Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairida Riany
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lesi litik dan kadar kalsium darah pada pasien mieloma multipel dan faktor yang ikut mempengaruhi hubungan antara lesi litik dengan kalsium. Penelitian retrospektif menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder bone survey dan hasil pemeriksaan kadar kalsium darah dari 45 pasien mieloma multipel yang menjalani pengobatan di RS Kanker Dharmais, dari Januari 2007 sampai Januari 2014. Dilakukan uji statistik chi-square untuk mengetahui hubungan antara lesi litik dengan kadar kalsium darah.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lesi litik dengan kadar kalsium darah pada pasien mieloma multiple sehingga tidak dapat ditentukan faktor yang mempengaruhinya. Terdapat hubungan antara lesi litik dengan terjadinya fraktur pada pasien multipel mieloma. Didapatkan pula distribusi lesi litik paling sering ditemukan pada 4-6 tulang dengan lokasi tersering di tulang kalvaria, osteoporosis derajat 3 menurut indeks Singh dan derajat 4 menurut indeks Saville. Fraktur patologis yang paling sering ditemukan merupakan faktur kompresi pada korpus vertebra lumbal.

This study aims to determine the relationship between lytic lesions and blood calcium levels in patients with multiple myeloma and the factors that influence the relationship between lytic lesions with calcium. A retrospective study using cross-sectional design with secondary data survey and examination of bone calcium blood levels of 45 multiple myeloma patients who undergo treatment Dharmais Cancer Hospital, from January 2007 to January 2014. This study use Chi-square statistical test to determine the relationship between lytic lesion with blood calcium levels.
The results showed there was no correlation between lytic lesion with blood calcium levels in patients with multiple myeloma and can not be determined the factors that influence it. There is a relationship between a lytic lesion of fractures in patients with multiple myeloma. The lytic lesions most often found in 4-6 bone with the most common sites in the calvaria bones, osteoporosis grade 3 according to the index Singh and 4 degrees according to Saville index. Pathologic fractures are most commonly found an invoice compression on the lumbar vertebral bodies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
"Salah satu fungsi ginjal adalah sebagai tempat produksi erythropoietin yang berfungsi memicu produksi sel darah merah. Pada penderita obstruksi batu ureter bilateral kronik dapat terjadi kerusakan ginjal umumnya berakibat anemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah. Kadar kreatinin darah dalam penelitian ini digunakan sebagai indeks pengukuran fungsi ginjal. Penelitian dilakukan di Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dengan mengambil data 101 rekam medis pasien pada tahun 2009-2011 dengan batu ureter bilateral dan diambil data hemoglobin (cut-off 12 gr/dL) dan kreatinin serum (cut-off 1,5 mg/dL). Hubungan antara keduanya dihitung dengan uji chi-square dan didapatkan 70,6% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin tinggi dan 42,0% pasien dengan hemoglobin rendah pada pasien dengan kadar kreatinin normal (p=0,004). Terdapat risiko penurunan kadar hemoglobin (OR = 3,314) pada pasien dengan kadar kreatinin yang tinggi. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar hemoglobin dengan kadar kreatinin darah dan pasien dengan kadar kreatinin tinggi cenderung berisiko anemia.

One of renal function is as a place that serves erythropoietin production triggers the production of red blood cells. In patients with bilateral ureteral stone obstruction chronic kidney damage can occur generally result in anemia. This study aimed to prove the existence of a relationship between hemoglobin levels with blood creatinine levels. Blood creatinine levels in this study was used as an index of kidney function measurement. The study was conducted in the Department of Urology Hospital Cipto Mangunkusumo by retrieving 101 medical records data of patients in the years 2009-2011 with bilateral ureteral stones and data retrieving hemoglobin data (cut-off 12 g / dL) and serum creatinine (cut-off 1.5 mg / dL). Relationship between the two was calculated by chi-square test. It was found that 70.6% of patients with low hemoglobin had high creatinine levels and 42.0% of patients with low hemoglobin had normal creatinine levels (p = 0.004). These result implied that there was a risk of a decrease in hemoglobin levels (OR = 3.314) in patients with high creatinine levels. In conclusion, there was a significant relationship between level of hemoglobin and creatinine levels in blood. Patients with high creatinine levels tend to be at risk of anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Diah Pusparini Pendet
"Praktik residensi merupakan bagian dari pendidikan profesi yang bertujuan untuk membentuk perawat spesialis. Pendidikan lanjutan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Target kompetensi yang harus dicapai yaitu mampu memberikan asuhan keperawatan lanjut secara kompleks, melaksanakan tindakan keperawatan yang didasarkan pada bukti, dan yang terakhir adalah mampu menyelesaikan program inovasi berbasis bukti yang nantinya diharapkan dapat digunakan dalam praktik keperawatan. Teori keperawatan yang digunakan dalam menyelesaikan target komptensi tersebut adalah Roy Adaptation Model RAM . Pendekatan model adaptasi ini bertujuan untuk memepertahankan integritas sistem adaptasi manusia. RAM berfokus pada proses adaptasi manusia, yaitu proses penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan baik oleh faktor internal maupun eksternal. Pada target kompetensi penerapan asuhan berbasis bukti digunakan penerapan terapi musik untuk mengurangi kecemasan pada pasien kanker yang menjalani radioterapi. Hasil penerapan menunjukkan bahwa terapi musik mampu mengurangi kecemasan pada pasien yang sedang menjalani radioterapi. Proyek inovasi adalah pemberian edukasi manajemen efek samping kemoterapi di rumah, hasil proyek inovasi menunjukkan pemberian edukasi dapat meningkatkan pengetahuan dan manajemen efek samping kemoterapi pada pasien kanker.

Residency practice is one part of profesional education with the aim to improve and establish specialist nurse. Advanced education is being held to increase the quality of nursing service. Target of competency which is must be achieved are capable to provide advanced nursing care complexically. Implement of nursing care based on evidence, and third is capable to accomplish inovation project based on evidences which is expected to be used in nursing practice. Nursing theory which is applicated to achieved target of competency is Roy Adaptation Model RAM . Roy adaptation model is used with the aim for maintaining the integrity of human adaptation system. The main focus of RAM as nursing theory is on human adaptation process by definition is adaptation process of human self toward the changing of environment which can be influenced by internal and external factors. The implementation of evidence based nursing used musical therapy for decreasing level of anxiety disorder in patient with cancer who are receiving radiotherapy. Inovation project is educating how to manage side effect of the therapy in homecare. The result of this inovation project show that application of educating the side effect can improve knowledge and management of side effect patient with cancer who are receiving chemotherapy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Aldilla
"Latar belakang. Laktat awalnya dianggap sebagai produk berbahaya dari metabolisme anaerobik, namun bukti terbaru menunjukkan laktat dapat melindungi neuron dan memperbaiki luaran. Dalam studi ini, kami mencari korelasi antara kadar laktat darah dan luaran pascaoperasi pasien dengan cedera otak traumatika (traumatic brain injury, TBI). Metode. Studi kohort prospektif ini mengambil sampel dari pasien dengan TBI terisolasi yang menjalani operasi di Departemen Bedah Saraf RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dari April 2020 hingga Juni 2021. TBI dikategorikan menjadi ringan (GCS 13-15), sedang (GCS 9-12), dan berat (GCS 3-8). Kadar laktat darah diambil dari vena perifer sebelum dan pada hari ke-3 pascaoperasi. Luaran klinis dievaluasi berdasarkan perubahan (D) GCS pada hari ke-7 pascaoperasi dengan preoperasi, lalu dibagi menjadi 3 kelompok: membaik, tidak berubah, dan memburuk. Hasil. Dari 72 subjek dalam penelitian ini, ditemukan terdapat korelasi yang signifikan (p = 0,019, r = 0,275) antara kadar laktat preoperatif dengan D GCS, dimana semakin tinggi kadar laktat preoperatif maka D GCS akan semakin positif. Berdasarkan analisis dengan kurva receiver operating characteristics (ROC) dan Chi-square, ditemukan bahwa subjek dengan kadar laktat >=2,35 mmol/L memiliki kemungkinan 1,64 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan GCS pascaoperasi. Kesimpulan. Laktat dapat dijadikan suatu faktor prognostik luaran baik pascaoperasi pasien TBI.

Background. Lactate was initially thought to be a harmful product of anaerobic metabolism, but recent evidence suggests it can protect neurons and improve outcomes. Therefore, we sought a correlation between blood lactate levels and the postoperative outcome of patients with traumatic brain injury (TBI). Method. This prospective cohort study took samples from patients with isolated TBI who underwent surgery at the Department of Neurosurgery, Cipto Mangunkusumo National Hospital from April 2020 to June 2021. Blood lactate levels were taken from peripheral veins before surgery and on the 3rd postoperative day. The clinical outcome was evaluated based on the change (D) of GCS from before surgery and on the 7th postoperative day, then categorized into 3 groups: improved, unchanged, and worsen. Results. From 72 subjects in this study, significant correlation (p = 0.019, r = 0.275) was found between preoperative lactate levels and D GCS, where the higher preoperative lactate levels, the more positive D GCS would be. Based on the analysis using ROC curve and Chi-square, subjects with lactate levels >=2.35 mmol/L were 1.64 times more likely to experience an increase in postoperative GCS. Conclusion. Lactate can be used as a favorable prognostic factor in TBI patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nindiana Pertiwi
"Pada masa kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan janin dan perubahan fisiologis tubuh ibu. Kurangnya asupan gizi pada masa kehamilan dapat menyebabkan malnutrisi dan masalah kesehatan pada ibu dan janin. Kalsium merupakan salah satu mikronutrien yang berperan penting dalam mempertahankan kepadatan tulang ibu dan pertumbuhan tulang dan gigi bayi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara kadar kalsium darah dengan asupan kalsium harian khususnya pada ibu hamil trimester pertama. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel berjumlah 62 yang merupakan data sekunder dari penelitian primer yang dilakukan pada ibu hamil trimester pertama di beberapa rumah sakit di Jakarta. Data asupan diperoleh dengan menggunakan food frequency questionnaire, sedangkan kadar kalsium darah diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan flame atomic absorption spectrophotometry (AAS). Data diolah melalui uji Kolmogorov-Smirnov dan uji Spearman dengan software SPSS versi 22 Mac OS X. Dari penelitian didapatkan sebanyak 93,5% subjek memiliki kadar kalsium normal dan sebagian besar (91,9%) subjek tidak mencapai angka kecukupan kalsium harian. Tidak didapatkan korelasi antara kadar kalsium darah dengan asupan kalsium ibu hamil trimester pertama (p=0,803). Dibutuhkan penelitian yang lebih komprehensif terkait faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar kalsium darah ibu hamil trimester pertama.

During pregnancy, the needs for most nutrients are increased to meet the demands of growing fetal and physiologic changes of the mother. Nutrient deficiency in pregnancy causes malnutrition and several problems of maternal and fetal health. Calcium is needed for maintaining bone density of mother and fetal development of bone and teeth. This research helps to find out the correlation between blood calcium level and daily calcium intake in first trimester pregnant women. This is a cross sectional research with 62 samples gathered from secondary data by the primary research done to pregnant women in several hospitals in Jakarta. The data of calcium intake is acquired from food frequency questionnaire, while blood calcium level is acquired from cilinical laboratory measurement by using flame atomic absorption spectrophotometry (AAS). The data is analyzed using Kolmogorov-Smirnov and Spearman’s test in SPSS for Mac OS X version 22 software. It is found that 93,5% of the subjects have normal blood calcium level, but 91,9 % of them do not meet the minimum requirement of daily calcium intake. There is no correlation between blood calcium level and daily calcium intake (p=0.803). More comprehensive studies associated to other factors determining blood calcium level are needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Mondana
"Latar belakang: Hiperfosfatemia pada penyakit ginjal kronik (PGK) terjadi akibat kegagalan ginjal dalam mengekskresi fosfat, tingginya asupan fosfat atau peningkatan pelepasan fosfat dari ruang intraselular. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy/LVH) adalah perubahan jantung yang umum terjadi dan menjadi tanda awal penyakit kardiovaskular pada anak dengan PGK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kadar fosfat darah dengan fungsi sistolik serta penebalan ventrikel kiri jantung pada pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap anak PGTA tanpa ada kelainan jantung bawaan dari april-mei 2024 dengan dilakukan pemeriksaan fosfat darah dan ekokardiografi. Hasil: Terdapat 56 subyek dengan titik potong kadar fosfat darah 7,35 mg/dL. Didapatkan penurunan fungsi fraksi ejeksi dengan rasio prevalens pada pasien dengan hiperfosfatemia adalah 3,895 dengan IK 95% antara 2,552-9,773 (p = 0,002) serta kecenderungan hubungan kadar fosfat dengan penebalan LVMI (p = 0,680) dan disfungsi diastolik jantung kiri (p = 0,145). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar hiperfosfemia darah dengan fungsi sistolik pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Tetapi tidak terdapat hubungan dengan peningkatan massa ventrikel kiri jantung dan diastolik jantung.

Background: Hyperphosphatemia in chronic kidney disease (CKD) occurs due to renal failure to excrete phosphate, high phosphate intake or increased phosphate release from the intracellular space. Left ventricle hypertrophy (LVH) is a common heart change and an early sign of cardiovascular disease in children with CKD. This study aimed to assess the relationship between blood phosphate levels to decreased systolic and diastolic function and thickening of the left ventricle in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. Method: This was a cross-sectional observational study at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta with PGTA children without congenital heart defects. Paremeters for function and LVM were assessed by Doppler echocardiography and blood phosphate examination. Results: There were 56 subjects with a cut point for blood phosphate levels of 7.35 mg/dL. It was found that a decrease in ejection fraction function with a prevalence ratio in patients with hyperphosphatemia was 3.895 with a 95% CI between 2.552-9.773 (p = 0.002) as well as a trend in the relationship between phosphate levels and LVMI thickening (p = 0.680) and left heart diastolic dysfunction (p = 0.145) Conclusion: There is association between blood levels of phosphemia and systolic function in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. However, there is no association with increased left ventricular mass index and dyastolic function."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rifanny Adelia Dewinasjah
"Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya penurunan massa tulang yang parah sehingga meningkatkan risiko terjadinya retak atau patah tulang. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian aspirin dosis tinggi (300 mg) terbukti dapat menurunkan kadar Sphingosine-1-Phosphate (S1P) dalam plasma. Kadar rendah S1P dalam darah dapat mengaktifkan S1PR1 yang dapat mengarahkan prekursor osteoklas kembali ke darah sehingga proses osteoklastogenesis dapat terhambat. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian aspirin dengan kombinasi kalsium secara in vivo. Penelitian ini menggunakan tikus putih betina Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu sham dan kontrol negatif yang diberikan 1ml CMC Na 0,5%, kontrol positif diberikan tamoksifen sitrat 3,6 mg/200 g BB/hari, kelompok aspirin diberikan aspirin 5,4 mg/200 g BB/hari, kelompok kalsium diberikan kalsium sitrat 15 mg/200 g BB/hari, serta 3 kelompok variasi dosis aspirin dalam kombinasi dengan kalsium sitrat yaitu D1 aspirin 1,8 mg/200 g BB/hari, D2 aspirin 5,4 mg/200 g BB/hari, D3 aspirin 16,2 mg/200 g BB/hari dimana ketiga variasi dosis tersebut dikombinasikan dengan dosis kalsium sitrat 15 mg/200 g BB/hari secara peroral. Semua tikus dilakukan ovariektomi, kecuali kelompok sham dilakukan pembedahan tanpa pengambilan ovarium. Tikus dipelihara 4 minggu pasca operasi, lalu diberi perlakuan selama 28 hari. Parameter pertama yang diukur adalah berat tulang tibia dengan rata-rata kelompok sham 321,90 ± 10,39 mg, kontrol negatif 272,300 ± 54,18 mg, kontrol positif 312,50 ± 40,86 mg, aspirin 336,67 mg, kalsium 335, 90 ± 60,66 mg, D1 346,27 ± 83,90 mg, D2 377,00 ± 36,10 mg, dan D3 336,67 ± 4,5 mg. Parameter kedua yang diukur adalah kadar kalsium dengan rata-rata kelompok kelompok sham 111,08 ± 4,74 mg, kontrol negatif 89,30 ± 23,94 mg, kontrol positif 109,69 ± 20,25 mg, aspirin 123,01 ± 17,98 mg, kalsium 124,53 ± 32,11 mg, D1 120,19 ± 3,63 mg, D2 149,22 ± 17,13 mg, dan D3 121,60 ± 5,21 mg. Berdasarkan penelitian, pengaruh pemberian dosis kombinasi aspirin 5,4 mg/200 g BB/hari dan dosis kalsium 15 mg/200 g BB/hari pada tikus dapat meningkatkan berat dan kadar kalsium tulang tibia secara efektif.

Osteoporosis is a disease characterized by a severe decrease in bone mass that increases the risk of fractures. Previous studies have shown that high-dose aspirin (300 mg) has been shown to reduce plasma levels of Sphingosine-1-Phosphate (S1P). Low levels of S1P in the blood can activate S1PR1 which can direct osteoclast precursors back to the blood so that the process of osteoclastogenesis can be inhibited. This study was conducted to evaluate the effect of aspirin and calcium combination in vivo. This study used female Sprague-Dawley rats which were divided into 8 groups, namely sham and negative control which were given 1ml CMC Na 0.5%, positive control was given tamoxifen citrate 3.6 mg/200 g BW/day, aspirin group was given aspirin. 5.4 mg/200 g BW/day, the calcium group was given calcium citrate 15 mg/200 g BW/day, as well as 3 groups with variations in the dose of aspirin in combination with calcium citrate, namely D1 aspirin 1.8 mg/200 g BW/day, D2 aspirin 5.4 mg/200 g BW/day, D3 aspirin 16.2 mg/200 g BW/day where the three variations of the dose were combined with a dose of calcium citrate 15 mg/200 g BW/day. All rats were ovariectomized, except for the sham group which underwent surgery without removing the ovaries. After 4 weeks of ovariectomy, rats were treated for 28 days orally. The first parameter that was measured was the mass of the tibia bone with the average for bone mass in each group are 321.90 ± 10.39 mg for sham group, 272.300 ± 54.18 mg for negative control, 312.50 ± 40.86 mg for positive control, 336.67 mg for aspirin group, 335, 90 ± 60.66 mg for calcium group, 346.27 ± 83.90 mg for D1, 377.00 ± 36.10 mg for D2, and 336.67 ± 4.5 mg for D3. The second parameter measured was calcium levels with the average for calcium levels in each group are 111.08 ± 4.74 mg for sham group, 89.30 ± 23.94 mg for negative control, 109.69 ± 20.25 mg for positive control, 123.01 ± 17.98 mg for aspirin group, 124.53 ± 32.11 mg for calcium group, 120.19 ± 3.63 mg for D1, 149.22 ± 17.13 mg for D2, and 121.60 ± 5.21 mg for D3. Based on the research, the effect of a combination dose of aspirin 5.4 mg/200 g BW/day and calcium dose 15 mg/200 g BW/day in rats can increase the weight and calcium levels of the tibia bone effectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Akbar
"ABSTRAK
Kondisidisuse osteoporosispada pasien hemiparesis dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh faktor-faktor klinis tersebut terhadap status kepadatan massa tulang. Sebanyak34 subjek direkrut dalam penelitian ini. Rerata nilai BMD (g/cm2) wrist sisi sehat dan sakit adalah 0,8 ±0,15 dan 0,74 ± 0,15; hipsisi sehat dan sakit adalah 0,83 ± 0,15 dan 0,77 ± 0,16; serta spine adalah 1,005 ± 0,20. Terdapat perbedaan bermakna antara BMD sisi sehat dengan sisi sakit baik pada hip maupun wrist (p<0,001). Didapatkan korelasi positif yang kuat antara awitan hemiparesis dengan delta BMD wrist dan hip (r= 0,779 p=0,001 dan r=0,791 p=0,001). Terdapat juga hubungan yang secara statistik bermakna antara delta BMD dengan usia dan kekuatan motorik. Pada uji multivariat didapatkan bahwa usia dan awitan hemiparesis merupakan faktor prediktor utama terhadap delta BMD (aR2 wrist= 0,486, aR2 hip= 0,614). Usia, kekuatan motorik ekstremitas, awitan hemiparesis, dan kepatuhan rehabilitasi mempengaruhi penurunan nilai BMD. Selain itu, usia dan awitan hemiparesis menjadi faktor prediktor utama terhadap penurunan nilai BMD. Faktor-faktor ini sebaiknya menjadi salah satu pertimbangan utama dalam manajemen diagnostik dan tatalaksana disuse osteoporosis pada pasien stroke

ABSTRACT
Disuse osteoporosis in hemiparetic patients often results in significant morbidity and decreased quality of life. This study aims to investigate the effect of these csinical factors on bone mineral density. A total of 34 subjects were recruited for this study. The mean BMD value (g / cm2) of the healthy and paretic side of the wrist was 0.8 ± 0.15 and 0.74 ± 0.15; healthy and paretic hip was 0.83 ± 0.15 and 0.77 ± 0. 16); and the spine was 1.005 ± 0.20. There was a significant difference between the healthy and paretic side of BMD of both hip and wrist (p <0.001). Multivariate analysis demonstrated that the onset of hemiparesis was a strong predictor of delta BMD (aR2 wrist = 0.486, aR2 hip = 0.614). Age, limb strength, the onset of hemiparesis, and rehabilitation compliance are associated with the decreased BMD among patients with post-stroke neuromuscular deficit. In addition, age and the onset of hemiparesis are major predictors of accelerated BMD loss, which can be used to calculate delta BMD score. These factors should perhaps become the main issues addressed in the diagnosis or treatment of disuse osteoporosis among stroke patient."
2019
T55545
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Agustini Kurniawati
"ABSTRAK
Latar Belakang: Selain bergantung pada berbagai faktor prognosis, kesintasan pasien mieloma multipel MM aktif juga ditentukan oleh diagnosis yang lebih dini. Perkembangan kriteria diagnostik MM dari sebelumnya yaitu kriteria Durie-Salmon DS menjadi kriteria International Myeloma Working Group IMWG 2003 dilakukan sebagai upaya mendiagnosis lebih dini MM aktif, namun karena berbagai keterbatasan sumber daya, upaya pemenuhan kriteria diagnostik berdasarkan DS serta IMWG 2003 tidak dapat dilakukan secara konsisten di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diketahui proporsi pemenuhan diagnosis MM berdasarkan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 serta dampaknya pada kesintasan pasien MM di Indonesia.Tujuan: Mendapatkan data proporsi dan kesintasan pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM dan Rumah Sakit Kanker Dharmais RSKD .Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan teknik analisis kesintasan pada pasien MM aktif yang berobat di RSCM dan RSKD selama tahun 2005-2015. Data disajikan dalam kurva Kaplan Meier dan tabel kesintasan dengan interval kepercayaan IK 95 .Hasil: Studi ini melibatkan 102 pasien MM aktif yang data penunjang diagnosis tersedia dan memiliki kesintasan >1 bulan. Sebesar 56,9 pasien memenuhi kriteria diagnostik DS dan 72,5 memenuhi kriteria IMWG 2003. Median Overall Survival OS pasien berdasarkan kriteria DS sama dengan IMWG 2003yaitu 77,8 bulan. Overall Survival tahun ke-1, ke-3, ke-5 pasien MM yang memenuhi kriteria DS adalah 89,9 , 77,5 , dan 54,8 sedangkan pasien MM yang memenuhi kriteria IMWG 2003 adalah 87,5 , 75,6 , dan 55,9 .Simpulan: Proporsi pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik IMWG 2003 lebih tinggi daripada yang memenuhi kriteria DS. Kesintasan menyeluruh pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik DS sama dengan yang memenuhi kriteria IMWG 2003.
ABSTRACT
Background Besides other prognostic factors, survival in active multiple myeloma MM patients is determined by earlier diagnosis. Development of MM diagnostic criteria from Durie Salmon DS to International Myeloma Working Group IMWG 2003 criteria as part of efforts to diagnose earlier active MM patients, unfortunately due to resources constraints, the fullfillment of DS and IMWG 2003 diagnostic criteria can not be done consistently in Indonesia. Therefore, it is important to describe the proportion of fulfillment MM diagnosis based on DS and IMWG 2003 diagnostic criteria as well as its impact on survival of active MM patients in Indonesia.Aim To describe the proportion and survival rate of active MM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais National Cancer Hospital based on Durie Salmon and International Myeloma Working Group IMWG 2003 diagnostic criteria.Methods We conducted a retrospective cohort study with survival analysis in active MM patients in RSCM and RSKD during 2005 2015. Data were presented in Kaplan Meier curve and survival table with 95 confidence interval.Results This study involved 102 active MM patients whose initial supporting data were available and who survived 1 month. There were 56.9 patients who met DS criteria and 72.5 patients who met IMWG 2003 criteria. Median overall survival OS based on DS and IMWG 2003 diagnostic criteria were similar 77.8 months . The 1st, 3rd, and 5th year survival of patients who met DS criteria were 89.9 , 77.5 , and 54.8 . The 1st, 3rd, and 5th year survival for patients who met on IMWG 2003 criteria were 87.5 , 75.6 , and 55.9 .Conclusion The proportion of active MM patients who fulfilled IMWG 2003 diagnostic criteria was higher than DS diagnostic criteria. Survival of active MM patiens who met DS and IMWG 2003 criteria were similar.Keywords Active multiple myeloma survival Durie Salmon diagnostic criteria IMWG 2003 diagnostic criteria "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sammy Yahya
"Latar belakang dan tujuan: Akne vulgaris AV merupakan inflamasi kronik pada unit pilosebasea. Beberapa penelitian telah meneliti kadar 25-hydroxyvitamin D [25 OH D] serum pada pasien AV dengan hasil bervariasi, namun umumnya rendah. Kadar vitamin D diduga terpengaruh oleh pajanan sinar matahari, letak geografis, ras/tipe kulit, dan asupan makanan, sehingga mungkin temuan di Indonesia akan berbeda daripada penelitian terdahulu di luar negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar 25 OH D serum dan hubungan dengan derajat keparahan, lesi inflamasi, noninflamasi, dan total lesi AV.
Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan 30 subjek penelitian SP, direkrut secara consecutive sampling, terbagi rata ke dalam kelompok AV ringan AVR, AV sedang AVS, dan AV berat AVB berdasarkan klasifikasi Lehmann. Faktor risiko AV yang berkaitan dengan vitamin D pajanan sinar matahari, penggunaan tabir surya, suplementasi, jumlah lesi, dan kadar 25 OH D serum dinilai pada seluruh SP.
Hasil : Median kadar 25 OH D serum pada kelompok AVR, AVS, dan AVB yaitu 16,3 9,1- 17,8 ng/mL, 12,7 9,6-15,6 ng/mL, dan 9,35 4,9-10,9 ng/mL Median pada kelompok AVR dan AVS lebih tinggi dibandingkan AVB.

Background and objective: Acne vulgaris AV is chronic inflammation of pilosebaceous units. Several studies have investigated the levels of serum 25 hydroxyvitamin D 25 OH D in AV patients with varying outcomes, but mostly decreased. Vitamin D levels are thought to be affected by sun exposure, geographical location, race skin type, and food intake, that research in Indonesia may yield different results. This study aimed to determine the level of serum 25 OH D and its association with the severity and the number of inflammatory, noninflammatory, and total AV lesions.
Methods: This cross sectional study included 30 patients. Subjects were recruited by consecutive sampling, grouped equally into mild, moderate, and severe AV based on Lehmann's classification. The risk factors for inadequate vitamin D such as sun exposures, sunscreen, and suplements, the number of lesions, and serum 25 OH D levels were assessed on all subjects.
Results: The median concentrations of serum 25 OH D in the three groups were respectively 16.3 9.1 17.8 ng mL, 12.7 9.6 15.6 ng mL, and 9.35 4.9 10.9 ng mL p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>