Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Faizah
"Masalah kesehatan respirasi termasuk tuberkulosis, pneumonia, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian masalah kesehatan respirasi. Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 107 rumah tangga di pemukiman kumuh Petamburan, Jakarta Pusat, dengan consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden tentang kejadian masalah kesehatan respirasi. Kondisi lingkungan rumah seperti jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian rumah, lubang asap di dapur, jendela, luas ventilasi, pencahayaan, kelembapan, serta suhu diobservasi dan diukur menggunakan luxmeter, hygrometer, termometer, dan meteran. Data dianalisis dengan chi-square test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan hubungan bermakna antara kejadian masalah kesehatan respirasi dengan luas ventilasi (p <0,001), jendela (p =0,032), kepadatan hunian rumah (p <0,001), dan lubang asap di dapur (p =0,027). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat berhubungan dengan kejadian masalah kesehatan respirasi.

Respiratory health problem including tuberculosis, pneumonia, asthma and chronic obstructive pulmonary disease has high prevalence in Indonesia. This study aims to find out association between respiratory health problems and housing environment. A cross-sectional study was done on a total of 107 households in Petamburan slums, Jakarta, Indonesia. The sampling method was consecutive sampling. Data was obtained by interviewing subjects about incidence of respiratory health problems in their households. Housing environment such as lighting level, humidity, temperature, ventilation, bedroom crowding, smoke hole in kitchen, kind of wall and floor were observed and measured using luxmeter, hygrometer and thermometer. Data were analyzed by chi-square tests. This study found that there were significant association between incidence of respiratory health problem and ventilation (p <0,001), window (p =0,032), house crowding (p <0,001) and smoke hole in kitchen (p =0,027). The result of this study shows that poor housing environment associates with incidence of respiratory health problems."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Ridha Mulyadi
"Latarbelakang: Indonesia merupakan negara dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi cukup tinggi di dunia, contohnya TB paru.
Tujuan: Penelitian ini mencari hubungan sikap dengan prevalensi masalah respirasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan teknik pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara langsung (guided questionnaire). Penelitian dilakukan di Kelurahan Bintaro yang termasuk daerah perumahan di Jakarta Selatan.
Hasil: Latarbelakang pendidikan dan sosioekonomi responden (n = 97) menunjukkan 41.2% memiliki tingkat pendidikan akhir SMA dan 61.9% memiliki penghasilan keluarga di atas Rp 1.200.000,00 perbulan. Berdasarkan wawancara juga ditemukan prevalensi permasalahan respirasi dialami 29.9% dari seluruh jumlah responden. Analisis chi-square menemukan perbedaan bermakna antara sikap preventif dalam kehidupan sehari-hari dengan prevalensi masalah respirasi (CI 95%, p = 0.032), namun tidak ada hubungan yang bermakna dengan sikap healthcare seeking (CI 95%, p = 0.376).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara sikap preventif dalam kegiatan sehari-hari dengan prevalensi masalah kesehatan respirasi

Background: Indonesia is one of the world's highest prevalence in respiratory health problems such as pulmonary TB.
Objective: This study aims to seek out the relationship between respondents? attitude with the prevalence of respiratory problems.
Method: Research design is cross-sectional with questionnaire and direct interview as the data-gathering means for prevalence and attitude. This study was conducted in Kelurahan Bintaro, an urban residential area in Jakarta Selatan.
Result: The respondents? background in this study were generally good in education, the majority of whom were high-school graduates, and also socioeconomically (majority had an income of Rp 1.200.000,00 or higher per month). Direct interview with the respondents also pronounced that as high as 29.9% of respondents has had respiratory problems within the past year. Chi-square analysis found there is a significant relationship between respiratory problems prevalence and preventive attitude on daily routines (CI 95%, p = 0.032), but not with healthcare seeking attitude (CI 95%, p = 0.376).
Conclusion: There is a relationship between preventive attitude on daily routines with the prevalence of respiratory health problems, suggesting more preventive measures be taken and/or encouraged on everyday daily routines."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfitra Firizkia Luthfiana Dewi
"Perilaku kesehatan merupakan aspek penting dalam upaya pemeliharaan kesehatan rumah. Dalam teori Health Belief Model, faktor pendorong perilaku kesehatan seseorang yang berasal dari faktor pengubah yakni status sosial ekonomi dan pengetahuan menjadi penting untuk diteliti khususnya pada kondisi penghuni rumah susun. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara status sosial ekonomi dan pengetahuan kesehatan lingkungan dengan perilaku ibu rumah tangga dalam pemeliharaan rumah sehat di Rusunawa Jatinegara Barat. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan pengambilan data primer melalui wawancara kepada ibu rumah tangga pada bulan Mei hingga Juni tahun 2023. Sebanyak 137 ibu rumah tangga terpilih secara simple random sampling. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan pada variabel tingkat pendidikan ibu rumah tangga (OR= 2,883; 95% CI= 1,339−6,209), tingkat pendidikan kepala keluarga (OR= 3,856; 95% CI= 1,711−8,690), dan pengetahuan kesehatan lingkungan ibu rumah tangga (OR= 2,687; 95% CI= 1,304−5,294) dengan perilaku ibu rumah tangga. Sedangkan pada analisis multivariat, variabel tingkat pendidikan kepala keluarga (OR= 3,390; 95% CI= 1,478−7,776) dan pengetahuan kesehatan lingkungan ibu rumah tangga (OR= 2,253; 95% CI= 1,088−4,666) merupakan faktor-faktor dominan memengaruhi perilaku ibu rumah tangga dalam pemeliharaan rumah sehat di Rusunawa Jatinegara Barat. Maka dari itu, Unit Pengelola Rumah Susun Jatinegara Barat diharapkan dapat mengadakan penyuluhan terkait pengetahuan kesehatan di rumah susun guna meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga dalam pemeliharaan rumah sehat di Rusunawa Jatinegara Barat.

Health behavior is an important aspect in efforts to maintain home health. In the theory of the Health Belief Model, the driving factors for a person's health behavior come from modifying factors, namely socioeconomic status and knowledge, which are important to study, especially in the conditions of apartment dwellers. The purpose of this study was to analyze the relationship between socioeconomic status and knowledge of environmental health with the behavior of housewives in maintaining healthy homes in Rusunawa Jatinegara Barat. This study used a cross-sectional study with primary data collection through interviews with housewives from May to June 2023. A total of 137 housewives were selected by simple random sampling. The results of the bivariate analysis showed that there was a significant relationship between the education level of housewives (OR= 2.883; 95% CI=1.339−6.209), the education level of the head of the family (OR= 3.856; 95% CI=1.711−8.690), and environmental health knowledge housewives (OR= 2.687; 95% CI=1.304−5.294) with housewife behavior. Meanwhile, in the multivariate analysis, the variable level of education of the head of the family (OR= 3,390; 95% CI= 1,478−7,776) and knowledge of environmental health of housewives (OR= 2,253; 95% CI= 1,088−4,666) were the dominant factors influencing the behavior of housewives in maintaining healthy homes in Rusunawa Jatinegara Barat. Therefore, the Rusunawa Jatinegara Barat Management Unit is expected to be able to conduct counseling related to health knowledge in flats to increase the knowledge of housewives in maintaining healthy homes in Rusunawa Jatinegara Barat."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnelti
"ABSTRAK
Salah satu karakteristik kota adalah jumlah penduduk yang makin banyak dan tingginya kepadatan penduduk. Hal ini menimbulkan dampak terhadap daya dukung kota berupa ketidakseimbangan antara ruang yang dibutuhkan dan jumlah penduduk yang meningkat. Pertumbuhan penduduk kota, terutama dari arus pendatang tidak hanya menyebabkan kota menjadi berkembang, tetapi juga menimbulkan permasalahanpermasalahan baru. Umumnya di negara berkembang, kaum pendatang mempunyai tujuan untuk mencari pekerjaan.
Bertumpuknya penduduk di kota menimbulkan permasalahan yang cukup rumit, baik dari segi fisik maupun non fisik, serta mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan daerah sekitarnya, dan merupakan salah satu sebab timbulnya kawasan-kawasan kumuh di perkotaan.
Secara umum, permukiman kumuh diartikan sebagai kawasan hunian yang tidak layak huni berkaitan dengan kesehatan masyarakat khususnya pada penyakit yang sering berjangkit selama di permukiman. Cermin dari permukiman kumuh diantaranya daerah yang tidak terencana, tidak teratur, dan bersifat informal, kepadatan permukiman yang tinggi serta kondisi lingkungan yang buruk.
Dalam era pembangunan dewasa ini, upaya perkembangan perumahan rakyat mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak pemerintah sebagai upaya mewujudkan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yaitu papan.
Dalam perencanaan perkembangan hingga saat ini perkembangan ekonomi masih menonjol, sedangkan pertimbangan kesehatan, khususnya kesehatan masyarakat tampaknya masih belum mendapat perhatian.
Penelitian ini mencoba memberikan gambaran tentang kondisi permukiman kumuh dalam hubungannya terhadap kesehatan masyarakat dari segi lingkungan sosial, lingkungan fisik, sanitasi lingkungan dan pola penyakit yang sering terjangk`it di lingkungan permukiman kumuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1 Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah permukiman kumuh.
2 Hubungan variabel-variabel permukiman kumuh terhadap variabel kesehatan masyarakat.
3 Berbagai upaya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di permukiman kumuh.
Lokasi penelitian adalah Kelurahan Penjaringan di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, ditentukan berdasarkan purposive sampling. Dalam Kelurahan ini diambil 3 Rukun Warga (RW) yang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya. Selanjutnya untuk menentukan banyak sampel tiap-tiap RW digunakan cara proposional random sampling yang seluruhnya berjumlah 130 responden.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuesioner, wawancara mendalam dengan masyarakat setempat, serta observasi langsung kelapangan. Sedangkan data sekunder di peroleh dari lapangan dan literatur penunjang yang didapat dari instansi terkait.
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan rumus Chi-square yang diteruskan dengan Uji Coefficient Contingency, disertai pula dengan analisis kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel-variabel permukiman kumuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat
dilihat dari faktor lingkungan sosial, yaitu faktor jenis pekerjaan, crowding index dan jenis pelayanan kesehatan,akan tetapi tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dari faktor pendidikan dan pendapatan. Masyarakatnya mayoritas berpendidikan, pendapatan masih dalam taraf rendah yaitu pendidikan SD, sedangkan pendapatan masyarakat setiap bulan sebagian besar antara Rp 50.000,-sampai dengan Rp 100.000,-.
Variabel lingkungan fisik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dilihat dari faktor keadaan saluran/got air rumahtangga, kondisi lingkungan jalan, kelembaban udara, sinar matahari, jumlah ruangan.
Variabel sanitasi perumahan lingkungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dilihat dari faktor, bau/aroma dari air saluran buangan rumahtangga, saluran pembuangan mandi, saluran pembuangan kakus, pembuangan sampah, dan sumber air minum dengan derajat hubungan cukup kuat: Sedangkan terhadap kesehatan masyarakat dari faktor, saluran pembuangan masak, saluran pembuangan air cucian tidak terdapat hubungan.
Dari hasil hubungan antara berbagai variabel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permukiman kumuh sangat erat hubungannya dengan kesehatan masyarakat.
Perlu dilakukan perlindungan dan peningkatan terhadap kesehatan masyarakat di permukiman kumuh ini, karena permukiman kumuh menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan pencemaran lingkungan. Kurangnya diperhatikan lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan sanitasi perumahan lingkungan oleh masyarakat serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal akan menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.

ABSTRACT
One of the urban main characteristics is the fast growing number of population and its high density. This causes an impact on carrying capacity in terms of the imbalance between the needed space and the increasing population; particularly as rush of city's newcomers does not only imply city's development, but also generate new environmental problems. In most of developing countries, the main reason for people coming to the cities is seeking for employment. High concentration of people in the cities create complex environmental problems, either physically or non-physically, giving negative impact an the particular surroundings and constitutes one of the main causes for the existence of urban slums.
In general, slum settlement is understood as an urban settlement inappropriate to habitat in terms of the community's health, particularly the incidence rate of diseases. Slum settlement is mostly reflected in its involuntary existence, unorganized, informal by characteristics, highly dense, and bad condition. Even though slum settlement's lands are already determined their infrastructures are still inappropriate, with small alleys, muddy, far from appropriate latrines, bath and washing facilities, and lack of clean water.
In the development periods the Government has given much attentions to the development of public housing as one the Government's efforts in providing the community with shelter facilities.
Even in the national development planning the economic sector development constitutes the first priority, yet health sector, particularly community health development is still considered as insignificant.
The objective of the study is to identify and describe the conditions of slum settlement and its correlations with the community's health, in particular from the aspects of its social environment, physical environment, and environmental sanitation in terms of its disease frequency pattern. The specific objectives are:
Identify the social-economic condition of the community of slum settlement;
The correlations between slum settlement's variable to the community's health.
To provide solution efforts in increasing the community health status in slum settlement.
The areas studied are located in the Penjaringan Subdistrict, Northern part of Jakarta, which for this purpose was purposively taken, in which tree "Kelurahan" were determined as samples in terms of the densest population. Further, sample members were drawn proportional-randomly from each "Kelurahan", numbering 130 respondents.
Primary data collection was conducted by interviews using questionnaires as instrument, depth interviews with selected local respondents, and direct observation in the field. While secondary data were collected from related government agencies.
Data analysis was conducted quantitatively based on non-parametric statistic means, i.e. Chi-square, followed with coefficient contingency test and qualitative analysis.
From the analysis it? was identified that slum settlement's variables significantly correlate with those of the community's health viewed from their social environmental factors, i.e. kinds job, crowding index, and health service, but not significantly correlation with the community's health in terms of education, income, and number of family members. But field data eduction, people income majority education degree is SD (63,9%), indregree income Rp 100.000,- (37,7%).
correlate with the conmunity's health in terms of its factors, i.e. household's sewerage, neighbour hood's streets condition, air humidity, sunlight, and number of rooms with strong correlation, under lining the air humidity as the strongest factor; whereas ventilation received the weakest influence.
Settlement's environmental santitation has significant correlation with the community's health in terms of its factors, i.e. household's sewerage odour, bathroom's sewerage, waste disposal, and drinking water source, showing rather strong correlation. However, when correlated with cooking and washing waste water sewerages, there isn't any correlation to be found. In terms of latrine variable, strong correlation with the community's health has been observed as being exist.
From the variables relationship it was evident that slum settlement strongly correlate with the community's health. Further, there should be improvements in the field of community health in the slum areas, as slum conditions can degrade the community's health status and generate environmental pollution. Lack of attention in the fields of physical, social and sanitary environment could by all means decrease the quality of the community's health and the community's health status itself.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Krianto
"ABSTRAK
Efektifitas dari suatu program komunikasi kesehatan yang berkelanjutan ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya adalah kebutuhan yang tinggi dari khalayak akan informasi kesehatan. Kebutuhan yang tinggi akan informasi kesehatan pada hakekatnya merupakan resultante dari minat, kebutuhan, masalah diri dan peta pengetahuan. Di lihat dari perspektif perluasan peta pengetahuan, kebutuhan informasi erat hubungannya dengan keterpaparan khalayak terhadap beragam saluran komunikasi, di antaranya pemaparan media komunikasi massa dan pemaparan komunikasi interpersonal. Namun penelitian yang mengupas hubungan antara keterpaparan terhadap informasi dengan kebutuhan informasi, terutama di Jawa Barat masih kurang. Oleh karena itu penelitian ini memusatkan perhatian pada upaya untuk memperoleh gambaran bagaimana hubungan antara dua variabel tersebut.
Penelitian ini menggunakan hasil Studi Jaringan Informasi Kesehatan di Jawa Barat tahun 1994, yang merupakan kerjasama Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia dengan Sub Pinas PKM Jawa Barat. Dengan demikian tahap penetapan disain penelitian dan pengumpulan data tidak dilakukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaparan media komunikasi massa dan pemaparan komunikasi interpersonal memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kebutuhan informasi kesehatan. Namun keterpaparan terhadap informasi kesehatan melalui komunikasi interpersonal memiliki nilai OR (4-5.0) yang lebih besar dari pada OR pemaparan media komunikasi massa (1.3-2.0). Adapun model hubungan antar dua variabel tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan informasi adalah fungsi dari pemaparan komunikasi interpersonal, pemaparan media elektronik (televisi, radio), media cetak (poster-poster kesehatan, surat kabar) dan karakteristik tempat tinggal.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar dalam upaya meningkatkan kebutuhan informasi kesehatan dilakukan pendekatan kepada pengelola program untuk mendayagunakan potensi jaringan informasi setempat, sekaligus meningkatkan upaya komunikasi massa melalui televisi, poster, radio, dan surat kabar.

ABSTRACT
Effectivity of the sustainable health communication program depend on any factors, such as high information need among the audience. High information need is the resultance of attention, need, self problem and cognitive map. If seen the expanding on the cognitive map, information need have strong relation with audience exposed of the any communication channels, such as mass communication and interpersonal communication exposure. But the research that studying on the relationship between information exposed and information need, especially of the pregnant women and under five years children mother on West Java is minimally. Thus, focusing the research is making the description on the relationship between two variables.
This research used the data of the Health Information Network Study, in West Java, 1994. The study is cooperation among Department of Health Education and Behavioral Science, Faculty of Public Health, University of Indonesia with Health Community Education Affairs, Province of West Java. Just the research design fixing and data collection not doing.
The result from this research give me the description that mass communication exposure and interpersonal communication exposure have the significance relationship with health information need among the audience. But the interpersonal communication exposed have the Odds Ratio (4-5.0) bigger than the mass communication exposed (1.3-2.0). Information need model is the function of interpersonal communication exposure, electronic media exposure (television and radio), printed media (posters, newspapers) and residential characteristic. From the result, I am proposing, if we are improving the health information need, we must approaching to program mangers to use the local information network, and similarly launching the mass communication effort via television, posters, radio and newspapers.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Asyfiani Rufaida
"ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perkembangan baik dari fisik, kognitif, dan psikososial. Remaja yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut akan mengalami stres yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan jiwa. Dukungan sosial dari teman sebaya menjadikan remaja memiliki kesehatan jiwa yang baik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional yang bertujuan mengidentifikasi hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan masalah kesehatan jiwa pada remaja. Sampel sebanyak 292 siswa SMP Negeri 1 Cisaat yang dipilih melalui teknik stratified random sampling. Responden mengisi kuesioner Social Provision Scale (SPS) untuk dukungan sosial teman sebaya dan Strenghts and Difficulties Questionnare (SDQ) untuk masalah kesehatan jiwa. Analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p value 0,034) antara dukungan sosial teman sebaya dengan masalah kesehatan jiwa pada remaja. Diperlukan skrining awal kesehatan jiwa, pembentukan kelompok teman sebaya dan pendidikan kesehatan jiwa di sekolah untuk meningkatkan kesehatan jiwa remaja.

ABSTRACT
Adolescence is a transition period between childhood and adulthood which includes the development of physical, cognitive, and psychosocial. In adolescent who cannot adapt to these changes, they will experience stress that can affect their mental health. Peer social support makes adolescents to maintain mental health well-being. This study is quantitativeh study using cross-sectional design to identify the association between peer social support and mental health problems among adolescents.There were 292 students at junior high school 1 Cisaat selected with stratified random sampling. The participants filled up Social Provision Scale (SPS) peer social suppot and Strenghts and Difficulties Questionnare (SDQ) for mental health problems. Data analysis used are univariate and bivariate analysis with chi square test. The result shows that there is significant correlation between peer social support and mental health problems among adolescents. Early mental health screening, peer groups formation and mental health education are needed among adolescents in school to increase their mental health."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Pudjiastuti
"Penelitian ini bertitik tolak dari suatu asumsi bahwa penyusunan strategi pemasaran sosial yang cermat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah sosial yang berkembang di masyarakat. Disamping itu, berhasil tidaknya pemasaran tersebut sangat tergantung pada masyarakat sebagai sasaran utama program. Karenanya tanpa adanya partisipasi dan dukungan dari masyarakat tujuan pemasaran sosial tidak akan bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.
Mencermati hal di atas maka perlu kiranya diketahui berbagai faktor yang berpengaruh pada tinggi rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap produk sosial, khususnya bidang kesehatan dan lingkungan hidup. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh ini sangat penting sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun suatu strategi pemasaran produk sosial yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang ada. Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh pada partisipasi masyarakat adalah (1). Kharakteristik sosiai ekonomi; (2). Aktivitas komunikasi; (3). Tingkat pemahaman akan produk sosial dan (4), Tingkat pelayanan lembaga terkait.
Untuk mengetahui keterkaitan antara faktor-faktor yang berpengaruh dengan faktor yang dipengaruhi, maka penelitian ini didesain sebagai penelitian korelational yang analisisnya menggunakan metoda regresi berganda dengan program Microsta dan SPSS. Dengan metoda ini akan dapat diketahui bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh, apakah pengaruhnya nyata atau tidak nyata, apakah arahnya positif atau negatif serta seberapa besar pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat.
Faktor-faktor yang berpengaruh kemudian dapat dipertimbangkan untuk diperbaiki supaya dapat mendukung pemasaran produk sosial yang disampaikan. Selanjutnya penemuan-penemuan di atas dapat dipertimbangkan untuk menyusun suatu strategi pemasaran sosial yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan dan lingkungan hidup masyarakat di daerah penelitian.
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metoda survei dan FGD. Sampel diambil secara acak dari tiga wilayah kumuh terpilih, yaitu bantaran sungai (RW 10 Kelurahan Manggarai), gang sempit (RW 06 Kelurahan Galur) dan tepian rel kereta api (RW 02 Kelurahan Manggarai). Jumlah sampel yang diambil untuk masing-masing lokasi adalah 10 kepala keluarga, 10 ibu rumah tangga dan 10 remaja, sehingga jumlah seluruhnya 90 sampel. Sedangkan untuk FGD masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang.
Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Karakteristik sosial ekonomi responden sebagian besar kepala keluarga berumur 40 < 50 tahun, ibu rumah tangga 30 < 40 tahun dan remaja 10 < 20 tahun; dengan tingkat pendidikan SD (kepala keluarga dan ibu rumah tangga) dan SLA (remaja); rata-rata jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4-7 orang dengan jumlah belanja keluarga per bulan sebesar Rp. 374.400,﷓
Ukuran rumah tinggal responden amat kecil, rata-rata 22,82 meter persegi, yang sebagian besar berstatus tanah milik, berdinding bata atau triplek, atap terbuat dari seng, lantai dari ubin, sudah berventilasi, tidak memiliki halaman maupun tanaman.
Ditinjau dari sisi kesehatan umumnya mereka sudah memperhatikan dengan baik, umumnya mereka akan pergi ke Puskesmas setelah terlebih dahulu mencoba mengobati sendiri sakitnya. Aktivitas komunikasi responden umumnya cukup tinggi, terutama pada media televisi dan umumnya dilakukan pada sore dan malam hari. Sedangkan acara favorit mereka berkisar antara sinetron dan telenovela (para wanita) dan sinetron laga, berita, olah raga dan film luar (kepala keluarga dan remaja). Pengetahuan responden akan produk sosial relatif sangat kecil, demikian juga dengan peranan aparat terkait dan tingkat partisipasinya pada produk sosial.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi responden adalah tingkat pendidikan, besar belanja keluarga per bulan, lama responden tinggal di daerah penelitian, aktivitas komunikasi, pengetahuan responden tentang produk sosial serta lokasi tempat tinggal responden.
Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas kemudian disusun suatu strategi pemasaran sosial masalah kesehatan dan lingkungan hidup yang diharapkan akan mampu mengubah sikap dan perilaku sasaran kearah yang diinginkan. Strategi disusun berdasarkan tinjauan marketing mix, social marketing mix, distribusi produk, kampanye produk lewat media massa dan interpersonal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Irawan Rusli
"Mengetahui hubungan peningkatan berat badan ibu hamil dengan lama persalinan.
Metode: Penelitian menggunakan metode cross-sectional. Menggunakan data sekunder dari rekam medis.
Hasil: Dari 480 rekam medis, 129 rekam medis terdapat data yang tidak lengkap pada riwayat pemeriksaan kehamilan, 232 rekam medis lainnya merupakan kasus persalinan dengan prosedur seksio sesaria, 30 data rekam medis yang tidak mencantumkan lama persalinan sama sekali, 21 data rekam medis yang mencantumkan lama persalinan secara tidak lengkap, sehingga diambil 68 data. ROC-Curve sebagai cut-off peningkatan berat badan, yaitu 9,75 kg. Dari 68 kasus, 20 kasus peningkatan berat badan ≤ 9.75 kg dan 48 kasus peningkatan berat badan > 9.75 kg. Penelitian mengunakan uji Chi-Square dengan nilai p = 0,216 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara peningkatan berat badan ibu hamil dengan lama persalinan. Kasus lama persalinan yang panjang pada 20 kasus peningkatan berat badan ≤ 9.75 kg adalah 8 (40%) dan pada 48 kasus peningkatan berat badan > 9.75 kg adalah 12 (25%).
Kesimpulan: tidak terdapat hubungan antara peningkatan berat badan ibu hamil dengan lama persalinan.

Knowing association of weight gain in pregnancy with labour period.
Method: Research using cross-sectional method. Secondary data was used from medical records.
Result: From 480 medical records, 129 cases had no history of complete antenatal care, 232 cases are caesarian cases, 30 cases have no labour period, 21 cases have uncomplete record of labour period, so that is taken 68 cases. ROC-Curve was used as a cut-off weight gain, which is 9.75 kg. Of 68 cases, 20 cases of increased body weight ≤ 9.75 kg and 48 cases of weight gain > 9.75 kg. Research using Chi-square test with p = 0.216, with a sense there is no significant relationship between weight gain in pregnancy with the outcome of labour period in pregnant women. The incidence of long labour period in 20 cases of increased body weight ≤ 9.75 kg is 8 (40%) and 48 cases of weight gain > 9.75 kg was 12 (25%).
Conclusion: No significant association between weight gain in pregnancy with labour period in pregnant women.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sims, Jacqueline
Geneva: World Health Organization, 1994
613 SIM a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Soemiatno
Jakarta: Division of Publications and Libraries Departement Health , 1975
614 SOE h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>