Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203766 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Betsy Kurniawati Witarsa
"ABSTRAK

Penelitian eskperimental ini merupakan replikasi dari penelitian Bilewicz dan Klebaniuk (2013) tentang konsekuensi psikologis dari simbol religius yang terdapat di tempat umum di Polandia. Sama seperti Polandia, mayoritas penduduk Indonesia memeluk satu agama yang sama. Agama ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini hendak menguji adanya pengaruh dari simbol religius agama Islam di sebuah ruangan di kampus terhadap afek positif, afek negatif, dan sikap terhadap nonmarital sexuality. Penelitian menemukan tidak adanya pengaruh dari kehadiran simbol religius di ruangan, baik pada mahasiswa Islam yang religius maupun yang kurang religius. Hasil penelitian ini didiskusikan dengan referensi terhadap teori-teori psikologi lingkungan, religious identification, afek, dan sikap


ABSTRACT

This experimental study is a replication of Bilewicz and Klebaniuk’s study (2013) about psychological consequences of religious symbols in public space in Poland. Like Poland, in Indonesia the majority of the population has one same religion. This religion becomes an integral part of people’s daily lives. This study examined the effect of Islamic religious symbol in a university room on positive affect, negative affect, and attitude towards nonmarital sexuality. The study found that there is no effect of religious symbol display in the room, both on religious moslem students and less-religious moslem students. This result is discussed with reference to theories of environmental psychology, religious identification, affect, and attitude

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James, William, 1842-1910
Yogyakarta: IRCiSoD, 2015
200 JAM v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Booth, Anthony Robert
"One of the great scandals in philosophy from around the beginning of the
20th century has been the perpetuation of the idea that there is a substantial
distinction to be made between so-called analytic and continental philosophy—
one that goes beyond issues regarding style and sociology. And, even
though none of the respective participants in the dispute admits to being able
to give the distinction any articulation that does not slip between their fingers,
the distinction remains today very real (in the stylistic and sociological sense),
wielded by both sides for diverse, abject, anti-philosophical ends (inter alia):
the perceived winning of arguments via the appeal to authority; ensuring that
one’s arguments will not be subject to wide-ranging critical scrutiny; the
maintenance of one’s image and identity as a member of a particular philosophical
club at the expense of others’ membership; the perceived entitlement
to ignore (and dismiss without reading) vast tranches of literature as some
“non-U” other. In short, I think that the belief in the viability of the distinction
is ideological in nature (in the pejorative, Marxist sense that I discuss in
Chaps. 7 and 8, and which, in a sense, is the guiding theme of this book).
One then ought to ask in the present context: why include the word “analytic”
in the title of this book? Am I not further securing the credibility of this ideology
(used to maintain the positions of power of individual philosophers
belonging to each camp) by so doing? Am I not thus indicating my desire to
engage with Islamic philosophy (depending on one’s perceived sense of tribal
belonging) in terms of the “right” or “wrong” way?"
Switzerland: Springer International Publishing , 2017
e20528452
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yesaya
"Tulisan ini berawal dari refleksi oleh penulis atas fenomena sosial akhir-akhir ini, kian hari bentuk dan cara kejahatan selalu berkembang. Penghancuran diri, orang lain dan lingkungan terjadi di berbagai negara. Ketimpana sosial dan dekadensi moral terjadi di mana-mana. Di Indonesia terjadi kontradiksi antara nilai-nilai religius sebagai bangsa yang ber-Tuhan dengan kenyataan yang kita saksikan. Busung lapar 'dirayakan' dengan korupsi. Ibadah dipraktekkan dengan mengadili agama lain, klaim kebenaran kelompok menjadi alat untuk menggilas terhadap pihak yang dianggap berbeda pandangan. Penulis mendekati persoalan di atas dengan berdasarkan pemikiran Profesor Alfred North Whitehead (15 Feb.1861- 30 Des.1947). Filsof Amerika Serikat, kelahiran Ingris yang terkenal sebagai tokoh utama filsafat proses. Filsafatnya diawali dengan mengkritik cara berpikir modernisme yang melihat realitas secara terpisah-pisah. Baginya pemikiran atomisme yang memandang titik berdiri sendiri harus ditingalkan, sebab titik bergantung pada garis dan garis membentuk segitiga yang menempati ruang. Hal ini untuk mengungkapkan bahwa segala sesuttu tak terpisahkan. Menurutnya yang 'ada' adalah 'proses' dan 'proses' itu sendiri adalah 'ada'. Satuan aktual (actual entity) adalah realitas yang terkecil yang terdiri atas satuan-satuan peristiwa. Tiap satuan aktual memiliki peran, memiliki kebebasan untuk menjadi dirinya dan menjadi faktor kebaruan bagi satuan aktual lain. Karena segala sesuatu dipandang sebagai 'proses' maka agama, Tuhan,manusia, juga dilihat sebagai proses, atau dalam penjadian. Agama dalam penjadiannya mengalami tahap perkembangan dari tahap ritus, emosi, kepercayaan dan mencapai tahap rasionalisme sebagai puncak perkembangan agama. Gagasan utama Whitehead tentang agama adalah agama rasionalisme. Penulis merangkum pemikiran Whitehead mengenai tiga prinsip dasar agama, yaitu: peranan pengalaman religius, peranan kesendirian ('solitariness') dan kesetiaan terhadap dunia ('world loyalty'), serta agama dalam menyejarah ('in the making')."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T37363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masyhuri
"Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang hubungan agama dan negara pada dasarnya bertititik tolak pada kerangka membangun masyarakat bangsa melalui faham kebangsaan, artinya dalam berbangsa dan bernegara, ia harus dipahami dalam kerangka nasional. Begitu juga pengertian menyeluruh tentang syari'at islam, dalam pandangan Abdurrahman Wahid masalah i'tiqadi'ah dipahami sebagai wilayah politik untuk memperjuangkan ideologi negara, mu'amalah dipahami sebagai upaya memperjuangkan hak-hak warga negara melalui Undang-Undang Dasar 1945, dan akhlaqiah dipahami sebagai upaya berdakwah dengan moralitas. Oleh karena itu, negara yang menjadi keyakinan mayoritas penduduk Indonesia merupakan wilayah privat yang tidak boleh diinterversi atau disubordinasi oleh negara, begitu juga negara, sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh UUD 1945, harus benar-benar dilaksanakan untuk memperjuangkan hak-hak berkeyakinan dalam kerangka pembangunan nasional.
Adapun konsepsi tentang hubungan agama dan negara Rebublik Indonesia, dalam pemahaman Abdurrahman Wahid dirumuskan dalam tiga bahasan pokok, yaitu : Pertama, finalisasi Pancasila sebagai ideologi negara, karena perjuangan mengenai ideologi tersebut, pada dasarnya bukan didasarkan pada unsur keterpaksaan umat Islam, melainkan didasarkan pada kesadaran yang diwujudkan sebagai penghormatan untuk bersama membangun masyarakat bangsa. Kedua adalah mengenai hubungan simbiotik antara agama dan negara, yang dimaksudkan untuk menjaga hubungan secara proporsional, artinya warga negara tidak boleh mencari legitimasi keagamaannya kepada pemerintah, begitu juga sebaliknya pemerintah tidak boleh mencari legitimasi politiknya kepada agama tertentu, terlebih ia tidak boleh mempolitisasi agama sebagai kendaran politik. Ketiga adalah mengenai konsep pribumisasi Islam yang dimaksudkan untuk mempermudah implementasi hukum Islam menjadi negara tanpa tercerabut dari budaya lokal (bangsa). Sedangkan demokrasi yang dipraktikkan oleh negaranegara Barat adalah tergolong sekuler, yaitu ia dipahami sebagai semangat untuk memisahkan urusan agama dan negara. Implikasi negara yang berfaham sekuler adalah negara tidak satu sen pun mengeluarkan uang untuk kepentingan agama, yang berarti keberadaan seperti Departemen Agama, Peradilan Agama, urusan Haji, dan kurikulum agama dalam semua jenjang pendidikan harus dihapuskan.

The thoughts of Abdurrahman Wahid about state and religion are basically based on the framework to built nation society through nationalism, in which nation and state. Islam has to be understood in national framework. The complete meaning of Islamic Shari'a, in the Wahid's opinion, has a various meaning. The meaning of theology is understood as political region or struggling for the state ideology, mu'amalah (transaction) can be understood as struggling effort for civic rights through UUD 45 and morality can be understood as teaching effort by morality. Therefore, Islam becoming Indonesian's belief as private matter may not be intervened and subordinated by state, as well as state, according to constitutional law (UUD 45), has to really conduct the struggle for civic right to national development.
And the conceptions of Republic Indonesia and Islam relation, according to Abdurrahman's opinion, are formulated in three fundamental discussion, that concern to finalizing Pancasila as state ideology, because the struggle of ideology basically not relied on compulsory from Muslim, but based on a awareness realized as respect to develop nation state together. Matter is symbiotic relation the second between state and Islam to remain to take care of intercourse proportionally, so citizen may not look for its religious legitimacy to certain religion, particularly he may not make religion as political desire. The third matter is concept "pribumisasi Islam" intended to facilitate implementation of Islamic law as state law. While democracy foundation practiced by western countries is assumed secular, comprehended as spirit to develop political system. The implication of state, which has a secular method that they will not participate to the religion case, such as Department of Religious Affairs, Personal Islamic Court, and the religion curriculum in all education ladders have to be abolished.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sulastri
"Skripsi ini menganalisis hubungan antara praktik aborsi di Jepang dan ritual mizuko kuyo. Skripsi ini menggunakan konsep agama sebagai sistem budaya dari Clifford Geertz dan berdasarkan pada penelitian William R. LaFleur dan Helen Hardacre. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif analisis. Skripsi ini mengemukakan bahwa mizuko kuyo merupakan suatu ritual yang lahir dari difusi antara dua kepercayaan orang Jepang yakni, Shinto dan Buddha, yang dituangkan dalam betuk ritual. Mizuko kuyo merupakan bentuk unik dari sistem kepercayaan orang Jepang.

The focus of this work is to analize the relationship between abortion in Japan and mizuko kuyo rite. This work was compiled using Clifford Geertz's theory of religion as cultural system, and as a base using William R. LaFleur and Helen Hardacre's research. This work using descriptive analytical as method. This work found that mizuko kuyo is a rite that born from the diffusion of Japanese two religion, Shinto and Buddhism, and become a rite. Mizuko kuyo is a uniqueness of Japanese religion system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S54058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garnadi Prawirosudirdjo
Jakarta: Bulan Bintang, 1975
210 GAR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>