Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195674 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farid Muhdi
"Keberadaan penyelenggara Pemilu yang baik sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu berjalan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, penyelenggara Pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam menjalankan tugasnya, KPU dan Bawaslu harus independen, netral, dan taat kepada undang-undang dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diberikan amanat untuk menjaga independensi KPU dan Bawaslu dan memastikan penegakan etika oleh keduanya. Skripsi ini membahas sejauh mana peran dan wewenang DKPP dalam penegakan etika oleh penyelenggara Pemilu di Indonesia, mulai dari menerima laporan hingga menindaklanjuti pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pimpinan maupun anggota KPU dan Bawaslu, serta petugas penyelenggara Pemilu, baik yang tetap maupun yang tidak tetap.

The presence of a good election management body is critical to ensure election implementation is in accordance with mandate of the 1945 Constitution of Indonesia. According to Law Number 15 of 2011 governing Election Management Body, election management body consists of General Election Commission (KPU) and Election Supervisory Body (Bawaslu). In carrying out their duties, both KPU and Bawaslu must be independent, neutral, and complying with laws and Code of Ethics of Election Management Body. According to Law Number 15 of 2011, the Honorary Council of Election Management Body (DKPP) is given a mandate to keep KPU and Bawaslu's independence and to ensure ethics enforcement done by these bodies. This essay discusses the scope of DKPP's roles and authority in ethics enforcement by Election Management Body in Indonesia, starting from receiving a report to taking action against ethics code violations done by heads or members of KPU and Bawaslu, and officers of Election Management Body, either permanent or temporary officers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dheka Arya Sasmita Suir
"ABSTRAK
Tesis ini akan menjelaskan mengenai kedudukan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam struktur ketatanegaraan Indonesia dan
mekanisme pelaksanaan tugas dan wewenangnya serta akibatnya terhadap sistem
penyelenggaraan pemilu. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum
normatif dengan desain preskriptif. Menggunakan dua pendekatan yaitu;
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan sejarah
(historical approach). Hasil penelitian menunjukkan, fungsi DKPP memang
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak berada di bawah kekuasaan
yudisial. Penulis memberanikan diri untuk mengkategorikan DKPP sebagai
cabang kekuasaan keempat, bersama-sama dengan KPU dan Bawaslu sebagai
lembaga penyelenggara pemilu. Walaupun dalam melaksanakan wewenangnya
DKPP masih mengalami berbagai kendala internal dan eksternal, namun sebagai
lembaga yang masih baru ada di Indonesia, DKPP cukup membawa keoptimisan
untuk terwujudnya penyelenggaraan pemilu yang berkeadilan. Keberadaan DKPP
berdasarkan tugas dan fungsi sebagai penegak ethics penyelenggaraan pemilu
diharapkan mampu memberikan kontribusi positif baik dari segi perbaikan
moralitas bangsa juga memberikan sumbangan politik moral dalam
mengembangkan kualitas demokrasi dari perspektif menciptakan checks and
balances pada setiap lembaga khususnya lembaga penyelenggara pemilu.

ABSTRACT
This thesis will explain the position of the Honorary Council of Election in
Indonesia’s Constitutional Structure and mechanism of implementation of duties
and its powers and the consequencies toward electoral system. This research is
normative prescriptive interpretive. Uses two kind of approach, statute approach
and historical approach. The researcher concludes that, DKPP function is indeed
related to the judicial power, but not under judicial control. Writer ventured to
categorize DKPP as branches of fourth power, together with KPU and Bawaslu.
Although in exercising authorities DKPP still experiencing various internal and
external constraints, but as a new institution in Indonesia, DKPP brings optimism
spirit to manifest fair election. The existence of DKPP based on tasks and
functions as a holding of election ethics enforcement expected to contribute
positive both in terms of repairing the nation’s morality also contributed in
developing the moral politics of the quality of democracy from the perspective of
creating cheks and balances on any institution in particular electoral institutions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Badan penyelenggara pemilu Adhoc atau panitia pemilihan adalah penyelenggara pemilu yang paling rentan menjadi pelaku kecurangan pemilu (election fraud). Anggota PPK, PPS dan KPPS memiliki akses untuk bersentuhan langsung dengan peserta pemilu dan alat kebutuhan pelaksanaan pemilu, mulai dari TPS hingga surat suara. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2019 yang memberikan wewenang langsung kepada KPU Kabupaten/Kota untuk menindak dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Panitia pemilihan, terdapat 239 anggota PPK, PPS dan KPPS yang telah diberhentikan tetap karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik, kode perilaku, sumpah/janji dan Pakta Integritas.Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang paling banyak melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran integritas oleh anggota Panitia pemilihan. Pelanggaran yang dilakukan terdiri dari pelanggaran administrasi, malpraktek pemilu hingga tindak pidana pemilu seperti manipulasi pencoblosan surat suara, penggelembungan hasil perolehan suara hingga praktek suap yang terungkap di pemeriksaan anggota panitia pemilihan. Permasalahan integritas menjadi persoalan utama dalam evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 yang menyebabkan dari sudut pandang electoral integrity, tingkat integritas penyelenggara pemilu pada tahun 2019 menjadi hal krusial untuk perbaikan format kepemiluan di masa mendatang.

The Adhoc election management body is the election organizer that is most vulnerable in becoming the election fraud perpetrators/abuser. PPK, PPS and KPPS members have access to come into direct contact with election participants and the tools needed for conducting elections, from polling stations to ballots. Election abuse is most often found by the election committee. Based on KPU Regulation No. 8 of 2019 which gives direct authority to Regency / City KPU to take action against alleged violations committed by members of the adhoc agency, there are 239 PPK, PPS and KPPS members who have been terminated permanently because they have been proven to have violated the code of ethics, code of conduct, oath / promise and Integrity Pact. The Province of North Sumatra is the area that carries out the most checks on allegating the form of violations of integrity by members of the Adhoc Agency. The violations committed consisted of administrative violations, electoral malpractice to election crimes such as manipulation of ballot voting, ballooning the results of votes to bribery practices that were revealed at the examination of ad hoc members. The issue of integrity becomes a major issue in evaluating the implementation of the 2019 simultaneous elections which causes from the perspective of electoral integrity, the integrity level of the election organizers in 2019 will be crucial for the improvement of the electoral format in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febry Puja Kesuma
"Menurut hasil data Badan Pusat Statistik bahwa presentase pemlih pemula pemilu 2014, hanya mencakup 20 persen dari seluuh pemilih. Namun, kasus mengenai pemilih pemula menjadi orientasi studi yang menarik. Hal ini disebabkan karena pengalaman dan pengetahuan yang minim tentang proses politik yang mereka miliki itu sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai sumber yang tidak resmi (kampanye hitam). Hal ini memunculkan pertanyaan penulis sejauh mana kampanye hitam mempengaruhi pemilih pemula dalam pemilu 2014. dari hasil wawancara dua informan dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber informasi mengenai kandidat yang diperoleh masih memiliki tingkat ketidakbenaran informasi yang sangat tinggi. hal ini kemudian memberikan dampak pada beralihnya pilihan terhadap kandidat, dari kandidat yang mereka pilih berdasakan hati nurani menjadi kandidat yang dikonstrusikan media.

According to the Central Bureau of Statistics, only 20 percent of voters in 2014 election are first-time voters. It is interesting to explore this case further. Due to lack of experience and knowledge of the political process, they were easily influenced by various unofficial sources (Black Campaigns). This circumtance intrigued the author to understand how Black Campaigns influenced first voters. From two interviews it can be concluded that Black Campaigns produced inaccurate information. In the end, it has an impact in voters’ decision, from choice based on heart into choice made by media construction. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"The hold fair and free general election requires the protection for voters, for the parties participating in the election, and for the public in general from all fears, intimidations, bribery, and other malpractices. If the election is won through malpractices, then it will be difficult to tell if the leaders or the legislators are true representatives of the people. This article comprehensively explores the issues around criminal conducts on the election process particularly in Indonesia so as to provide a reference to those who participate in the 2004 General Election in a more democratic manner."
[Universitas Indonesia, Fakultas Hukum UI], 2003
HUPE-XXXIII-2-JanMar2003-268
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiyatmiko Aribowo
"Tesis ini membahas tentang sistem pemilu yang berkembang saat ini termasuk di Indonesia. Pemilu merupakan pelaksanaan kehendak rakyat sebagai perwujudan dari demokrasi. Anggota legislatif yang terpilih adalah wakil rakyat yang diharapkan dapat mengemban amanat rakyat. Indonesia pada dasarnya menganut sistem pemilu proporsional dengan daftar calon yang disusun oleh partai pada daerah dengan perwakilan jamak. Pada awalnya sistem pemilu Indonesia menerapkan daftar tertutup (proporsional tertutup) tetapi sejak diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 2008, daftar calon bersifat terbuka (proporsional terbuka) sehingga calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan menjadi calon terpilih. Penetapan calon yang terpilih ternyata tidak semudah yang dibayangkan karena terdapat sistem yang mengatur tentang penghitungan dan pembagian kursi legislatif bagi partai dan calon. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, pendekatan dilakukan dengan teori pemilu, teori aturan pemilu serta konsep tentang pemilihan sistem pemilu, perbandingan sistem pemilu, desain aturan pemilu, mekanisme pemilu, partisipasi pemilih, dan proporsionalitas. Untuk memperoleh kesimpulan dari tujuan penelitian, maka hal-hal yang disampaikan adalah meliputi sistem pemilu, perbandingan sistem penghitungan perolehan kursi DPR dalam UU pemilu, dan penerapan sistem penghitungan perolehan kursi dalam Pemilu Tahun 2009.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa sistem penghitungan perolehan kursi DPR pada Pemilu Tahun 2009 dan yang akan diterapkan dalam Pemilu Tahun 2014 ternyata sangat rumit dan tidak mudah untuk dipahami bagi penyelenggara pemilu, partai dan calon legislatif, apalagi rumusan yang dibuat oleh pembentuk UU ternyata tidak sederhana dan berbelit-belit. Akibatnya, terdapat berbagai penafsiran atas sistem penghitungan perolehan kursi DPR baik oleh KPU, partai maupun calon legislatif, sehingga pada Pemilu Tahun 2009, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan judicial review dan pengujian undang-undang yang saling bertentangan tentang sistem penghitungan perolehan kursi DPR. Kerumitan rumusan sistem penghitungan perolehan kursi DPR tersebut dapat mengakibatkan disproporsionalitas pembagian kursi DPR yang pada akhirnya banyak suara pemilih yang terbuang sia-sia.

This thesis discusses the development of electoral system developed, including in Indonesia . Election is the implementation of the will of the people as the embodiment of democracy . Legislators are representatives of the people, who are expected to carry out the mandate of the Indonesian people, basically adhere to the proportional representatives system with a list of candidates drawn up by the party in the multi member district. At first, Indonesian electoral system implements a closed list but since the enactment of Act No. 10/2008, electoral system implements an open list so that the candidate who gets the ost votes is elected . Determination of the elected candidate was not as easy as one might imagine because there is a complex system for calculation and distribution of legislative seats for parties and candidates . By using normative juridical research methods, the approach made by the theory of elections, electoral rules theory and the concept of electoral system choice, comparative electoral systems, the design of electoral rules, electoral mechanisms, voter participation, and proportionality. To obtain the conclusion of the study objectives were presented with the electoral system, the comparative of the legislative distribution seats system in the Indonesia election law, and the application of the distribution seats system in the general election at the 2009.
Based on the results of the research is that the distribution seats system at the election in 2009 and which will be implemented in the 2014 election are complicated and not easy to understand for the organizers of the election, prty and the candidates, especially the formulation made by the law maker was not a simple and complicated. As a result, there are different interpretations of distribution seats system, either by the electoral Commission, parties and candidates, so that the election of 2009, the Supreme Court and the Constitutional Court made an opposing judicial review about the distribution seats system. The complexity formula of distribution seats system could result in disproportionality distribution of legislative seats and at the end, many voters are wasted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Yanuardi
"Sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu/DKPP) adalah sebuah dewan etik independen yang memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan memutuskan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran kode etik, berikut memberikan sanksi atau rehabilitasi. Dalam prakteknya, DKPP tidak hanya membuat keputusan terkait dengan etika pelanggaran, sanksi, dan rehabilitasi tetapi juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Daerah untuk meninjau ulang atau mengubah Keputusan tentang penetapan peserta pemilukada, sementara kewenangan untuk meninjau ulang atau mengubah susbstansi keputusan tata usaha Negara oleh KPUD adalah Pengadilan Tata Usaha.
Fokus tesis ini adalah pemilihan gubernur di Provinsi Jawa Timur sebagai contoh dimana Putusan DKPP memerintahkan KPUD untuk mengubah keputusan mereka terkait penetapan peserta pemilukada yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi peserta pemilukada oleh KPUD. Perintah DKPP semacam ini tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Putusan DKPP tidak mengubah prinsip-prinsip dan mekanisme pengujian sebuah keputusan tata usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang TUN.
Mekanisme penyelesaian sengketa TUN terkait pemilukada di PTUN yang tidak sejalan dengan proses dan tahapan pemilukada telah mengakibatkan DKPP menjadi pilihan bagi calon peserta pemilukada untuk mendapatkan keadilan. Dari sudut pandang penulis, perlu dibentuk suatu mekanisme khusus penyelesaian sengeketa TUN terkait pemilukada di lingkungan peradilan TUN yang sejalan dengan keberadaan, tugas, dan kewenangan DKPP.

In accordance with Law No. 15 Year 2011 on the General Election Implementers, Election Organizers Ethics Council is an independent ethic council that has authority to investigate and decide on complaints of alleged violations of code of conduct,which include sanctions or rehabilitations,committed by election organizers (included in the governor/regional elections). In practice, DKPP not only make decisions related to ethic violations, sanctions, and rehabilitations but also order the election organizers to review and/or change the Regional Election Commission decision. Whereas reviewing and changing KPUD decisions is Administrative Court authority.
This thesis focus on governor election in East Java Province as an example area which DKPP verdict compelled KPUD to alter their decision related to electoral candidates, who previously ruled ineligible, could participate in the election. This mechanism is not in line with Law No. 15 Year 2011. DKPP verdict should not change the principles and mechanisms of test administrationin Administrative Court asstipulatedin Administrative law.
Mechanism of election dispute in PTUN is not in line with election process in the regional level. Therefore, DKPP be a favourable option for election candidates to gain justice. From author perspective, it is necessarry to establish special administrative resolution mechanisms in administrative court which it should be along with the existence of DKPP.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Nasef
"Penelitian tesis ini bertujuan untuk menganalisis problematika hukum pengaturan penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil pemilihan umum oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia dan kemudian merumuskan ulang formula pengaturan yang berbasis electoral justice system. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa problematika hukum dimaksud diantaranya berkaitan dengan miskonsepsi tentang sengketa Pemilu dan perselisihan hasil Pemilu, desain institusional bawaslu, hukum acara baik untuk penyelesaian sengketa Pemilu maupun untuk perselisihan hasil Pemilu yang tidak kompatibel dengan karakteristik Pemilu, dan ambiguitas tafsir mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian perselisihan hasil Pemilu. Problematika tersebut dalam beberapa kasus telah melahirkan dualisme putusan pengadilan yang saling bertentangan, sehingga mendistorsi prinsip negara hukum yang diamanatkan oleh konstitusi. Oleh karena itu, pengaturan penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil pemilihan umum oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia perlu direformulasi berbasis pada prinsip-prinsip electoral justice system agar lebih memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

The research aims to analyze the problems regarding the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia. The research also aims to reformulate the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia based on electoral justice system principles. This study found that the problems are about the misconception concerning electoral dispute and election result dispute, institutional design of Bawaslu, the procedural law for the settlement of electoral disputes as well as for the election result dispute are not compatible with the characteristics of the election, and the ambiguity of constitutional court's interpretation regarding its authority in the election result dispute settlement. These problems in some cases led to the duality of conflicting court rulings, thus distorting the rule of law as mandated by the constitution. Therefore, the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia needs to be reformulated based on electoral justice system principles in order to embody legal certainty in the election process in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2019
324.6 EVA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saad, Muhammad
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang orientasi politik pemilih di daerah pedesaan dan faktor social ekonomi yang mempengaruhi.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposif. Daerah yang dipilih adalah kelurahan Labuang, Lalampanua dan Mosso, berada di Wilayah Pembangunan Bagian mandar Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 144 pemilih. Sampel dipi1ih berdasarkan pada metode stratified random sampling dan systematic random sampling.
Data primer diperoleh dengan mengadakan wawancara langsung kepada pemilih dengan menggunaKan daftar pertanyaan. Dari hasil wawancara ini kemudian disederhanakan dalam bentuk tabulasi yang selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana tingkat orientasi politik pemilih terhadap obyek-obyek pemilu. Analisis secara kuantitatif dengan uji statistik Chi Square dan Coefficient of Contingency digunakan untuk menguji faktor sosial ekonomi pemilih yang diduga berpengaruh dan seberapa jauh berpengaruh terhadap arientasi politik pemilih. Dan untuk mengetahui hipotesis (Ho) ditarima atau ditolak digunakan koreksi pembanding x2 tabel degree of freedom = 2 pada taraf signifikansi 0, 05.
Hasil penelitian terhadap orientasi politik pemilih menunjukkan bahwa orientasi politik pemilih bervariasi pada tingkat kriteria " rendah" , "sedang" dan "tinggi".
Hasil penelitian terhadap faktor sosial ekonomi pemilih menunjukkan bahwa di antara 5 variabel yang diteliti dengan uji statistik Chi Square, variabel jenis kelamin, umur dan penghasilan tidak berpengaruh (non significant) terhadap orientasi politik pemilih, sementara variabel pendidikan dan pekerjaan berpengaruh (significant) terhadap orientasi politik pemilih. Namun, berdasarkan uji statistik Coefficient of Contingency terhadap variabel pendidikan dan pekerjaan menunjukkan nilai yang kecil, yang berarti kurang berpengaruh terhadap orientasi politik pemilih. Dengan demikian, secara keseluruhan variabel sosial, ekonomi yang diteliti tidak menunjukan hubungan yang berarti terhadap orieritasi politik pemilih.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>