Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52055 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
I Ketut Hasta Dana
"Tesis ini membahas tentang penjatuhan pidana bersyarat oleh hakim terhadap tindak pidana korupsi dengan menggunakan metode penelitian doktrinal (yuridis normatif), yaitu penelitian terhadap norma-norma hukum pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan pidana Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa penjatuhan pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi bertentangan dengan undang-undang, kemudian yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat terhadap tindak pidana korupsi adalah demi terciptanya keadilan, baik bagi terdakwa maupun masyarakat. Selanjutnya terhadap putusan pidana bersyarat yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi bukan merupakan yurisprudensi yang diikuti oleh peradilan-peradilan di bawahnya dan sampai saat ini belum ada satu pun putusan berupa pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi yang ditetapkan menjadi suatu yurisprudensi.

This thesis discusses the imposition of parole by a judge of the criminal offense of corruption by using the method of doctrinal studies (juridical normative), the study of criminal law norms contained in the criminal laws of Indonesia. From the results of these studies concluded that the imposition of parole in the criminal offense of corruption contrary to law, then that becomes the basis of consideration of the judge in imposing conditional punishment on corruption is for creating justice for both defendant and the public. Subsequent to a conditional punishment sentences imposed by the Supreme Court in a case of corruption is not a jurisprudence which is followed by a justice-court below and until this day there has not been a single verdict of conditional punishment on criminal offense of corruption set into a jurisprudence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31306
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Sriyanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
D1277
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
"Dalam hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, telah terjadi terobosan baru dimana perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara "formil" ("wederwettelijk") mengalami pergeseran, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara "materiel" yang meliputi setiap pembuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat. Perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (ederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian secara luas ajaran perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Pembaharuan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal 2 ayat 1 maupun Penjelasan pasalnya berkaitan antara penerapan ajaran perbuatan melawan hukum materiel dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Semula dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materiel dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatif sebagai alasan peniadaan pidana, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pelanggaran Asas Legalitas maupun penggunaan analogi yang dilarang dalam hukum pidana.
Perkembangan multi-tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela dan merugikan Masayarakat/Negara dalam skala yang sangat besar seringkali tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan tertulis yang ada sanksi pidananya, sehingga pelaku dapat bertindak secara bebas dengan berlindung dibalik Asas Legalitas. Dari aspek /pendekatan sejrah pembentukan undang-undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif, terdapatlah kecenderungan pergeseran kearah fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan limitatif serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi masyarakat/negara dibandingan dengan keuntungan dari perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu. Tentunya unsur melawan hukum materiel melalui fungsi positif ini diartikan dalam konteks komprehensif secara menyeluruh terhadap unsur-unsur lainnya dalam suatu delik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
D660
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebijakan legislasi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilakukan sebagai bagian dari reformasi yang hendak memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), namun demikian, pilihan kebijakan legislasi yang ditempuh dilihat secara yuridis formal telah menunjukkan sikap ‘greget’ anti korupsi, tetapi secara yuridis materiil justru sebaliknya memuat ketentuan yang dapat memperlemah upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Perlemahan tersebut dapat dilihat dari serangkaian kebijakan legislasi yang kemudian berujung pada terbitnya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, pengganti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya, merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/ 2006 tanggal 19 Desember 2006, telah membawa perubahan terhadap beberapa hal terhadap tindak pidana korupsi dan pengadilan tindak pidana korupsi, yaitu tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana biasa (umum) dan, oleh sebab itu, penanganan tindak pidana korupsi dilakukan melalui prsedur biasa/normal. Tidak lagi ada Pengadilan Tipikor yang khusus memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK. Berdasarkan asas kompetensi relatif pengadilan, KPK sekarang mengajukan perkara tindak pidana korupsi ke pengadilan ditempat mana tindak pidana terjadi ( locus delicti). Penanganan tindak pidana biasa melalui prosedur luar biasa dan diadili melalui pengadilan yang khusus berpotensi melanggar hak-hak hukum tersangka. Politik hukum pidana dan politik pemidanaan tindak pidana korupsi perlu ditinjau kembali agar dibedakan kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi (eksekutif) dan penegakan hukum terhadap tindak pidana (yudikatif), karena keduanya berada dalam wilayah pengaturan yang berbeda. Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi (KPK) sebaiknya hanya diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang termasuk luar biasa saja, diajukan ke pengadilan yang dibentuk secara khusus untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang luar biasa dengan tetap harus menghormati hak-hak hukum tersangka, karena hal ini menjadi kewajiban Konstitusional bagi aparat penegak hukum manapun pada semua tingkatan."
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
K. Wantjik Saleh
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1974
364.132 3 WAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Hartanti
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
345.023 EVI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Hartanti
Jakarta: Sinar Grafika, 2007
345.023 EVI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
K. Wantjik Saleh
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977
345.023 23 WAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>