Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cynthia Paramita Johan
"Guna menjamin suatu kredit, jaminan kebendaan memiliki posisi yang lebih kuat dan strategis bagi penyaluran kredit Bank, khususnya tanah, karena selain memberikan kedudukan sebagai kreditur preferen, secara ekonomis tanah juga mempunyai prospek yang menguntungkan karena harganya yang terus meningkat. Dalam penjaminan suatu benda, harus diperhatikan kewenangan bertindak yang dimiliki penjamin atas benda tersebut, maka dalam pembuatan perjanjian penjaminan, Notaris harus memperhatikan status perkawinan penghadap terkait dengan pemilikan benda agar terjamin keabsahan akta perjanjian penjaminan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis.
Simpulan penelitian menyatakan bahwa penjaminan atas harta bersama harus dilakukan dengan persetujuan pasangan nikah untuk sahnya perjanjian tersebut dan Notaris yang membuat akta perjanjian penjaminan harta bersama tanpa persetujuan pasangan nikah penghadap dapat dikenakan sanksi sebagai pertanggung jawabannya. Hasil penelitian menyarankan bahwa Notaris harus bertindak cermat dan profesional agar pembuatan aktanya dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.

In order to guarantee a credit, collateral has a stronger and strategic position for Bank as the creditor, particularly in the form of land, because aside from giving the title of creditor as a preferred creditor, land economically also has profitable prospects because the price tends to increase over time. Making an object as collateral must consider the authority of guarantor, then for the making of mortgage agreement deed, a Notary must consider the appearer’s marital status associated with the ownership in order to be assured of the validity of the mortgage agreement deed according to the applicable legislation. This research uses the juridical normative method. The data obtained were analyzed using qualitative methods that produce descriptive analytical data.
A summary of the research states that the guarantee of joint marital property must be done with spouse consent to legitimate that agreement and the Notary who made mortgage agreement deed of joint marital property without appearer’s spouse consent could be penalized as a form of responsibility. Results of the study suggests that the Notary must act meticulously and professionally in order to make accountable deeds to all parties concerned.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Noegroho
"Tesis ini membahas mengenai sejauh mana keabsahan pembuatan surat wasiat terbuka yang objeknya merupakan harta bersama yang dibuat tidak dengan persetujuan pasanganannya dan tanggung jawab notaris yang membuat akta hibah wasiat yang dibatalkan karena objeknya merupakan harta bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangannya. Penelitian untuk tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deduktif, dengan preposis 1 (satu) yaitu premis mayor berupa teori-teori hukum, preposisi 2 (dua) yaitu premis minor berupa analisis putusan pengadilan dan preposis 3 (tiga) yaitu konklusi atau kesimpulan. Dilatarbelakangi adanya kasus terkait notaris yang tersangkut didalam perbuatan melawan hukum karena membuat akta hibah wasiat yang lalai memperhatikan bahwa objek hibah wasiat merupakan harta bersama yang didapat selama perkawinan dan untuk pengalihan objek tersebut memerlukan persetujuan pasangannya atau kawan kawinnya. Berdasarkan hasil penelitian, notaris bertanggung jawab bila terjadi pembuatan akta hibah wasiat yang objeknya harta bersama namun dibuat tanpa persetujuan pasangannya dan tergolong sebagai perbuatan melawan hukum. Meskipun secara perdata, hibah wasiat tersebut tetap berlaku keabsahannya, karena merupakan kehendak terakhir dari pewaris.

This thesis discusses the extent to which the validity of making an "open will" who's the object is a joint asset made not with the consent of its partner and the responsibility of a notary who makes "a will" be canceled because the object is joint property made without the partner's consent. The research for this thesis uses a normative juridical research method with a deductive approach, with preposition 1 (one) which is the major premise in the form of legal theories, preposition 2 (two), namely the minor premise in the form of court decision analysis and 3 (three) prepositions, namely conclusions. Against the background of a case related to a notary who was involved in an act against the law for making a testamentary testament deed which neglected to consider that the object of the testament is a joint asset obtained during marriage and for the transfer of the object requires the approval of his spouse. Based on the results of the study, the notary is responsible for making a testamentary deed that the object is joint property but made without the consent of their spouse and is classified as an act against the law. Even though civilly of "the will" is still valid, because it is the last will of the testator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Regita Irawan
"Perkawinan akan menimbulkan suatu akibat hukum terhadap hadirnya harta bersama. Harta bersama dalam hal ini tidak hanya mencakup aktiva, namun juga mencakup pasiva atau utang bersama. Tidak jarang apabila terdapat suatu objek berupa harta bersama yang dijadikan sebagai jaminan untuk suatu utang bersama berupa perjanjian kredit yang dilakukan dengan pihak bank. Apabila objek yang hendak dijadikan jaminan berupa tanah beserta dengan bangunan di atasnya, maka pembebanan jaminan dapat dilakukan dengan lembaga jaminan hak tanggungan. Suatu permasalahan akan timbul ketika perkawinan harus berakhir karena adanya perceraian. Sama halnya dengan perkawinan, perceraian pun akan menimbulkan suatu akibat hukum terhadap harta dan utang bersama. Setelah perceraian, harta dan utang bersama seharusnya dibagi dengan besaran yang sama untuk suami dan istri. Akan tetapi, dalam praktiknya bisa saja terdapat salah satu pihak yang hanya menginginkan harta bersama tanpa mengingat bahwa harta sebagaimana dimaksud masih menjadi objek jaminan atas utang bersama berupa perjanjian kredit yang pernah dilakukannya. Keadaan demikian pun sejatinya tercermin dalam Putusan Nomor 130/Pdt.G/2019/PN Kpg. Dalam menganalisis keadaan demikian, Penulis menggunakan metode penelitian doktrinal sehingga menghasilkan penulisan yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pembagian harta bersama yang objeknya masih menjadi jaminan untuk utang bersama tidak selalu dibagi dengan bagian yang sama besarnya untuk suami dan istri ketika mereka bercerai. Keadaan demikian jelas berbeda dengan ketentuan pembagian harta bersama dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Marriage will have legal consequences on the presence of joint marital property. Joint marital property in this case does not only include assets but also includes liabilities or joint debts. It is not uncommon for there to be an object in the form of joint marital property that is used as guarantee for a joint debts in the form of a credit agreement with the bank. If the object to be used as a guarantee is in the form of land along with the building on it, then the guarantee can be done with the institution of mortgage rights. A problem will arise when a marriage must end due to divorce. Similar to marriage, divorce will also have legal consequences on joint assets and debts. After divorce, joint assets and debts should be divided equally for husband and wife. However, in practice, there can be one party who only wants the assets without considering that the property in question is still an object of guarantee for joint debt in the form of a credit agreement. This situation is reflected in Decision Number 130/Pdt.G/2019/PN Kpg. In analyzing this situation, the author uses a doctrinal research methods to produce analytical descriptive writing. The results of the research show that the division of joint marital property whose object is still guaranteed for joint debt is not always divided into equal parts for the husband and wife when they divorce. This situation is different from the provisions on the division of joint property in Law No. 1 of 1974 concerning Marriage and the Civil Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hawila Winona Lakusa
"Tesis ini menganalisis bentuk tanggungjawab dan bagaimana akibat hukum akta Surat Kuasa Membebanan Hak Tanggungan yang dibuat dihadapan notaris atas objek tanah bersertifikat Hak Milik dari harta bersama tanpa persetujuan pasangan suami atau istri. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, dimana pada penelitian ini menggunkan data sekunder dengan pendekatan kualitatif yang kemudian dilakukan analisis deskriptif yang bersifat mengkaji tujuan hukum. Hasil analisi menunjukkan bahwa tanggung jawab Notaris terkait identitas palsu yang diberikan penghadap dalam pembuatan akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dapat berbeda tergantung bagaimana posisi notaris yang bersangkutan. Akibat hukum dari Akta Surat Kuasa Membebanan Hak Tanggungan yang dibuat oleh notaris dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor 352/Pdt/2022/PT SMG Notaris D yang melakukan pengalihan hak atas tanah yang merupakan objek harta bersama tanpa memintakan persetujuan dari pasangan harus mempertanggungjawabkan secara perdata maupun administatif. Hal tersebut terjelaskan melalui analisis bahwa surat kuasa membebankan hak tanggungan yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta yang autentik dan berkekuatan hukum tetap. Namun dalam praktiknya akta SKMHT ini seringkali dibatalkan atau batal demi hukum akibat kurangnya prinsip kehati-hatian notaris dalam pembuatan akta tersebut. Dalam melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama, suami atau istri wajib mendapat persetujuan satu sama lain dikarenakan setelah pernikahan jika tidak dibuat perjanjian pra nikah, maka harta yang didapat setelah pernikahan merupakan hak bersama. Apabila salah satu pihak tidak setuju atau tidak mengetahui perbuatan hukum yang dilakukan oleh pasangannya, maka perbuatan hukum tersebut bisa dibatalkan atau batal demi hukum, hal ini terjadi akibat kurangnya kehati-hatian notaris dalam membuat akta tersebut atau akibat dari itikad tidak baik yang dimiliki para pihak yang menghadap ke notaris. Sehingga saran dari hasil penelitian ini adalah pembatalan akta notaris yang bersifat autentik merupakan hal yang seharusnya dapat diperkecil kemungkinannya.

This thesis analyzes the form of responsibility and what are the legal consequences of a Power of Attorney Deed to Encumber Mortgage Rights made before a notary for land objects certified as Ownership Rights of joint property without the consent of the husband or wife. This thesis was prepared using doctrinal research methods, where this research used secondary data with a qualitative approach and then carried out descriptive analysis which examined the objectives of the law. The results of the analysis show that the Notary's responsibility regarding the false identity given by the person in making the Power of Attorney Deed to Encumber Mortgage Rights can differ depending on the position of the notary concerned. The legal consequences of the Deed of Power of Attorney Encumbering Mortgage Rights made by a notary in the High Court decision Number 352/Pdt/2022/PT SMG Notari . This is explained through analysis that a power of attorney to impose mortgage rights made before a notary is an authentic deed and has permanent legal force. However, in practice, SKMHT deeds are often canceled or void by law due to a lack of notarial principles of caution in making the deed. In carrying out legal actions regarding joint property, the husband or wife must obtain each other's consent because after the marriage, if a pre-nuptial agreement is not made, then the property obtained after the marriage is a joint right. If one of the parties does not agree or is not aware of the legal action carried out by their partner, then the legal action can be canceled or null and void by law, this occurs due to the notary's lack of care in making the deed or as a result of the bad faith of the parties. facing the notary. So the suggestion from the results of this research is that the cancellation of an authentic notarial deed is something that should be minimized."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Astuti
"Skripsi ini membahas mengenai persetujuan suami atau istri dalam pembebanan jaminan Hak Tanggungan terhadap harta bersama, di mana yang menjadi pokok permasalahannya adalah bagaimana ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengaturnya dan bagaimana akibat hukumnya jika persetujuan suami atau istri tersebut tidak terpenuhi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas atas perjanjian kedua belah pihak. Namun, ternyata dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung terdapat perbedaan pertimbangan hukum atas hal tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata dalam praktik peradilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung, dalam putusan-putusannya memungkinkan bahwa persetujuan suami atau istri dapat dianggap ada jika utang yang dibuat adalah untuk kepentingan keluarga.

This undergraduate thesis describes about the spouse consent to encumber collateral mortgage on marital community of property, in which the main issues in this research is how the statutory provisions, in this case the Law No. 1 of 1974 about Marriage, set it up and how the legal consequences if the spouse consent is not fulfilled. This research is legal research, which uses a form of juridical- normative research and a type of descriptive-analytics research. Based on Article 36 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 stated that regarding marital community of property, husband or wife can act upon the agreement of both parties. However, it turns out in the Decisions of the Supreme Court that there are different legal considerations on the matter. This research finds out that in judicial practice, in this case the District Court, the High Court, and the Supreme Court, there are the Court Decisions which states that the spouse consent is possible to be considered exist if the debt is made for the family interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aya Sofia
"Harta benda dalam perkawinan dibagi menjadi dua bagian yaitu harta bersama dan harta pribadi. Apabila terdapat pihak yang ingin melakukan tindakan hukum atas harta bersama tersebut, baik oleh suami maupun istri, maka ia haruslah mendapatkan persetujuan dari pasangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 1/1974”). Tidak terdapat ketentuan lebih rinci yang mengatur sejauh apa persetujuan pasangan harus disyaratkan. Tidak adanya ketentuan tersebut membuat praktik yang dilakukan oleh notaris terkadang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan transaksi yang membutuhkan persetujuan pasangan dan mana yang dianggap tidak perlu membutuhkan persetujuan, khususnya mengenai transaksi yang tidak mengakibatkan peralihan kepemilikan atas harta bersama. Berdasarkan latar belakang tersebut, dibuatlah penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana akibat akta sewa menyewa terhadap objek yang merupakan harta bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangan, dengan studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1111/K/Pdt/2018. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, dalam melaksanakan ketentuan Pasal 36 UU 1/1974, hakim mensyaratkan adanya persetujuan pasangan bagi suami atau istri yang ingin menyewakan harta bersamanya berupa tanah dan bangunan kepada pihak lain. Persetujuan pasangan ini tetap diperlukan walaupun transaksi tersebut tidak disertai dengan beralihnya kepemilikan harta bersama tersebut. Apabila akta sewa menyewa dibuat tanpa disertai dengan persetujuan pasangan, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) UU 1/1974 sehingga akta perjanjian sewa menjadi batal demi hukum dan notaris yang membuat akta tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata berupa pembayaran ganti rugi.

Marital property is divided into joint assets and seperate assets. The definition of joint assets is refered to an asset acquired during the course of a marriage. The consequences as the joint assets, both husband and wife who bring the joint assets as the object of any transaction are obliged to obtain the consent of their spouse as regulated under Article 36 paragraph (1) Law Number 1 Year 1974 regarding Marital Law (“Law 1/1974”). However, there is no definitif regulation which specifically explain to what extend the spousal consent is required. The absent of such regulation resulting different practices by notaries. As the result, we can find for a similar transaction, one notary required a spousal consent while another notary does not. In accordance to those background, the writer makes this research with the aim is to find the legality of deed of lease upon marital property which executed without spousal consent and the responsibility of the notary who made the deed (Case Study: Verdict of Supreme Court Number: 1111/K/Pdt/2018). In this study, the author uses the normative juridical research method using secondary data. Based on the results of the study, the judge required a spousal consent for lease transaction of land and bulding under joint assets conducted by husband or wife. This spousal consent is still required even though there are no transfer ownership in such transaction. In the event that the deed was executed without spousal consent, the deed is become null and void due to the breach of Article 36 paragraph (1) Law 1/1974 and the notary who made the deed may be responsible for indemnity payment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isanova Kurnia Sani
"Penyaluran kredit oleh Bank mengandung risiko adanya ketidakmampuan debitur dalam melunasi utangnya, untuk itu pembuatan perjanjian kredit selalu diiringi dengan perjanjian pembebanan jaminan. Hak Tanggungan merupakan salah satu lembaga jaminan yang digunakan oleh Bank untuk menjamin pelunasan utang debitur. Pembebanan jaminan Hak Tanggungan harus dilaksanakan oleh pihak yang berwenang untuk melakukan tindakan hukum atas objek jaminan. Apabila dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pihak yang turut memiliki objek jaminan maka akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Permasalahan menarik untuk diangkat dalam tesis ini adalah mengenai pengikatan Hak Tanggungan atas tanah harta peninggalan yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 1228K/PDT/2018.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keabsahan Akta Pemberian Hak Tanggungan atas harta peninggalan yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris, mengetahui tanggung jawab PPAT atas pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang cacat hukum, dan mengetahui perlindungan hukum bagi ahli waris terhadap pengikatan hak tanggungan atas tanah harta peninggalan yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif analitik, dikarenakan penelitian ini menggambarkan masalah yang kemudian dianalisa terhadap peraturan perundang-undangan. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan alat pengumpulan data sekunder melalui studi dokumen.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dalam kasus ini tidak sah karena ketidakwenangan pemberi Hak Tanggungan melakukan tindakan hukum terhadap objek jaminan tanpa adanya persetujuan dari ahli waris. Untuk itu PPAT seharusnya bertanggung jawab atas pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang cacat hukum. Selain itu, perlindungan hukum bagi ahli waris dalam kasus ini adalah dalam bentuk preventif dan represif.

Credit disbursement by the Bank carries the risk of the inability of the debtor to repay the debt, for which every credit agreement is always accompanied by a guarantee agreement. Mortgage Guarantee is one of the guarantee institutions used by the Bank to guarantee repayment of debtor debts. The imposition of mortgage guarantee must be carried out by the party authorized to take legal action on the object of guarantee. If the drafting of the Mortgage Guarantee Deed (APHT) is carried out without the consent of the party who also owns the object of guarantee, it will cause problems in the future. An interesting problem to be raised in this thesis is regarding the imposition of mortgage guarantee to inherited land that made without the consent of the heirs in the case of the Supreme Court verdict Number 1228K/PDT/2018.
The purpose of this research is to find out how the validity of the APHT to inherited land that made without the consent of the heir, to know the responsibility of the PPAT that made juridical defect APHT, and to know legal protection for the heirs against the mortgage guarentee imposition to inherited land that made without the consent of the heirs. This research was conducted by the research of normative-juridical, namely by collecting data sourced from literature and by analyzing data qualitatively. This research is conducted using an analytical description type of methods. Data on this research is secondary data gathered using literature studies.
Based on the results of the study it can be concluded that the Mortgage Guarantee Deed (APHT) in this case is invalid because of the inability of the mortgage guarantee giver to take legal action against the object of the guarantee without the consent of the heirs. PPAT while doing their job must be carefully and thoroughly analyze the parties. In addition, legal protection for the heirs in this case is in the form of preventive and repressive measures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifauni Anne Guntari
"Penelitian ini membahas mengenai iktikad baik Pembeli dalam jual beli yang mengalihkan hak milik atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan pasangan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Ada 3 (tiga) permasalahan hukum yang muncul dari kasus ini, yaitu pertama, pemenuhan syarat materiil dan formil berdasarkan kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Kedua, iktikad Pembeli dalam jual beli tanah berdasarkan kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Ketiga, permasalahan hukum iktikad baik Pembeli berdasarkan kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3325/K/PDT/2020. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk penelitian doktrinal yang menggunakan data-data sekunder dengan mencakup bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang undangan yang dan sekunder yang berupa buku-buku, jurnal, dan hasil riset lain. Data-data tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen literatur. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama, jual beli tanah yang dilakukan oleh Tergugat III dengan almarhumah istri Penggugat memenuhi syarat materiil penjual yang berhak, namun harus dengan persetujuan Penggugat karena tersebut merupakan harta bersama. Sementara dalam jual beli antara Tergugat III dengan Tergugat V, memenuhi syarat materiil penjual yang berhak karena sistem publikasi di Indonesia yaitu sistem publikasi negatif bertendensi positf yang mengharuskan agar data dalam sertifikat dianggap benar, selama belum dibuktikan sebaliknya. Kedua, Tergugat III dan Tergugat V dinyatakan sebagai Pembeli yang tidak beritikad baik karena telah mengetahui adanya cacat hukum dalam proses jual beli tanah tersebut. Ketiga, Tergugat III sebagai Penjual telah beritikad baik untuk menjelaskan kepada Tergugat V bahwa objek jual beli sudah tidak bermasalah, walaupun pada akhirnya pengalihan hak milik dalam objek jual beli tersebut digugat dan menyebabkan Tergugat V dinyatakan tidak beritikad baik.

This research discusses the good faith of the Purchaser on Purchase and Sale in the terms of transferring the right of the land which is a joint property without spousal consent based on Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. Three legal problems emerged from this case, first fulfillment of material and formal requirements in transferring land based on the case of Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. Second, the implementation of good faith by the Purchaser in Purchase and Sale based on the case Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. Third, the legal issue of the good faith of Purchaser based on Supreme Court Decision Number 3325/K/PDT/2020. The method of the research encompasses doctrinal research using secondary data which consists of two legal materials. There are primary legal materials which are current regulations and secondary legal materials in the form of books, journals, and other research results. Based on the research, it can be concluded that first, the sale and purchase of land conducted by The Third Defendant with Plaintiff's late wife would fulfill the material requirements of a seller who is entitled, if there was Plaintiff's approval because the object is a joint property. The sale and purchase between The Third Defendant and The Fifth Defendant can fulfill the material requirements of a seller who is entitled because the publication system in Indonesia is a negative publication system with a positive tendency which stipulates that the data in the certificate be considered correct, as long as it has not been proven otherwise. Second, The Third Defendant and The Fifith Defendant were declared as the purchasers who did not act in good faith because they were aware of the legal defects in the land sale and purchase process. Third, The Third Defendant as the Seller already explained to The Fifth Defendant that the object of the sale and purchase was not in dispute. However, in the end, the Plaintiff sued the process of transferring ownership of the land causing The Fifth Defendant to be declared not to have acted in good faith."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Dwi Iriyanti
"Tesis ini mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan yang diperjualbelikan setelah terjadinya perceraian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 14/Pid.B/2019/PN.PML. Adapun permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum atas jual beli harta bersama dimana salah satu pihak tidak memberikan persetujuan dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh PPAT. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan penelusuran data sekunder dari berbagai dokumen sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa bilamana salah satu pihak tidak mengetahui dan memberikan persetujuan atas jual beli harta bersama maka jual beli tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur obyektif yaitu sebab yang halal. Hal tersebut dikarenakan persetujuan pasangan bersifat mutlak dalam pelaksanaan jual beli atas harta bersama. Dalam jual beli harta bersama setelah terjadinya perceraian peran penting tidak hanya berupa persetujuan dari mantan pasangan suami istri tetapi juga perlunya sikap kehati-hatian dari PPAT yakni PPAT harus hadir dan memastikan bahwa pihak yang bertandatangan adalah pihak yang berwenang. Akibat dari ketidakhati-hatian PPAT menyebabkan kerugian. Selain itu PPAT juga harus bertanggungjawab dan terancam sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018
This thesis about marital properties obtained during marriages which are traded after the divorce based on the Decision of Pemalang District Court Number 14/Pid.B/2019/PN.PML. The problem raised is the legal consequences of the sale and purchase of marital properties in which one party does not give consent and responsibility that must be borne by the Land Deed Making Officer (PPAT). The research method used is normatif juridical with secondary data retrieval from various primary, secondary and tertiary legal source document. The approach used is qualitative with descriptive analytical research type. The result of the study stated that if one of the parties does not know and give approval for the sale of marital assets the sale and purchase will be null and void by law because it does not fulfill the objective element which is halal cause. That is because the consent of the spouse is absolute in the conduct of buying and selling of joint marital properties. In the sale and purchase of marital properties after the divorce the important rule is not only in the form of approval from a former husband and wife but also the need for prudence from the PPAT that is the PPAT must be present and ensure that the signatory is an authorized party. As a result of carelessness PPAT causes losses. Because PPAT must also be responsible and threatened administrative sanction as Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 2 of 2018"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nachita
"Tesis ini meneliti mengenai akibat hukum perceraian antara suami isteri terhadap harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas harta bersama yang belum dibagi, diperlukan persetujuan dari mantan isteri atau suami, apabila tidak ada persetujuan maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang tidak setuju itu. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat 2 (dua) pokok permasalahan, yang pertama adalah bagaimana akibat hukum perceraian suami isteri terhadap harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli? Lalu yang kedua adalah bagaimana tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagaimana dalam putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis dengan pendekatan yuridis yang mempergunakan sumber data sekunder, digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum perkawinan dan jabatan Notaris, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, akibat hukum yang terjadi atas pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ini adalah dirugikannya pihak isteri sebagai orang yang turut memiliki hak atas objek tersebut dan dirugikannya pihak pembeli dalam perjanjian tersebut. Lalu tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuatnya adalah dijatuhkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis yang dijatuhkan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta karena Notaris terbukti melanggar Pasal 16, 39 dan 47 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Jabatan Notaris.

This thesis examines the legal consequences of a divorce between husband and wife to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase agreement. In making a sale and purchase agreement of undivided joint marital property, the consent of the spouses is required, if the consent is none, it will cause a losses to the disagreed party. In this study, the authors raised two main ideas, first, how is the effect of a divorce between husband and wife to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase agreement? The second is how the responsibility of Notary on the sale and purchase agreement as mentioned in Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? The research method that will be used in this study is juridical-normative.
The results of this study indicate that, the legal consequences of making this sale and purchase agreement is the disadvantage of the wife as the person who also has the right to the object and also disadvantage of the buyer in the agreement. Then the responsibility of the Notary on the Sale and Purchase Agreement he made is an administrative sanction in the form of written warning imposed by the Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris DKI Jakarta because the Notary was proven to violate Articles 16, 39 and 47 Law Number 2 Of 2014 Concerning Amendment to Law Number 30 Of 2002 Concerning Jabatan Notaris.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>