Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani
"Disertasi ini membahas pemaknaan Rangda di dalam teks Calon Arang (CA) dan Novel Janda dari Jirah (JDJ). Rangda merupakan mitos yang paling penting di dalam tradisi Bali. Teks CA memperlihatkan sosok Rangda yang memiliki karakter negatif. Hal ini sesuai dengan fungsinya di dalam praktik budaya Bali. Di dalam novel JDJ, pengarang diduga melakukan dekonstruksi dengan memberi citra baru Rangda. Rangda digambarkan memiliki karakter positif.
Disertasi ini menerapkan pendekatan hermeneutika Ricoeur yang menekankan dialektika antara penjelasan dan pemahaman. Ada tiga langkah penting, yakni distansiasi, interpretasi, dan apropriasi. Tahap distansiasi meliputi analisis struktur teks (sintaksis dan semantik). Interpretasi dilakukan berdasarkan struktur yang telah dibuat. Struktur yang telah dianalisis berfungsi sebagai lintasan yang mengarahkan penafsiran agar tidak sewenang-wenang. Tahap apropriasi merupakan peleburan cakrawala teks dan cakrawala penafsir. Penafsir memahami dirinya lebih baik.
Studi ini menghasilkan beberapa temuan penting. Pertama, pengarang novel JDJ tidak melakukan dekonstruksi terhadap teks CA. Ia hanya menampilkan sisi santa dari Dewi Durga. Kedua, analisis interteks memperlihatkan adanya kontradiksi muatan keagamaan. Teks CA menekankan ajaran Siwa, sedangkan novel JDJ menekankan ajaran Buddha. Ketiga, analisis interaksi tokoh menunjukkan perbedaan dalam memandang persoalan kepatuhan. Teks CA mengungkapkan pesan utama tentang kepatuhan kepada Dewa (bersifat vertikal), sedangkan novel JDJ mempersoalkan kepatuhan kepada aturan yang dibuat manusia (bersifat horisontal). Keempat, melalui tinjauan kritis terhadap kedua teks dipertajam persoalan relasi kuasa antara raja dan pendeta. Di dalam teks CA, kedudukan raja dan pendeta dimuliakan, sedangkan novel JDJ mempersoalkan krisis kekuasaan raja dan pendeta.

This dissertation examines the meaning of Rangda, an important character of both the text of Calon Arang (CA) and of Janda dari Jirah (JDJ). As a matter of fact Rangda stands significantly in the Balinese traditional myths. The text of CA shows the figure of Rangda with a negative quality, and this is in accordance with its function in the practice of Balinese culture. However, through the novel JDJ, the character has been allegedly deconstructed by uplifting a new image of Rangda due to its positive quality character.
Here, Ricoeur's hermeneutic approach is applied since it emphasizes the dialectic between explanation and understanding. There are three steps. First, distanciation that analyzes structure consisting mainly of syntax and semantics. This structure functions as the trajectory in order to avoid an arbitrary interpretation. The second is about interpretation which is made based on the structure. Finally, the third is appropriation which is the fusion of horizon between the text and of the reader. As a result, readers themselves understand the text better.
There are several important conclusions by this study. First, the author of JDJ didn't deconstruct the text of CA. She just displayed the aspect of saint found in Durga. Second, the intertextual analysis identified the contradiction of religious content. The text of CA emphasized the doctrine of Siwa, while, the novel of JDJ the thought of Buddha. Third, the interaction analysis shows the different obedience issues. Text CA reveals an obedience to the rule of God, which is vertical, and the novel JDJ represents an obedience to the human rules, which is horizontal. Fourth, through a critical review towards those two texts the question of power relations between the king and the priest is strongly sharpened. Text CA legitimates the position of the king and the priest, while the novel JDJ shows the crisis of power of both."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D1962
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restituta Driyanti
"Pentingnya pengaruh tato bagi manusia Dayak menunjukan bahwa tato sudah menjadi sesuatu yang bersifat religius dan magis, karena gambar yang digunakan berupa simbol-simbol yang terkait dengan alam dan kepercayaan masyarakat. Tato bagi manusia Dayak merupakan simbol dalam berinteraksi sosial antar komunitas. Oleh karena itu pemaknaan tato sebagai sebuah teks yang sarat akan makna simbolik diuraikan menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur untuk mengungkap pengertian-pengertian mengenai apa yang ada di balik tato tersebut baik tersurat maupun tersirat.

The importance of the human influence of Dayak tattoo shows that tattoos have become something that is religious and magical, because of the images used in the form of symbols associated with nature and the confidence of the public. Dayak tattoos for men is a symbol of the social interaction between the communities. Therefore the meaning of tattoos as a text that will be full of symbolic meaning using the methods described Paul Ricoeur hermeneutics to reveal notions about what is behind the tattoo is either express or implied."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28858
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hani`ah
"Sebuah karya fiksi tidak hanya dihidupkan oleh imajinasi pengarang, tetapi juga oleh daya imajinasi dan penalaran pembacanya.
Hermeneutik Ricoeur tidak terlepas dari tujuan Ricoeur berfilsafat, yaitu memahami eksistensi manusia. Konfrontasinya dengan strukturalisme memaksanya pindah dari hermeneutik simbol ke hermeneutik teks. Dan teks yang sesuai dengan tujuan filsafatnya adalah teks sastra. Untuk itu, usaha Ricoeur mula-mula adalah membenahi bahasa yang sudah terlanjur 'diilmiahkan' oleh strukturalisme dengan jalan menyusun filsafat wacana. Dengan filsafat wacana, bahasa dikembalikan pada fungsinya yang sejati, yaitu alat komunikasi. Bahasa bukan objek melainkan mediasi, yaitu sarana untuk mengatakan sesuatu tentang sesuatu kepada orang lain. Jadi, wacana tidak didasarkan pada sistem bahasa, melainkan pada parole. Wacana adalah makna karena bertolak dari bahasa sebagai peristiwa. Dengan demikian kita baru dapat berbicara tentang sastra. Namun, perlu dicatat bahwa, menurut Ricoeur, hermeneutik mulai ketika dialog berakhir. Ini berarti, hermeneutik hanya dapat diterapkan pada teks tertulis, seperti novel atau drama.
Sastra adalah seni bahasa, sedangkan seni adalah alat untuk menyempurnakan keberadaan manusia. Seni bertugas menyempurnakan apa yang ditinggalkan oleh alam secara tidak sempurna. Jadi, seni memberi pengertian yang lebih baik dan lebih luas tentang diri kita sendiri dan benda-benda di sekitar kita. Dengan kata lain, seni membebaskan manusia dari ketertutupan dunia.
Pada seni sastra 'dunia teks' atau dunia fiktif yang terdapat di dalamnya itulah yang akan membebaskan manusia dari ketertutupan dunia tersebut. Dunia teks adalah dunia imajinasi yang bersifat hipotetis, dunia yang mungkin untuk diaktualisasikan, dunia di mana kita dapat merealisasikan potensi kita, dunia yang dapat kita huni sebagai alternatif dunia kehidupan kita yang konkret ini. Oleh sebab itu, dalam menghadapi karya sastra, kita-pembaca--diharapkan tidak memperlakukannya sebagai objek, melainkan sebagai mediasi. Kita berhubungan dengan tokoh-tokoh di dalam karya itu sebagaimana kita berkomunikasi dengan manusia biasa. Agar dengan demikian kita memahami tokoh-tokoh itu dan serentak memahami diri kita melalui empati kita dengan tokoh-tokoh itu. Inilah yang disebut verstehen yang merupakan ciri utama metode hermeneutik.
Langkah-langkah metode hermeneutik adalah: distansiasi, interpretasi, dan apropriasi. Momen distansiasi memberi otonomi semantik teks, yang meliputi otonomi makna teks dad intensi penulisnya, dari pembaca awal, dan dari situasi budayanya. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan objektif sangat diutamakan. Dengan pemberian otonomi itu, makna teks harus ditafsirkan, yaitu dijelaskan menurut hubungan internalnya dan mencari konstitusi yang terbuka di depan teks, yaitu konstitusi yang mengacu ke dunia yang mungkin. Interpretasi mula-mula berupa pemahaman naif yang melihat karya secara utuh meliputi komposisi, genre, dan gaya. Di sini tugas kita membuat tebakan, yang dapat disejajarkan dengan hipotesis, dan validasi sebagai pembuktian yang dilakukan berdasarkan gramatika dunia teks. Tahap berikutnya pemahaman kritis yang diawali dengan eksplanasi, yaitu menjelaskan teks melalui analisis struktur teks (semiotik) untuk meradikalkan apa yang dicapai dalam pemahaman naif, dan diakhiri dengan apropriasi, yaitu mengembalikan apa yang semula diasingkan. Apropriasi mencakup sikap menerima (reseptif), mengecam (kritis), dan transformasi. Dengan apropriasi, pemahaman diri (katarsis) tercapai karena pembaca memperoleh makna berkat teks yang dibacanya. Makna seperti juga keindahan tidak terletak pada kata-kata di halaman buku, tetapi pada mata si pengamat. Metode ini dicoba diterapkan pada novel Pengakuan Pariyem (Linus Surjadi Ag.) yang mengisahkan kehidupan Pariyem, seorang wanita Jawa yang patuh pada nilai budayanya. Kehidupan yang dijalaninya dengan benar itu ternyata kini digugat. Hal ini membuat tokoh kita menjadi bingung. Dia tidak mengerti mengapa keberhasilan hidup yang diraihnya dianggap hina.
Dalam menghadapi novel dengan pendekatan objektif, momen distansiasi sudah kita lewati sehingga kita bisa langsung masuk ke momen interpretasi, yang mencakup tebakan dan validasi. Tebakan terhadap novel Pengakuan Pariyem adalah bahwa si pelaku yang berhasil mengangkat derajatnya dari babu menjadi selir itu adalah seorang pelacur. Dengan analisis deskriptif fenomenologis terhadap struktur intensional novel itu--validasi--kita mengetahui dan sekaligus memahami bahwa Pariyem bukan pelacur karena ia tidak menjual kehormatannya dan sepak terjangnya yang bebas itu adalah hasil internalisasinya terhadap nilai kejawen yang diyakininya. Akhirnya, pembaca dihadapkan dengan dua pilihan makna: setuju atau menolak perilaku Pariyem (momen apropriasi), yang selanjutnya bermuara pada transformasi diri bahwa ada yang lebih penting daripada menjadi bahagia, yaitu memahami situasi di mana kita hidup agar kita bisa menjalani hidup dengan benar.
Hermeneutik meletakkan tekanan pada aktivitas pembaca sastra. Membaca sastra adalah mengadakan dialog dengan karya sastra. Dengan dialog itu pembaca akan memperoleh pencerahan atau katarsis sehingga mampu memahami dirinya, jika ia berhasil memetik makna dari karya itu bagi dirinya. Dialog dengan karya sastra pada hakikatnya adalah dialog dengan hati nurani karena seni adalah penjelmaan budaya batin suatu bangsa. Kesediaan untuk mau berdialog dengan karya sastra berarti mengapresiasi sastra.
Formalisme yang menjadi subjek pengajaran sastra adalah teori sastra yang membombardir bentuk menjadi seni, tanpa mempedulikan isinya. Sebaliknya, pendidikan sastrayang sasarannya_ apresiasi--tidak terbatas pada bentuk saja karena keindahan mengharuskan adanya harmoni dalam hubungan bentuk dan isi. Jadi, pengajaran sastra hanya berguna sebagai suplemen bagi pendidikan sastra. Pendidikan bukan masalah pemberian pengetahuan, tetapi memberi keteladanan agar si terdidik memiliki kedewasaan jiwa. Sebagai potensi kreatif, sastra punya dunia imajinatif yang akan memindahkan pembacanya ke dunia itu sehingga terjadi fusi horison antara dunia teks dan dunia pembaca.
Akhirnya, perlu digaris bawahi bahwa metode hermeneutik ini mendukung teori resepsi, yaitu teori sastra di mana pembaca sendiri yang hares memberi makna pada karya yang dihadapinya bagi dirinya. Dengan teori resepsi, pengajaran sastra akan dituntut untuk memberi perhatian yang lebih kepada apresiasi sastra."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaezza Trikas Frendianto
"Tulisan ini adalah kajian tentang interpretasi simbol omnipoten atau kemahakuasaan Tuhan dan kaitannya dengan evil atau kejahatan. Atribut omnipoten yang disematkan pada Tuhan merupakan sifat yang masih menimbulkan paradoks. Interpretasi konsep omnipoten atau kemahakuasaan yang tersedia masih banyak meninggalkan pertanyaan, terutama keraguan bahwa Tuhan dapat melakukan segalanya termasuk melakukan evil atau kejahatan. Manusia secara intuitif cenderung lebih percaya pada Tuhan yang Maha Baik daripada Tuhan yang jahat, tetapi alasan mengapa Tuhan meng'ada'kan kejahatan di dunia belum sepenuhnya dapat dijawab. Dengan menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur, artikel ini menjelaskan konsep omnipoten dan definisi evil dengan refleksi kritis, supaya maknanya tidak hanya dipahami utuh sebagai makna literal, tetapi memberi kebermaknaan hidup bagi penafsir, karena interpretasi yang ada selama ini kurang menjelaskan keterhubungan konsep kemahakuasaan Tuhan dengan makna refleksi kritisnya. Sehingga Tuhan yang Mahakuasa tidak hanya dapat dipahami dalam ranah teologi dogmatis, namun filosofis. Evil yang selama ini disematkan kepada Tuhan dijawab jika evil merupakan kekurangan, bukan kelemahan Tuhan. Jika Tuhan Mahakuasa tidak mungkin Tuhan sekaligus tidak berkuasa, karena melanggar hukum logika yang konsisten. Lebih lanjut, pemaknaan pada kemahakuasaan Tuhan tidak hanya dimaknai dalam bentuk pengetahuan, tetapi refleksi kritis.

This paper is a study of the interpretation of the omnipotent symbol or the omnipotence of God and its relation to evil. The omnipotent attribute attached to God is a human trait that is constrained to cause paradoxes. The available interpretation of the concept of omnipotence still leaves many questions, especially doubts that God can do everything including evil. Humans intuitively tend to believe in a God who is good rather than God who is evil, but the reason why God creates evil in the world cannot be fully answered. Using Paul Ricoeur's hermeneutic method, this article explains the concept of omnipotence and the definition of evil with critical reflection, so that the meaning is not only fully understood as a literal meaning but gives meaning to life for interpreters because the existing interpretations so far do not explain the connection between the concept of God's omnipotence and meaning critical reflection. So that God Almighty can not only be understood in the realm of dogmatic theology but also philosophical. The evil thrown at God is answered if evil is a deficiency, not God's weakness. If God is all-powerful, it is impossible that He is not powerful simultaneously, because it violates the laws of consistent logic. Furthermore, the meaning of God's omnipotence is not only interpreted in the form of knowledge, but also in critical reflection."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Masykur
"Dewasa ini hermeneutika menjadi permasalahan yang menarik untuk dieksplorasi dan dianalisis. Hermeneutika pertama muncul berkaitan dengan kata hermeneia yang diungkapkan oleh Plato, Aristoteles, dan Philo. Signifikansi dan urgensi hermeneutika diperlukan sekali ketika ingin menjelaskan dan memahami realitas yang berkaitan dengan mitos dan agama. Untuk keperluan itu, interpretasi teks Ricoeur ini memberikan alternatif yang berbeda dengan hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial.
Dengan permasalahan di atas, penulis mengambil judul Interpretasi Teks dalam Hermeneutika Paul Ricoeur. Dengan judul ini, ada tiga masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu: Pertama, apa yang dimaksud dengan interpretasi teks Ricoeur tersebut? Kedua, apa yang dimaksud dengan teks Ricoeur tersebut? Ketiga, bagaimana penerapan interpretasi teks Ricoeur dalam hubungannya dengan hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial? Kerangka teori yang digunakan adalah bahwa teori interpretasi teks Ricoeur haaya dapat dipahami dengan memahami teks yang difiksasi dengan tulisan.
Tesis ini bersifat deskriptif-analitis yang tampak pada metode-metode yang digunakan. Tesis ini merupakan studi pustaka. Pustaka primer yang digunakan adalah The Conflict of Interpretations: Essays in Hermeneutics, Interpretation Theory: Discourse and the Surplus Meaning, dan From Text to Action: Essays in Hermeneutic. Sedangkan, pustaka sekunder yang digunakan adalah pustaka yang menjelaskan hermeneutika dan interpretasi teks Ricoeur. Persoalan interpretasi teks dalam hermeneutika Ricoeur dideskripsikan, dianalisis, dan diinterpretaslkan dengan metode deskripsi, metode pemahaman,dan metode hermeneutika Ricoeur yang didasarkan pada interpretasi teks.
Pada akhir pembahasan, penulis berefleksikan secara kritis dengan metode refleksi kritis. Inti sari dari tesis ini membahas pemikiran hermeneutika fenomenologis Ricoeur yang meletakkan interpretasi teks sebagai dasar metode hermeneutikanya. Interpretasi teks Ricoeur dapat digunakan untuk membaca makna yang tersembunyi dalam teks yang mengandung makna yang tampak. Interpretasi teks Ricoeur ini merupakan distingsi antara hermeneutika Romantis dan hermeneutika ontologis-eksistensial. Distingsi antara kedua hermeneutika itu tampak pada ontonomi teks dengan konsep apropriasi-distansiasi, erklaren-verstehen, dan tindakan penuh makna sebagai teks. Dengan demikian, sebagai refleksi kritis ada dua temuan dalam tesis ini. Pertama, bahwa interpretasi teks Ricoeur merupakan mediasi antara hermeneutika Romantis sebagai kutub obyektif dan hermeneutika ontologis-eksistensial sebagai kutub subyektif. Kedua, bahwa hermeneutika fenomenologis Ricoeur merupakan mediasi antara fenomenologi Husserl dan strukturalisme Saussure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suastika
"ABSTRAK
Calon Arang ditulis dalam tradisi karya sastra di Bali. Di dalam perjalanan sejarah sastra Bali muncul berbagai teks yang bersumber pada Calon Arang. Ada yang ditulis dengan mempertahankan model asli, ada pula yang ditransformasikan ke dalam karya yang berbeda, yang disesuaikan dengan genre dan pandangan hidup penyair pada zaman lahirnya karya tersebut. Akibatnya, banyak terdapat karya sastra turunan, saduran tentang Calon Arang. Ada Calon Arang berbentuk prosa, ada pula yang berbentuk puisi, yaitu kidung dan geguritan/parikan. Kajian ini bertujuan melacak dan menentukan mata rantai teks Calon Arang prosa yang berasal dari lingkungan pertapaan zaman Gelgel pada abad ke-16, yang dimuat pada teks LOr 5387/5279. Teks tersebut apabila diperbandingkan dengan teks yang lain adalah teks yang lebih tua dari teks kidung dari zaman Gelgel/Klungkung, yang termuat pada teks LOr 4565, dan geguritan Kirtya IVd/1047, karya sastra pada zaman Klungkung abad ke-19. Di dalam suntingan teks Calon Arang, seperti termuat pada LOr 5387/5279, digunakan teori filologi, dan di dalam pengungkapan pelacakan teks digunakan teori sastra yangdisebut intertekstualitas,yang dalam analisisnya berdasarkan pada tataran kode bahasa, sastra, dan budaya. Rode budaya dikaitkan dengan zaman teks dan asal mulanya. Penelitianteks menunjukkan tradisi sastra pertapaan/geria di Karangasem"
1995
D1660
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suastika
Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1997
899.223 MAD c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sunahrowi
"Sastra adalah sebuah karya yang terbuka terhadap interpretasi dan penafsiran. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pencarian makna terkait wabah dan isolasi yang adadalam roman La Peste. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu memberikan pandangan terhadap hubungan teks dalam karya sastra serta mendeskripsikan isinyasesuai dengan realitas kehidupan dengan menggunakan kajian hermeneutika Paul Ricoeur melalui metode deskriptif. Hasil analisis roman La Peste terbagi menjadi dua bagian,yaitu sens dan reference. Adanya analisis ini membuat roman La Peste lebih mudah dipahami baik dari segi instrinsik maupun keterkaitan makna dalam teks dengan realitas kehidupan."
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suastika
Yogyakarta: Duta Wacana University Press, 1997
899.223 81 MAD c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Suri
"Tesis ini membahas representasi identitas janda cerai yang ditampilkan sebagai tokoh utama dalam dua novel MetroPop, yaitu: Perang Bintang dan Janda-janda Kosmopolitan. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan deskriptif menggunakan teori posfeminisme dan konsep identitas Stuart Hall tentang ketidakajekan identitas. Teori posfeminisme yang digunakan untuk membahas kedua novel ini untuk menunjukkan apakah ada ruang yang diberikan dalam narasi kedua novel MetroPop ini terhadap janda terutama janda cerai di dalamnya, dan juga dalam masyarakat urban. Teori identitas digunakan untuk mengungkapkan apakah terjadi perubahan identitas para janda di dalam kedua novel ini, dari being menjadi becoming. Dalam kesimpulannya, terdapat ambivalensi di dalam kedua novel MetroPop Perang Bintang dan Janda-janda Kosmopolitan dalam merepresentasikan para janda di dalamnya dan juga dalam masyarakat urban.

The thesis discusses the identity representation of divorced widows showed in two MetroPop novels which are: Perang Bintang and Janda-janda Kosmopolitan. The thesis applies qualitative research approach with descriptive design using feminism theories by Simone de Beauvoir, and Stuart Hall’s identity concept about how identity is fluid. Postfeminism theory in this novel is used to described these two novels and to show whether there are spaces given in thses two novels towards divorcee and also among the urban society. The identity theory is used to cover whether the identities of the divorcee in thsese novels are developing, from being into becoming. In conclusion, there are certain ambivalence in these two novels in giving the representation of the divorcee in the novels and also amon the urban society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T36095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>