Latar Belakang: Perkembangan saraf adalah perkembangan utama pada anak, setiap hal yang mengganggu proses perkembangan akan menimbulkan kelainan neurologis, termasuk Ensefalopati Hipoksik Iskemik (EHI). Faktor risiko gawat janin merupakan faktor terbesar terjadinya EHI, diikuti perdarahan antepartum dan preeklamsia/eklamsia. Kelainan neurologis jangka pendek dapat dinilai di usia 7 sampai 10 hari, berupa penurunan kesadaran, kejang, refleks primitif yang menurun atau menghilang, kesulitan dalam proses menelan, atau kesulitan dalam pernapasan.
Tujuan: Mengetahui luaran neurologis jangka pendek pada bayi dengan EHI.
Metode: Studi kohort retrospektif dan prospektif melalui rekam medis dan pengamatan langsung, pada bayi baru lahir dengan EHI yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di beberapa rumah sakit, rentang waktu 1 Januari 2014 sampai 31 Maret 2020.
Hasil: Sebanyak 73 subyek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelainan neurologis terbanyak pada subyek saat rawat inap adalah masalah pernapasan, sedangkan pada subyek yang kontrol saat rawat jalan adalah hipertonus. Sembilan belas subyek meninggal saat perawatan. Hasil USG kepala pada 20 dari 51 subyek terbanyak didapatkan leukomalasia periventrikular. Tiga dari 9 subyek menunjukkan hasil EEG yang abnormal.
Kesimpulan: Bayi dengan EHI memiliki luaran klinis jangka pendek berupa kelainan neurologis. Tidak terdapat pengaruh antara gawat janin, preeklamsia/eklamsia, dan perdarahan antepartum terhadap gangguan neurologis jangka pendek pada bayi dengan EHI.
Background: Neurodevelopmental, suppose to be the main developmental in children. Any interferences with the development process will cause neurological abnormalities in the child, including hypoxic-ischemic encephalopathy (EHI). Risk factors of HIE are fetal distress which is the most frequent cause, followed by antepartum hemorrhage, and preeclampsia/eclampsia. Short-term neurological disorder can be assessed on the age of 7 to 10 days, such as seizure, decreasing consciousness, declining or disappearing primitive reflexes, and difficulty of swallowing or breathing.
Objective: To determine short-term neurological outcomes in infants with HIE.
Methods: A retrospective and prospective cohort study from medical records and direct observations of inpatient and outpatient infants with HIE from January 1st, 2014 to March 31st, 2020 in several hospitals.
Results: Seventy-three subjects fulfilled inclusion and exclusion criteria. Neurological disorder which mostly found in inpatient subjects were respiratory problems, while in outpatient subjects were hypertonus. Nineteen subjects deceased during treatment. Head ultrasounds examination in 20 of 51 subjects mostly showed periventricular leukomalacia. Three of 9 subjects with EEG examination showed abnormality.
Conclusion: Infants with HIE experienced short-term clinical outcomes as neurological disorders. There was no influence between fetal distress, preeclampsia/eclampsia, and antepartum hemorrhage on short-term neurological disorders in infants with HIE.
"Latar belakang: Anak-anak dinilai sangat rentan, terutama dalam 28 hari pertama kehidupan. Sebanyak 7.000 kasus kematian bayi di minggu pertama kehidupan telah dilaporkan. Terdapat tiga penyebab tersering kematian pada bayi baru lahir, salah satunya adalah asyphixia. Resusitasi adalah prosedur emergensi yang sering dilakukan pada bayi baru lahir terutama mereka yang memiliki masalah pernapasan. Tingginya presentasi kematian bayi pada usia dini, mengakibatkan kualitas resusitasi yang baik perlu di pertahankan. Sesuai dengan AHA 2015 yang menyatakan bahwa suhu bayi bisa dijadikan alat ukur untuk kualitas resusitasi.
Metode : Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan melihat data dari rekam medis di RSCM Kirana Hospital. Data yang dilihat berupa berat lahir bayi, usia gestasi, jenis kelamin, durasi transisi, dan suhu aksila setelah resusitasi pada pasien. Data di analisis dengan uji varian univariat dan bivariate untuk melihat hubungan antara suhu aksila dengan variable independen dan melihat kualitas resusitasi berdasarkan suhu di RSCM.
Hasil : Berat lahir bayi, usia gestasi, jenis kelamin, durasi transisi menunjukkan ketidaksignifikan hubungan dengan suhu aksila. (p<0,05)
Konklusi : Kualitas resusitasi berdasarkan suhu aksila di RSCM dinilai sangat baik, dengan 99% dari data memiliki nilai sesuai dengan suhu yang diinginkan. Namun demikian, jenis kelamin, berat lahir bayi, usia gestasi, dan durasi transisi telah menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan suhu aksila setelah resusitasi. Dengan demikian, tidak ada fakor risiko yang paling menonjol.
Kata kunci : resusitasi neonatus, hipotermi, suhu hangat, jenis kelamin, berat lahir, waktu transisi pasien setelah diresusitasi
Background : Children are considered to be fragile in the first 28 years of live. It was reported that around 7,000 in the first week. Respiratory problem, such as asphyxia serves as top three for causal of death in the neonates. Resuscitation is one of the common procedure conducted in emergency situation especially for newborn who has problem in respiratory manner. As there is high probability of death within that age, a good quality of resuscitation should be maintained. According to AHA 2015, temperature can be considered as predictor of outcomes and indicator for quality.
Method : This is a cross-sectional study using secondary data, through medical record in RSCM Kirana Hospital recording birth weight, gestational age, gender, duration of transitional, and axillary temperature post resuscitation from patient. The data was analyzed with univariate and bivariate statistical test to find the relation between axillary temperature and independent factors and see the quality of resuscitation based on temperature in RSCM.
Results : Birth weight, gestational age, gender, and duration of transitional has shown insignificancy in relation with axillary temperature (p<0,05).
Conclusion : The quality of resuscitation in RSCM based on axillary temperature is very good with 99% of the data is within the desired temperature. Nonetheless, none of the factors, such as gender, birth weight, gestational age, and duration of stabilization and transport, has shown significance relation to axillary temperature post-resuscitation. Therefore, there is no prominent predisposing factor that can be concluded through this study.
Keywords: neonatal resuscitation, hypothermia, warm temperature, gender, birth weight, transitional time of the patient post resuscitation
"