Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atsarina Adani Soetikno
"ABSTRAK

Motivasi merupakan faktor utama yang menentukan efek hijab terhadap pemakainya, dan efek tersebut dapat memengaruhi subjective well-being. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi untuk memakai hijab dengan subjective well-being yang dimiliki muslimah yang bersangkutan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Subjective Happiness Scale yang dikembangkan oleh Lyubomirsky dan Lepper (1999) untuk mengukur subjective well-being serta Relative Autonomy Index yang digunakan oleh Sheldon, Ryan, Deci, dan Kasser (2004) untuk mengukur motivasi berhijab. Pengambilan data dilakukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berhijab dengan subjective well-being partisipan.


ABSTRACT

Motivation is a major factor that determines the effect of hijab to its wearer, and these effects can influence subjective well-being. This study aims to find the relationship between motivation to wear hijab and subjective well-being of muslim women. This research is a quantitative research with correlational design. This study used Subjective Happiness Scale developed by Lyubomirsky and Lepper (1999) to measure subjective well-being and the Relative Autonomy Index by Sheldon, Ryan, Deci, and Kasser (2004) to measure motivation to wear hijab. The results showed that there was no significant relationship between motivation to wear hijab and subjective well-being of participants.

"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Suhandwifa
"Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara spiritual well-being dan work engagement pada karyawan. Sampel penelitian ini adalah 95 karyawan di Jakarta. Penelitian ini menggunakan bagian dari alat ukur Spiritual Leadership Theory (Fry, 2005) yang telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia untuk mengukur spiritual well-being dan Utrecht Work Engagement Scale 9 (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia untuk mengukur work engagement. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara spiritual well-being dan work engagement (r = 0,629, p = 0,000). Keterbatasan penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya akan dibahas dalam diskusi penelitian.

This research was conducted to prove the existence of a relationship between spiritual leadership and employees? work engagement. Sample of this research includes 95 employees in Jakarta. This research used an Indonesian adaptation of a part of the Spiritual Leadership Theory questionnaire (Fry, 2005) to measure spiritual well-being and an Indonesian adaptation of Utrecht Work Engagement Scale 9 (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) to measure work engagement. It was found that spiritual well-being significantly correlated with work engagement on employees (r = 0,629, p = 0,000). The limitation of this research, as well as recommendations for further research are discussed at the end of this report."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinie Firstyo Terranova
"Permasalahan tenaga kerja di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya jumlah pencari kerja yang berbanding dengan sedikitnya lowongan pekerjaan yang tersedia, oleh karenanya kegiatan outsourcing atau alih daya merupakan salah satu alternatif penyelesaian masalah yang bisa digunakan untuk mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, akan tetapi kegiatan outsourcing ini tdak terlepas dari permasalahan seperti eksploitasi pekerja, yang menyebabkan pekerja merasa tidak nyaman dan tidak senang di tempat kerjanya, hal ini sangat memengaruhi
kesejahteraan dari pekerja tersebut terutama kesejahteraan lingkungan kerja mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengubah permasalahan tersebut dengan
melihat hubungan anatara kesejahteraan lingkungan kerja dengan motivasi kerja dengan harapan bahwa parusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan kerja para pekerja outsource mereka dengan balasan
motivasi kerja dari para pekerja yang akan meningkat seiring dengan meningkatnya kesejahteraan lingkungan kerja. Kesejahteraan lingkungan kerja di ukur dengan
WWBI (Workplace Well-Being Index) yang sudah di adaptasi di dalam penelitian Sawitri, sementara motivasi kerja menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Novari dalam penelitiannya, yang kemudian keduanya penulis modifikasi dan uji validitas dan reliabilitas ulang. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kesejahteraan lingkungan kerja dan motivasi kerja memiliki hubungan yang signifikan pada pekerja outsource PT Y yang bekerja di PT X dan memiliki keeratan hubungan yang lemah dan positif, sehingga peningkatan kesejahteraan lingkungan kerja dari para pekerja dapat meningkatkan motivasi kerja dari para
pekerja tersebut, begitu juga sebaliknya.

The problem of labor in Indonesia is inseparable from the large number of job seekers compared to the number of job vacancies available, therefore outsourcing or outsourcing is one alternative solution to problems that can be used to reduce the number of unemployed people in Indonesia, but this outsourcing activity is not regardless of problems such as exploitation, which causing the workers to feel uncomfortable and unhappy at their workplaces, this greatly affects the welfare of these workers, especially their workplace well-being. This study aims
to change these problems by looking at the relationship between the workplace well-being and work motivation in the hope that the companies will strive to improve the workplace well-being of their outsourced workers with a reward theincrease of work motivation of workers along with the increasing of the workplace well-being. The workplace well-being is measured by WWBI (Workplace Well-Being Index) which has been adapted in Sawitris research,
while work motivation uses a measurement tool developed by Novari in her research, which later both researchers modified and tested validity and reliability. The results of this study indicate that the workplace well-being and work motivation has a significant relationship in PT Y outsource workers who work at PT X and have a weak and positive relationship, so that an increase in the
workplace well-being of workers can increase work motivation of workers and vice versa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Annisa Meidina
"Motivasi belajar menjadi hal riskan bagi mahasiswa tingkat akhir yang memiliki banyak tuntutan dan tekanan untuk menyelesaikan masa perkuliahan dengan baik dan lulus menjadi seorang sarjana. Keseimbangan dalam motivasi belajar juga melibatkan kondisi kesejahteraan individu sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kesejahteraan spiritual dengan motivasi belajar pada mahasiswa tingkat akhir. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional pada 95 responden mahasiswa tingkat akhir di Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan teknik consecutive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Spiritual Well-Being Scale untuk mengukur kondisi kesejahteraan spiritual dan Motivated Strategies for Learning Questionnaire untuk mengukur motivasi belajar.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 51,6 mahasiswa memiliki tingkat kesejahteraan spiritual rendah dan 50,5 memiliki tingkat motivasi belajar yang tinggi. Namun hasil uji statistik Chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan p = 0,605 > 0,05 antara kesejahteraan spiritual dengan motivasi belajar dan nilai OR dalam penelitian ini sebesar 1,346 yang memiliki arti bahwa mahasiswa dengan kesejahteraan spiritual tinggi mempunyai peluang 1,3 kali untuk memiliki motivasi belajar tinggi dibandingkan mahasiswa yang kesejahteraan spiritualnya rendah. Penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi institusi pendidikan agar lebih mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai spiritual dalam konteks pembelajaran bagi mahasiswa.

Learning motivation become a risk case for final year college students who have many demands and pressures to finish their college lifes and become scholars. Balance in learning motivation will involve one rsquo s spiritual well being as one of human basic needs. This study aim to identify the relationship of spiritual well being and learning motivation in final year students. The design used in this study is the cross sectional with 95 respondents of final year students in Health Sciences Cluster Universitas Indonesia, which uses consecutive sampling technique. The instruments used in this study are Spiritual Well Being Scale to measure the spiritual well being level and Motivated Strategies for Learning Questionnaire to measure the learning motivation.
This study shows 51,6 respondents have low spiritual well being level and 50,5 respondents have high learning motivation level. However the result with Chi square test shows that there is no significant relationship p 0,605 0,05 between spiritual well being and learning motivation and OR value 1,346 which means students with high spiritual well being level have a chance 1,3 to have high learning motivation level than other students with low spiritual well being level. This study can be a recommendation for the institution of education in order to develop and engraft the spiritual in learning context for students.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Nafasya Putri
"ABSTRAK
Di tengah perubahan berbagai tuntutan sekolah yang semakin tinggi, subjective well-being siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) cenderung mengalami penurunan. Dari gambaran subjective well-being secara global tersebut, diperlukan pengukuran subjective well-being pada konteks yang lebih spesifik untuk melihat lebih akurat mengenai keadaan siswa SMA khususnya pada konteks sekolah. Subjective well-being in school merupakan konstruk yang dapat mengukur kepuasan sekolah, pengalaman emosi positif dan pengalaman emosi negatif di sekolah. Di antara berbagai aspek yang dapat berhubungan dengan subjective well-being in school, achievement goal orientation merupakan salah satu konstruk yang perlu ditelusuri lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat setiap pengaruh tipe achievement goal orientation dengan menggunakan kerangka 2 x 2 yang dikemukakan oleh Elliot & McGregor. Berdasarkan hasil analisis regresi linear, mastery-approach goal, performace-approach goal dan performance-avoidace goal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being in school di sampel siswa SMA. Mastery-avoidance menunjukan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap school well-being in school. Hasil dari penelitian tersebut dapat mendukung hasil penelitian sebelumnya dan juga memberikan gambaran mengenai tipe achievement goal orientation dengan kerangka 2 x 2 yang sebelumnya masih belum banyak ditelusuri

ABSTRACT
In the midst of increasing academic pressure that high school students face, their subjective well-being tends to be declining as they go through school years. Furthermore, we have to measure more context-spesific subjective well-being to ensure more thorough and accurate information that better depict their situation. Therefore, we use subjective well-being in school which consists of school satisfaction, positive affect, and negative affect in school. Between several variables that correlates to subjective well-being in school, achievement goal orientation needs to gain more attention. This research is intended to see the effect of each type of goal orientation to subjective well-being in school by using 2 x 2 framework that has been stated by Elliot and McGregor. Based on single regression analysis, mastery-approach goal, performace-approach goal and performance-avoidace goal has significant effect to subjective well-being in school in 11th Grade high school students. However, mastery-avoidance shows no significant effect to subjective well-being in school. Results of this research support earlier research and it gives us broader information about achievement-goal orientation with 2 x2 framework."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Herwibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi kebebasan dalam waktu luang dengan subjective well-being pada mahasiswa Universitas Inonesia. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia pada program studi S1. 126 responden penelitian diminta mengisi instrumen penelitian, yaitu perceived freedom in leisure short form (Witt & Ellis, 1985), Satisfaction With Life Scale (Diener et al, 1985), dan Positive Affect ? Negative Affect Scale (Watson & Tellegen, 1985) secara online. Penelitian menemukan adanya korelasi positif antara persepsi kebebasan dalam waktu luang dan affect balance (r=-0,500, p<0,05) serta korelasi positif antara persepsi kebebasan dalam waktu luang dan kepuasan hidup (r= 0,203, p<0,05). Analisis tambahan menunjukkan bahwa terdapat data kontrol ,yakni jenis kelamin, berpengaruh terhadap hasil penelitian.

This research aimed to find the correlation between perceived freedom in leisure and subjective well-being among students of University of Indonesia. 126 respondents were asek to fill our instruments, perceived freedom in leisure short form (Witt & Ellis, 1985), Satisfaction With Life Scale (Diener et al, 1985), dan Positive Affect ? Negative Affect Scale (Watson & Tellegen, 1985) through internet. The finding of this research is that there is a positive correlation between perceived freedom in leisure and affect balance (r=-0,500, p<0,05) and also positive correlation between perceived freedom in leisure and life satisfaction (r= 0,203, p<0,05). Additional analyses showed that gender did have influence the result of this study.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Syifadewi
"Subjective well-being merupakan salah satu topik psikologi positif yang penting untuk dikaji dalam tahapan usia emerging adult. Berbagai tantangan dan permasalahan yang dilalui dapat menjadi faktor risiko bagi well-being mereka. Di antara berbagai aspek yang dapat berhubungan dengan subjective well-being, solitude diasumsikan berperan sebagai faktor protektif bagi well-being. Solitude merupakan kondisi objektif dari kesendirian yang umumnya digunakan secara konstruktif. Oleh karena itu, penelitian ini hendak melihat hubungan solitude dan subjective well-being pada emerging adulthood. Terdapat 317 partisipan berusia 18-25 tahun (M = 21.51, SD = 1.78) yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menggunakan alat ukur Perth A-Loneness Scale (PALs) (Houghton dkk., 2014) dan The PERMA-Profiler adaptasi Indonesia (Elfida dkk., 2021) menunjukkan bahwa solitude berhubungan positif signifikan dengan subjective well-being. Temuan ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kecenderungan dewasa muda menerapkan solitude maka semakin tinggi tingkat subjective well-being.

One of the important areas of positive psychology to research in emerging adult period is subjective well-being. The various challenges and problems they go through can be a risk factor for their well-being. Among the various aspects that can be related to subjective well-being, solitude is assumed to act as a protective factor for well-being. Solitude is an objective condition of solitude that is generally used constructively. Therefore, this study aims to examine the relationship between solitude and subjective well-being in emerging adulthood. There were 317 participants between the ages of 18-25 (M = 21.51, SD = 1.78) who participated in this study. The results of the study using the Perth A-Loneness Scale (Houghton et al., 2014) and The PERMA-Profiler (Elfida et al., 2021) measurement tools showed that solitude was significantly positively related to subjective well-being. This finding can be interpreted that the higher the tendency of young adults to practice solitude, the higher the level of subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Launa Qistie
"Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar merupakan salah satu usaha untuk mendukung pendidikan formal yang merata bagi setiap anak. Namun, pada implementasinya tidak terlepas dari berbagai tantangan, sehingga penting bagi guru untuk memiliki karakter yang bersemangat dan berkomitmen terhadap pekerjaannya dalam jangka panjang terlepas dari tantangan yang dihadapi melalui kegigihan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk mengetahui hubungan antar variabel yang melibatkan 111 partisipan. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini terdiri dari: guru aktif di tingkat sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) inklusif, pernah atau sedang mengajar minimal 1 anak berkebutuhan khusus (ABK) di dalam kelas, berdomisili di Indonesia, dan telah mengajar selama minimal 1 semester (6 bulan). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur 12-Item Grit Scale (Duckworth dkk., 2007) dan alat ukur Teachers’ Subjective Well-being Questionnaire bahasa Indonesia (Saleh, dkk., n.d). Hasil uji korelasi menggunakan Spearman correlation menemukan bahwa kegigihan dan kesejahteraan subjektif guru memiliki korelasi positif yang signifikan dengan r=0.41**, p<0,01. Hasil penelitian juga menemukan bahwa komponen dalam kegigihan, yaitu: consistency of interest dan perseverance of effort memiliki korelasi positif dan signifikan dengan kesejahteraan subjektif guru di sekolah dasar (SD) inklusif.

Inclusive education at the primary school is one of the efforts to support equality in formal education for every child. However, the implementation cannot be separated from various challenges, such as: increasing teacher assignments, stress due to the diversity of students in the classroom, and lack of competence to deal with special education needs students which can affect the level of teachers' subjective well-being. To face it, teachers need to have passion and consistent character towards their work in the long term regardless of the challenges through grit. This study is a quantitative study to determine the relationship between variables involving 111 participants. The characteristics of the participants in this study consisted of: teachers at the primary inclusive school or madrasah ibtidaiyah (MI), had or was teaching at least 1 special education needs student in the classroom, domiciled in Indonesia, and being a teacher for at least 1 semester (6 months). In this study, researcher used 12-item Grit Scale (Duckworth, et.al., 2007) and Teachers’ Subjective Well-being Questionnaire Indonesian Version (Saleh, et.al, n.d). The results of Spearman correlation found that grit and teachers' subjective well-being had a significant positive correlation with r=0.41**, p<0.01. This research also finds positive correlation between components of grit (consistency of interest and perseverance of effort with teachers’ subjective well-being on inclusive primary school’s teachers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiyari Ayunindya Mudyaningrum
"Pandemi COVID-19 membawa berbagai perubahan dan tantangan bagi individu di seluruh dunia. Berbagai permasalahan muncul dan kemudian menurunkan kebahagiaan (subjective well-being) individu terhadap hidupnya. Salah satu aspek penting yang juga berpengaruh dalam hidup individu yaitu hubungan sosial yang di dalamnya terdapat hubungan berpacaran. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara subjective well-being (SWB) dengan kepuasan berpacaran pada individu dewasa muda di masa Pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif cross-sectional dengan strategi penelitian non-eksperimental. Sebanyak 222 individu dewasa muda yang menjalani hubungan berpacaran mengisi alat ukur Subjective Happiness Scale yang disusun oleh Lyubomirsky dan Lepper (1999), serta alat ukur Relationship Assessment Scale yang disusun oleh Hendrick (1988). Melalui teknik analisis korelasi, ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara SWB dengan kepuasan berpacaran. Hasil lain yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebagian besar individu memiliki SWB dan kepuasan berpacaran yang tergolong sedang. Dikarenakan Pandemi COVID-19 diasosiasikan dengan permasalahan yang berdampak negatif, individu dianjurkan untuk tetap menjaga dan/atau meningkatkan perasaan positif terhadap hidup maupun pasangan. Selain itu, individu dianjurkan untuk dapat menyelesaikan atau meminimalisir berbagai permasalahan yang dialami selama Pandemi COVID-19 secara efektif agar tidak menurunkan kebahagiaan dan kepuasan berpacaran.

The COVID-19 Pandemic brings various changes and challenges for individuals around the world. Various problems arise and then reduce the individual's happiness (subjective well-being) towards their life. One important aspect that also influences an individual's life is the social relationship, which include dating relationship. This research aims to see the relationship between subjective well-being (SWB) and dating satisfaction among young adults in COVID-19 Pandemic. This research is a cross-sectional quantitative approach with a non-experimental research strategy. A total of 222 young adults in dating relationships completed the Subjective Happiness Scale by Lyubomirsky and Lepper (1999), as well as the Relationship Assessment Scale by Hendrick (1988). Correlation analysis found that there was a positive and significant relationship between SWB and dating satisfaction. Another result obtained from this study is that most individuals have moderate SWB and dating satisfaction. Because the COVID-19 Pandemic is associated with problems that have a negative impact, individuals are suggested to maintain and increase positive affect towards life and their partners. In addition, individuals are suggested to be able to solve various problems experienced during the COVID-19 Pandemic effectively to avoid decrease lowering of happiness and satisfaction with dating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisya Nilam Sari
"Subjective Well-Being (SWB) remaja relatif menurun selama pandemi dan salah satu faktor yang dapat menjadi buffer adalah strength dan virtue dalam diri seseorang. Salah satu virtue tersebut adalah Intellectual Humility (IH) yang relatif memiliki hubungan positif dengan SWB secara umum. Penelitian ini meneliti hubungan IH dengan SWB sekolah (SWBS) yang merupakan salah satu domain khusus dari SWB pada remaja. Partisipan penelitian berjumlah 166 remaja awal umur 12-15 tahun yang merupakan siswa/i SMP Negeri. Alat ukur yang digunakan adalah CIHS (Krumrei-Mancuso & Rouse, 2016) dan BASWBSS (Tian et al., 2014) untuk mengukur kedua variabel. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel IH dengan SWBS, tetapi ada hubungan antara beberapa dimensi dalam IH (Openness to Revise One's Viewpoint dan Lack of Intellectual Overconfidenc) dengan SWBS beserta komponen kognitif di dalamnya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perbaikan dalam metodologi dan prosedur pegambilan data, serta saran praktis bagaimana menanamkan IH pada siswa/i di sekolah sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka yang telah melalui pembelajaran akademik di era pandemi.

Subjective Well-Being (SWB) of adolescence has relatively decreased during the pandemic and one of the factors that can be a buffer towards it is the strength and virtues possessed by individuals. One of these virtues is Intellectual Humility (IH) which relatively has a positive relationship with SWB in general. This study examines the relationship between IH and SWB in school (SWBS) which is a special domain for adolescents’ well-being. The participants of this study were 166 teenagers aged 12-15 years old who were students of a Public Junior High School. The CIHS (Krumrei-Mancuso & Rouse, 2016) and BASWBSS (Tian et al., 2014) were used as measuring tools in this study. The result of this study showed that there was no significant relationship between IH and SWBS, but there was a relationship between several dimensions in IH (Openness to Revise One's Viewpoint and Lack of Intellectual Overconfidence) with SWBS and its cognitive component. Suggestions for future research are improvements in methodology and data collection procedures, as well as practical suggestions on how to instill IH in students at school as an effort to improve the welfare of students who had gone through academic learning in the pandemic era."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>