Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 236277 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Churniadita Kusumastuti
"ABSTRAK
Imbang nitrogen pada pasien sakit kritis selalu negatif akibat respon stres. Pada lansia perubahan metabolismenya berisiko memperburuk imbang nitrogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui imbang nitrogen dan hubungannya dengan asupan energi dan protein pada lansia sakit kritis dalam 48 jam pertama di ICU. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, consecutive sampling. Subyek penelitian adalah 26 lansia sakit kritis. Hasil penelitian pada 24 jam I dan II adalah; imbang nitrogen -5,2 (-31,2 − -4,1) g dan -4,5+4,6; asupan energi 78,8+45,0% dan 91,1+50,2% terhadap target; asupan protein 0,57+0,35 g/kgBB/hari dan 0,71+0,37 g/kgBB/hari serta terdapat korelasi positif bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan energi; r=0,6 dan r=0,5 dan korelasi positif bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan protein; r=0,5 dan r=0,4. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan energi dan protein pada lansia sakit kritis

ABSTRAK
Nitrogen balance in criticaly ill patients tend to be negative due to stress response. In the elderly patients, the metabolic changes risk to worsening nitrogen balance.The aim of this study is to determine nitrogen balance and its relation with energy and protein intake in critically ill elderly patients within 48 hours in ICU. The study was cross sectional, consecutive sampling on 26 subjects. The nitrogen balances were -5.2 (-31.2 − -4.1) g and -4.5+4.6 g; energy intakes were 78.8+45.0% and 91.1+50.2% target; protein intakes were; 0.57+0.35 g/kgBW/d and 0.71+0.37 g/kgBW/d. There were positive correlation between nitrogen balance and energy intake; r=0.6 and r=0.5, and between nitrogen balance and protein intake; r=0.5 and r=0.4 in 24 hours I and II respectively. The conclusion is there were positive correlation between nitrogen balance with energy and protein intakes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Wina
"ABSTRAK
Pada pasien sakit kritis, salah satu faktor yang berhubungan dengan angka mortalitas adalah hilangnya protein tubuh, yang digambarkan dengan imbang nitrogen negatif. Imbang nitrogen negatif merupakan akibat penyakit pasien tanpa diimbangi asupan energi dan protein yang adekuat. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan energi dan imbang nitrogen pasien sakit kritis di Intensive Care Unit (ICU) dewasa Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Metode penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang dengan cara mendapatkan sampel consecutive sampling. Kriteria penerimaan adalah pasien ICU dewasa RSUPNCM Jakarta, laki-laki atau perempuan, berusia 20-79 tahun, dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria penolakan adalah pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal atau gangguan fungsi hati. Kriteria pengeluaran adalah pasien tidak dapat mengikuti penelitian sampai selesai atau data tidak lengkap. Data penelitian meliputi asupan energi dan nitrogen, nitrogen urea urin (NUU), serta imbang nitrogen dalam 24 jam awal perawatan. Hasil penelitian menunjukkan pada 30 subyek penelitian terdapat rerata asupan energi 56,3+33,9 % berdasarkan panduan ESPEN. Rerata asupan nitrogen, NUU dan imbang nitrogen masing-masing adalah 3,8+2,7 g, 8,3+4,4 g, dan -8,5+5,5 g. Terdapat korelasi positif kuat bermakna antara asupan energi dan imbang nitrogen, r=0,6, p<0,01. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin kurang asupan energi, maka imbang nitrogen akan semakin negatif.

ABSTRACT
High protein loss is an important factor in critically ill patients mortality, that is indicated by negative nitrogen balance. Negative nitrogen balance is the result of urinary urea nitrogen (UUN), caused by the severity of the disease, compared to energy and protein intake. This study had been completed, which aimed to determine the correlation between energy intake and nitrogen balance of critically ill patients in adults Intensive Care Unit (ICU) Ciptomangunkusumo general hospital. The method of this study was a cross sectional with consecutive sampling. Inclusion criteria were patients admitted to ICU, aged 20-79 years, and agreed to join this study. Exclusion criteria were patients with kidney or liver diseases. Drop out criteria were patiens who did not complete the study or have complete data. Data collected were energy and nitrogen intake, UUN, nitrogen balance during first 24 hours. There were 30 patients who participated in this study. Energy intake mean was 56,3+33,9 %, based on ESPEN guideline. Mean of nitrogen intake, UUN, and nitrogen balance were 3,8+2,7 g, 8,3+4,4 g, and -8,5+5,5 g, respectively. The correlation between energy intake and nitrogen balance was significantly strong positive correlated. The conclusion of this study is the lower energy intake, the more negative nitrogen balance."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Githa Putri Puspita Sari
"Sakit kritis merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan fungsi multiorgan yang menyebabkan homeostasis tubuh tidak dapat dipertahankan tanpa adanya intervensi medis di unit perawatan intensif. Proses hiperkatabolik akibat stres metabolik pada pasien sakit kritis terutama di fase akut sangat tinggi sehingga menyebabkan degradasi protein. Tingkat degradasi ini dapat dilihat salah satunya dengan pemeriksaan kehilangan nitrogen melalui urin 24 jam. Asupan energi dan protein berperan penting dalam memelihara proses metabolisme yang terjadi. Asupan yang tidak adekuat diiringi kehilangan protein yang tinggi akan menghasilkan nilai imbang nitrogen yang negatif. Tujuan penelitian ini untuk melihat korelasi asupan protein selama fase akut terhadap perubahan imbang nitrogen yang dinilai pada hari ke-3 dan ke-7 perawatan. Metode penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di Intensive Care Unit Rumah Sakit Universitas Indonesia (ICU RSUI) dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Kriteria penerimaan adalah berusia 18-60 tahun, mendapatkan asupan protein pertama dalam 48 jam, dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria penolakan adalah produksi urin <0.5 ml/kgBB/jam, gangguan fungsi ginjal dan hati kronis, IMT <18.5 atau ≥30 kg/m2, skor APACHE II>30, hamil, dan mendapat norepinefrin >0.3 mcg. Kriteria pengeluaran adalah mendapatkan rerata asupan protein hari ke-3 hingga ke-7 <0.5gr/kgBB/hari, dan meninggal sebelum hari ke-7. Pemeriksaan kadar nitrogen urea urin 24 jam dan perhitungan imbang nitrogen dinilai pada hari ke-3 dan ke-7 perawatan. Hasil penelitian menunjukkan rerata asupan protein dan energi pada 21 subyek adalah 0.8 gr/kgBB/hari dan 78% dari EE pada hari ke-3, lalu rerata asupan pada hari ke-7 adalah 1.1 gr/kgBB/hari dan 110% dari EE. Rerata kadar NUU dan imbang nitrogen hari ke-3 adalah 8.1 gr dan -5.3 gr. Rerata kadar NUU dan imbang nitrogen hari ke-7 adalah 7.2 gr dan -1.5 gr. Rerata perubahan imbang nitrogen bernilai positif yaitu 3.8 gr. Terdapat korelasi positif antara asupan energi maupun protein terhadap imbang nitrogen hari ke-3 (r=0.5, p=0.01; r=0.6, p=0.003). Walaupun terdapat perbaikan imbang nitrogen yang signifikan pada subyek penelitian namun tidak didapatkan korelasi bermakna antara asupan protein terhadap perubahan imbang nitrogen (p=0.1). Kesimpulan penelitian ini adalah asupan energi dan protein berkorelasi positif dengan imbang nitrogen pada early acute phase. Asupan protein pada late acute phase tidak berhubungan dengan perubahan imbang nitrogen pada penelitian ini

Critical illness is a condition where multiorgan dysfunction occurs which causes body homeostasis that cannot be maintained without medical intervention in the intensive care unit. The hypercatabolic process due to metabolic stress in critically ill patients, especially in the acute phase, is very high, causing protein degradation. This level of degradation can be evaluated by examining nitrogen loss through 24-hour urine. Energy and protein intake plays an important role in maintaining the metabolic processes. Inadequate intake accompanied by high protein losses will result in negative nitrogen balance values. The aim of this study was to analyze the correlation of protein intake during the acute phase with nitrogen balance changes on days 3 and 7 of treatment. The method of this study was cross-sectional with consecutive sampling, conducted in the Intensive Care Unit of the University of Indonesia Hospital (ICU RSUI). Inclusion criteria were 18-60 years old, getting their first protein intake within 48 hours, and willing to take part in the research. Exclusion criteria were urine output <0.5 ml/kgBW/hour, chronic kidney and liver function disorders, BMI <18.5 or ≥30 kg/m2, APACHE II score>30, pregnancy, and receiving norepinephrine >0.3 mcg. Drop out criteria were patients having an average protein intake on days 3 to 7 <0.5 gr/kgBW/day, or dying before the 7th day. Examination of 24-hour urine urea nitrogen (UUN) levels and calculation of nitrogen balance were assessed on days 3 and 7 of treatment. The results of the study showed that the mean of protein and energy intake in the 21 subjects was 0.8 gr/kgBW/day and 78% of EE on day 3, then the mean intake on day 7 was 1.1 gr/kgBW/day and 110% of EE. The mean ​​of UUN levels and nitrogen balance on day 3 were 8.1 gr and -5.3 gr. The mean of UUN levels and nitrogen balance on day 7 were 7.2 gr and -1.5 gr. Mean of nitrogen balance changes was positive, namely 3.8 gr. There was a positive correlation between energy and protein intake with nitrogen balance on day 3 (r=0.5, p=0.01; r=0.6, p=0.003). Although there was a significant improvement in nitrogen balance in the research subjects, there was no significant correlation between protein intake with nitrogen balance changes (p=0.1). The conclusion of this study is that energy and protein intake were positively correlated with nitrogen balance in the early acute phase. Protein intake in the late acute phase was not associated with nitrogen balance changes in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Kusumawati
"Latar Belakang: Penyebab tertinggi kedua kematian di ICU adalah penyakit infeksi, yang ditandai dengan keseimbangan nitrogen negatif. Asupan nutrisi meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan keseimbangan nitrogen negatif tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan imbang nitrogen dan perbaikan infeksi pada pasien sakit kritis. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan kohort prospektif. Pengambilan subjek dilaksanakan di ruang ICU, high care unit, dan ruang rawat non sakit kritis di RSCM dan RSUI. Karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin, status gizi, diagnosis penyakit utama, penyakit komorbid, penggunaan antibiotik, asupan energi dan protein. Analisis beda rerata dilakukan untuk menilai selisih imbang nitrogen dengan perbaikan infeksi pada pasien sakit kritis dengan uji Mann-Whitney. Hasil: Sebanyak 42 subjek merupakan pasien dewasa sakit kritis di ICU, sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 27 orang (64,3%). Median usia subjek penelitian ini adalah 47 (19-60) tahun dengan berat badan (BB) kurang berjumlah 14 orang (33,3%). Rerata BB dan tinggi badan secara berturut-turut adalah sebesar 57,29±17,73 dan 162,6±7,93. Subjek penelitian terbanyak tidak memiliki komorbid dengan jumlah 20 orang (47,6%). Seluruh subjek penelitian mendapatkan terapi antibiotik 42 orang (100%). Asupan protein awal adalah 0,39 (0,0-1,1) kkal/kgBB dan asupan protein akhir adalah 0,72±0,34 kkal/kgBB. Imbang nitrogen 48 jam pertama di ICU adalah -6,84 (-25,4; 1,6), rerata imbang nitrogen hari ke-7 adalah -5±4,09 dengan selisih imbang nitrogen adalah 2,4 (-11,8; 27,8). Selisih imbang nitrogen pasien yang mengalami perbaikan infeksi adalah 3,97 (-11,8; 14,5) (p <0,05), dengan pasien yang mengalami perbaikan infeksi adalah 30 orang (71,4%). Kesimpulan: Perbaikan imbang nitrogen secara bermakna memperbaiki infeksi pada pasien sakit kritis.

Background: The second highest cause of death in the ICU is infectious diseases, which are characterized by negative nitrogen balance. Nutrient intake increases protein synthesis and improves the negative nitrogen balance. This study aims to determine the difference between nitrogen balance and improvement of infections in critically ill patients. Method: This research is a study with a prospective cohort design. Subject retrieval was carried out in the ICU and post-ICU wards at RSCM and RSUI. Characteristics of research subjects include age, gender, nutritional status, diagnosis of main disease, comorbid diseases, use of antibiotics, energy and protein intake. Mean difference analysis was carried out to assess the difference between nitrogen balance and improvement in infection in critically ill patients using the Mann-Whitney test. Results: A total of 42 subjects were critically ill adult patients in the ICU, most of them were men, 27 people (64.3%). The median age of the research subjects was 47 (19-60) years with 14 people (33.3%) underweight (BW). The mean weight and height respectively were 57.29 ± 17.73 and 162.6 ± 7.93. Most research subjects did not have comorbidities with 20 people (47.6%). All research subjects received antibiotic therapy, 42 people (100%). Initial protein intake was 0.39 (0.0-1.1) kcal/kgBW and final protein intake was 0.72±0.34 kcal/kgBW. The first 48 hour nitrogen balance in the ICU was -6.84 (-25.4; 1.6), the average nitrogen balance on day 7 was -5 ± 4.09 with the difference in nitrogen balance being 2.4 (-11.8 ; 27.8). The difference in nitrogen balance between patients who experienced improvement in infection was 3.97 (-11.8; 14.5) (p <0.05), with patients experiencing improvement in infection being 30 people (71.4%). Conclusion: Improvement of nitrogen balance significantly improves infections in critically ill patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra
"Latar Belakang: Katabolisme pascalaparotomi menyebabkan imbang nitrogen negatif dan diduga tidak dapat dicegah dengan pemberian nutrisi. Nutrisi parenteral dapat meningkatkan faktor anabolisme. Belum diketahui apakah proporsi asupan energi dan protein dari jalur parenteral terhadap asupan total berkorelasi dengan imbang nitrogen pasien pascalaparotomi elektif.
Metode: Studi potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada pasien pascalaparotomi elektif yang memperoleh supplemental parenteral nutrition (SPN) antara 3 hari pertama pascalaparotomi. Pemeriksaan nitrogen urea urin (NUU) dilakukan terhadap pasien dengan asupan ≥ 12 kkal/kg BB pada hari ketiga pascalaparotomi. Pasien dengan gangguan ginjal dan hati tidak disertakan dalam penelitian.
Hasil: Rerata imbang nitrogen hari ketiga pascalaparotomi sebesar -2,8 ± 3,8 g/hari, dengan median asupan energi 19 (12–34) g/kg BB dan protein 0,9 (0,4–1,9) g/kg BB. Proporsi asupan energi dari jalur parenteral sebesar 0,51 ± 0,26 dan protein 0,59 ± 0,28. Tidak ditemukan korelasi signifikan pada proporsi asupan energi dan protein dari jalur parenteral terhadap asupan total dengan imbang nitrogen. Korelasi signifikan ditemukan pada variabel total asupan energi (r = 0,697, p <0,001) dan protein (r = 0,808, p <0,001) dengan imbang nitrogen.
Kesimpulan: Pemberian SPN dini penting dalam mencapai total asupan energi dan protein untuk mengimbangi kehilangan nitrogen hari ketiga pascalaparotomi elektif di RSCM meskipun korelasi proporsi asupan nutrisi dengan imbang nitrogen belum tampak pada penelitian ini.

Background: Post-laparotomy catabolism causes a negative nitrogen balance and is unlikely prevented by nutritional intervention. Parenteral nutrition can increase anabolic factor. It is not known whether the proportion of energy and protein intake from parenteral nutrition to total intake correlates with nitrogen balance in elective post-laparotomy patients.
Methods: A cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital in elective post-laparotomy patients who received supplemental parenteral nutrition (SPN) within first 3 days after laparotomy. Urine urea nitrogen (UUN) examination was performed on patients with intake ≥ 12 kcal/kg BW on the third day after laparotomy. Patients with renal and hepatic impairment were excluded. Results: The mean nitrogen balance on the third day post-laparotomy was -2.8 ± 3.8 g/day, with median energy intake of 19 (12–34) g/kg BW and protein 0.9 (0.4– 1.9) g/kg BW. The proportion of energy intake from the parenteral route was 0.51 ± 0.26 and protein was 0.59 ± 0.28. No significant correlation was found in the proportion of energy and protein intake from the parenteral nutrition to total intake with nitrogen balance. Significant correlations were found for total energy intake (r= 0.697, p <0.001) and protein (r= 0.808, p <0.001) with nitrogen balance. Conclusion: Early administration of SPN is important in achieving total energy and protein intake to compensate nitrogen loss on the third day after elective laparotomy although the association between the proportion of nutrition intake and nitrogen balance has not been observed in this study.
"
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Apik Lestari
"Anak sakit kritis pascabedah memiliki risiko mengalami malnutrisi. Terapi nutrisi optimal mampu mencegah morbiditas dan menurunkan mortalitas. Asupan protein yang adekuat mempercepat tercapainya anabolisme. Saat ini belum ada data yang tersedia mengenai pengaruh suplementasi protein enteral terhadap imbang nitrogen dan kadar Intestinal Fatty Acid Binding Protein (I-FABP). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah peningkatan asupan protein nutrisi enteral berhubungan dengan perbaikan imbang nitrogen dan penurunan kadar serum I-FABP pada anak sakit kritis pascabedah. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol dengan penyamaran ganda, melibatkan anak sakit kritis pascabedah usia 1-5 tahun yang mendapat nutrisi enteral dini. Total 76 subjek dibagi menjadi dua kelompok: kelompok dengan protein standar (3,0 g/100 mL) dan kelompok dengan protein tinggi (4,35 g/100 mL). Penilaian imbang nitrogen dilakukan 24 jam pertama dan ketiga setelah pemberian nutrisi enteral, sedangkan kadar I-FABP diperiksa sebelum dan sesudah 72 jam nutrisi enteral. Terjadi peningkatan signifikan rerata imbang nitrogen pada kelompok protein tinggi 283,4 (SB 82,5) mg/kg/hari, dibandingkan kelompok protein standar dengan nilai 114,7 (SB 53) mg/kg/hari (p<0,0001). Tidak terjadi penurunan signifikan kadar I-FABP pada kelompok peningkatan imbang nitrogen di atas rerata dibandingkan kelompok peningkatan imbang nitrogen di bawah rerata. Pemberian suplementasi enteral protein tinggi meningkatkan imbang nitrogen pada anak sakit kritis pascabedah tanpa efek samping yang merugikan.

Critically ill post-surgical children are at risk of malnutrition. Optimal nutritional therapy can prevent morbidity and reduce mortality. Adequate protein intake accelerates the achievement of anabolism. Currently, no data is available regarding the effect of enteral protein supplementation on nitrogen balance and levels of Intestinal Fatty Acid Binding Protein (I- FABP). This study aims to analyze whether increasing protein intake in enteral nutrition is associated with improved nitrogen balance and reduced serum I-FABP levels in critically ill post-surgical children. This was a double-blind, randomized controlled trial involving critically ill post-surgical children aged 1 to 5 years who were receiving early enteral nutrition. A total of 76 subjects were divided into two groups: the standard protein group (3.0 g/100 mL) and the high-protein group (4.35 g/100 mL). Nitrogen balance was assessed on the first and third days, while I-FABP levels were examined before and after 72 hours of enteral feeding. There was a significant increase in the average nitrogen balance in the high protein group, 283.4 (SD 82.5) mg/kg/day, compared to the standard protein group, 114.7 (SD 53) mg/kg/day, with p<0.0001. There was no significant decrease in I-FABP levels in the group with nitrogen balance improvement above the average compared to the group with nitrogen balance improvement below the average. High-protein enteral supplementation improves nitrogen balance in critically ill post-surgical children without adverse side effects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Soka Rahmita
"Ventilator mekanik adalah salah satu alat bantuan hidup yang paling sering digunakan oleh pasien kritis, namun terdapat banyak komplikasi apabila digunakan dengan durasi yang memanjang yaitu lebih dari 14 hari (prolonged mechanical ventilation, PMV), dan dikatakan hanya 50% pasien dengan
Ventilator mekanik adalah salah satu alat bantuan hidup yang paling sering digunakan oleh pasien kritis, namun terdapat banyak komplikasi apabila digunakan dengan durasi yang memanjang yaitu lebih dari 14 hari (prolonged mechanical ventilation, PMV), dan dikatakan hanya 50% pasien dengan PMV yang dapat dilakukan ekstubasi. Peningkatan durasi pemakaian ventilator dan lama rawat pada pasien ICU disebabkan antara lain karena berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya pemecahan protein otot, sehingga asupan protein dalam jumlah yang tepat dan diberikan sesuai dengan waktu rawat dapat mengurangi waktu lama rawat, durasi pemakaian ventilator dan angka kematian pada pasien kritis. Namun, saat ini prevalensi obesitas meningkat pada sakit kritis dan memengaruhi pemanjangan durasi pemakaian ventilator. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif pada subjek dengan indeks massa tubuh ≥25 kg/m2, berusia 18-70 tahun, menggunakan ventilator mekanik ≥72 jam, dan dirawat di ICU RSCM dan RSUI. Diperoleh 23 subjek dengan proporsi 65,2% laki-laki dan 34,8% perempuan, dengan rerata usia 51 tahun. Mayoritas subjek penelitian memiliki IMT obesitas derajat 1 (91,3%) dan EOSS kelas 2 (56,5%). Berdasarkan diagnosis awal admisi ICU didominasi oleh sepsis dan pasca pembedahan (14,3%). Subjek penelitian sebagian besar belum dapat memenuhi kebutuhan energi berdasarkan rekomendasi (17,52±5,99 kkal/kgBB/hari). Rerata asupan protein pada penelitian ini masih kurang dari rekomendasi (0,833±0,264 g/kgBB/hari) dan rerata durasi pemakaian ventilator pada penelitian ini cukup panjang (245,35±125,16 jam). Hasil penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara rerata asupan protein dengan durasi pemakaian ventilator mekanik. Penelitian lanjutan diperlukan dengan kriteria subjek pada variabel dependen dan independen yang lebih bervariasi dan dengan mempertimbangkan analisis faktor perancu lain yang dapat memengaruhi durasi pemakaian ventilator mekanik.

Mechanical ventilators are one of the most frequent life-support used in critically ill patients. However, prolonged mechanical ventilation (more than 14 days) can lead to many complications and only 50% of PMV patients being able to be extubated. The increased duration of ventilator and length of ICU stay in patients is partly due to decreased protein synthesis and increased muscle protein breakdown. Therefore, adequate protein intake may reduce length of ICU stay, duration of ventilation, and mortality in critically ill patients. However, the prevalence of obesity in critically ill patients has been increasing and affecting the longer duration of ventilation. This study employed a prospective cohort design on subjects with a body mass index (BMI) of ≥25 kg/m², aged 18-70 years, who used mechanical ventilators for ≥72 hours, and were treated in the ICUs of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and University of Indonesia Hospital (RSUI). A total of 23 subjects were included, with 65.2% male and 34.8% female, and an average age of 51 years. The majority of study subjects had a BMI obesity grade 1 (91.3%) and EOSS class 2 (56.5%). The initial diagnosis at ICU admission was dominated by sepsis and post-surgery conditions (14.3%). Most subjects in the study could not meet their energy needs (17.52±5.99 kcal/kgBW/day). The average protein intake in this study was still below the recommendation (0.833±0.264 g/kgBW/day) and the average duration of mechanical ventilation was quite long (245.35±125.16 hours). The study did not find a relationship between protein intake and duration of mechanical ventilation. Further research is needed with more varied subject criteria fpr dependent and independent variables, while considering the analysis of other confounding factors that may influence the duration of mechanical ventilator use."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Hunter Design
"Latar belakang. Pasien sakit kritis berada dalam kondisi katabolik yang menyebabkan ketidakseimbangan sintesis dan pemecahan protein sehingga dibutuhkan asupan protein yang adekuat untuk mempertahankan massa otot, meningkatkan kadar prealbumin, dan imbang nitrogen. Ophiocephalus striatus (OS) mempunyai potensi sebagai sumber protein karena mengandung asam amino, asam lemak, mineral, dan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek dari pemberian suplementasi ekstrak OS terhadap luas penampang otot rektus femoris, bisep brakii, kadar prealbumin, dan imbang nitrogen pasien sakit kritis dengan ventilator.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain uji acak terkontrol yang dilakukan terhadap pasien usia 18-65 tahun yang menggunakan ventilator di intensive care unit (ICU) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejak bulan Juli sampai dengan Oktober 2019 ICU. Sebanyak 42 subjek dirandomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok ekstrak (n=19) mendapatkan suplementasi ekstrak OS 15 g/hari, yang diberikan sejak hari kedua sampai dengan hari keenam. Kelompok kontrol (n=23) tidak mendapatkan suplementasi tersebut. Pengukuran luas penampang otot, pemeriksaan kadar prealbumin, dan imbang nitrogen dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh.
Hasil. Terjadi peningkatan luas penampang otot rektus femoris pada kelompok ekstrak (p=0,038) dan penurunan pada kelompok kontrol (p=0,006) disertai perbedaan bermakna antara dua kelompok (p=0,001). Terjadi peningkatan luas penampang otot bisep brakii pada kelompok ekstrak (p=0,033) dan penurunan pada kelompok kontrol (p=0,001) disertai perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p<0,001). Terjadi peningkatan kadar prealbumin pada kelompok ekstrak (p<0,001) maupun kelompok kontrol (p=0,023) disertai perbedaan peningkatan yang bermakna antara kedua kelompok (p<0,001). Terjadi peningkatan kadar imbang nitrogen pada kelompok ekstrak (p<0,001) maupun kelompok kontrol (p=0,001) disertai perbedaan peningkatan yang tidak bermakna antara kedua kelompok (p=0,685).
Kesimpulan. Pemberian suplementasi ekstrak Ophiocephalus striatus secara signifikan dapat meningkatkan luas penampang otot rektus femoris, otot bisep brakii, dan kadar prealbumin pada pasien sakit kritis.

Background. Critically ill patients are in catabolic conditions that have imbalances in protein synthesis and breakdown. Thus, they require adequate protein intake to maintain the muscle mass and to increase the prealbumin levels and nitrogen balance. Ophiocephalus striatus (OS) is a potential source of proteins since it contains high amount of amino acids, fatty acids, minerals, and vitamins. This study was aimed to measure the effect of OS extract supplementation on cross-sectional area (CSA) of rectus femoris and biceps brachii, prealbumin levels, and nitrogen balance in critically ill patients with ventilator.
Methods. This was a randomized controlled clinical trial study involving patients aged 18-65 years old with ventilator in intensive care unit (ICU) Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital between July until October 2019. In total, 42 subjects were randomized into two groups. Extract group (n=19) recieved 15 g of OS extract supplementation daily, administered from the second day to the sixth day. Control group (n=23) did not receive the extract. Measurement of CSA of rectus femoris and biceps brachii, prealbumin levels, and nitrogen balance were done in the first and the seventh day.
Results. There was an increase of cross sectional area of rectus femoris in extract group (p=0.038) and a decrease in control group (p=0.006) with significant difference between the two groups (p=0.001). There was an increase of cross sectional area of biceps brachii in extract group (p=0.033) and a decrase in control group (p=0.001) with significant difference between the two groups (p<0.001). There was an increase of prealbumin levels in both groups, extract group (p<0.001) and control group (p=0.023), with a significant difference of increase between the two groups (p<0.001). There was an increase of nitrogen balance in both groups, extract group (p<0.001) and control group (p<0.001), with an insignificant difference of increase between the two groups (p<0.685)
Conclusion. Administration of Ophiocephalus striatus extract supplementation can significantly increase the cross-sectional area of rectus femoris and biceps brachii, and the prealbumin levels in critically ill patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurencia Ardi
"Peningkatan kadar Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) dikaiktkan dengan asupan protein yang rendah pada pasien sakit kritis dewasa di ICU. Belum ada penelitian sebelumnya yang menilai hubungan tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) pada pasien sakit kritis dewasa. Studi potong lintang ini dilakukan pada 40 pasien sakit kritis dewasa di ICU RS Universitas Indonesia. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan NGAL serta dinilai asupan proteinnya. Uji t tidak berpasangan dan uji korelasi Spearman digunakan dalam analisis data (p<0,05). Rentang asupan protein pada subjek penelitian ini adalah 13,5-110 g/hari, dengan rerata asupan protein dalam g/kgBB/hari adalah 0,82±0,29. Rentang kadar NGAL plasma pada subjek penelitian adalah 87,75-787,65 ng/mL. Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan NGAL pada pasien sakit kritis dewasa. Hubungan bermakna didapatkan antara usia dan penyakit penyerta dengan NGAL pada pasien sakit kritis dewasa.

Elevated Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) levels are associated with low protein intake in adult critically ill patients in the ICU. No previous studies have evaluated this relationship. This study aimed to determine the association of protein intake with Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) in adult critically ill patients. This cross-sectional study was conducted on 40 adult critically ill patients in the ICU of Universitas Indonesia Hospital. Subjects who met the inclusion and exclusion criteria had their blood drawn for NGAL and protein intake assessed. Independent t-test and Spearman’s correlation test were used to examine the data (p<0.05). The range of protein intake in the subjects of this study was 13.5-110 g/day, with the mean protein intake in g/kgBB/day being 0.82±0.29. The range of plasma NGAL levels in the study subjects was 87.75-787.65 ng/mL. There was no significant association between protein intake and NGAL in adult critically ill patients. Significant association was found between age and comorbidities with NGAL in adult critically ill patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Iskandar
"Pendahuluan: Pasien sakit kritis umumnya mengalami penyusutan otot, pemberian asupan energi yang tidak memadai, dan hipoalbuminemia, yang semuanya dikaitkan dengan luaran yang buruk. Ketebalan otot adduktor pollicis (KOAP) dapat digunakan untuk menilai status gizi. Penilaian status gizi tidak dapat mengabaikan pentingnya menilai proses inflamasi. Rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrophil-to-lymphocyte ratio atau NLR) baru-baru ini diperkenalkan sebagai pananda inflamasi. Penelitian ini menganalisis hubungan KOAP, asupan energi, albumin serum, dan NLR dengan mortalitas 28 hari.
Metode: Studi kohort prospektif dilakukan di unit perawatan intensif (intensive care unit atau ICU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dari Februari hingga Maret 2020. KOAP diukur dengan alat caliper. Asupan energi dihitung berdasarkan jumlah kalori yang diterima pasien. Hitung jenis sel darah putih dan albumin serum diperiksa saat masuk ICU. Luaran utama adalah mortalitas 28 hari.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 49 pasien dengan angka kematian 20,4%. Rerata asupan energi hari pertama adalah 552,2 ± 235,6 kkal atau 47,0% dari target. Nilai median NLR pada semua subjek adalah 13,28 (minimal 3,50 - maksimal 59,56). Ada hubungan yang bermakna antara kelompok subjek dengan NLR tinggi (≥13,28) dan kelompok NLR rendah (<13,28) terhadap mortalitas (p = 0,031), tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara APMT (24,25 ± 4,65 vs. 24,97 ± 3,59 mm, p = 0,596), asupan energi (kategori asupan energi kurang sebagai pembanding), dan rerata albumin serum (2,67 ± 0,54 vs. 2,64 ± 0,80 g/dl, p = 0,928). Analisis multivariat untuk menilai kemampuan gabungan variabel independen diperoleh nilai area under curve (AUC) sebesar 78,7%.
Kesimpulan: Kombinasi KOAP, asupan energi, albumin serum, dan NLR mempunyai kemampuan yang cukup memuaskan dalam memprediksi mortalitas pada pasien sakit kritis.

Introduction: Critically ill patients usually experience muscle wasting, inadequate energy intake and hypoalbuminemia, all of which were associated with poor outcomes. Adductor pollicis muscle thickness (APMT) can be used to assess nutritional status. Assessment of nutritional status cannot ignore the importance of inflammatory process. Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) was recently introduced as an inflammatory biomarker. This study analyze the relationship between APMT, energy intake, serum albumin, and NLR with 28-day mortality.
Methods: A prospective study was conducted in intensive care unit (ICU)’s of a tertiary care hospital, Indonesia, from February to March 2020. APMT was measured at admission with a caliper. Energy intake was calculated based on the number of calories received by the patient. Albumin serum and leukocyte differential count were checked at ICU admission. The primary outcome was 28-day mortality.
Results: This study involved 49 patients with mortality rate of 20.4%. Mean energy intake at first day was 552.2±235.6 kcal or 47.0% of the target. Median value of NLR of all subjects was 13.28 (minimum 3.50 – maximum 59.56). There was statistically significant relationship between non-survivor and survivor group with high NLR (≥13.28) and low NLR group (<13.28) for mortality (p=0.031), but there was no statistically significant difference between APMT (24.25±4.65 vs. 24.97±3.59 mm, p=0.596), energy intake (less energy intake category as a comparison), and mean serum albumin (2.67±0.54 vs. 2.64±0.80 g/dl, p=0.928). Multivariate analysis to assess combined ability of independent variables to predict mortality obtained a satisfactory area under curve (AUC) value of 78.7%.
Conclusion: The combination of APMT, energy intake, serum albumin, and NLR has a satisfactory ability in predicting mortality in critically ill patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>