Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batho, Jemmy Franky
"Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan di Provinsi Maluku utara yang rentan terhadap konflik sosial dikarenakan pernah mengalami konflik horizontal pada tahun 1999-2000. Tingginya intensitas konflik / pertikaian antar warga / pemuda yang terjadi di Kelurahan Mangga Dua dan Toboko pada tahun 2012-2013 menjadikan situasi dan kondisi keamanan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat yang tidak kondusif dan berdampak terhadap lambannya proses kebijakan pemerintah dalam pembangunan daerah yang mengakibatkan lemahnya ketahanan daerah. Pemerintah membentuk FKDM berdasarkan Permendagrii nomor 12 tahun 2006 tentang Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat dengan tujuan untuk membantu instrumen negara dalam menyelenggarakan urusan keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, melalui upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap potensi dan kecenderungan ancaman serta gejala atau peristiwa bencana. Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik sosial dijelaskan bahwa Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Sedangkan Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan mengumpulkan data, informasi serta mewawancarai delapan orang informen terdiri dari Keanggotaan FKDM Kota Ternate antara lain Agung Prasojo Anggota Pembinan, Halil Hi Ibrahim wakil perguruan tinggi selaku Ketua FKDM Kota Ternate, Pdt. Abram Uggu anggota FKDM dari tokoh agama, Johan wahyudi anggota FKDM unsur Kepolisian, Aswan Lampa anggota FKDM dari tokoh pemuda, Iksan Ahmad Camat Ternate Selatan, Mochtar Lurah Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim Lurah Toboko. Penyelesaian konflik akan terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang mewujudkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusa-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan, maka Peran FKDM bukanlah bentuk pranata sosial yang dapat menjalankan tingkatan intervensi transformasi konflik seperti Peace making (menciptakan perdamaian), Peace keeping (menjaga perdamaian), Conflict management (pengelolaan konfli) dalam bentuk Negosiasi, Mediasi, Penyelesaian jalur hukum (judicial settlement), arbitrase, dan workshop pemecahan masalah dan Peace building (pembangunan perdamaian) yang merupakan proses peningkatan kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, dan rekonsiliasi seluruh pihak bertikai. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di mangga dua dan toboko kota ternate disebabkan oleh faktor pendorong struktural. Dimana pengaruh minuman keras, pengangguran, rendanya pendidikan dan mudahnya terpovokasi dengan isu serta solidaritas yang kuat diatara kelompokop membuat pemuda sering terlibat dalam konflik yang disertai dengan tindakan kekerasan. Pencegahan konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan meminimalisir faktor determinan, malakukan untuk hidup damai dan mejauhi kekerasan menunjukkan bahwa konflik di Ternate mengalami penurunan namun masih saja terlihat banyak minuman keras yang masuk disebabkan tidak optimal pengawasan serta tindakan tegas kepada penjual. Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan melakukan konsiliasi, tindakan paksaan oleh aparat dan detente sangat baik dalam menyelesaikan konflik namun dibutuhkan peningkatan koordinasi dari FKDM dan aparat terkait sehingga penyelesaian konflik berjalan maksimal.

Ternate city as the city of island in North Maluku Province is vulnerable to social conflict because there had been horizontal conflict in 1999-2000. The high intensity of conflict/ inter-society/youth brawl in Mangga Dua and Toboko administrative village during 2012-1013 made the atmosphere, security, order and peace of society hardly conducive and affected to the slow government policy process in regional development which result in weak regional resilience. Government formed FKDM based on Regulation of the Minister of Home Affairs (Permendagri) Number 12 2006 on Early Public Vigilance Forum with the purpose to help government apparatus in serving security, peace and order of society through early prevention and detection of potential threat and disaster. In constitution Number 7 2012 on handling of social conflict explained that conflict handling is a series of systematic and organized activity. Conflict prevention is a series of activities conducted to prevent the conflict by improving the capacity of institution and early warning system. This study was conducted by using qualitative with descriptive approach and data collection, information and also interviewing eight informants from the members of FKDM, Ternate City. They are Agung Prasojo as member of training, Halil Hi Ibrahim the representative from University as the leader of FKDM Ternate City, Pdt. Abram Uggu member of FKDM from religious leader, Johan wahyudi member of FKDM from police, Aswan Lampa member of FKDM from youth leader, Iksan Ahmad district chief (Camat) of South Ternate, Mochtar head of administrative village (Lurah) of Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim head of administrative village (Lurah) Toboko. The conflict resolution will be met through certain institutions which grow the pattern of discussion and decision making among the opposite sides so the role of FKDM is not as social institution to intervene conflict transformation such as Peacemaking (creating peace), Peace keeping (keeping peace), Conflict management (conflict management) in the form of negotiation, mediation, judicial settlement, arbitration and workshop of conflict resolving and Peace building which are processes to increase welfare, development, infrastructural development, and reconciliation among the actors. The result of the study showed that the conflict which happened in Mangga Dua and Toboko, Ternate City was caused by structural supporting factors. They are the effect of alcohol, unemployment, low education rate, easily provoked group and the strong community solidarity made the youth often involved in violent conflict. The conflict prevention which implemented by FKDM through minimizing the determinant factors, living the peaceful life and avoiding violent act showed the conflict in Ternate declining, in reality, there are still number of alcoholic beverages distribution which caused by lack of supervision and decisive action to the seller. The conflict resolution which implemented by FKDM through conciliation, coercive action by law enforcement officers and ... in resolving conflict but it is also needed to improve the coordination from FKDM and law enforcement officers so that the conflict resolution can run optimally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doffie Fahlevi Sanjaya
"Tesis ini membahas hasil penelitian tentang peran Polsek Batuceper dalam pencegahan konflik sosial akibat penyalahgunaan lahan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, pengamatan terlibat dan wawancara atau interview. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab terjadinya konflik antara warga masyarakat dengan pihak STKIP Arastamar adalah penyalahgunaan lahan yang dilakukan oleh STKIP Arastamar, sehingga melanggar ketentuan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang. Dalam mencegah terjadinya konflik sosial antara warga masyarakat dengan STKIP Arastamar, Polsek Batuceper telah melakukan beberapa upaya diantaranya memfasilitasi dan memediasi tuntutan dari warga bahkan mendesak pihak Walikota Tangerang untuk mengeluarkan keputusan penutupan dan penyegalan STKIP Arastamar. Setelah didapat kepastian penutupan dan penyegelan STKIP Arastamar, Polsek Batuceper melakukan kegiatan pengamanan eksekusi penutupan dan penyegelan STKIP Arastamar tersebut yang dilakukan oleh Satpol PP dari Pemerintah Kota Tangerang. Dalam melakukan pencegahan terjadinya konflik tersebut, Polsek Batuceper menemui beberapa kendala, diantaranya: (1) Tidak tegasnya Pemerintah Kota Tangerang; (2) Tingkat kesadaran hukum pimpinan STKIP Arastamar masih rendah; (3) Faktor Kemanusiaan; (4) Faktor kewenangan; (5) Kurang Kooperatifnya pihak STKIP Arastamar; dan (6) Kepekaan dan pemahaman kritis pimpinan.

This thesis discusses the results of research on the role of Polsek Batuceper in the prevention social conflict stemming from abuses of land. This research was conducted with qualitative approach, sourced from the primary and secondary data by the method of data collection is carried out by means of observation, involved observation and an interview. The results showed that the cause of the conflict between the residents of the community with STKIP Arastamar is caused the abuse of land by STKIP Arastamar, thus violating the provisions of local regulations on Spatial Planning Tangerang City. To prevent social conflicts between citizens with STKIP Arastamar, polsek Batu Ceper has made several attempts such as facilitate and mediate demands from citizens even urged the Tangerang Mayor to issue a decision to close and sealing STKIP Arastamar. Having obtained the certainty of closing and sealing STKIP Arastamar, Polsek Batu Ceper conduct security activities execution closure and sealing of the STKIP Arastamar conducted by the municipal police of Tangerang City Government. In conduct prevention the occurrence of the conflict, Polsek Batuceper find obstacles, of them: (1) Not assertive goverment Tangerang City; (2) The level of legal awareness STKIP Arastamar leader is still low; (3) human factors; (4) factor of authority; (5) Less cooperatif of STKIP arastamar; and (6) Sensitivity and critical understanding of leadership.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vandyarman Mulya Priyanda
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Strategi Pemerintah Kota Bekasi Dalam Mengatasi Konflik Sosial (Studi Kasus: Bakesbangpolinmas Kota Bekasi). Dalam bahasannya, tesis ini akan mengkaji mengenai strategi apa yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk penanganan konflik di Kota Bekasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan studi kasus pada konflik yang terjadi di Kota Bekasi. Dalam tesis ini dipaparkan contoh konflik yang pernah terjadi di Kota Bekasi, antara lain Peristiwa Ciketing, Peristiwa Galilea Galaxy dan Peristiwa Kalibaru. Hasil penelitian menyarankan bahwa strategi penanganan konflik yang sudah ada tidak berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, perlu ada penguatan fungsi deteksi dini, pencegahan konflik, dan rehabilitasi konflik di dalam penanganan konflik. Penguatan fungsi tersebut dapat berjalan optimal apabila dilakukan perbaikan di dalam rekruitmen aparatur penanganan konflik.

ABSTRACT
The focus of this tesis is describe about Strategy of Bekasi City Government on Solving Social Conflict (Case Study: Bakesbangpolinmas Bekasi City). The purpose of this study is to research analysis about strategy of Bekasi City government have been applied to solving social conflict. The method of this research is qualitative method research with case study. On this tesis, researcher have description analysis some example or cases of social conflict in Bekasi City, such as HKBP Ciketing Church Conflict, Galilea Church Conflict and Kalibaru Conflict. The conclution of this research explained that the strategy of Bekasi City government on solving social conflict didn't effective. Because the condition, the researcher suggested Bekasi City Government is more comprehensive to make a ruling of a public policy product about solving social conflict, especially at Bekasi City."
2013
T33091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa Fathonah
"Tesis ini membahas modal sosial pada masyarakat daerah rawan konflik kaitannya dengan ketahanan daerah, adapun studi kasusnya di wilayah Kecamatan Johar Baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi demografi yang meliputi asal-usul, latar belakang, pendidikan terkait dengan heterogenitas dan kebudayaan pada masyarakat Johar Baru; kondisi sumber nafkah atau kesempatan kerja yang ada di Johar Baru dapat menampung masyarakat setempat dan sumber konflik; pola kepemimpinan yang ada pada masyarakat Johar Baru; dan efektifitas modal sosial dalam penataan ketertiban bermasyarakat baik dalam lingkungan maupun antar lingkungan sosial yang terlibat, kaitannya dengan ketahanan daerah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik antar kelompok warga disebabkan oleh kelangkaan atau keterbatasan sumber daya yang ada pada masyarakat daerah rawan konflik. Modal sosial masyarakat daerah rawan konflik masih pada tahap pengikat (bonding) saja, modal sosial ada namun dalam lingkup kelompok dan wilayah sehingga belum efektif digunakan untuk penanggulangan konflik atau masalah bersama lainnya sehingga dapat melemahkan ketahanan daerah.

This thesis discusses social capital in the conflict-prone areas related to regional resilience, while the case studies in Kecamatan Johar Baru. The purpose of this study was to determine the demographic composition that includes the origin, background, education and culture associated with the heterogeneity in the Johar Baru; conditions livelihood or employment opportunities that exist in Johar Baru can accommodate the local community and a source of conflict; patterns of leadership Johar Baru of the community, and the effectiveness of social capital in structuring social order both within and between the social environment involved, related to regional resilience. This research is a qualitative descriptive design.
The results showed that the conflict between the people caused by environmental scarcity that exist in most public areas prone to conflict. Social capital of the conflict-prone areas are still at the stage of binder (bonding) alone, there is social capital, but within the groups and regions that have not been effectively used for the prevention of conflict or other joint problems that could undermine regional resilience."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Mochthar Ngabalin
"Mengharapkan hadimya seorang Tokoh yang didengar, dihormati, dan disegani, adalah suatu dambaan tersendiri bagi masyarakat di Maluku saat ini. Betapa tidak, negeri yang terkenal, toleran dan konpromis, dalam nuansa heterogenitas masyarakat yang kental tersebut, kini diporak-porandakan oieh konfiik, dan tidak ada seorang pun yang mampu menyelesaikannya. Koniiik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini, hampir dapat dikata berhasil meluluh-lantakan semua tatanan sosial Iokal yang selama ini terbangun mapan di masyarakat meialui proses-proses kultural. Dengan kata lain, pemirnpin dan kepemimpinan di Maluku dalam skala kecil (in grup), maupun masyarakat secara luas, saat ini dipertanyakan.
Padahal, berbicara mengenai pemuka pendapat di Maluku, tidak kurang banyaknya orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai pemuka pendapat. Berbagai pengalaman telah membuktikan bahwa Iewat kepemukaannya, para pemuka pendapat memperiihatkan peranannya yang dominan dan signiiikan, di masyafakat. Kepemukaan mereka telah banyak dibuktikan dalam hai penyelesaian konfiik yang terjadi di masyarakat, dimana tidak periu mengikutsertakan pihak Iuar (termasuk TNI dan Polri).
Dalam sejarah perjalanan masyarakat di Maluku, kemampuan pemuka pendapat dalam mengelola konflik terlihat sedemikian rupa, sehingga konflik dengan dampak yang negatif sekalipun, mampu dikelola menjadi kekuatan yang positif. Hasilnya adalah, terbangunnya relasi-relasi sosial, kohesi sosial bahkan integrasi sosial. Kenyataan ini yang melahirkan hubungan-hubungan seperti, Pela dan Gandong.
Ketika konflik terus berlanjut, orang lalu menanyakan dimana peran pemuka pendapat yang selama ini ada ? siapa-siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai pemuka pendapat, dan bagaimana perannya saat ini? Pertanyaan-pertanyaan ini yang mendorong dilakukannya studi ini.
Dari hasil studi di lapangan, ditemukan seiumlah fakta berkaitan dengan permasalahan sebagaimana diajukan di atas. Pertama, konfiik yang terjadi sejak 19 Januari 1999, adalah konflik yang direncanakan, dengan memanfaatkan sejumlah persoalan sosial seperti, masalah mayoritas- minoritas, masalah kebijakan politik pemerintahan Orde Baru, masalah kesenjangan sosial, ekonomi antara pusat dan daerah, masalah imigran dan penduduk asli, serta masalah politisasi agama. Kedua, Konfiik berhasil membangun fanatisme kelompok yang sempit, dimana setiap orang mengidentifikasi dirinya secara subyektif berbeda dengan orang lain di Iuar kelompoknya. Dengan demikian, kepemukaan seseorang sering mengalami gangguan komunikasi dalam berhadapan dengan kelompok di Iuamya (out group). Ketiga, Masuknya kelompok Iuar dalam jumlah besar dengan kekuatan dan kekuasaan yang besar, adalah faktor kendala tersendiri bagi berperannya seorang-pemuka pendapat secara signiikan di Maluku.
Untuk maksud studi ini, maka tipe penelitian yang digunakan adalah diskriptif kualitatif. Dengan metode ini diharapkan akan dapat dituliskan secara sistimatis semua fenimena konflik yang terjadi di masyarakat pada Iatar alamiahnya, dan bagaimana peran pemuka pendapat dalam upaya penyelesaian konflik tersebut.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meitra Mivida Nurliansuri Rachmanda
"Penelitian ini bertujuan unutk mengetahui dampak konflik yang terjadi di Lampung Selatan yaitu Kecamatan Way Panji terhadap ketahanan Wilayah/Daerah dan implikasinya terhadap ketahanan nasional. Latar belakang pemilihan judul dan objek penelitian tentang konflik di Way Panji, karena konflik tersebut sudah menjadi konflik yang berskala nasional dengan melibatkan bukan hanya kedua desa yang terlibat konflik melainkan sudah melibatkan bahkan sampai ke Banten. Penelitian ini menggunakan motode pendekatan kualitatif dengan sifat penelitian adalah deskriptif dan menggunakan data primer dan sekunder, yang didapat dari unit yang analisis (informan). Hasil penelitian menunjukan bahwa, terjadinya konflik etnis di Kecamatan Way Panji adalah akibat adanya kesenjangan sosial, dimana masyarakat Balinuraga sebagai pendatang menguasai sektor ekonomi, sedangkan masyarakat Agom yaitu masyarakat asli Lampung hanya sebagai penonton dari kekuasaan dan sumber-sumber kemakmuran di Kecamatan tersebut. Substansinya adalah karena tidak meratanya kesejahteraan yang dirasakan oleh penduduk asli yang mayoritas beretnis Lampung, dan sebaliknya masyarakat pendatang tingkat kesejahteraannya lebih baik, karena keuletan dan sikap stuggle mereka yang membuat mereka maju dalam status sosial ekonomi yang menimbulkan kecemburuan, kemudian konflik yang pada awalnya dapat diredam, akhirnya tidak dapat diredam dan menjadi konflik berskala nasional. Konflik etnik yang terjadi di Kecamatan Way Panji menimbulkan dampak yang sangat besar, antara lain korban jiwa, harta benda, dan hancurnya infrastruktur fisik dan sosial di wilayah konflik tersebut. Ditinjau dari eksistensi sebuah negara, maka konflik etnik tersebut tentunya akan menjadi sebuah ancaman terhadap keutuhan NKRI karena sudah melibatkan bukan hanya etnis Lampung dan etnis Bali melainkan beberapa etnik lain seperti Banten, Medan dll. Kondisi tersebut dapat melemahkan ketahanan wilayah tersebut, karena wilayah menjadi tidak kondusif dan tidak terkendali khususnya pada aspek kehidupan yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi dan pertahanan keamanan.

This research aims to study the effects of the conflicts in South Lampung sub district namely Way Kanji to the region resilience and its implications to national resilience. The reason why to study Way Panji conflict is because the conflict has become national scale which involves not only two villages but its spread to the villages around the region. This study uses a qualitative approach method with descriptive nature and use of primary and secondary data obtained from informants. The results showed that, ethnic conflict in Way Panji is due to the existence of social inequality, which Balinuraga society as immigrants dominate economic sectors, while indigenous people of Lampung, Agom, was just as viewers of the power and resources of the prosperity of the district. The problem is the inequality of prosperity felt by the majority of the indigenous population in Lampung, and as the immigrant community life prosper because they struggle tenacity and attitude that make them advance in their socioeconomic status raises jealousy, therefore conflicts that can initially be muted, finally break lose and become a conflict of national scale. Ethnic conflict that occurred in Way Kanji raises huge impact in physical and social infrastructure in the region. Viewed from the existence of a state, the ethnic conflict is certainly going to be a threat to the integrity of the Republic because it is not only involved the people of Lampung and Bali but also some other ethnic groups such as Banten, Medan, etc.. This condition can weaken region’s resistance, because the region is not conducive and uncontrolled especially in relation to social, economic and defense security."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masykur
"Disertasi ini adalah kajian filosofis tentang manusia dalam konflik sosial di masyarakat multikultur. Dilatarbelakangi realitas konflik sosial dan konstruksi negara yang menjamin keragaman agama dan etnik, studi ini membahas relasi antarindividu yang memproduksi konflik sosial nuansa agama dan etnik. Mengacu kepada teori multikulturalisme Bhikhu Parekh, melalui metode studi pustaka, fenomenologi kehidupan religius, dan refleksi kritis, disimpulkan bahwa konflik sosial (a) dimunculkan oleh seorang individu di dalam perilaku sosialnya yang menginterpretasikan perbedaan pandangan moral dan budaya; dan (b) terjadi di dalam negara yang melakukan politik keseragaman. Penyelesaiannya, konflik sosial harus dikelola oleh seorang individu melalui dialog budaya dengan tindakan dialog antarbudaya dan rekognisi sosial. Dengan dialog budaya itu, dapat ditemukan kembali manusia yang harmonis di dalam kehidupan sosial.

This dissertation is a philosophical study about human being in social conflict among multicultural society. Based on the background of social conflicts phenomenon and state construction that guarantees religious and ethnic diversity, it discusses the relationships between individuals who produce social conflict of ethnic and religious nuance. Referring to the theory of multiculturalism from Bhikhu Parekh, literature study method, phenomenology of religious life method, and critical reflection method, it is concluded that the social conflicts (a) emerged from an individual behavior that interprets moral and cultural in different view; and (b) happened in countries those provide political uniformity. These social conflicts should be cultivated by an individual through cultural dialogues and the actions of intercultural dialogue and social recognition. The dialogue is expected to rediscover harmony in social life."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2077
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Tana
"Penulisan karya ilmiah ini dilatarbelakangi karena adanya permasalahan penanganan pemilu pada tahun 2019 oleh Polresta Bandar Lampung yang mengalami kesulitan dalam mengatasi konflik sosial. Penegakan hukum represif sudah dilakukan, namun belum mampu meredam konflik yang terjadi. Pada akhirnya penegakan hukum melalui sisi pencegahan juga dilakukan walaupun menurut teori konflik sosial bahwa konflik sosial tidak mungkin dicegah karena masyarakat menginginkan perubahan.
Permasalahan tersebut dikaji dengan teori konflik sosial, teori penegakan hukum penal dan non penal, konsep pemolisian masyarakat. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan dengan metode pendekatan penelitian lapangan (field research).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu yang dilakukan Satreksrim Polresta Bandar Lampung khususnya dalam melakukan penyelidikan kejahatan politik uang tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan karena kompetensi penyidik belum sesuai syarat yang ditentukan oleh undang-undang Pemilu. Penanganan kasus hoax, hate speech yang dapat memicu konflik juga belum mampu memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan tersebut. Oleh karenanya dilakukan upaya pencegahan melalui polisi masyarakat agar masyarakat dapat turut menjaga Kamtibmas. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melakukan penegakan hukum dalam mengatasi konflik sosial pada Pemilu 2019 adalah, belum optimalnya pelaksanaan Asta Siap, Metode pencegahan belum optimal melalui satuan fungsi pencegahan, kompetensi, sarana prasarana serta perilaku anggota juga belum dioptimalkan dalam mencapai tujuan dalam menjaga Kamtibmas.

This research is motivated by the increasing number of irregularities or violations of the background to writing this scientific work was the problem of handling the 2019 election by the Bandar Lampung Police, which experienced difficulties in overcoming social conflicts. Repressive law enforcement has been carried out, but has not been able to reduce the conflict that occurred. In the end, law enforcement through prevention is also carried out even though according to social conflict theory it is impossible to prevent social conflict because society wants change.
This problem is studied using social conflict theory, penal and non-penal law enforcement theory, and the concept of community policing. Meanwhile, this type of research is qualitative research using a field research approach method.
The results of this research indicate that law enforcement regarding election crimes carried out by the Bandar Lampung Police Criminal Investigation Unit, especially in conducting investigations into money politics crimes, did not proceed to the investigation stage because the investigators' competence did not meet the requirements determined by the Election law. Handling cases of hoaxes and hate speech which can trigger conflict has also not been able to provide a deterrent effect to the perpetrators of these crimes. Therefore, preventive efforts are being made through community police so that the community can participate in maintaining security and order. The obstacles faced in enforcing the law in overcoming social conflict in the 2019 elections are that the implementation of Asta Siap is not yet optimal, prevention methods are not yet optimal through prevention function units, competence, infrastructure and member behavior have also not been optimized in achieving the goal of maintaining Public Order and Order.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lya Anggraini
" Kota Jayapura merupakan Ibu Kota dari Provinsi Papua yang rawan konflik vertikal-horizontal dan konflik elit.Tujuan penelitian adalah menganalisis kebijakan pencegahan konflikdi Kota Jayapura. Membahas bagaimana Pemerintah Kota Jayapura menurunkan Undang-undang No.7/2012 setelah Permendagri No.42/2015 untuk pencegahan konflik. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan Model Ambiguitas Konflik untuk Implementasi Kebijakan dari Matland 1995 . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa konflik di Kota Jayapura adalah akibat Ambiguitas Kebijakan dalam interpretasi tujuan dan alat kebijakan. Pemerintah Kota Jayapura menurunkan kebijakan dari pemerintah pusat secara simbolik dengan program dan alokasi dana. Instrumen yang digunakan untuk mengelola OPD dan pemangku kepentingan adalah instrumen kapasitas. Keberhasilan kebijakan pencegahan konflik didukung alat otoritas dari TNI/Polri, sehingga stabilitas sosial dan politik di Kota Jayapura terjaga untuk pembangunan. Pemerintahan kota dapat bersinergi dengan pemerintahan adat dalam mengelola konflik ditingkat sosial. Permasalahan implementasi kebijakan adalah kurang menjawab permasalahan mendasar orang asli Papua.
Jayapura city is the capital of Papua Province, prone to vertical horizontalconflicts, and conflicts of elites. The focus of this study is to analyze conflict prevention policies in Jayapura City. To elaborate how the government of Jayapura City adopts Law Nr.7 2012 and MOHA Decree Nr.42 2015. This qualitative research uses the Ambiguity Conflict Model of Policy Implementation by Matland 1995 . The researcher suggests that conflict in Jayapura City is the outcome of Policy Ambiguity in interpreting goals and instrument of policies. The city government of Jayapura implements the central governments rsquo policy symbolically in forms of program and budget earmarking. The instrument used to manage the city governance and stakeholders is the capacity instrument. Success of conflict prevention policy is supported by authoritative instruments from the military police, resulting the maintenance of social and political stability in Jayapura City needed for development. The city government is able to synergize with the indigenous governance in managing conflict at the social level. Problems of policy implementation are the inability to answer the basic needs of Indigenous Papuans. "
2018
T50802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnain
Jakarta: Proyek Penelitian Pengembangan Riset, 2003
303.6 ISK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>