkatan kegiatan pengobatan penderita TBC Paru serta pencegahan penderita putus berobat dengan menggunakan strategi DOTS dan pembentukan PMO, Pemberian reward bagi penderita TBC Paru yang tuntas berobat, Pemberian stimulan dan pembentukan kelompok arisan rumah sehat dalam perbaikan perumahan penduduk agar memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta peningkatan upaya penyuluhan kepada masyarakat terutama bagi penderita TBC paru agar tidak berperilaku yang dapat menularkan penyakit tersebut seperti meludah disembarang tempat, serta bersin atau batuk dengan tidak menutup mulut.

Economics crises in longer time have increased poor population group that followed with decreasing of healthy indicators in case increasing of malnutrition incidence especially babies and children. The situation may have decreased of public nutrition status especially in the group of children 6 - 23 months age and increased malnutrition prevalence. Increasing children malnutrition prevalence has triggered increasing of infectious disease morbidity in the group caused lowness of immunity in the group as a high risk group was attacked infectious disease. One of infectious disease with have alerted in the malnutrition children group is pulmonary TBC, because morbidity case of the disease in adult productive group still more, especially in poor population community, as infecting agent to the malnutrition children group.
The research objective is about risk factors that related with pulmonary TBC incidence in malnutrition children group in Bogor 2003. Research design is case control study with 200 children as sample, 50 children with TBC Pulmonary as case group and 150 children without TBC Pulmonary as control group. Research data consist of secondary data by document observation and primary data by questionnaire and measurement. The data analyses with chi-square and logistic regression analyses to know how the risk factor and pulmonary TBC incidence in the case group related
As a summary of chi square test shows that five variable have statistically significant with pulmonary TBC incidence in case group ; in case a victim of pulmonary TBC at home, humidity of bed room, humidity of living room, illumination of bed room and illumination of living room. The logistic regression analyses shows that attitude variable is dominantly variable related with pulmonary TBC Incidence in Bogor 2003 (OR = 10,99). Research variable modeling shows that malnutrition children with risk factors : unconditional humidity home and live with an unhealthy attitude pulmonary TBC victim have probability to suffer TBC disease about 85% compared with malnutrition children without risk factors.
As a proposition we suggestion increasing Therapeutic activity for pulmonary TBC victims and preventing with drawal therapy with DOTS strategy and PMO formation ; rewarding for pulmonary TBC victims who have completed therapy ; giving stimulant and "arisan rumah sehat" . increasing health promotion especially for TBC pulmonary victims so they have healthy attitude to prevent spreading TBC disease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sefti Fazila
"TB merupakan penyebab utama kematian yang kedua setelah Human Imunnodeficiency Virus (HIV). Sekitar 80 % dari kasus TB yang dilaporkan, terjadi di 22 negara pada tahun 2013. Di pasar minggu kasus TB terus meningkat secara signifikan. Pada tahun tahun 2014 terjadi 332 kasus TB paru BTA (+). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Pada Tahun 2015, meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi, status gizi, kepadatan serumah dan sekamar tidur, ventilasi rumah dan kamar tidur, cahaya matahari masuk rumah dan kamar tidur, sumber penular, dan perilaku merokok.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA positif berusia ≥ 15 tahun dan tercatat dalam buku register TB dari seluruh puskesmas di Kecamatan Pasar Minggu pada bulan januari - September 2015, dan tetangga terdekat dari kasus (penderita TB) yang berusia ≥ 15 tahun. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. Dari hasil analisis bivariat, variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian TB adalah jenis kelamin (OR=3,07), status ekonomi (OR=5,71), status gizi (OR=23,58), dan, cahaya matahari masuk kamar (OR=5,3).

TB is the second leading cause of death after Imunnodeficiency Human Virus (HIV). Approximately 80% of TB cases were reported, occurred in 22 countries in 2013. In the Pasar Minggu of TB cases continued to rise significantly. In the year 2014 occurred 332 cases of pulmonary TB BTA (+). This study aims to identify factors related to the incidence of pulmonary TB smear positive in Puskesmas Subdistrict Pasar Minggu In 2015, included age, sex, occupation, education, economic status, nutritional status, overcrowding at home and roommates sleep, ventilation houses and bedrooms, solar light into the house and bedroom, a source of transmitting and smoking behavior.
This research was conducted with the approach of case-control studies, the study sample was patients with pulmonary TB smear-positive individuals aged ≥ 15 years and recorded in the register of TB from all health centers in the district Pasar Minggu in January ? September 2015, and the nearest neighbor of cases (TB) which aged ≥ 15 years. Data was analyzed using univariate and bivariate analyzes. From the results of the bivariate analysis, the variables associated with a statistically significant incidence of TB is gender (OR = 3.07), economic status (OR = 5.71), nutritional status (OR = 23.58), and, incoming sunlight room (OR = 5.3).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>