Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitti Aizah Lawang
"Latar Belakang: Tujuan penelitian untuk melihat neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) pada pasien sepsis. Dimana NGAL merupakan biomarker yang dini untuk acute kidney injury (AKI). Metode Penelitian Penelitian kualitatif dengan desain uji diagnostik Pengambilan sampel secara cross sectional dan consecutive sampling pada 50 orang anak yang sepsis yang terdiri dari 28 sepsis, 22 sepsis berat di ruang rawat intensif anak di RS. Ciptomangunkusomo Jakarta dan RS.Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Hasil: Kadar NGAL urin pada pasien sepsis berat lebih tinggi dibandingkan sepsis. Nilai sensitifitas NGAL urin 100% dan spesifisitas 63,63%. NGAL urin meningkat lebih dulu bila dibandingkan dengan kreatinin serum. Kesimpulan NGAL dapat dipakai sebagai petanda dini terjadinya AKI.

Introduction: The aim of this study to observe the neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) in pediatric sepsis. From previous study NGAL was early biomarker for AKI. Methods. This study is a qualitative study for diagnostic test. Sample was collected by cross sectional and consecutive sampling on 50 sepsis children, consist of 28 sepsis, 22 severe sepsis in pediatric intensive care unit Ciptomangunkusomo Hospital Jakarta and Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar.
Result: The value of urinary NGAL in severe sepsis is higher than sepsis. The Sensitivity and specificity is 100% and 63,63% this study suggest that urinary NGAL increase earlier than serum creatinine. Conclusion. Therefore urinary NGAL can be used as early biomarker for AKI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ayu Vernawati
"ABSTRAK
Latar Belakang : Para pekerja yang melakukan aktivitas fisik di lingkungan panas tinggi dapat mengalami gangguan pada ginjal. Selain glomerulus, bagian tubulointerstium yang memiliki fungsi penting reabsorsi dan sekresi, diduga juga mengalami gangguan. Ingin diketahui lebih lanjut ada tidaknya gangguan pada sel tubulus ginjal para pekerja setelah 4 jam pajanan panas tinggi melalui pemeriksaan NGAL urin yang lebih spesifik.
Metode : Desain penelitian ini adalah baseline study dan pre-post study.Dilakukan di bagian hotpress outsole pabrik sepatu di Tangerang bulan April 2015. Data primer didapat melalui wawancara, pemeriksaan langsung tinggi dan berat badan serta pengambilan sampel NGAL urin dilakukan 2 kali, sebelum dan sesudah 4 jam kerja terpajan tekanan panas tinggi (29,0 oC - 31,05 oC ISBB). Untuk pemeriksaan kadar NGAL menggunakan kit komersial (Quantikine kit Human Lipocalin-2/NGAL Immunoassay).
Hasil : 68 pekerja memenuhi kriteria inklusi penelitian dan 100 % adalah laki-laki berusia 20-40 tahun yang sehat. Didapatkan nilai NGAL urin awal sebelum terpajan panas antara 0.03 ng/ mL ? 12,82 ng/mL dengan median 1.52 ng/mL. Dari pemeriksaan setelah 4 jam kerja terpajan panas terdapat 25 responden (36,8% ) mengalami kenaikan nilai NGAL dalam urin dengan median kenaikan sebesar 0,35 mg/dL sedangkan 43 responden (63,2%) tidak mengalami kenaikan nilai NGAL dalam urin .
Simpulan: Tidak terdapat peningkatan yang dianggap bermakna pada rerata nilai NGAL dalam urin para pekerja pabrik yang tepajan tekanan panas tinggi selama 4 jam kerja.

ABSTRACT
Background : Workers performing physical activities in heat-stress environment could have kidney disorder. Beside glomerulus, tubulointerstitium which has important function of reabsorption and secretion, is suspected to also have injury. Further exploration on the impact on kidney tubules cells on the workers after 4 hours exposed to heat-stress through more specific examination of urine NGAL (uNGAL).
Method : Design of this research are baseline study and pre-post study, conducted at the hotpress outsole department at a shoe factory in Tangerang in April 2015. Primary data obtained through interview, direct examination on height and weight and taking sample of uNGAL twice time, before and after 4 hours of moderate working activities in the area of high heat-stress (29,0 oC - 31,05 oC WGBT) . Examining NGAL level by using commercial kit (Quantikine kit Human Lipocalin-2/NGAL Immunoassay).
Result : 68 workers fit with criteria inclusion study and 100% are healthy men aged between 20-40 years. The result of uNGAL initial scores are between 0.03 ng/ mL ? 12,82 ng/mL with median of 1.52 ng/mL. After 4 hours of moderate working activities in the area of high heat-stress there are 25 workers ( 36,8% ) have increase uNGAL level with median of 0,35 mg/dL, while the other 43 workers (63,2%) have not.
Summary : There is no significant changes of urine NGAL score after 4 hours of working within worker population in the area of high heat-stress.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marliana Sri Rejeki
"Latar belakang Sisplatin merupakan pengobatan utama untuk karsinoma nasofaring KNF , tetapi berpotensi menimbulkan nefrotoksisitas. Selain kadar BUN dan kreatinin serum, KIM-1 dan NGAL diduga cukup sensitif untuk mendeteksi nefrotoksisitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kadar KIM-1 dan NGAL dalam urin untuk mendeteksi gangguan fungsi ginjal pada pasien KNF stadium lanjut yang mendapatkan kemoterapi berbasis sisplatin.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif. Subyek penelitian dibagi dalam 3 kelompok: pasien yang belum pernah terpapar dan yang sudah pernah mendapatkan kemoterapi berbasis sisplatin 75-100 mg/m serta pasien yang belum pernah mendapatkan kemoterapi sisplatin dan kemudian diberi sisplatin 40 mg/m 2 . Kadar KIM-1, NGAL dalam urin serta kadar BUN dan kreatinin dalam serum diukur pada saat sebelum dan sesudah mendapatkan sisplatin pada ketiga kelompok. Analisis statistik yang digunakan adalah uji ANOVA, uji Pearson, Spearman, Kolmogorov-Smirnov dan SPSS versi 22,0.
Hasil: Terdapat perbedaan selisih kadar BUN yang bermakna antara sebelum dan sesudah diterapi pada ketiga kelompok p=0.0001 . Perbedaan selisih kadar NGAL dalam urin pada penelitian ini juga berbeda bermakna antara sebelum dan sesudah diterapi terhadap ketiga kelompok p=0,025 , tetapi ada perbedaan rerata pada sepasang kelompok yang bermakna hanya didapatkan pada kelompok yang belum pernah dikemoterapi 40 mg/m 2 dan kelompok yang sudah pernah diberi kemoterapi 75-100 mg/m 2 p=0,02. Perbedaan selisih kadar KIM-1 tidak bermakna pada ketiga kelompok p=0,275.
Kesimpulan: Sisplatin menunjukkan akumulasi nefrotoksisitas yang tergantung pada dosis dose-dependent manner . Pengukuran kadar NGAL dalam urin dapat mendeteksi nefrotoksisitas tahap dini, tetapi belum bisa menggantikan peran BUN. Pengukuran kadar KIM-1 dalam urin tidak dapat mendeteksi gangguan fungsi ginjal.

Background: Cisplatin is the main treatment for nasopharyngeal carcinoma NPC with a potency of causing nephrotoxicity. In addition to serum BUN and creatinine levels, KIM 1 and NGAL levels is assumed to be quite sensitive in detecting nephrotoxicity. The study was aimed to evaluate urinary KIM 1 and NGAL level to detect kidney dysfunction in patients with advanced stage NPC who received cisplatin based chemotherapy.
Method: The study was a cohort prospective study. Subjects were categorized into 3 groups, i.e. patients who had never received and who had received 75 100 mg m2 cisplatin based chemotherapy as well as those who had never received any cisplatin based chemotherapy and were subsequently received 40 mg m cisplatin. The levels of urinary KIM 1, NGAL and serum level of BUN and creatinine were measured before and after receiving cisplatin in the three groups. Statistical analysis used in our study were ANOVA, Pearson, Spearman, KolmogorovSmirnov test and SPSS version 22.0.
Results: There was a significant difference of delta BUN level before and after treatment in all three groups p 0.0001 . Delta urinary NGAL level was also significantly different between before and after treatment in all groups p 0.025 however, a significant mean difference of a pair group was only found between those who never had 40 mg m 2 chemotherapy and those who had received 75 100 mg m 2 chemotherapy p 0.02 while delta KIM 1 level showed no significant difference in all three groups p 0.275.
Conclusion: Cisplatin may cause accumulated nephrotoxicity, which has dosedependent manner. Measuring urinary NGAL level can detect an early stage of kidney dysfunction however, it still cannot replace the role of BUN. Measurement of urinary KIM 1 level cannot detect kidney dysfunction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Yulia Nastiti
"Latar Belakang. Mortalitas akibat sepsis di ICU masih cukup tinggi meskipun telah semakin cepatnya diagnosis dan perbaikan perawatan suportif dan angkanya semakin meningkat dengan insiden acute kidney injury yang merupakan bagian dari disfungsi organ akibat sepsis. Asam askorbat dikatakan dapat memperbaiki disfungsi organ disebabkan efeknya yang sinergis terhadap patofisiologi sepsis. Peranan asam askorbat dalam menurunkan disfungsi organ masih kontroversial. Penelitian ini ingin menganalisis efek pemberian asam askorbat intravena terhadap perbaikan fungsi ginjal pada pasien sepsis/ syok sepsis yaitu dengan melihat efek terhadap kadar urin neutrophil gelatinase associated lipocalin (uNGAL), produksi urin dan balans kumulatif.
Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan desain penelitian uji acak terkontrol, dilakukan pada pasien usia > 18 tahun dengan sepsis berdasarkan kriteria sepsis-3 yang masuk ICU dalam 6 sampai 24 jam pascaresusitasi setelah diagnosis sepsis. Kriteria penolakan yaitu pasien dengan gangguan ginjal kronik dengan hemodialisis, kelainan batu ginjal, dengan masalah ginjal dalam 3 bulan terakhir. Pasien akan dikeluarkan apabila diberikan kortikosteroid dan mendapatkan terapi pengganti ginjal dalam < 72 jam observasi. Penelitian dilakukan di ICU Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada April 2019-Juli 2019. Sebanyak 33 sampel dirandomisasi secara randomisasi sederhana dan dikelompokan menjadi kelompok perlakuan (18 sampel) dan kontrol (15 sampel). Data demografik dasar dicatat saat masuk ICU. NGAL urin (ng/mL) diperiksa pada jam 0, 24, 48 dan 72 setelah terapi. Produksi urin (ml/kg/jam) dan balan kumulatif (L) dicatat pada jam 24, 48 dan 72 setelah terapi. Analisis statistik dengan uji Mann Whitney untuk data numerik dengan persebaran tidak normal, uji T independen untuk data dengan persebaran normal dan uji Fisher untuk data kategorik perbandingan antara kedua kelompok intervensi. Analisis multivariat untuk pengukuran serial menggunakan generalized estimating equations (GEE) untuk membandingkan antara kedua kelompok dalam waktu pengukuran yang berulang. Nilai signifikansi dengan nilai p < 0,05.
Hasil. Tidak terdapat perbedaan pada kadar NGAL urin, produksi urin, balans kumulatif antara dua kelompok di setiap jamnya.
Kesimpulan. Pada penelitian ini pemberian asam askorbat intravena tidak mempunyai efek terhadap kadar NGAL urin, produksi urin, balans kumulatif.

Background. Sepsis-related mortality in intensive care unit (ICU) remains despite improved diagnostic technology and supportive treatment. Acute kidney injury, one of frequent organ dysfunctions in sepsis, increases risk of mortality. Ascorbic acid could improve organ dysfunction because its direct effect on sepsis pathophysiology. The role of ascorbic acid on improving organ dysfunction remains controversial. This study wished to analyze the effects of intravenous ascorbic acid on kidney function improvement among septic patients by evaluating urine neutrophil gelatinase associated lipocalin (uNGAL), urine output and cumulative fluid balance.
Method. This study was randomized controlled trial held in Cipto Mangunkusumo Hospital from April to July 2019. The inclusion criteria were adult patients aged > 18 years who met sepsis-3 criteria and were admitted to the ICU within 6-24 h after resuscitation and sepsis recognition. The exclusion criteria were patients with hemodialysis-dependent chronic kidney disease, kidney stones or other kidney problems within last 3 months. The drop out criteria were patients underwent renal replacement therapy in the ICU and given corticosteroid less than 72 h after recruitment. Subjects were randomized using simple randomization and divided into two groups with treatment (18 subjects) and control (15 subjects). Baseline demographic data was recorded on the first day. Daily measurements of urine NGAL (ng/ mL) was started as baseline level and continued at 24, 48 and 72 h after treatment. Urine output (ml/kg/h), cumulative fluid balance (L) was recorded at at 24, 48 and 72 h after treatment. Comparison between both groups was analysed by using Mann Whitney test (not normally distributed data), T independent test (normally distributed data) for numerical data and Fisher test for categorical data. Multivariate analysis using generalized estimating equations was used for serial measurement analysis. Level of significant was determined at p-value <0.05.
Result. There were no significant differences in uNGAL, urine output, cumulative fluid balance between the two groups at each hour respectively.
Conclusion. This study showed that intravenous vitamin CMultin administration had no effect on urine NGAL, urine output, cumulative fluid balance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Sahala
"Latar belakang: Tingkat keparahan cedera ginjal iskemia-reperfusi (I/R) berhubungan erat dengan tingginya angka kesakitan dan kematian. Hasil penelitian terdahulu pada manusia dan hewan telah mebuktikan bahwa Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin (NGAL) dapat mendeteksi dan memprediksi terjadinya cedera ginjal I/R dini. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa peningkatan kadar NGAL serum dan urin berhubungan dengan kerusakan epitel tubuli ginjal pada tikus yang mengalami iskemia reperfusi dini.
Metode: Peneltian ini menggunakan 28 ekor tikus Sprague-Dawley jantan sebagai hewan model, dikelompokkan dalam 4 kelompok: sham 4 jam (Sham 4), sham 8 jam (Sham 8), iskemia 10 menit reperfusi 4 jam (I/R 4), dan iskemia 10 menit reperfusi 8 jam (I/R 8). Analisis kadar kreatinin serum diperiksa dengan metode Jaffe, sedangkan NGAL serum dan urin menggunakan metode ELISA Direct Sandwich. Evaluasi tingkat kerusakan jaringan ginjal dilakukan secara semi kuantitatif pada sediaan histologi dengan pulasan HE. Deskripsi kelainan tingkat seluler ginjal diperjelas melalui evaluasi menggunakan mikroskop elektron dan Imunohistokimia (IHK).
Hasil: Kadar NGAL serum berkorelasi bermakna dengan tingkat kerusakan ginjal (ρSpearman NGAL serum = 0,701, p < 0,001), juga kadar NGAL urin berkorelasi bermakna dengan tingkat kerusakan ginjal (ρSpearman = 0,689, p < 0,001). Tingkat ekspresi NGAL lebih tinggi pada kelompok I/R dibanding sham (t-test, t = -26635,046, p < 0,001), juga tingkat kerusakan ginjal tikus (t-test, t = -5,028, p < 0,001), dan kadar NGAL serum dan urin pada kelompok I/R berbeda nyata dibanding sham (Mann-Whitney, U = 0, p < 0,001). Pada cutoff point 136,95 ng/mL dan 58,69 ng/mL berturut ? turut untuk NGAL serum dan urin diperoleh sensitivitas = 1, spesifisitas = 1.
Kesimpulan: Peningkatan kadar NGAL serum dan urin berkorelasi dengan kerusakan epitel tubuli ginjal pada tikus yang mengalami cedera ginjal iskemia reperfusi dini.

Background: The severity of ischemia-reperfusion (I/R) kidney injury is highly correlated with mortality and morbidity rate. Research on human and animal prove that NGAL predicts kidney injury at early phase. The objective of this study is to prove that the increase in serum and urinary NGAL are correlated with kidney tubular epithelial damage, and this increase has occurred in initiation phase, indicated by rat kidney histopathology in an early I/R model.
Methods: Twenty eight male Sprague-Dawley rats were divided into 4 groups: 4 hour sham (Sham 4), 8 hour sham (Sham 8), 10 minute ischemia 4 hour reperfusion (I/R 4) and 10 minute ischemia 8 hour reperfusion (I/R 8). Blood, urine and kidney samples were collected. Serum creatinine level was analyzed with Jaffe method, while serum and urinary NGAL level were analyzed with direct sandwich ELISA method. Evaluation of kidney damage were measured semi quantitatively in tissue stained with HE. Further evaluation to confirm cellular changes on kidney was performed by electron microscope and immunohistochemistry.
Results: Serum NGAL was found significantly correlated with degree of kidney tissue damage (ρSpearman NGAL serum = 0.701, p < 0.001), also urinary NGAL (ρSpearman = 0.689, p < 0.001). NGAL expression differs significantly between I/R group and sham (t-test, t = -26635.056, p < 0.001), also kidney damage (t-test, t = -5.028, p < 0.001), and serum and urinary NGAL levels (Mann-Whitney, U = 0, p < 0.001). With cutoff points of 136.95 ng/mL and 58.69 ng/mL subsequently for serum and urinary NGAL , it is found that sensitivity = 1, specificity = 1.
Conclusion: Elevation of serum and urinary NGAL are significantly correlated with epithelial tubular kidney damage on rat undergoing early ischaemia reperfusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arga Patrianagara
"Pendahuluan: Kanker payudara kanker dengan prevalensi, morbiditas dan mortalitas terbanyak di dunia. Kemoterapi neoadjuvan merupakan terapi sistemik pada kanker yang ditujukan untuk meningkatkan prognosis pasien. Proses imunologi dan inflamasi berperan dalam prognosis tumor. Beberapa indikator inflamasi antara lain neutrophil-lymphocyte ratio (NLR), lymphocyte-monocyte ratio (LMR), dan platelet-lymphocyte ratio (PLR). Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa NLR, PLR, dan LMR terhadap respons klinis kanker payudara stadium lokal lanjut.
Metode: Desain penelitian ini adalah cross-sectional yang ditujukan untuk menilai hubungan NLR, LMR, dan PLR terhadap respons klinis dengan metode WHO. Penelitian ini akan dilakukan di RSCM pada wanita dengan kanker payudara stadium lokal lanjut yang menjalani kemoterapi neoajuvan RSCM tahun 2016-2021. Pengumpulan data akan dilakukan secara konsekutif (consecutive sampling) pada rekam medis.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 84 subjek penelitian dengan usia rerata 50 tahun dan stadium klinis T4. Pada penelitian ini didapatkan nilai median NLR sebesar 2,62, PLR sebesar 186,9 dan LMR sebesar 3,78 pada populasi sampel. Analisis bivariat antara NLR, LMR, dan PLR dengan respons klinis didapatkan tidak bermakna secara statistik (p>0,05) dengan nilai OR 1,3 (CI95% 0,7-2,2), 0,81 (CI95% 0,04-1,4), dan 1,06 (CI95% 0,5-1,9) secara berurutan. Terdapat hubungan yang bermakna antara NLR dengan kejadian mortalitas 1 tahun (p<0,05) dengan nilai OR 2,27 (CI95% 1,1-4,5).
Kesimpulan: Penelitian ini tidak mendapatkan adanya hubungan antara NLR, LMR, dan PLR dengan respons klinis pada kanker payudara lokal lanjut pasca KNA di RSCM.

Introduction: Breast cancer is one of the most prevalent cancer around the globe with significant morbidity and mortality. Neoadjuvant chemotherapy is a systemic therapy with the aim of reducing the size of tumor, including breast cancer. The role of immunologic and inflammatory process has been reported as a prognostic factors in breast cancer including neutrophil-lymphocyte ratio (NLR), lymphocyte-monocyte ratio (LMR), and platelet-lymphocyte ratio (PLR). We aimed to analyze the role NLR, PLR, and LMR to the clinical response of locally advanced breast cancer after neoadjuvant chemotherapy regimen.
Methods: We used cross-sectional research design for this study with the aim of observe the relation between NLR, LMR, and PLR and clinical response of neoadjuvant chemotherapy. We conducted this study in Cipto Mangunkusumo General Hospital. Our subjects include women with locally advanced breast cancer that has been treated with neoadjuvant chemotherapy between 2016-2021. We collected the subject consecutively using medical record as the primary data source.
Result: We obtained 84 subjects with the mean age of 50 years and clinical stage of T4. The median of NLR, LMR, and PLR were 2.62, 186.9, and 3.78 consecutively. Bivariate analysis of NLR, LMR, dan PLR with clinical response showed no significant association with the odd ratio of 1,3 (CI95% 0,7-2,2), 0,81 (CI95% 0,04-1,4), and 1,06 (CI95% 0,5-1,9) consecutively. We found significant association between NLR and 1 year mortality rate with the odd ratio of 2,27 (CI95% 1,1-4,5).
Conclusion: We found no correlation between NLR, LMR, and PLR with clinical response after neoadjuvant chemotherapy in locally advanced breast cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shelly Zukhra
"Latar Belakang: Tuberkulosis paru (TB) masih menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Dalam dua dekade terakhir penyakit TB resisten obat (TBRO) telah muncul sebagai ancaman bagi kesehatan masyarakat seluruh dunia. NGAL merupakan partikel granulosit neutrofil yang mengalami pematangan dan menjadi gelatinase. NGAL terlibat dalam kekebalan bawaan untuk menghalangi bakteri mengambil zat besi untuk pertumbuhan. Pada pasien dengan komorbid anemia akan terjadi penurunan kekebalan bawaan sehingga pada TBRO dengan anemia bakteri Mtb akan mendapat zat besi dari tubuh manusia untuk bereplikasi. Namun masih belum terdapat data kadar protein serum NGAL pada pasien TBRO dengan anemia.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di poliklinik dan ruang rawat inap MDR RSUP Persahabatan pada bulan Juli-September 2023. Jumlah subyek penelitian adalah 73 pasien TBRO yang belum memulai pengobatan dengan anemia dan tanpa anemia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel darah subyek diambil sebanyak 3cc.
Serum darah diambil lalu disimpan dalam lemari es suhu -200C. selanjutnya dilakukan pemeriksaan ELISA teknik sandwich dan diambil kadar protein NGAL. Variabel lainnya diambil dari rekam medis RSUP Persahabatan.
Hasil : Pada penelitian ini didapatkan pasien TBRO dengan anemia memiliki IMT yang menunjukkan tingkat malnutrisi yang bermakna (p:0,026, OR 2,9(1,1-7,5). Penelitian ini juga mengidentifikasi peningkatan jumlah neutrofil (p:0,002, OR 0,2(0,06-0,5) dan penurunan jumlah limfosit (p:0,006, OR (4,2 (1,4-9,8) pada kelompok pasien anemia, yang tercermin dalam NLR yang meningkat (p:0,028, OR 0,3(0,09-0,9). Hasil yang ditemukan juga menunjukkan bahwa pasien TBRO dengan anemia memiliki lesi paru yang lebih luas secara statistik (p:0,048, OR 2,7(0,9-7,3). Kadar NGAL menunjukkan hasil median 82,76 (67,59) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pasien TBRO anemia dan kelompok TBRO tanpa anemia 59,24(91,98) namun tidak bermakna (p: 0,26). Terdapat korelasi yang bermakna kadar NGAL dengan leukosit (r:0,295, p:0,011), neutrofil (r:0,297, p:0,011), limfosit (r:-0,343,p:0,003) dan NLR (r:0,336,p:0,004).
Kesimpulan: Terdapat peningkatan kadar NGAL pada pasien TBRO dengan anemia dibandingkan tanpa anemia namun tidak bermakna secara statistik.

Background: Pulmonary tuberculosis (TB) remains one of the leading causes of morbidity and mortality worldwide. In the last two decades, drug-resistant tuberculosis (DR-TB) has emerged as a global health threat. NGAL is a neutrophil granulocyte- derived protein that undergoes maturation and becomes gelatinase. NGAL is involved in innate immunity by blocking bacteria from acquiring iron for growth. In patients with anemia, there is a reduction in innate immunity, in patient DR-TB with anemia allowing Mtb bacteria to obtain iron from the human body for replication. However, there is currently no data on serum NGAL protein levels in DR-TB patients with anemia.
Methods: This study is an observational research using a cross-sectional design conducted in the outpatient clinic and inpatient ward of MDR RSUP Persahabatan in July-September 2023. The research subjects were 73 subject DR-TB patients who not yet started treatment with or without anemia and met the inclusion and exclusion criteria. Blood samples of the subjects were collected as much as 3cc. The blood serum was separated and stored in a -20°C freezer. Furthermore, ELISA examination using the sandwich technique was performed, and NGAL protein levels were measured.
Results: In this study, DR-TB patients with anemia had BMI indicating significant malnutrition (p: 0.026, OR 2.9(1.1-7.5). This study also identified an increase in the number of neutrophils (p: 0.002, OR 0.2(0.06-0.5) and a decrease in the number of lymphocytes (p: 0.006, OR 4.2(1.4-9.8) in the anemia patient group, as reflected in the increased NLR (p: 0.028, OR 0.3(0.09-0.9). The findings also showed that DR-TB patients with anemia had statistically larger lung lesions (p: 0.048, OR 2.7(0.9-7.3). NGAL levels showed a higher median result between the DR-TB patient group with anemia 82,76 (67,59) and the group without anemia 59,24 (91,98), but it was not statistically significant (p: 0.26). NGAL have significant corelation among leukocyte (r:0,295, p:0,011), neutrophil (r:0,297,p:0,011), limphocyte (r:-0,343,p:0,003) and NLR (r:0,336,p:0,004)
Conclusion: There is a increase in NGAL levels in DR-TB patients with anemia compared to those without anemia. However, this findings do not reach statistical significance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Maya Sari
"Pendahuluan: Acute kidney injury AKI merupakan komplikasi gagal organ pada sepsis yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas di ICU.
Hasil dan pembahasan: Pemenuhan nutrisi pada pasien sepsis dengan AKI sangat tergantung pada keadaan klinis pasien dan terapi AKI. Pada serial kasus ini terdapat satu pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 dan 3 pasien dengan AKI klasifikasi AKIN 3. Kebutuhan nutrisi pada pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 maupun sepsis dengan AKI AKIN 3 selama perawatan di ICU diberikan dengan target energi 30 kkal/kg BB/hari dan protein 1,5 g/kg BB/hari. Perburukan fungsi ginjal pada pasien sepsis dengan AKI tidak disebabkan oleh pemberian nutrisi tinggi protein melainkan disebabkan oleh keadaan sepsis yang tidak teratasi. Terapi renal replacement therapy RRT dibutuhkan pada pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 dan AKIN 3 agar nutrisi dapat diberikan secara optimal untuk menunjang perbaikan klinis. Terapi nutrisi optimal pada pasien sepsis dengan AKI dapat mempertahankan lean body mass, memperbaiki sistem imun, dan memperbaiki fungsi metabolik.
Kesimpulan: Terapi nutrisi yang adekuat dengan energi 30 kkal/kg BB/hari dan protein 1,5 g/kg BB/hari pada pasien sepsis dengan AKI dapat menunjang perbaikan klinis.

Introduction Acute kidney injury AKI is an organ failure complication in sepsis that increased morbidity and mortality in ICU.Results and discussion Nutrition in sepsis with AKI patients are dependent on clinical condition and AKI treatment. In this serial case displayed one case septic AKI classification AKIN 2 and three cases septic AKI classification AKIN 3.
Nutritional requirements for sepsis with AKI classification AKIN 2 and AKI classification AKIN 3 in ICU setting were targetted at 30 kkal kg body weight day and protein 1,5 g kg body weight day. Worsening renal function in sepsis with AKI are not caused by high protein intake but caused by unresolved infection. Renal replacement therapy is required in sepsis with AKI classification AKIN 2 and AKIN 3 to maintain adequate nutritional therapy for better clinical outcomes.
The optimal nutritional therapy in sepsis with AKI aimed to maintain lean body mass, improved immune function, and metabolism.Conclusion Adequate nutritional therapy with energy 30 kkal kg body weight day and protein 1,5 g kg body weight day in sepsis with AKI can bolster better clinical outcomes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arnold Fernando
"Latar Belakang. Kanker payudara adalah salah sat jenis kanker yang paling sering terjadi pada wanita di seluruh dunia, angka insidensi kanker payudara di Indonesia sendiri mencapai 12 orang per 100.000 penduduk wanita berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia. Sayangnya sebagian besar kanker payudara yang teridentifikasi justru teridentifikasi saat sudah stadium akhir. International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2007 membuatkan kesimpulan bahwa gangguan irama sirkadian mungkin saja dapat menyebabkan kanker pada manusia (group 2A) Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menmgetahui seberapa besar hubungan antara kerja shift malam dan insidensi kanker payudara Metode. Pencarian bukti berbasis ilmiah dilakukan dengan membuat pertanyaan klinis dengan teknik “PICO”, kemudian di lanjutkan dengan pencarian literatur dengan database elektronik melalui mesin pencari “PubMed” dan “google scholar” adapun kata kunci yang digunakan adalah “shift work” “night shift” “breast cancer” yang dikombinasikan dengan "MeSH terms" dan "Boolean Operation", literatur yang didapatkan akan disaring menggunakan kriteria inklusi yaitu penelitian pada manusia sedangkan kriteria ekslusi adalah penelitian yang tidak dapat di akses, berupa case report, ataupun suatu artikel yang ditarik kembali. Hasil. Satu artikel paling relevan yang dilakukan penilaian kritis, dengan judul "Night Shift Work and Breast Cancer Incidence: Three Prospective Studies and Meta-analysis of Published Studies" oleh Travis RC, et al. Penelitian tersebut berupa meta-analysis dan didapatkan RR rata-rata tertimbang 0,99 (95% CI = 0,95 hingga 1,03) untuk pekerja shift malam dibandingkan yang tidak. Penelitian lebih dari 20 tahun RR 1.01 (95% CI = 0.93 to 1.10). Dan penelitian yang lebih dari 30 tahun memiliki RR gabungan 1,00 (95% CI = 0,87 hingga 1,14, heterogenitas P = 0,067. Interval kepercayaan untuk rasio tingkat insiden pada penelitian ini sempit, bahkan untuk 20 tahun atau lebih kerja kerja gilir malam (RR = 1.01, 95% CI = 0.93 sampai 1.10), jadi temuan ini mengecualikan hubungan sedang antara insiden kanker payudara dengan kerja kerja gilir malam yang lama. Kesimpulan. Tidak didapatkan hubungan yang signfikan antara kanker payudara dengan kerja gilir pada malam hari

Background. Breast cancer is the most common cancer among women worldwide. 80% of breast cancer that has been identified in Indonesia has progressed into an advanced stage of malignancy. In 2007, the International Agency for Research on Cancer concluded: shift-work that involves circadian disruption is probably carcinogenic to humans (Group 2A) Aim. This study aims to justify the association between night shift work and breast cancer. Methods. Searching literature for the evidence-based has been conducted with a clinical question through "PICO" method. Then continued with literature searching using the electronic database "PubMed" and "google scholar" search engine. The keyword is "shift work" "night shift" "breast cancer" and combined with MeSH terms and Boolean operation. The inclusion criteria are research on humans, and the exclusion is inaccessible studies, case report studies, and retracted articles. Result. All of the ten prospective studies that have been combined, the weighted average RR was 0.99 (95% CI = 0.95 to 1.03) for any night shift work compared with none. There was no statistically significant heterogeneity across studies (P = .052). ). But if based on a study of more than 20 years, the RR was 1.01 (95% CI = 0.93 to 1.10). And if based on a study of more than 30 years, the combined RR was 1.00 (95% CI = 0.87 to 1.14, P heterogeneity = 0.067. Confidence intervals for the incidence rate ratios on this study are narrow, even for 20 or more years of night shift work (RR = 1.01, 95% CI = 0.93 to 1.10), so these findings exclude a moderate association of breast cancer incidence with long duration night shift work Conclusion. There are insignificant associations between night shift work and breast cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trisni Untari Dewi
"ABSTRAK
Latar belakang: Sepsis merupakan masalah kesehatan penting yang dapat menyebabkan insidens kematian sampai 50% pada pasien dengan sepsis berat. Antibiotik aminoglikosida
terutama amikasin semakin banyak digunakan untuk mengobati infeksi kuman Gram negatif pada pasien sepsis di ICU, meskipun penggunaan obat tersebut pada dosis
terapi dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal sekitar 10-25%. Pemantauan kadar lembah amikasin serta biomarker dini diperlukan untuk mencegah kerusakan ginjal pada pasien sepsis yang dirawat di ICU. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar lembah amikasin pada pasien ICU dewasa yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang diberikan amikasin 1000 mg/hari dengan
peningkatan kadar KIM-1 normalisasi dalam urin yang merupakan biomarker dini nefrotoksisitas.
Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 12 pasien sepsis dewasa yang dirawat di ICU RSCM dan diberikan amikasin 1000 mg/hari pada bulan Mei-September 2015. Kadar lembah amikasin dosis ketiga dihubungkan dengan peningkatan kadar KIM-1 normalisasi yang diukur melalui urin 24 jam setelah pemberian amikasin dosis pertama/kedua dan dosis ketiga.
Hasil:
Dari 12 subyek penelitian, didapatkan 3 subyek penelitian dengan kadar lembah amikasin di atas 10 g/mL, sedangkan 9 subyek penelitian kadar lembahnya ada dalam batas aman (di bawah 10 g/mL). Delapan dari 12 subyek penelitian (66,7%) mengalami peningkatan kadar KIM-1 normalisasi dalam urin hari ketiga dibandingkan hari pertama. Tidak ada hubungan antara kadar lembah amikasin dengan peningkatan kadar KIM-1 normalisasi dalam urin (p=0,16; r=0,43).
Kesimpulan:
Pasien sepsis yang mendapat amikasin 1000 mg/hari di ICU RSCM selama 3 hari memperlihatkan kadar lembah amikasin plasma dalam batas aman untuk ginjal.

ABSTRACT
Background: Sepsis is a common caused of mortality which may account for up to 50% death rate in patients with severe sepsis. Aminoglycoside antibiotics, especially amikacin, are the most commonly used antibiotics in the septic patients with Gram-negative bacterial infections, despite these drugs may induce nephrotoxicity in 10-25%
patients. Hence, it is essential to monitor amikacin trough plasma concentration and to detect nephrotoxicity as early as possible. The aim of this study is to find out the correlation between amikacin trough plasma concentration with normalized KIM-1 concentration in the urine as a sensitive and specific biomarker.
Methods:
This is a pilot study conducted in 12 septic patients treated with amikacin 1000 mg/day from May, 2015 to September, 2015. The correlation between amikacin
trough plasma concentrations measured at the third doses with the elevation of urine normalized KIM-1 concentrations measured at the first/second and the third doses were evaluated.
Results:
We observed 3 patients with amikacin trough plasma concentration above the safe level (>10 g/mL), while 9 patients had amikacin concentrations within the safe
plasma level (<10 g/mL). Furthermore, we observed 8 out of 12 patients with higher normalized KIM-1 concentrations measured at third doses compared to normalized KIM-1 concentrations measured at first/second doses. There was no correlation between amikacin trough concentration with elevated urine normalized KIM-1
concentration (p=0,16; r=0,43).
Conclusion:
Septic patients treated with amikacin 1000 mg/day hospitalized in ICU RSCM for 3 days have amikacin safe trough plasma concentration.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>