Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Azenda
"Latar Belakang: Hipoksia diperkirakan dapat memicu terjadinya kerusakan jaringan akan terjadi pelepasan sinyal-sinyal yang dapat memobilisasi sel punca. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menilai pengaruh kondisi hipoksia janin, yang dinilai dari pH dan APGAR skor, terhadap peningkatan jumlah sel punca darah tali pusat.
Tujuan: Diketahuinya pengaruh kondisi hipoksia janin terhadap jumlah sel punca darah tali pusat.
Metode: Penelitian ini adalah studi observasi dengan rancangan cross sectional, di IGD FKUI-RSCM tahun 2013-2014. Kelompok diteliti adalah janin yang mengalami hipoksia pada Ibu bersalin dengan hamil cukup bulan (37-40 minggu), kehamilan tunggal hidup intra uterin, dengan kontrol janin yang tidak mengalami hipoksia. Dilakukan pengambilan darah tali pusat masing-masing Ibu pada kedua kelompok, dengan cara semiclosed system. Kemudian dilakukan dua jenis proses, yaitu volume reduction dan red blood cells depletion. Pemeriksaan kandungan sel punca CD34+ dilakukan di Laboratorium Terpadu FKUI.
Hasil: Didapatkan 17 janin dengan hipoksia dan 17 janin tanpa hipoksia. Didapatkan perbedaan bermakna antara jumlah CD34 dengan hipoksia janin (31.77 sel/uL vs 13.65 sel/uL, p = 0.037). Tidak didapatkan korelasi antara jumlah sel punca dengan derajat hipoksianya (p = 0.153, r = -0.362).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah sel punca janin yang mengalami hipoksia dengan janin yang tidak mengalami hipoksia.

Background: Hypoxia was estimated to trigger tissue injury and release signals which could cause stem cells mobilization. There was still no other study about relationship between fetal hypoxic condition and increasing number of umbilical cord?s stem cells by counting pH and APGAR score.
Aim: To find out the relationship between fetal hypoxic condition and umbilical cord?s stem cells.
Method: This was an observational study using cross sectional design. It was held at the Emergency Room of FMUI-RSCM between the year of 2013 and 2014. Studied group consist of hypoxic fetus in labour woman with aterm pregnancy (37-40 weeks), singleton-viable intrauterine pregnancy and not hypoxic fetal control. Umbilical cord blood collecting within both groups used the semiclosed system. And then we done the volume reduction and red blood cells depletion. The examination of CD34+ stem cell was held at Integrated Laboratory of FMUI.
Result: We found 17 fetus with hypoxia and 17 others without hypoxia. There are significant differences between CD34 with hypoxic fetus (31.77 cells/uL vs 13.65 cells/uL, p = 0.037). There is no correlation between stem cells and hypoxic grading condition (p = 0.153, r = -0.362).
Conclusion: There is significant difference between the number of stem cells in hypoxic fetus and not hypoxic fetus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tun Paksi Sareharto
"

Latar Belakang: Perkembangan saraf adalah perkembangan utama pada anak, setiap hal yang mengganggu proses perkembangan akan menimbulkan kelainan neurologis, termasuk Ensefalopati Hipoksik Iskemik (EHI). Faktor risiko gawat janin merupakan faktor terbesar terjadinya EHI, diikuti perdarahan antepartum dan preeklamsia/eklamsia. Kelainan neurologis jangka pendek dapat dinilai di usia 7 sampai 10 hari, berupa penurunan kesadaran, kejang, refleks primitif yang menurun atau menghilang, kesulitan dalam proses menelan, atau kesulitan dalam pernapasan.

Tujuan: Mengetahui luaran neurologis jangka pendek pada bayi dengan EHI. 

Metode: Studi kohort retrospektif dan prospektif melalui rekam medis dan pengamatan langsung, pada bayi baru lahir dengan EHI yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di beberapa rumah sakit, rentang waktu 1 Januari 2014 sampai 31 Maret 2020.

Hasil: Sebanyak 73 subyek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelainan neurologis terbanyak pada subyek saat rawat inap adalah masalah pernapasan, sedangkan pada subyek yang kontrol saat rawat jalan adalah hipertonus. Sembilan belas subyek meninggal saat perawatan. Hasil USG kepala pada 20 dari 51 subyek terbanyak didapatkan leukomalasia periventrikular. Tiga dari 9 subyek menunjukkan hasil EEG yang abnormal.

Kesimpulan: Bayi dengan EHI memiliki luaran klinis jangka pendek berupa kelainan neurologis. Tidak terdapat pengaruh antara gawat janin, preeklamsia/eklamsia, dan perdarahan antepartum terhadap gangguan neurologis jangka pendek pada bayi dengan EHI.


Background: Neurodevelopmental, suppose to be the main developmental in children. Any interferences with the development process will cause neurological abnormalities in the child, including hypoxic-ischemic encephalopathy (EHI). Risk factors of HIE are fetal distress which is the most frequent cause, followed by antepartum hemorrhage, and preeclampsia/eclampsia. Short-term neurological disorder can be assessed on the age of 7 to 10 days, such as seizure, decreasing consciousness, declining or disappearing primitive reflexes, and difficulty of swallowing or breathing. 

Objective: To determine short-term neurological outcomes in infants with HIE.

Methods: A retrospective and prospective cohort study from medical records and direct observations of inpatient and outpatient infants with HIE from January 1st, 2014 to March 31st, 2020 in several hospitals. 

Results: Seventy-three subjects fulfilled inclusion and exclusion criteria. Neurological disorder which mostly found in inpatient subjects were respiratory problems, while in outpatient subjects were hypertonus. Nineteen subjects deceased during treatment. Head ultrasounds examination in 20 of 51 subjects mostly showed periventricular leukomalacia. Three of 9 subjects with EEG examination showed abnormality.

Conclusion: Infants with HIE experienced short-term clinical outcomes as neurological disorders. There was no influence between fetal distress, preeclampsia/eclampsia, and antepartum hemorrhage on short-term neurological disorders in infants with HIE.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Septiani Farhan
"Latar belakang: Paparan hipoksia subletal (Hypoxia conditioning) diyakini memiliki efek neuroprotektif yang dapat meningkatkan resistensi sel dengan cara menginduksi perubahan ekspresi gen dan jalur sinyal intraseluler yang mengakibatkan adaptasi intraseluler melalui proses eritropoiesis, angiogenesis, transport glukosa dan glikolisis anaerobik melalui aktivitas gen HIF- 1 alpha. Penelitian mengenai hipoksia hipobarik intermiten (HHI) telah membuktikan bahwa induksi HHI menurunkan kerusakan jaringan otak pada korteks, dan meningkatkan densitas mikrovaskuler. HHI juga memicu respons neuroplastisitas pada sel otak sebagai upaya agar fungsi sel otak tidak terganggu.
Tujuan: Menganalisis efek hipoksia hipobarik intermitten (HHI) terhadap neuroplastisitas jaringan otak dengan mengamati perubahan fungsi motorik dan kognitif serta peningkatan protein PSD95 sebagai respons adaptasi pasca induksi hipoksia hipobarik intermitten.
Metode: 25 tikus Sprague-Dawley, dibagi menjadi 4 kelompok diinduksi HHI dan 1 kelompok sebagai kelompok kontrol.Induksi dilakukan dengan hypobaric chamber di Lakespra TNI AU dengan interval induksi 1 minggu selama 4 kali (hari-1, 8, 15 dan 22). Setelah induksi, kelompok itu diuji untuk parameter fisiologis menggunakan balok berjalan untuk mengukur fungsi motorik dan Y Maze untuk mengukur fungsi kognitif. Jaringan otak diambil untuk pemeriksaan reseptor neurotransmitter glutamat dan GABA serta protein PSD95.
Hasil: kelompok perlakuan dengan 1,2,3,4 kali paparan hipoksia hypobarik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam fungsi neuromotor kompleks, fungsi kognitif dan PSD 95 dibandingkan dengan kelompok kontrol (p> 0,05). Ekspresi reseptor GABA dan glutamat menurun secara signifikan di induksi pertama, namun meningkat secara signifikan pada kelompok induksi kedua dan ketiga dan untuk akhirnya menurun mendekati rerata kelompok kontrol.
Kesimpulan: HHI menginduksi proses neuroplastisitas sebagai respon adaptasi terhadap paparan hipoksia hipobarik intermiten pada tikus Sprague-Dawley.

Background: Sublethal exposure to hypoxia known as hypoxia preconditioning is believed to have neuroprotective effect. Hypoxia preconditioning induces changes in gene expression and intracellular signaling pathways that lead to the emergence of intracellular adaptation through the process of erythropoiesis, angiogenesis, glucose transport and anaerobic glycolysis through HIF- 1 alpha gene activity. Intermittent hypobaric hypoxic conditions (IHH) which occurs at high altitude such as during flight, is a common condition that causes exposure to hypoxia preconditioning. HHI induction decreased brain cortical tissue damage, and increased microvascular density. The aim of the present study is to investigate the effect of hypoxic preconditioning on the function of neuronal cells.
Aims: to investigate the neuroplasticity responses after intermittent hypobaric hypoxia induction on cerebral function (complex neuromotor function,cognitive function, PSD95 and neurotransmitter transduction).
Method: A total of 25 Sprague-Dawley rats were divided into 4 groups of IHH and 1 group as control. The 4 IHH groups were exposed to intermittent hypobaric hypoxia in Indonesian Air Force Institute of Aviation Medicine hypobaric chamber, by 1 week interval for 4 times (day-1, 8, 15 and 22). After the induction, the groups were evaluated for physiological parameters using walking beam to measure the complex neuromotor function and Y maze to measure the cognitive function. The brain was taken for immunochemistry and ELISA analysis.
Results: the group treated with 1,2,3,4 times exposure to hypobaric hypoxia shows no significant differences in complex neuromotor function,cognitive function and PSD95 compare to control group ( p>0.05). The level of GABA and glutamate receptor decreased significantly in induction 1, but raised significantly in group induction 2 and 3 compare to control group.
Conclution: IHH induced neuroplasticity as adaptation respons to hypobaric intermittent hypoxia in Sprague-Dawley rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vega Andhira
"ABSTRAK
Pendahuluan: otak adalah organ yang metabolisme energinya sangat bersifat aerobik dan mutlak memerlukan oksigen. Oksigen diperlukan sebagai akseptor elektron terakhir dalam kebutuhan ATP. Bila terjadi hipoksia, aliran elektron terganggu sehingga terjadi pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan stres oksidatif dan berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk analisis hubungan antara hipoksia sistemik selama hari dengan kadar GSH jaringan otak. Metodologi: jaringan otak yang digunakan pada penelitian ini diambil dari tikus Sprague-Dawley jantan minggu) yang telah terpapar dengan kondisi normoksik sebagai kontrol dan hipoksia sistemik berkelanjutan dalam . Kadar GSH kemudian diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA dan post-hoc LSD. Hasil: hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara kadar GSH dari jaringan otak dengan durasi paparan hipoksia sistemik berkelanjutan, yang dipresentasikan dengan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok terpapar dengan kadar GSH terendah yang ditemukan di hari ng/mg protein). Hasil uji post-hoc LSD menunjukkan bahwa hanya dengan 1 hari terpapar hipoksia dapat menghasilkan penurunan kadar GSH yang bermakna. Analisa berkelanjutan menggunakan uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa hari terpapar berbanding terbalik dengan kadar GSH Kesimpulan: GSH ditemukan menurun pada jaringan otak yang terpapar oleh hipoksia sistemik berkelanjutan akibat penggunaannya yang terus-menerus.

ABSTRACT
Introduction: brain is an organ that has an aerobic energy metabolism and it fully needs oxygen. Oxygen is required as a final electron for the needs of ATP. If hypoxia occurs, the electron flow is interrupted, causing the formation of free radicals that leads to oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works as an endogenous antioxidant which can counteract free radicals thereby preventing tissue damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within days with GSH levels in the brain tissue. Method: the brain sample of this study was taken from male Sprague-Dawley weeks old) that has been exposed to normoxic condition as the control, and continuous systemic hypoxia within The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA and post-hoc LSD. Results: the result of this study showed that there was a correlation between the GSH level of the brain tissue with the exposure duration of continuous systemic hypoxia, as it presented a significant difference between the control group and exposure groups with the lowest GSH level was found on day/mg). The post-hoc LSD test results showed that even only 1 day of hypoxic exposure may lead to significantly reduced GSH level . Further analysis conducted with Pearson Correlation test showed that the days of exposure is negatively correlated to the GSH levels . Conclusion: GSH was found to decrease in the brain tissue that was exposed to continuous systemic hypoxia due to the continuous usage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justina Bernadeth Swannjo
"

Latar belakang: Anak-anak dinilai sangat rentan, terutama dalam 28 hari pertama kehidupan. Sebanyak 7.000 kasus kematian bayi di minggu pertama kehidupan telah dilaporkan. Terdapat tiga penyebab tersering kematian pada bayi baru lahir, salah satunya adalah asyphixia. Resusitasi adalah prosedur emergensi yang sering dilakukan pada bayi baru lahir terutama mereka yang memiliki masalah pernapasan. Tingginya presentasi kematian bayi pada usia dini, mengakibatkan kualitas resusitasi yang baik perlu di pertahankan. Sesuai dengan AHA 2015 yang menyatakan bahwa suhu bayi bisa dijadikan alat ukur untuk kualitas resusitasi.

Metode : Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan melihat data dari rekam medis di RSCM Kirana Hospital. Data yang dilihat berupa berat lahir bayi, usia gestasi, jenis kelamin, durasi transisi, dan suhu aksila setelah resusitasi pada pasien. Data di analisis dengan uji varian univariat dan bivariate untuk melihat hubungan antara suhu aksila dengan variable independen dan melihat kualitas resusitasi berdasarkan suhu di RSCM.

Hasil : Berat lahir bayi, usia gestasi, jenis kelamin, durasi transisi menunjukkan ketidaksignifikan hubungan dengan suhu aksila. (p<0,05)

Konklusi : Kualitas resusitasi berdasarkan suhu aksila di RSCM dinilai sangat baik, dengan 99% dari data memiliki nilai sesuai dengan suhu yang diinginkan. Namun demikian, jenis kelamin, berat lahir bayi, usia gestasi, dan durasi transisi telah menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan suhu aksila setelah resusitasi. Dengan demikian, tidak ada fakor risiko yang paling menonjol.

 

Kata kunci : resusitasi neonatus, hipotermi, suhu hangat, jenis kelamin, berat lahir, waktu transisi pasien setelah diresusitasi


Background : Children are considered to be fragile in the first 28 years of live. It was reported that around 7,000 in the first week. Respiratory problem, such as asphyxia serves as top three for causal of death in the neonates. Resuscitation is one of the common procedure conducted in emergency situation especially for newborn who has problem in respiratory manner. As there is high probability of death within that age, a good quality of resuscitation should be maintained. According to AHA 2015, temperature can be considered as predictor of outcomes and indicator for quality. 

Method : This is a cross-sectional study using secondary data, through medical record in RSCM Kirana Hospital recording birth weight, gestational age, gender, duration of transitional, and axillary temperature post resuscitation from patient. The data was analyzed with univariate and bivariate statistical test to find the relation between axillary temperature and independent factors and see the quality of resuscitation based on temperature in RSCM. 

Results : Birth weight, gestational age, gender, and duration of transitional has shown insignificancy in relation with axillary temperature (p<0,05). 

Conclusion : The quality of resuscitation in RSCM based on axillary temperature is very good with 99% of the data is within the desired temperature. Nonetheless, none of the factors, such as gender, birth weight, gestational age, and duration of stabilization and transport, has shown significance relation to axillary temperature post-resuscitation. Therefore, there is no prominent predisposing factor that can be concluded through this study.  

Keywords: neonatal resuscitation, hypothermia, warm temperature, gender, birth weight, transitional time of the patient post resuscitation

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ramasha Amangku
"HIF-2α adalah mediator yang penting dalam reaksi hipoksia di situasi keganasan dan tingginya tingkat ekspresi HIF-2α berkorelasi dengan konsep metastasis, resistensi terapi dan penurunan kualitas prognosis dalam berbagai bentuk pertumbuhan kanker. Karena kemampuan sel glioma otak yang sangat infiltratif, glioma tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dengan pembedahan dimana tingkat kekambuhan juga tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ekspresi relatif dari gen HIF-2α dihubungkan dengan keganasan glioma. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 22 sampel yang diperoleh dari Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ekspresi relatif HIF-2α dianalisis dengan menggunakan quantitative RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan ekspresi relatif HIF-2α pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun tidak bermakna secara statistik. Dengan demikian kemungkinan HIF-2α dapat digunakan sebagai penanda prognostik untuk pasien yang didiagnosis glioma, meskipun eksperimen tambahan perlu dilakukan untuk memperkuat fakta ini.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jevi Septyani
"Latar belakang : Kanker payudara merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi pada wanita. Di dalam suatu masa tumor, terjadi ketidakseimbangan kurangnya oksigen dengan tinggi nya kebutuhan sel tumor yang terus berproliferasi. Ketika homeostasis dari oksigen terganggu, sel akan mengekspresikan dan menstabilisasi suatu protein yang sangat sensitif terhadap oksigen, bernama Hypoxia Inducible Factor (HIF). HIF2alpha adalah subunit dari keluarga HIFalpha yang dapat mendukung aktivasi dari beberapa gen target seperti VEGF, Oct4, yang dapat mendukung proliferasi, angiogenesis, dan perubahan mekanisme glikolisis pada sel. Berbeda dengan HIF1alpha yang sudah sering diperbincangkan dalam berbagai literatur, peran dan ekspresi dari HIF2alpha ini masih diperdebatkan. HIF2alpha berperan dalam kondisi hipoksia kronik yang terdapat pada jaringan tumor, yang dapat mempertahankan proliferasi dan keganasan sel kanker, bahkan dapat memicu adanya metastasis. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa eradikasi dari HIF2a dapat dijadikan target untuk cara penyembuhan dengan menginhibisi sel punca kanker.
Metode : Sampel diambil dari sel kanker payudara yang telah dipurifikasi sebelumnya oleh tim riset Wanandi melalui proses pemisahan sel magnetik menjadi sel punca kanker payudara. Sel diinduksi hipoksia dengan durasi yang berbeda-beda (0 jam, 30 menit, 4 jam,6 jam, dan 24 jam). Sel selanjutnya diisolasi untuk mendapatkan RNA, dan dilakukan RT-qPCR serta elektroforesis untuk mengetahui tingkat ekspresi dari HIF2alpha.
Hasil : Hasil dari eksperimen ini berbeda dengan studi literatur kami. Setelah dianalisis kuantifikasi relatif dengan gen 18s sebagai housekeeping gen, tingkat ekspresi dari HIF2a mengalami penurunan dibandingkan dengan sebelum diinduksi hipoksia (0 jam). Meningkatnya durasi hipoksia tidak berbanding lurus dengan peningkatan dari HIF2alpha, melainkan menunjukan fluktuasi.
Kesimpulan : Ekspresi HIF2alpha pada sel punca kanker payudara CD44+/CD24- menurun setelah diinduksi hipoksia.

Background: Breast cancer is the cancer with the highest prevalence in women. In a period of a tumor, there is an imbalance lack of oxygen to his high needs tumor cells continue to proliferate. When homeostasis of oxygen is interrupted, the cell will express and stabilize a protein that is highly sensitive to oxygen, called Hypoxia Inducible Factor (HIF). HIF2a is a subunit of HIF family that can support the activation of multiple target genes such as VEGF, Oct4, which can support the proliferation, angiogenesis and glycolysis mechanisms of the cell changes. Unlike the HIF1a that has often been discussed in the literature, the role and expression of HIF2a is still debated. HIF2a said to play a role in chronic hypoxic conditions found in tumor tissue, which can maintain the proliferation and the malignancy of cancer cells, it can even lead to metastasis. Some hypotheses say that the eradication of HIF2a can be targeted for healing way to inhibit cancer stem cells.
Methods: Samples were taken from breast cancer cells that had been purified previously by the Wanandi?s research group via magnetic cell separation process into breast cancer stem cells. Cells will be induced hypoxia with different duration (0 hours, 30 minutes, 4 hours, 6 hours, and 24 hours). Cells will be further isolated to obtain RNA, and performed RT-qPCR and electrophoresis to determine the level of expression of HIF2a.
Results: The results of this experiment differ from our literature study. Having analyzed the relative quantification of gene 18s as a housekeeping gene, the expression level of HIF2a decreased compared with the prior-induced hypoxia (0 hours). Increasing duration of hypoxia is not directly proportional to the increase of HIF2a, but showed fluctuation.
Conclusion : The expression of HIF2alpha in breast cancer stem cell CD44+/CD24- declines after being induced hypoxia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso
"Latar belakang: Data dari World Health Organization, Centers for Disease Control and Prevention dan Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa kanker payudara merupakan kanker yang paling umum pada wanita. Penyembuhan kanker melalui berbagai cara telah banyak dilakukan, namun pertumbuhan kembali dari kanker telah banyak dilaporkan. Sel punca kanker diyakini berperan dalam pertumbuhan kanker maupun rekurensi setelah pengobatan. Berdasarkan beberapa riset, CD44+/CD24- sel punca kanker memiliki potensial yang tinggi untuk menimbulkan kanker. Beberapa gen memiliki peran sebagai faktor transkripsi yang berkontribusi dalam pertumbuhan kanker dan beberapa berperan juga dalam mempertahankan tingkat pluripotensi kanker. c-Myc merupakan salah satu gen yang mempertahankan iPS (induced pluripotent stem cells) bersama dengan KLF4, Oct4, SOX2 dan Nanog. Namun demikian, selama pertumbuhan kanker, lingkungan mikro dari kanker menjadi hipoksia. Berhubungan dengan ini, pengaruh hipoksia terhadap ekspresi gen yang berfungsi dalam pluripotensi masih belum jelas. Oleh karena itu, eksperimen ini menyelidiki ekspresi gen c-Myc dalam sel punca kanker yang diinduksi hipoksia.
Metode: Sel punca kanker payudara CD44+/CD24- diinduksi oleh beberapa durasi hipoksia (0 jam, 0.5 jam, 4 jam, 6 jam dan 24 jam). Total RNA sel kemudian diekstraksi dan mRNA gen c-Myc diamplifikasi melalui one-step qRT-PCR. Ekspresi relative dari gen c-Myc dilakukan dengan formula Livak berdasarkan nilai Ct yang diperoleh dengan gen 18S. Sebagai kontrol, konfirmasi ekspresi gen c-Myc dikonfirmasi melalui elektroforesis.
Hasil: Ekspresi c-Myc pada sampel sel punca kanker payudara CD44+/CD24- yang diinduksi hipoksia selama 0.5 jam sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan sampel 0 jam walaupun tidak signifikan. Ekspresi c-Myc pada sampel yang diinduksi hipoksia selama 4, 6 dan 24 jam menurun dibandingkan sampel yang tidak diinduksi hipoksia.
Kesimpulan: Ekspresi c-Myc pada sel punca kanker CD44+/CD24- yang digunakan dalam eksperimen ini cenderung menurun pada 3 durasi hipoksia yang berbeda (4 jam, 6 jam dan 24 jam) pada kondisi in vitro.

Background: Data from World Health Organization, Centers for Disease Control and Prevention and Kementerian Kesehatan RI show that breast cancer is the most common cancer among women. Eradicating cancer through several treatments have been done but there are cases in which cancer relapse is reported. Cancer stem cells have been found to develop the cancer as well as play important role in cancer regrowth. According to some researches, CD44+/CD24- breast cancer stem cells potential to cancer development is high. Several genes which have role as transcription factors may contribute to cancer growth and some act to maintain the cancer stemness and pluripotency level. c-Myc is one gene which maintains iPS (induced pluripotent stem cells) along with KLF4, Oct4, SOX2 and Nanog. However, during the cancer growth the cancer microenvironment becomes hypoxic. In accordance to this, the effect of hypoxia towards the gene expression acting in cancer pluripotency was not yet clear. Therefore c-Myc expression in hypoxia-induced breast cancer stem cells was assessed in this research.
Method: The CD44+/CD24- breast cancer stem cells (BCSCs) are induced by several hypoxia durations (0 hour, 0.5 hour, 4 hours, 6 hours and 24 hours) in hypoxia chamber. The mRNA of BCSCs is extracted through RNA isolation procedure. Following this, qRT-PCR procedure is done to amplify the mRNA. The Ct (cycle threshold) obtained from qRT-PCR are calculated using Livak formula to get the c-Myc relative expression from the samples. Ct of 18S is used to normalize the c-Myc Ct. Electrophoresis is done next to confirm the c-Myc expression.
Results: c-Myc expression in 0.5 hour hypoxia induced CD44+/CD24- breast cancer stem cells sample is slightly high than in 0 hour hypoxia induced sample, even though the increase is not significant. Meanwhile, c-Myc expression in 4, 6 and 24 hours hypoxia induced samples are lower than 0 hour hypoxia induced sample.
Conclusion: c-Myc expression from the breast cancer stem cell CD44+/CD24- samples used in this experiment tend to have gradual decrease during 3 different periods (0 hour, 0.5 hour, 4 hours, 6 hours and 24 hours) of hypoxia in vitro.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baihaki Ramadhan
"Kanker telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di seluruh dunia dan menyebabkan banyak kematian. Kanker dapat ditemukan di banyak organ, dan kanker payudara adalah salah satu bentuk kanker yang paling banyak ditemukan. Sel punca kanker merupakan salah satu terobosan di bidang ini, dan dianggap sebagai penyebab perkembangan dan invasi kanker. Sel punca kanker memiliki sifat pluripotensi yang mirip seperti sel punca embrio. Seperti pada sel punca Embrio, pemeliharaan pluripotensi dan ekspresi gen pluripoten mereka ditemukan dalam kondisi hipoksia. Sel punca kanker payudara CD24-/ CD44 dipelajari untuk mengamati ekspresi gen pluripotensi di kondisi hipoksia. Salah satu gen pluripotensi yang diamati adalah KLF4, yang merupakan pengatur utama gen pluripoten lainnya di jaringan pluripotensi inti NANOG, SOX2, Oct4.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pluripotensi CD24-/ CD44 melalui aktivitas KLF4 selama hipoksia. Sel punca kanker payudara CD24-/ CD44 dipaparkan kondisi hipoksia 1 O2, 5 CO2 dan kemudian RNA diisolasi untuk digunakan untuk mendeteksi gen KLF4 menggunakan qRT-PCR. Analisis ekspresi gen diperoleh dari perhitungan Ct dari qRT-PCR dengan menggunakan metode Livak. Percobaan kami menunjukkan bahwa ekspresi gen KLF4 diturunkan dalam semua sampel yang terpapar hipoksia 0.5h, 4h, 6h, 24h . Kesimpulannya, ekspresi KLF4 pada sel kanker payudara CD24-/ CD44 yang digunakan dalam penelitian ini menurun mengikuti lamanya paparan hipoksia.

Cancer has become one major health problem worldwide and cause so many death. Cancer can be found in many organ with breast cancer as one of the most commonly found form of cancer. Cancer stem cell is one breakthrough fInding that thought to be the cause of cancer progression and invasion. Cancer stem cells suggested to have same pluripotency property as in Embryonic Stem cells. As in Embryonic Stem cells, the maintenance of it rsquo s pluripotency and expression of their pluripotent gene are found in hypoxic condition. Breast cancer stem cells CD24 CD44 are studied to observe their expression of pluripotency gene under hypoxia condition. Such one of the pluripotency gene to be observed is KLF4, which role is as the master regulator of other pluripotent gene in core pluripotency network NANOG, SOX2, OCT4.
Therefore, this experiment is aimed to investigate CD24 CD44 pluripotency through KLF4 activity during hypoxia. Breast cancer stem cells CD44 CD24 exposed to hypoxic condition 1 O2, 5 CO2 and then the RNA isolated to be used for KLF4 gene detection using one step qRT PCR. Gene expression analysis obtained from Ct calculation from qRT PCR using Livak Method. From the experiment we found that the KLF4 gene expression was downregulated in all the sample undergo hypoxia 0.5h, 4h, 6h, 24h . In conclusion, the KLF4 expression in breast cancer cells CD24 CD44 that was used in this study was decreasing following the length of hypoxia exposure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humonobe, Andrew Ivan
"Latar Belakang : Kanker payudara merupakan salah satu kanker tersering pada wanita. Saat ini keberhasilan pengobatan terhadap kanker payudara masih rendah selain karena progesifitas tumor, tumor juga kadang bersifat resisten terhadap pengobatan, adanya metastasis dan meningkatnya agresivitas. Penelitian menunjukkan adanya peranan dari subset populasi sel punca kanker payudara (breast cancer stem cells, BCSC) yang menyokong pada sifat keganasan kanker ini. Selain Oct4 sebagai penanda kepuncaan sel, salah satu penanda yang dipakai dalam menyortir BCSC adalah aldehyde dehydrogenase (ALDH), dan dari 19 subfamili ALDH diteliti isoform ALDH1A1 dan ALDH1A3 yang dominan berperan pada BCSC. Selain itu adanya kondisi hipoksia turut mendukung menyebabkan kegasanan kanker payudara meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh hipoksia pada ekspresi mRNA ALDH1A1 dan ALDH1A3 dan hubungannya dengan kepuncaan dan ketahanan hidup sel punca kanker payudara ALDH+.
Metode: Sampel menggunakan kultur sel BCSC ALDH dan sel MCF-7. Dilakukan inkubasi hipoksia (O2 1) dan normoksia (O2 20) selama 6, 24 dan 48 jam kemudian dilakukan analisis ekspresi HIF1, ALDH1A1, ALDH1A3 dan Oct4. Selanjutnya dilakukan analisis viabilitas dan pengukuran mammosphere forming unit (MFU).
Hasil : Studi menunjukkan kondisi hipoksia menyebabkan peningkatan ekspresi ALDH1A3 pada sel BCSC ALDH sedangkan ALDH1A1 mengalami penurunan ekspresi dibandingkan dengan sel normoksia, sementara pada sel MCF-7 terjadi hal sebaliknya. Ekspresi Oct4 mengalami peningkatan pada awal hipoksia (6 jam) kemudian menurun. Terjadi penurunan MFU, sedangkan ketahanan hidup sel tetap stabil.
Kesimpulan : Kondisi hipoksia bisa menyebabkan penurunan sifat kepuncaan pada sel BCSC ALDH ditinjau dari penanda self-renewal, pluripotensi dan tumorigenitas, tetapi ketahanan hidup sel tetap stabil.

Background: Breast cancer is one of frequent cancer-related disease among women. Complete successful therapy to breast cancer was still a big challenge considering the tumour progression, therapy resistancy, metastatic ability and increasing aggressivity. Studies shown that breast cancer stem cells (BCSC) subset were involved to maintain the malignancy. Besides the well-known cell stemness marker Oct4, researchers also suggested aldehyde dehydrogenase (ALDH) as a marker of BCSC, in which ALDH1A1 and ALDH1A3 believed to play dominant role. In addition, tumour hypoxia might also support increasing malignancy. This study aimed to analyze the expressions of ALDH1A1 and ALDH1A3 mRNA and their correlation with stemness properties and cell survival of hypoxic BCSC ALDH+.
Method(s): Samples were obtained using BCSC ALDH and MCF-7 cells. The cells then being treated with hypoxia (O2 1) and normoxia (O2 20) conditions for 6, 24 and 48 hours respectively. We also measured the cells survival and mammosphere forming unit (MFU) capability to analyze cell proliferation.
Result(s): Our study showed that ALDH1A3 in BCSC ALDH hypoxia cells was expressed at significantly higher level but ALDH1A1 was at lower level compared to their respective normoxia cells, while we found the opposite results in MCF-7 cells. Oct4 expression was increased at early hypoxia (6 hours) then declined shortly. MFU was reduced but cells survival remained stable.
Conclusion(s): Hypoxic condition decreased the stemness properties of BCSC ALDH considering the self renewal, pluripotency, and tumorigenicity markers. However, cells survival remained stable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>