Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Beberapa waktu yang lalu terungkap rencana Mabes Polri untuk mem-
pertimbangkan perubahan status Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya menjadi Kepolisian Daerah Metropolitan (Polda Metro) Surabaya. Salah satu alasan yang diberikan untuk mempertimbangkan perubahan status tersebut ialah volume dan jenis permasalahan keamanan dan ketertiban yang dihadapi warga masyarakat Surabaya sudah mencapai peringkat yang biasanya dihadapi Polda. Gagasan yang mirip, yaitu tentang perubahan status Kotamadya Surabaya menjadi Kota Raya setingkat Daerah Tingkat I sudah lama pula dikemukakan. Alasan yang dikemukakan untuk mendukung gagasan tersebut tidak hanya luas wilayah dan jumlah penduduk, tetapi juga volume dan jenis permasalahan yang dihadapi Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta.Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas perubahan status dan struktur
tersebut, melainkan untuk menunjukkan keterkaitan erat antara pertumbuhan kota dengan lingkup struktur pemerintahan dan dengan tingkat kuantitas dan kualitas pelayanan publik.^ Struktur pemerintahan dan kuantitas ataupun kualitas pelayanan publik
inilah yang disebut struktur politik."
320 ANC 25:1 (1996)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Setiyawati
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas politik perkotaan dengan melihat kebijakan pembangunan perumahan di Kota Tangerang Selatan. Skripsi ini merupakan penelitian kualitatif. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 mengatur tata ruang perumahan dan kawasan permukiman serta menekan pertumbuhan perumahan yang tidak layak huni.
Skripsi ini menggunakan teori growth machine untuk menganalisis relasi kuasa antara Pemerintah Kota Tangerang Selatan dengan aktor bisnis perumahan.
Hasil temuan skripsi ini adalah pertumbuhan perumahan di Kota Tangerang Selatan merupakan dampak dari adanya pro growth coalition aktor bisnis perumahan dan pemerintah kota. Hal ini terjadi sejak jaman Orde Baru dan berkaitan dengan pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan sebagai kota metropolitan penyangga ibukota negara.

ABSTRACT
This study explains about urban politics by observing housing development policy at South Tangerang City. This study is a qualitative research. The regional regulation number 3 of 2014 regulates spatial system of housing and residential area and also pushes the growth of unworthy housing.
This study uses growth machine theory to analyze the power relation between South Tangerang City Government and Housing Business Actors.
The result of this study is the growth of housing is an effect of pro growth coalition between housing business actors and city government. It has occured since The New Orde era and related to the growth of South Tangerang?s population as a metropolitan city supporting the capital city.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilawati Kurnia
Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2015
307.76 LIL k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
JANTRA 15(9-10) 2010 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Benedictus Nahot
Jakarta: Erlangga, 1979
307.76 MAR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Rosana
"ABSTRAK
Penelitian mengenai komunitas epifit telah dilakukan pada cuplikan seluas satu ha di Hutan Kota Muhammad Sabki (HKMS), Kota Jambi. Data diambil pada bulan Januari sampai Februari 2012. Jumlah seluruh pohon 489 individu, 25 individu yang terdiri atas 10 spesies menjadi inang epifit. Pohon inang yang paling banyak dijumpai adalah Hevea brasilliensis, ada 6 individu. Permukaan kulit Hevea brasiliensis memiliki karakteristik yang kasar dan banyak lekukan atau celah, banyak ditumbuhi epifit dengan jumlah 5 spesies. Epifit yang ditemukan terdiri atas Orchidaceae dan 4 suku tumbuhan paku-pakuan (Polypodiaceae, Aspleniaceae, Nephrolepidaceae dan Davalliaceae). Pyrrosia angustata, Microsorum superficiale, Lecanopteris sinuosa dan Drynaria sparsisora.merupakan spesies yang tercatat dari Polypodiaceae. Sementara itu suku lainnya hanya terdiri atas 1 spesies yaitu Aspleniaceae (Asplenium nidus), Nephrolepidaceae (Nephrolepis biserrata), Davalliaceae (Davallia divaricata) dan Orchidaceae (Dendrobium crumenatum). Spesies yang paling banyak tersebar pada petak pengamatan adalah Asplenium nidus, Pyrrosia angustata, Nephrolepis biserrata, Leconopteris sinuosa, Drynaria sparsisora, Dendrobium crumenatum dan Davallia divaricata. Selain terdapat di 7 petak pengamatan, Asplenium nidus juga menempati 7 spesies spesies pohon inang. Epifit yang memiliki Nilai Unggulan tertinggi adalah Lecanopteris sinuosa. Lima spesies epifit masing-masing terdapat di pangkal batang dan batang, dan empat spesies tercatat pada tajuk pohon.

Abstract
Research on the epiphytic community was performed on a one-hectare sample in Hutan Kota Muhammad Sabki (HKMS), Kota Jambi. The data were collected on January to February 2012. A total of 489 individual trees was recorded, of which 25 individuals of 10 species were hosts of the epiphytes. The most common host tree was rubber tree, Hevea brasilliensis, totalling 6 individuals. The barks of Hevea brasiliensis trees have rough surfaces with many loopholes, overgrown by epiphytes totalling 5 species. The epiphytes recorded consist of Orchidaceae and four fern families (Polypodiaceae, Aspleniaceae, Nephrolepidaceae and Davalliaceae). Pyrrosia angustata, Microsorum superficiale, Lecanopteris sinuosa and Drynaria sparsisora are the species of Polypodiaceae recorded. Meanwhile, the other families each consists of only one species, i.e., Aspleniaceae (Asplenium nidus), Nephrolepidaceae (Nephrolepis biserrata), Davalliaceae (Davallia divaricata) and Orchidaceae (Dendrobium crumenatum). The species that are distributed in most quadrats are Asplenium nidus, Pyrrosia angustata, Nephrolepis biserrata, Leconopteris sinuosa, Drynaria sparsisora, Dendrobium crumenatum and Davallia divaricata. In addition to its occurrence in seven quadrats, Asplenium nidus inhabited also seven of the ten host-tree species. The epiphyte having the highest Prevalence Value was Lecopteris sinuosa. Five species of epiphytes, respectively, occurred on the bases of trees and tree, and only four species was recorded in the tree crowns."
2012
T31010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Ruswanto
"Perkembangan kota di Indonesia ini ditandai oleh perkembangan empat kawasan kota besar, yaitu Jabotabek, Bandung Raya, Gerbang Kertasura (Surabaya), dan Mebidang (Medan). Secara keruangan (spasial), perkembangan kota juga memperlihatkan terjadinya koridor perkotaan-pedesaan yang mengaburkan perbedaan ciri wilayah perkotaan (urban) dan wilayah pedesaan (rural). Perkembangan kota seperti ini memunculkan cara pandang baru dalam melihat kota, yakni tidak lagi pada city based tetapi pada region based dan kota pun kurang dilihat lagi sebagai suatu sistem yang berjenjang (McGee 1991; Finnan 1997).
Pergeseran fungsi kota dan meluasnya wilayah perkotaan (melampaui batas administratif kota) membawa dampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat kota. Utamanya adalah konsentrasi penduduk mengarah ke pinggiran karena mengikuti perluasan wilayah industri dan tempat tinggal. Namun demikian, pusat kota tetap menjadi orientasi masyarakat, karena kota mempunyai berbagai fasilitas umum yang tidak dimiliki oleh wilayah-wilayah pinggiran, seperti pusat berbelanja, perkantoran, dan sekolah lanjutan. Dalam kesatuan wilayah yang luas seperti itu, peran transportasi sangat penting guna menunjang gerak perpindahan penduduk bukan hanya ke tempat kerja, tetapi juga ke sekolah, berbelanja, dan kebutuhan sosial lainnya. Dengan kata lain, transportasi merupakan salah satu komponen penting dalam perkembangan kota.
Dalam tesis ini, secara khusus menyoroti fenomena angkutan kota (angkot) di Kota Bogor, dan permasalahan penelitian difokuskan terhadap masalah: 1) Bagaimanakah perkembangan transportasi kota di Kota Bogor? 2) Bagaimanakah keberadaan transportasi kota dalam konteks perkembangan wilayah mega-urban Jabotabek?, dan 3) Sejauh manakah perkembangan transportasi kota memunculkan fenomena sosiologis di Kota Bogor?
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang dilema yang muncul dalam sistem transportasi kota, khususnya dalam perkembangan sosial ekonomi wilayah mega-urban, dan dampak sosiologis dari fenomena angkutan kota (angkot) sebagai salah satu pelayanan publik yang memadai.
Penelitian ini menggunalan metode penelitian kualitatif, dimana data penelitian dikumpulkan melalui metode wawancara mendalam, pengamatan, dan data statistik. Para informan dipilih melalui teknik penarikan sampel purposif dan teknik bola salju (snow ball). Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang melukiskan keberadaan sarana transportasi umum kota dalam kaitannya dengan fenomena sosiologis yang ditimbulkannya.
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa:
Pertama, perkembangan transportasi kota di Kota Bogor terus berkembang dari tahun ke tahun, terutama pada angkutan umum jenis angkot, bahkan mengarah pada kondisi yang sulit dikendalikan. Dalam era otonomi daerah, kewenangan, hak dan tanggungjawab pemerintahan kota semakin besar dalam mengatur sistem transportasi kota. Transportasi kota menjadi sumber pendapatan daerah juga masyarakat kota. Namun prasarana transportasi belum memadai, dan pemecahannya pun tersendat karena masalah dana dan sumber daya manusia. Dalam kondisi ini, kinerja pemerintah kota seringkali dipandang lambat.
Kedua, dalam konteks wilayah mega-urban, keberadaan transportasi kota ikut mewarnai perkembangan wilayah yakni mendorong munculnya desa-perkotaan, dan terpenuhinya kebutuhan antarwilayah terhadap barang dan jasa, dan ketiga, perkembangan transportasi angkutan kota telah memunculkan dilema sosiologis bagi masyarakat kota, diantaranya berkaitan dengan perannya sebagai sumber ekonomi penduduk kota, penggerak mobilitas penduduk kota, pendukung penyebaran konsentrasi penduduk, tetapi dampaknya adalah terjadi kemacetan lalu lintas yang melahirkan sebagian tindak kriminalitas, polusi kota, dan munculnya kehidupan premanisme.
Terkait dengan hal tersebut, transportasi kota menunjukkan kondisi yang dilematis, dimana dapat dianggap sebagai hal yang menguntungkan bagi satu pihak tetapi dapat pula merugikan pihak lain. Hal ini terjadi karena kelemahan berbagai pihak dalam menegakkan komitmen untuk menyediakan sarana angkutan kota yang baik, menguntungkan secara ekonomi tetapi juga kenyamanan sosial dan psikologis bagi warga kota. Perkembangan mega-urban, dalam konteks transportasi kota, cenderung kurang memihak kepentingan masyarakat kalangan menengah ke bawah, dimana mereka justru secara langsung terkait dengan pelayanan transportasi umum ini dan juga sebagai penyangga tenaga kerja industri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effa Millya Yulief
"Pembangunan kota Jakarta yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH). Kini luasan RTH Jakarta diperkirakan 9,67% pada tahun 2006 dari total luas kota Jakarta yaitu 66.152 hektar. Namun keberadaan hutan kota sering dianggap bernilai ekonomi rendah sehingga cenderung diabaikan dan dialihfungsikan. Kondisi tersebut menyebabkan pembangunan dan pemeliharaan hutan kota tidak menjadi prioritas, akibatnya kondisi hutan kota yang ada tidak berkembang sebagaimana harapan. Penilaian ekonomi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan perlu dilakukan. Nilai ekonomi hutan kota dilakukan melalui pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh manfaat dari barang dan jasa yang lain. Konsep ini yang disebut dengan keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan konsep ini, maka nilai ekologis hutan kota dapat dihitung secara ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Untuk mengetahui nilai ekonomi total dari hutan kota Srengseng didapatkan melalui nilai guna dan non guna dari hutan kota Srengseng yang terdiri dari nilai ekonomi kayu, nilai sewa lapak tanaman hias, nilai rekreasi, nilai serapan karbon, nilai kesejukan, nilai resapan air, nilai option dan nilai keberadaan hutan kota. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai ekonomi hutan kota Srengseng antara lain melalui : 1) metode penilaian secara langsung (berdasarkan nilai pasar), 2) metode menggunakan nilai pasar barang pengganti, dan 3) metode survey. Contingent valuation method merupakan metode untuk penilaian barang publik melalui nilai kesediaan berkorban (willingness to pay). Nilai WTP yang diberikan masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi. Kemudian untuk memperkuat nilai ekonomi hutan kota yang didapatkan, dilakukan konversi nilai lahan Hutan Kota Srengseng dengan menggunakan harga NJOP wilayah setempat. Dengan demikian akan diperoleh keberadaan hutan kota Srengseng secara ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh nilai ekonomi total hutan kota Srengseng sebesar Rp 310.075.842.525,- per tahun atau Rp 20.671.722.835,- per hektar lebih tinggi dari nilai lahan Hutan Kota Srengseng adalah sebesar Rp 172.928.550.000,-. Nilai ekonomi total Hutan Kota Srengseng yang diperoleh merupakan nilai aset Pemda DKI Jakarta yang belum pernah diketahui. Perolehan nilai ekonomi Hutan Kota Srengseng merupakan masukan bagi Pemda DKI Jakarta untuk dapat meningkatkan keberadaan hutan kota sebagai sebuah aset xekologis yang mempunyai nilai tinggi. Masukan tentang nilai ekonomi hutan kota akan memperkuat Pemda DKI Jakarta dalam meningkatkan dan mengembangkan ruang terbuka hijau khususnya hutan kota.

The quantity and quality decreasing of public spaces, especially the Green Public Spaces, is the impact of Jakarta development that focuses on its economical improvement. To be more precise, the width of Green Public Spaces in 2006 is only about 9,67% of 66.152 hectar of Jakarta total areas. In this case, the urban forest socialization is one of the concrete ways to develop the Jakarta Green Public Spaces. The existence of urban forest, how ever, is often defined as the low economical value thing that leads to dysfunction and negligence. Such condition makes the development as well as the preservation of urban forest has not become a priority. Therefore, economic valuation of natural and environmental resources is considered to be a significant point. The concept of willingness to pay is one method in mensuring the economical value of urban forest. It is the concept of estimating the maximum cost that sameone is willing to pay for a natural or environmental product/service. Related to this, the ecological value of urban forest can be economically measured by evaluating its monetory value. In this study, the economical value of urban forest. This the existence of Srengseng Urban Forest will be economically obtained. Based on the study, it is defined that the total economical value of Srengseng Urban Forest is Rp 310.075.842.525/ year or Rp 20.671.722.835,- /hectar or higher than Srengseng Urban Forest land value as Rp 172.298.550.000. In this sense, the obtained Srengseng Urban Forest total economical value is the asset value of Pemda DKI Jakarta that has never been identified. It can be used to increase the existence of urban forest as a ecological valuable asset. Therefore, the proposal about economical value of urban forest will empower Pemda DKI Jakarta in increasing as well as improving the green public space, especially the urban forest."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bebi Risetiawulan Sutomo
"Masyarakat merupakan basic consumer dari desain tarif jenis angkutan umum perkotaan. Oleh karena itu persepsi masyarakat terhadap desain tarif jenis angkutan umum perkotaaan merupakan informasi penting bagi para policy makers, transport planners atau pihak-pihak yang terlibat di dalam mendesain tarif pasar. Seringkali persepsi tersebut tidak diperhitungkan oleh mereka. Akibatnya tarif yang diberlakukan tidak mencerminkan situasi pasar yang berlaku pada masyarakat perkotaan. Indikasi tersebut menunjukkan pemerintah gagal dalam menciptakan tarif ideal jenis angkutan umum perkotaan. Sejauh ini kualitas studi atau laporan yang berkaitan dengan desain tarif moda angkutan umum perkotaan relatif lemah, karena belum dapat memetakan bagaimana cara mendesain tarif jenis angkutan umum perkotaan yang ideal berdasarkan persepsi masyarakat setempat (users, awak angkutan ummu dan pemilik angkutan umum). Produk studi terlihat pada laporan Departemen Transportasi Bangkok (2000), Organda DKI Jakarta (Juni 2001), Universitas Gadjah Mada (November 2000), dan ALMEC (Januari, 2001).
Tarif ideal pada jenis angkutan umum perkotaan adalah tarif yang sesuai dengan situasi pasar yang berlaku, dimana nilai real yang diberlakukan cenderung tidak menimbulkan konflik tarif antara masyarakat dengan pemerintah.Dengan mengacu pada kegagalan pemerintah dalam mendesain tarif ideal jenis angkutan umum perkotaan dan kelemahan studi yang ada, maka peneliti memfokuskan studinya pada pemetaan tarif ideal jenis bus kota berdasarkan persepsi masyarakat dengan menitik beratkan prinsip desainnya pada situasi pasar yang cenderung tidak menimbulkan konflik tarif. Diharapkan temuan studi dapat dijadikan bahan masukan bagi transport planners? atau pihak-pihak yang berkepentingan dalam mendesain tarif ideal bus kota.
Kontribusi studi bagi peserta "Program Pasca-Sarjana Manajemen Pembangunan Sosial-Universitas Indonesia (MPS-UI) adalah memberikan informasi mengenai prinsip desain tarif ideal pada bus kota berdasarkan Teori Sosilogi Moderen (Kelas versi Dahrendorf serta prinsip rasional versi Hechter) dan Perencanaan Sosial (analisis situasi) dan Psikologi Sosial (persepsi versi Anderson dan Slavin). Informasi yang diberikan peneliti antara lain berupa:
a. Pemetaan persepsi masyarakat sebagai basic consumer dari produk perencanaan sosial dalam konteks transportasi perkotaan, melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif (prinsip desain kebutuhan masyarakat berdasarkan analisis situasi pasar/ keseimbangan supply, demand dan regulasi / kebijaksanaan yang berlaku);
b. Pemahaman terhadap pengambilan keputusan masyarakat yang rasional berdasarkan model persamaan posisi dalam bargaining power guna merealisasikan kebutuhannya;
c. Memetakan teori studi dalam bentuk indentifikasi masalah dan tujuan yang akan dicapai, sebagai media untuk merealisasikan produk perencanaan yang dianggap ideal;
d. Mekanisme identifikasi kendala dan peluang dalam merealisasikan tujuan jangka panjang dan pendek, berdasarkan potret kegagalan yang ada;
e. Pemilihan prioritas sasaran yang dapat diimplementasikan berdasarkan konsekuensi peluang dan kendala yang berlaku di masyarakat, guna merealisasikan tujuan jangka panjang dan pendek.
Sifat penelitian analitik. Unit pengamatannya adalah individu yang berperan sebagai users, awak bus dan pemilik bus. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif guna mengidentifikasikan bentuk tarif ideal dan tidak ideal yang berlaku di pasar bus kota berdasarkan karakteristik persepsi rasonal masyarakat, melalui unstructured depth interview dan creative interview. Sedangkan pada pendekatan kuantitatif peneliti ingin melihat hubungan pemilihan opsi tarif pasar versi users dan awak bus dengan situasi pasar yang berlaku dalam memetakan nilai real tarif ideal, melalui hasil perhitungan chisquare, spearmen dan crosstab.
Dengan mengkombinasikan temuan lapangan secara kualitatif dan kuantitatif, maka peneliti dapat memetakan bagaimana prinsip desain tarif secara makro dan mikro berdasarkan persepsi masyarakat yang rasional. Gambaran mikro menunjukkan prinsip desain tarif bus patas AC dan regular di Jakarta berdasarkan potret kegagalan pemerintah selama tahun 1989-2000. Sedangkan pemetaan makro memfokuskan pada prinsip desain tarif bus kota berdasarkan kegagalan yang terjadi selama 2-13 tahun. Diharapkan temuan studi dapat bermanfaat bagi policy makers, transport planners atau pihak-pihak yang berkepentingan di dalam mendesain tarif ideal serta dapat menjawab kelemahan studi yang ada saat ini. Terutama dalam memberikan solusi terhadap masalah penyediaan bus kota yang sesuai dengan kebutuhan supply dan demand."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>