Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71077 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Yanuar Wicaksono
"Pada zaman sekarang gencar dilakukan pembangunan rumah susun oleh banyak developer, konsumen diberi banyak pilihan untuk memilih sesuai kemampuan dan kebutuhannya masing-masing, banyak dari konsumen membeli sebelum bangunan telah selesai dibangun dengan dilakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu. Undang-undang telah mengatur dengan jelas hal hal yang berkaitan dengan perjanjian dan prestasi-prestasi apa saja yang harus dipenuhi oleh developer maupun oleh konsumen, namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya karena minimnya pengetahuan mereka akan hukum sehingga hak dan kepentingan mereka tidak terlindungi dengan baik. Seringkali ditemukan developer yang tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan ketika mengiklankan rumah susun yang mereka jual, hal ini mengakibatkan banyaknya konsumen yang merasa tertipu setelah melakukan pembelian karena tidak mendapatkan apa yang diperjanjikan sebelumnya.
Pokok penelitian dari tesis ini yaitu bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen dan cara-cara apa yang dapat ditempuh untuk menuntut hak konsumen menurut peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan bahan pustaka serta wawancara ahli dan dianalisis secara deduktif serta tipologi penelitian ini adalah preskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen berhak menuntut apa yang sudah diiklankan oleh developer pada masa penjualan dengan cara membuat pengaduan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), keputusan dari BPSK bersifat final dan mengikat bagi para pihak.

The regulation has been set up with clear terms of matters related consumer protection, but some people still do not attention because they lack of knowledge of the law so that their rights and interests are not well protected. This situation leads to the number of apartment developer that been set to the default because of their incapability to reach the terms of condition they?ve been made in the apartment sale and purchase agreement, resulted in many series of legal conflict between the developer and the consument.
This thesis research is to know what kind of legal protection that can be applied for the customer according to the legislation. Research methodology that is used is normative juridical, with library research technique, and analyzed deductively and typology of this research is analytical prescriptive. The results showed that the customer is have the right to sue the developer via BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), all the results that been decided by BPSK is final and bond for both developer and consumer.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45007
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Dioriati Fabertine
"Perkembangan rumah susun atau apartemen di Indonesia, khususnya di kotakota besar seperti Jakarta, amatlah pesat pada awal dasa warsa 90-an. Ini terjadi karena situasi dan kondisi yang ada di kota-kota besar, di mana lahan yang tersedia atau masih kosong semakin sempit. Oleh karena itu dilakukan upaya untuk menggunakan lahan yang semakin langka itu semaksimal dan seefisien mungkin, yaitu dengan cara mendirikan bangunan secara vertikal seperti rumah susun atau apartemen. Upaya ini juga memacu para developer rumah susun untuk mencari cara agar dapat membangun rumah susun secara maksimal dan menguntungkan. Salah satu caranya adalah praktek pre-project selling, yaitu pemasaran satuan rumah susun yang belum dibangun atau masih dalam proses pembangunan dengan cara mengutip terlebih dahulu uang tanda jadi yang dapat diperhitungkan sebagai uang muka, yang diangsur selama masa konstruksi rumah susun yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk menghimpun dana dari pembeli, mengurangi jumlah kredit pada bank, sekaligus memperkecil resiko tidak terjualnya unit satuan rumah susun yang telah dibangun karena pembelinya sudah jelas. Tujuan ini direalisir dengan tetap mengacu pada peraturan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu Undang-undang no. 16 tahun 1985 Tentang Rumah Susun, yang dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 18 UURS menyatakan bahwa satuan rumah susun yang dapat dijual untuk dihuni adalah satuan rumah susun yang sudah selesai dibangun dan telah memperoleh surat izin layak huni dari Pemerintah Daerah. Dengan demikian, bagaimanakah dengan praktek pre-project selling jika dilihat dari pengertian pasal 18 UURS tersebut? Dan satu hal lagi, jika sebelumnya telah disebutkan beberapa keuntungan yang diperoleh oleh developer dari praktek pre-project selling, bagaimanakah halnya dengan konsumen atau calon pembeli?"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani
"Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang rumah susun, telah mengatur bahwa satuan rumah susun hanya dapat dijual jika telah mendapatkan izin layak huni dari pemerintah, akan tetapi untuk memudahkan developer mendapatkan dana selain dari perbankan, diperbolehkan milakukan penjualan sebelum rumah susun selesai dibangun, dalam pelaksanaannya dilakukan dengan membuat perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun antara penjual (developer) dan pembeli dimana para pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan jual beli pada saat tertentu yang diperjanjikan.
Mengingat besarnya resiko penjualan seperti ini, maka pemerintah membuat suatu pedoman perikatan jual bell satuan rumah susun yang dimuat dalam bentuk lampiran suatu Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor l/Kpts11994, sejauh mana pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun ini dilaksanakan dalam praktek, dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang memerlukan pembahasan, yakni: 1. Apakah format akta perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun yang sering digunakan sekarang ini telah mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara penjual dan pembeli; 2. Apakah perjanjian tersebut telah dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi calon pembeli?
Dari penelitian yang dilakukan, dengan menggunakan metode penelitian normatif dan kepustakaan, hasil penelitian bersifat deskriptif, analitis dan evaluatif dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yang ditemukan dalam praktek sekarang ini tidak mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara penjual dan pembeli juga tidak menjamin kepastian hukum bagi pembeli.
Jadi disarankan agar pedoman yang selama ini hanya berbentuk lampiran Keputusan Mentezi ditingkatkan menjadi peraturan pemerintah atau Undang-Undang dengan menambah ketentuan mengenai sanksi, serta dituntut peran notaris memperhatikan klausul-klausul penting dalam perjanjian, dan agar dibuat dalam bentuk akta notaris atau minimal dilegalisasi dihadapan notaris serta di daftarkan di departemeniinstansi terkait untuk lebih meningkatkan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dalam perjanjian."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kartika
"Era globalisasi yang terjadi dewasa ini menimbulkan tuntutan dan dampak dalam berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat, tidak terkecuali dalam bidang properti di mana Negara lain telah melihat peluang untuk memasarkan properti mereka di Indonesia. Hal tersebut juga membuka peluang bagi Indonesia agar turut memasarkan properti khususnya tempat hunian berupa satuan rumah susun kepada warga negara asing. Dalam praktek sebagai alternatif penyelesaian masalah kepemilikan satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak guna bangunan oleh warga negara asing dilakukan dengan membuat perjanjian pengikatan jual beli yang diikuti dengan kuasa jual. Permasalahannya adalah apakah perjanjian dan kuasa jual tersebut sah menurut hukum ataukah merupakan suatu bentuk penyimpangan hukum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, keseluruhan data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode kwalitatif. Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun juncto Pasal 39 PP No. 40/1996 juncto Pasal 2 ayat (2) PP No. 41/1996 bahwa pemilik satuan rumah susun juga merupakan pemilik atas tanah bersama, sehingga konsekuensinya bagi warga negara asing tanah bersama di mana satuan rumah susun didirikan harus berstatus hak pakai. Pada umumnya perusahaan penyelenggara pembangunan membangun rumah susun di atas tanah yang berstatus hak guna bangunan karena menurut mereka tanah bersama yang berstatus hak pakai kurang memiliki nilai jual dalam masyarakat. Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka dengan pembatasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1339 KUHPerdata serta harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana termaktub dalam Pasal 1320 KUHPerdata, walaupun para pihak sepakat mengenai isi perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa jual tersebut, namun perjanjian dan kuasa jual tersebut merupakan suatu bentuk penyimpangan hukum karena substansi perjanjian tersebut menyimpang dari kebiasaan, kepatutan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut perlu adanya sosialisasi dan kajian hukum kepada masyarakat sehingga prinsip-prinsip dasar yang telah digariskan oleh Undang-undang Pokok Agraria tidak dilanggar oleh para Notaris maupun para pihak yang terkait hanya untuk kepentingan praktis belaka.

Globalization era that happen nowadays causes demand and impact in many aspect of life within our society nevertheless in property sector where other countries have seen opportunity to market their properties in Indonesia, that matter also open opportunity for Indonesia to joint for marketing the properties especially apartments unit to foreign citizen. Based on research result done by using normative law research method, where whole data then observe with qualitative method. Based on article 8 Law of Condominium Number 16 of 1985 refer to article 39 Government Regulation Number 40 of 1996 refer to article 2 paragraph (2) Government Regulation Number 41 of 1996 that the owner of apartment whose also the owner of joint land, so the consequences for foreign citizen the joint land where the apartment built must have the right to use (hak pakai). Developer generally builds apartment on land title with right to build (hak guna bangunan) because in their opinion joint land titled with right to use (hak pakai) have less selling value in the society. In practice as alternative solution for problem solving of the ownership of apartments unit by foreign citizen which build on land with right to build (hak guna bangunan) is by making Binding Agreement for Sales Purchase (PPJB) and Power of Attorney to Sell (POA to Sell). The question is whether the PPJB and POA to Sell is legal according to the law or fraudulent creation of requirement of contracts. Book III Indonesia Civil Code has an open system principle with restriction as mentioned in article 1339 refer to article 1320 Indonesia Civil Code, even though both party agreed about the PPJB and POA to Sell contents, however the PPJB and POA to Sell is fraudulent creation of requirement of contracts because the agreement substances deviate from custom, appropriateness and valid regulation. In order to avoid the case as mentioned above needed socialization and law studies for society so that the Law of Land (Undang-undang Pokok Agraria) basic principles doesn't misinterpreted by the Notary or other party for practical interest only."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37468
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakri
"Dewasa ini dalam daerah perkotaan untuk mengatasi masalah penyediaan lahan untuk membangun perumahan, oleh perusahaan pengembang telah dibangun rumah susun (kondominiun). Tawaran akan rumah susun ini telah mendapat sambutan yang sangat bagus dari masyarakat perkotaan sebagai konsumen, sehingga para pengusaha pengembang telah dapat melakukan transaksi dengan konsumen meskipun satuan rumah susun tersebut belum dibangunnya, dan hal ini telah menimbulkan banyak permasalahan, karena di dalam Undangundang nomor 16 tahun 1985, tentang rumah susun, diatur bahwa satuan rumah susun hanya dapat dijual jika telah mendapat izin layak huni dari pemerintah.
Terhadap permasalahan ini, untuk dapat melakukan transaksi antara perusahaan pengembang dengan pembeli, maka dilakukanlah suatu terobosan hukum, yaitu dengan membuat perjanjian pengikatan jual beli, dimana para pihak mengikatkan diri untuk melakukan jual beli pada saat yang diperjanjikan.
Dalam praktek banyak terjadi permasalahan ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, dan biasanya yang dirugikan adalah calon pembeli sebagai konsumen pada pihak yang lemah. Sehingga timbul permasalahan yang memerlukan suatu pembahasan yaitu, apakah perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun tersebut bertentangan dengan Undang-undang Rumah Susun? dan juga sejauh manakah calon pembeli sebagai konsumen mendapat jaminan kepastian hukum dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut? Dalam kenyataannya perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun, belum dapat memberikan jaminan yang cukup terhadap konsumen.
Peraturan yang ada terkesan tidak cukup memperhatikan asas-asas perlindungan konsumen yang termuat dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Jadi sangat disarankan agar peraturan tentang pedoman perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yaitu Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. I/KpS/1994/ diperbaharui kembali, sehingga aturan-aturannya lebih meningkatkan jaminan kepastian hukum bagi konsumen."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Supoyono
"ABSTRAK
Di Indonesia, tenaga listrik merupakan sarana penting bagi kehidupan bangsa. Tenaga listrik diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, baik untuk memenuhi keperluan rumah tangga, untuk keperluan usaha industri maupun untuk keperluan lainnya. Demikian pentingnya peranan tenaga listrik sehingga dalam percaturan bangsa-bangsa tenaga listrik sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu bangsa. Usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia pada dasarnya dikuasai oleh negara. Pelaksanaannya diserahkan kepada Perusahaan Umum Listrik Negara melalui Kuasa Usaha ketenagalistrikan. Dalam perkembangannya, usaha ketenagalistrikan telah nengalami kemajuan pesat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan sejak masa Pembangunan Lima Tahun I sampai dengan akhir masa Pembangunan Lima Tahun III. Terdapat dua hal penting dalam penyediaan tenaga listrik yakni di satu pihak penyediaan tenaga listrik harus merata untuk seluruh rakyat Indonesia, dan dilain pihak tenaga listrik yang disediakan oleh PLN harus nenenuhi mutu standar tertentu. Salah satu mutu yang dituntut adalah tegangan nominal untuk tegangan rendah, yakni 220 Volt atau 380 Volt, dengan penyimpangan yang diperbolehkan maksimum 5 % di atas tegangan nominal dan 10 % di bawah tegangan nominal. Suatu kenyataan adalah bahwa Perusahaan Lhium Listrik Negara tidak selamanya dapat memenuhi ketentuan mutu tegangan tersebut. Masih terjadi penyimpangan-penyimpangan dari mutu standar tersebut. Keaadaan ini dapat mengakibatkan kerugian bagi para pemakai listrik. Atas kerugian tersebut, apabila didasarkan pada aturan umum Hak Perjanjian sesuai Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka Pemakai Listrik dapat mengajukan tuntutan ganti rugi. Oleh karena Perusahaan Umum Listrik Negara dalam nenyediakan tenaga listrik didasarkan pada pemberian kuasa oleh Pemerintah, maka pada dasarnya. tuntutan ganti rugi dari Pemakai Listrik harus diajukan kepada. Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pemberi Kuasa. Namun oleh karena tindakan Perusahaan Umum Listrik Negara tersebut di luar ketentuan-ketentuan pemberian kuasa, maka tuntutan dapat diajakan kepada Perusahaan Umum Listrik Negara. Sebagai pihak yang dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi, Peru sahaan Umum Listrik Negara mempunyai dalil-dalil untuk menolak tuntutan tersebut. Alasan pertama, PLN dapat mendalilkan bahwa perikatan antara Perusahaan Umum Listrik Negara dengan Pemakai Listrik telah disepakati bahwa Pemakai Listrik akan sanggup memenuhi ketentuan-ketentuan Perusahaan Umum Listrik Negara bagi calon langganan. Ketententuan-ketentuan Perusahaan Umum Listrik Neegara tersebut antara lain adalah bahwa Perusahaan UTum Listrik Negara tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita olah Pemakai Listrik karena memberikan atau tidak memberikan aliran listrik dan/atau kerugian yang timbul dari pemakaian saluran-saluran listrik. Di samping ketentuan tersebut, undang-undang tentang Ketenagalistrikan juga. membatasi kemungkinan diajukannya tuntutan ganti rugi oleh Pemakai Listrik., karena menurunnya mutu tegangan. Dangan demikian Pemakai Listrik tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atas menurunnya tegangan listrik. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh Pemakai Listrik adalah mengadukan tentang terjadinya panyimpangan kepada Perusahaan Umum Listrik Negara."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>