Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Kusdinarti
"ABSTRAK
Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi
yang kompleks yang melibatkan berbagai jenis tenaga kesehatan dengan bidang keilmuan
yang berbeda dan harus berinteraksi satu sama lain. Dari aspek pembiayaan, Rumah Sakit
memerlukan biaya operasional dan investasi yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya
sehingga perlu didukung dengan ketersediaan pendanaan yang cukup besar dan
berkesinambungan. Dari segi hukum, untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum
dalam rangka meningkatkan dan memberikan dasar bagi pengelolaan Rumah Sakit maka
perlu didukung dengan peraturan perundang-undangan yang memadai mengingat sejalan
dengan fungsinya Rumah Sakit sudah tidak mungkin diselenggarakan sebagai lembaga
kemanusiaan. Penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan secara sosio-legal. Dengan
berlakunya Undang-undang No. 44 Tahun 2009, maka Yayasan Bhakti Timah sebagai suatu
badan hukum yang kegiatan usahanya di bidang perumahsakitan hanya dapat mengelola
rumah sakit publik yang bersifat nirlaba. Kedua, peralihan pengelolaan Rumah Sakit Yang
Dikelola Oleh Yayasan Bhakti Timah dari Yayasan Bhakti Timah kepada PT Rumah Sakit
mengakibatkan beberapa konsekuensi, baik konsuensi yuridis maupun konsekuensi finansial.
Dengan berkurangnya aset dan sumber daya manusia/karyawan disarankan Yayasan Bhakti
Timah melakukan kegiatan usaha lainnya sebagaimana yang diperbolehkan berdasarkan
Anggaran Dasar Yayasan Bhakti Timah maupun peraturan perundang-undangan, selain
perumahsakitan.

ABSTRAK
Having various character and complex organization of Hospital Management related to the
different kind of health and physical expertise to interface each other. In respect of financial
aspect the Hospital as Business Activity shall acquire the operasional funding and numerous
amount of the investment, consequently the condition should be provided with proper
financial support. In order to improving and provide the legal protection and legal certainty
for the basic management and performance shall sustain with proper law and regulation to
comply with the functional use of the humanity entities of the Hospital which condition are
impossible nowadays. The research method are the legal normative jurisdiction method
approaching in sosio-legal point of views. The result of the research may deliberate that
Yayasan Bhakti Timah shall merely managing the non-profit public hospital by Law No. 44
Year 2009. The managerial transfer of the hospital shall cause two consequences whic is
jurisdiction concequences and financial conscesquences. By the alleviation of asset and
human resources of Yayasan Bhakti Timah shall provide the other business activity to
support the hospital management based on the Article of Association of yayasan Bhakti
Timah."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwardo Warman Putra
"ABSTRACT
Ketentuan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit mengatur bagi badan hukum yang bidang usahanya perumahsakitan dilarang memiliki bidang usaha lain yang berada di bawah satu naungan badan hukum. Sedangkan PP Muhammadiyah merupakan badan hukum yang memiliki tiga bidang usaha, yaitu rumah sakit, pendidikan, dan keagamaan. Dengan ketentuan yang ada tersebut PP Muhammadiyah mengalami kerugian materiil maupun imateriil. Oleh karena itu PP Muhammadiyah mengajukan Pengujian Undang-Undang (judicial review). Permohonan tersebut kemudian diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 38/PUU-XI/2013, yang pada intinya menambahkan frasa Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Berdasarkan peninjauan hukum yang telah dilakukan terhadap peraturan perumahsakitan, putusan mahkamah konstitusi, serta melakukan wawancara dengan para pemohon pengujian, dapat ditarik kesimpulan, bahwa benar dalam penerbitan ketentuan Pasal 7 ayat (4) tidak didasari dengan alasan yang jelas, selain itu juga mengakibatkan kerugian bagi para penyelenggara rumah sakit. Oleh karena itu pengaturan Pasal 7 ayat (4) diperjelas dengan adanya PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Walaupun sudah adanya peraturan pelaksana, lebih baik jika Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit mengalami perubahan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, agar terdapat keselarasan antara peraturan pelaksana dengan peraturan dasar.

ABSTRACT
Article 7(4) of Law Number 44 Year 2009 on Hospital prohibits a legal entity in the hospital sector to engage in any other sectors. Muhammadiyah is a legal entity that engages in 3 different sectors, which are Hospital, Education, and Religious Activities. With the regulation in hand, it has brought both material and immaterial damages for Muhammadiyah. Muhammadiyah filed a Judicial Review. Based on the Constitutional Court Decision Number 38/PUU-XI/2013, to Article 7(4), there has been made an exception to the rule for hospitals that is run by legal entities for profit.  This study is a normative juridical research. Based on legal researches and interviews conducted, the findings of this analysis shows that the enactment of Article 7(4) was not based on clear underlying reasons, and has caused disadvantages to the legal entities engaged in the respective sector. Therefore, the rules of Article 7(4) has been clarified by the enactment of Regulation of the Minister of Health Number 56 Year 2014 on Classification and Hospital Licensing. Nevertheless, the revision of Article 7(4) of Law Number 44 Year 2009 on Hospital is necessary to conform with its implementing regulations."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Dormasari
"Banyaknya kasus pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit dan adanya kejadian tidak diharapkan (adverse evem) yang dialami oleh pasien, menunjukkan masih banyak pasien yang belum memperoleh haknya saat menerima pelayanan kesehatan. Ha1 ini merupakan masalah yang mencuat akhir-akhir ini. Untuk mengatasi hal tersehut, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan, antara lain adanya UU Rumah Sakit No.44 tahun 2009 yang bertujuan agar hak-hak pasien dapat terlindungi. Namun kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana seperti yang diharapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesiapan RSU Kabupaten Tangerang dalam melaksanakan kebijakan perlindungan hak pasien sesuai dengan UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder melalui wawancara mendalam dengan 14 informan, telaah dokumen kebijakan dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi isi (content analysis).
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa 1). elemen sumber daya manusia belum sepenuhnya dikatakan siap pada aspek jumlah tenaga keperawatan terutama di instalasi rawat inap berdasarkan standar Kepmenpan No.75 tahun 2004 dan Permenkes No.340 tahun 2010. Efisiensi dan mutu pelayanan masih kurang baik, berdasarkan penilaian tingkat kesehatan rumah sakit tetapi ada upaya yang dilakukan antara lain rekruitmen tenaga kerja kontrak (TKK) sccara bertahap. 2). elemen dana belum sepenuhnya dikatakan siap karena pada penyusunan Rencana Bisnis anggaran (RBA) belum disesuaikan dan ditujukan untuk pemenuhan hak pasice oleh karena UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 pasal 32 belum disosialisasikan, meskipun dalam penyusunan Rcncana Bisnis Anggara ( RBA) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang dilaksanakan setiap tahun secara tidak langsung dapat memenuhi beberapa butir hak pasien. 3). elemen sarana dan prasarana belum sepenuhnya dikatakan siap karena jumlah dan kondisi sarana dan prasarana yang tersedia masih ada yang kondisinya kurang baik dan tidak lengkap tetapi ada upaya yang dilakukan antara lain menyediakan tempat komplain pasien di Instalasi Hukum, Publikasi, dan Informasi (HPI), pembangunan fisik ruang rawat inap kelas tiga dan pembelian alat-alat kesehatan. 4). elemen metode/tatacara sudah cukup memadai meskipun peraturan internal rumah sakit yang berkaitan langsungdengan UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 belum dikeluarkan tetapi prosedur dan tata cara yang lain sudah tersedia pada setiap unit pelayanan kesehatan.
Diperlukan komitmen manajemen RSU Kabupaten Tangerang untuk mensosialisasikan UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 kepada seluruh tenaga medis dan non medis serta menyusun peraturan internal rumah sakit (Hospital By Law). Advokasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang untuk dapat mengangkat tenaga kerja kontrak (TKK) rumah sakit menjadi Pegawai Negeri Sipil, menempatan tenaga keperawatan baru, memberi bantuan anggaran untuk pembangunan sarana/prasarana dan bantuan alat-alat kesehatan.

Today there are still many patients who haven't received their well-deserved rights on receiving health services, proven by the large numbers of unsatisfied patients to the service delivered by hospitals, and the occurences of adverse events. A "tip of iceberg" phenomena that become very popular recently. The govemment has issued several policy regarding this problem, one of which is UU Rumah Sakit No.44 tahun 2009 that aims to ensure patients" rights being protected. Nevertheless, on implementation term, this policy performs not as good as expected.
This research aims to analyze the readiness of Tangerang Regency General Hospital to implement patients rights protection policy according to UU Rumah Sakit No.44 tahun 2009.
This is a qualitative research. Primary and secondary data are collected through detailed interviews with 14 informants, policy document review, and field observation. Data analysis was carried-out using "Content Analysis" technique.
The result showed : 1) The lacking numbers on human resource (nurses), especially in in-patient ward based on Kepmenpan No.75 tahun 2004 dan Permenkes No.340 tahun 2010 standards, 2) The funding is also not fully prepared (there has been no adjustment in Rencana Bisnis Anggaran ( RBA) dan Rencana Kerja Tahunan ( RKT) to support the implementation) because UU Rumah Sakit No.44 tahun 2009 pusal 32 has not been socialized. Although fortunately, each years' Rencana Bisnis Anggaran (RBA), undirectly, already cover several aspects of these rights. 3) Facility and infrastructure are still below the minimum requirements, although they have built a patient complaint center inside Department of Instalasi Hukum. Publikasi, dan Informasi (HPI) building, expand class 3 in-patients ward , and procure more medical devices. 4) Standard Operating Procedures and conduct of practices regarding this issue are sufticient, despite that hospital internalregulations regarding UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 have not been proposed, the ongoing standards and procedures in every health service unit have complied to the fulfillment of patients' rights.
It requires further commitment from hospital management to socialize UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 to every medical and para-medical health professionals, and to asson its' own internal regulation (Hospital By Law). It is also crucial to negotiate an advocacy to Tangerang Regency Govemment office to change the status of hospital contract employee to a more permanent public servant (PNS), to recruit more nursing professionals, to allocate more budget for structure and infra-structure development, and to procure more medical devices.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T33297
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Yusroh
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami tanggungjawab negara dalam penyelenggaraan rumah susun sebagai bagian dari lingkup pelayanan publik, sebagaimana rumah susun merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan dasar tempat tinggal yang tercantum pada Pasal 5 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan juga sebagai solusi untuk mengatasi permukiman informal seperti permukiman kumuh, dan maka dari itu penyelenggaraan rumah susun merupakan bagian dari kepentingan umum dan kepentingan negara berdasarkan Pasal 18 Undang- Undang Pokok Agraria dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak- Hak Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya yang menyatakan kepentingan umum termasuk ”kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat”. Penelitian normatif ini dilakukan dengan melakukan studi literatur, peraturan perundang-undangan serta menggunakan data-data relevan, bersifat deskriptif dan berbentuk evaluatif, yakni menilai atau mengukur pelaksanaan pelayanan publik dan perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia dengan mempelajari kasus-kasus penyelenggaraan rumah susun di DKI Jakarta yakni Kalibata City dan TOD Tanjung Barat yang keduanya merupakan program pemerintah.

This research aims to comprehend the responsibility of the state concerning the provision of condominiums as part of public services, as provision of housing is stated in Article 5 of Public Services Act No. 25 of 2009. The provision of condominiums is one of the means that could be done as solution to meet the people’s need of housing and to overcome the problem of informal settlements such as slums in urban areas; and thus, the provision of condominiums is a part of the public interest, as stated in Article 18 of the Agrarian Act No. 5 of 1960 and Article 1 of Revocation of Land Rights and Objects Act No. 20 of 1961 that the public interest includes "the interests of the nation, the state, as well as the common interests of the people". This normative research is carried out by studying literatures and regulations, relevant data(s), and assesses the quality of the public services and good governance in Indonesia descriptively by evaluating cases of condominiums in DKI Jakarta, namely Kalibata City and TOD Tanjung Barat; both of which are programs of the government.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Baringin Grahita Natha
"Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Mengingat hal tersebut, pengaturan dan pengawasan pemerintah sangat diperlukan khususnya pengaturan kerjasama usaha jasa pertambangan agar ada pembatasan dalam pengelolaan dan pengusahaan sumber daya alam di Indonesia oleh suatu pelaku usaha sehingga tidak merugikan kepentingan negara dan masyarakat luas. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana pengaturan Pemerintah dalam membatasi kerjasama dalam pelaksanaan usaha jasa pertambangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang menginventarisasi, mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan dan data sekunder lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian. Sifat Penelitian tesis ini, bersifat deskriptif analitis. Analisis data yang digunakan adalah dengan metode analisis kualitatif. Pengaturan pemerintah dalam pembatasan kerjasama kegiatan usaha jasa pertambangan khususnya dalam pengaturan pelaksanaan kegiatan penambangan dan keikutsertaan anak perusahaan dan/atau afiliasinya sangat penting dilakukan untuk menghindari adanya transfer of profit, akan tetapi pemerintah sebaiknya perlu memperhatikan adanya perbedaan penjabaran ketentuan dalam UU Minerba dan peraturan pelaksananya, serta peningkatan pengawasan di lapangan, sehingga dapat tercapai kemandirian dan efektifitas pengusahaan di bidang pertambangan, serta memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran serta kesejahteraan rakyat.

Business activities of mineral and coal mining significantly has an important role in providing value-added to national economic growth and development in a sustainable district. Given this, government regulation and supervision is indispensable especially for mining services business partnership arrangements that exist in the organization and undertaking limitation of natural resources in Indonesia by business actor effort to not harm the national interest and the wider community. The purpose of this research is to see how the arrangement limits the government in the implementation of joint cooperation in mining services business. Research methods used in this study is normative juridical research, study and analyze the legislation and other secondary data related to study materials. The nature of this thesis research is descriptive analytics. The method used to analize data in this research is qualitative analysis. Limitation of government regulation in mining services business activities of cooperation in particular in the implementation of regulation of mining activities and participation subsidiaries and/or affiliates is very important to avoid any such transfer of profit, but the government should have notice a discrepancy explanation of the provisions in the Act Minerba and its implementing regulations, and increased supervision on the field, so as to achieve independence and effectiveness of the undertaking in the field of mining, as well as added value to national economy and achieve prosperity and welfare of the people.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Askin Harta Mulya
"Tesis ini membahas tentang penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan (IUP) oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dengan melakukan analisa dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) dan peraturan lainnya yang terkait dengan analisa tersebut. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Hasil penulisan ini memberikan kesimpulan bahwa penetapan status clear and clean pada IUP telah sesuai dengan UU 4/2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara selaku wakil Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada Pemerintah Daerah yang dijalankan melalui penetapan status clear and clean tersebut. Berbeda halnya dengan penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan sertifikat clear and clean menjadi salah satu persyaratan tambahan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan. Hal ini telah menciptakan akibat hukum baru yang mana tidak tercantum dalam UU 4/2009 dan bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan sebagai akibat daripada itu persyaratan sertifikat clear and clean dalam kegiatan pertambangan menjadi batal demi hukum. Kedua penetapan status clear and clean oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memperhatikan pada asas penyelenggaraan kepentingan umum, namun dalam penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan persyaratan tambahan dalam kegiatan pertambangan, hal ini telah bertentangan dengan asas kepastian hukum dan asas kewenangan. Tesis ini menyarankan agar pembuat undang-undang menerbitkan peraturan yang memberikan payung hukum kepada penerbitan sertifikat clear and clean yang merupakan bagian dari penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan dan selanjutnya Penulis menyarankan agar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh yang meliputi pemeriksaan administratif, teknis pertambangan di lapangan, faktor lingkungan dan finansial, yang mana kegiatan ini merupakan yang dipersyaratkan dalam undang-undang.

This thesis elucidates the stipulation of the clear and clean status of the mining business license (IUP) by the Directorate General of Mineral and Coal with the consideration to the provisions of the Law No. 4 Year 2009 (Law 4/2009) concerning Mineral and Coal Mining and other regulations that are related to such law. This thesis employs normative legal as its research method, using bylaw as the approach of the analysis. This thesis concluded that the clear and clean status on the IUP has a line with the Law 4/2009 jo. Government Regulation No. 55 Year 2010 concerning the Control and Supervision of the Mineral and Coal Mining Management. In such regulation, the Directorate General of Mineral and Coal as the government representative has been granted an authorization to conduct supervision toward the Local Governement that is conducted in the way of stipulation of the clear and clean status. In contrast with the issuance of the clear and clean certificate which effecting the clear and clean certificate as one of the additional requirement to perform the mining activities. This has created new norm that is not stipulated in the Law 4/2009 and violated Article 8 paragraph 2 of the Law No. 12 concerning the Establishment of Regulations and as the concequense of the regulation, the requirement of the clear and clean certificate in the mining activities turn out to be annulled. Secondly the stipulation of the clear and clean status by the Directorate General of Mineral and Coal has included the principle of governance to the public interest, however the issuance of the clear and clean certificate and causing such certificate to be the additional requirement in the mining activities had violated the principle of legal certainty and authorization. This thesis advises that the lawmaker to issue regulations that regulate the issuance of the clear and clean certificate as part of the clear and clean process on the mining business license and moreover the Author recommends to the Directorate General Mineral and Coal as the authorized authority by the law to conduct fully examination that comprise of administrative assessment, mining technical in the field, environmental elements and financial, whereby this assessments were required by the law."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Sandra
"Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos menggantikan undang-undang yang lama, maka terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pos di Indonesia, termasuk dalam penyelenggaraan Layanan Pos Universal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis regulasi tentang Layanan Pos Universal serta kesesuaian antara pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terkait penugasan Layanan Pos Universal, menganalisis mekanisme pelaksanaan Layanan Pos Universal setelah berakhirnya penugasan Pemerintah kepada PT. Pos Indonesia (Persero) pada tanggal 14 Oktober 2014, serta menganalisis upaya penyehatan Badan Usaha Milik Negara Pos oleh pemerintah sebagai amanat Pasal 51 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos memberikan kesempatan kepada semua penyelenggara pos untuk melaksanakan fungsi kemanfaatan umum yaitu Layanan Pos Universal, tidak hanya BUMN melainkan juga kepada BUMS, BUMD dan Koperasi. Sedangkan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang mengamanatkan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Penugasan Layanan Pos Universal sebagai fungsi kemanfaatan umum diberikan kepada BUMN, tidak diberikan kepada BUMS, BUMD maupun koperasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 terkait dengan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum (Layanan Pos Universal).
Mengingat Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 2009, maka pemerintah perlu segera menyiapkan metode seleksi untuk menunjuk penyelenggara pos Layanan Pos Universal serta perlu segera dilakukan penyehatan korporasi PT. Pos Indonesia dalam rangka menghadapi kompetisi.

The Issued of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post has brings a change in the paradigm of post activity in Indonesia, including the implementation of the Universal Postal Service. The purpose of the study is to analyze the regulation of the Universal Postal Service and the correspondence between the implementation of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post by Act Number 19 of 2003 Concerning State-Owned Enterprises and the assignment of the Universal Postal Service. The study also analyzed the mechanism of the implementation of the Universal Postal Service after Indonesian Government ended assignment of the PT. Pos Indonesia (Persero) on October 14, 2014, as well as analyzing restructure State-owned Enterprise of Post by government as the mandate of Article 51 of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post. In order to preparing this study, the authors used normative research method.
Based on the research, Article 15 paragraph (3) of Act Number 38 Year 2009 on the Post provides the opportunity for all postal providers to carry out the functions of the public benefit, which is the Universal Postal Service, not only the State-Owned Enterprises (SOEs) but also to State Owned private (BUMS), provincial enterprises (enterprises) and Cooperatives. While Article 66 paragraph (1) of Act Number 19 Year 2003 Concerning State-Owned Enterprises which mandates that the Government can give special assignments to SOEs to perform the functions of public benefit with regard to the intent and purpose of the activities of SOEs. An assignment of the Universal Postal Service (BDS) as a function of the public benefit provided to SOE, is not given to private enterprises, enterprises and cooperatives. Thus, it can be concluded that the implementation of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post does not comply with the Act Number 19 Year 2003 relating to special assignment to SOEs to perform the functions of public benefit (Universal Postal Service).
Considering The Act Number 38 Year 2009 Concerning Post has been valid since October 14, 2009, therefore the government should immediately set the selection method to designate the Universal Postal Service providers as well as post needs to be done to restructure the corporation PT. Pos Indonesia in order to face the competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Grace Nagatami Susilo
"Tujuan Negara yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan memajukan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini mengenai pertambangan mineral dan batubara diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dewasa ini hampir di semua negara khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing.
Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, penegakkan hukum.
Penanaman modal asing memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Dalam UU Minerba salah satu ketentuan yang dianggap cukup penting adalah mengenai kewajiban divestasi, yang diatur dalam Pasal 112. Divestasi adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk di jual kepada peserta Indonesia.

The Purpose of Indonesia as a state is to promote the general welfare and promote social welfare for all the people of Indonesia. Currently the mineral and coal mining regulated by Law Number 4 Year 2009 Concerning Mineral and Coal Mining. Lately in all countries, especially developing countries need foreign capital.
Foreign capital is something that is increasingly important for the development of a country. So the presence of foreign investors is can’t be avoided. The presence of foreign investors is strongly influenced by the internal conditions of a country, such as economic stability, political state, the rule of law.
Foreign investment to the benefit of all parties, not only for investors but also for the economy of the country where the capital invested as well as for the country of origin of the investor. In the Mining Law one of the important regulation is about divestment, which is provided in Article 112. Divestment is the number of foreign shares should be offered to be sold to Indonesian participants.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>