Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83674 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Edy Wahyudi
"Dengan pelaksanaan otonomi daerah secara luas maka kebijakan perencanaan yang diamabil harus sesuai dengan potensi, kondisi, serta permasalahan yang dihadapi oleh darrah yang bersangkutan. Maka, penentuan sektor-sektor unggulan/prioritas yang akan dikembangkan merupakan hal yang sangat diperlukan agar perencanan berjalan efektif dan efisien.
Tujuan dari studi ini adalah: (a) mengetahui proses penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan di Kabupaten Indramayu; (b) melakukan identifikasi sektor-sektor unggulan daerah; (c) melihat perubahan pertumbuhan suatu daerah dibandingkan dengan tingkat di atasnya; (d) memberikan rekomendasi strategi perencanaan pembangunan berdasrkan sektor-sektor unggulan Kabupaten Indramayu.
Dalam kurun waktu 5 tahun (1998-2002) laju perekonomian Kabupaten Indramayu rnempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar - 1,32 persen pertahun, nilai tersebut sangat minim. Sedangkan pertumbuhan rata-rata yang terjadi pada Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu yang sama sebesar 0,89 persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa kontribusi Kabupaten Indramayu terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi ]awa Barat sangat minim.
Struktur perekonomian daerah Kabupaten Indramayu menunjukan bahwa sektor pertambangan dan penggalian masih mempunyai peranan tertinggi terhadap PDRB diikuti oleh sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa, sektor angkutan 1 dan komunikasi, sektor keuangan, sektor bangunan, serta sektor listrik, gas dan air bersih.
Dari hasil analisis sektor basis dengan menggunakan model analisis LQ melalul pendekatan PDRB menunjukan bahwa Kabupaten Indramayu merniliki 2 sektor basis selam 5 tahun (1998-2002), yaitu: sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan pada sub sektor meliputi: sub sektor tanaman bahan makanan; peternakan; kehutanan; perikanan; minyak dan gas bumi; serta sub sektor penggalian.
Dan hasil analisis Shift-Share diketahui pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Indramayu secara keseluruhan lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada Provinsi Sawa Barat. Dilihat dari nilai Proportional Shift-nya (Sp) perekonomian Kabupaten Indramayu terkonsenterasi pada industri-industri yang memiliki pertumbuhan yang cepat di tingkat Provinsi Sawa barat di antaranya ; sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, serktor engkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perbankan. Sedangkan secara agregat nilai Differentian Shift (Sd) bernilai negatif. Ini menunjukan Kabupaten Indramayu kurang umbuh secara pesat yang kemungkinan disebabkan oleh kondisi lokasional yang kurang menguntungkan atau kurang dukungan sumber daya lokal. Sektorsektor tersebut diantaranya : sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor angkutan dan komunikasi.
Berdasarkan analisis SWOT maka dapat diketahui bahwa strategi yang dipilih untuk sektor pertanian adalah S-T yaitu strategi yang mampu memanfaatkan kekuatan (Strength) yang dimiliki untuk meminimalkan segala ancaman (Threat) yang ada, diarahkan dalam upaya peningkatan sarana dan prasarana, poeningkatan pendapatan pertanian melalui diversifikasi usaha pertanian, mengusahakan efisiensi usaha pertanian dengan bimbingan usaha dan melakukan sosialisasi dan promosi potensi sektor pertanian.
Pada sektor pertambangan dan penggalian strategi yang dipilih adalah S-T yaitu strategi yang mampu memanfatkan kekuatan (Strength) yang dimiliki untuk meminimalkan segala ancaman (Threat) yang ada, diarahkan pada pemanfaatan sumberdaya lam tambang lainnya, mengundang masuknya investor dalam pengembangan sumberdaya alam lainnya . Sedangkan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran strategi yang dipilih adalah S-O yaitu strategi yang mampu memanfaatkan kekuatan (Strength) yang dimiliki dan memanfaatkan secara optimal peluang (opportunity) yang ada, dengan memanfaatkan lokasi yang strategis, pemberian kredit kepada usaha kecil menengah, melakukan sosialisasi terhadap barang-barang yang diproduksi di daerah supaya dapat dilihat dan dikenal oleh daerah lainnya.
Proses penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan di Kabupaten Indramayu menggunakan proses bottom-up seperti yang dianjurkan dalam kerangka prosedural. Dalam proses konsultasi di mana setiap tingkat pemerintahan menyusun draft proposal pembangunan tahunan berdasarkan proposal yang diajukan oleh tingkat pemerintah dibawahnya. Proses ini dimulai dari musyawarah pembangunan dusun (Musbangdus), musyawarah pembangunan desa (Musbangdes), yang dipimpin oleh kepala desa dan dihadiri oleh Badan Perwakilan Desa(BPD), LKMD, LSM, dan perwakilan kecamatan. Dalam praktik, pelaksanaan pembangunan di daerah berdasarkan pola perencanaan tersebut melibatkan berbagai instansi sebagai berikut: Bappeda Kabupaten, Bagian Pembangunan, Bagian Keuangan dan Dinas Daerah Kabupaten, DPRD Kabupaten."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T17137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Murwati
"Tesis ini membahas mengenai implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Provinsi DKI Jakarta. Melaksanakan kebijakan restrukturisasi organisasi bukan hal mudah bagi Provinsi DKI Jakarta karena untuk mengimplementasikan kebijakan restrukturisasi tersebut, Provinsi DKI Jakarta harus melakukan perampingan dengan menggabung dan bahkan menghapus beberapa organisasi perangkat daerah agar dapat mewujudkan organisasi yang proporsional serta sesuai dengan batasan Peraturan Pemerintah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah, bagaimana implementasinya dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi. Teori yang digunakan adalah teori implementasi kebijakan publik, teori perubahan dan restrukturisasi organisasi. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian bersifat deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa proses dan tahapan dalam penetapan jenis dan jumlah organisasi perangkat daerah yang dituangkan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2008, telah didasarkan pada prinsip-prinsip pengorganisasian. Namun implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Provinsi DKI Jakarta belum dilaksanakan secara optimal.
Adapun faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut adalah: komunikasi dan koordinasi yang belum efektif, sumber daya khususnya sumber daya manusia yang belum memadai dan struktur birokrasi DKI Jakarta yang menganut otonomi tunggal sehingga lebih kompleks karena Provinsi memiliki aparat pelaksana sampai ke tingkat wilayah.
Agar kebijakan restrukturisasi organisasi yang ditetapkan dapat dimplementasikan secara optimal maka perlu diikuti dengan peraturan pelaksanaan atau peraturan penjelas agar perangkat daerah mengetahui kejelasan batasan pembagian tugas, fungsi, peran, dan kewenangannya yang diikuti adanya kegiatan sosialisasi yang efektif. Komunikasi dan koordinasi antar perangkat daerah baik secara horisontal maupun vertikal perlu ditingkatkan sehingga dapat terwujud sinkronisasi dalam pelaksanaan tugas. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia perlu menjadi perhatian karena sumber daya manusia mempunyai peranan yang penting dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.

The thesis discuss the implementation of the policies of DKI Jakarta Province on restructuring organization of the local government institutions. It was not easy for the Province of DKI Jakarta, they should do with some merging and downsizing even deleting some of the local government institutions in order to realize the organizational in proportion and in accordance with the Government Regulations or Peraturan Pemerintah.
The purpose of this study is to describe the process of the policies, how its implementation and the factors that affect it. The theories to be used are the implementation public policy theory, theory of change and organizational restructuring, with qualitative approach and descriptive analysis.
Based on the result of the research, it could be said that the process of the development of organizational restructuring policies of the DKI Jakarta Province as confirmed in their regulation of Perda number 10 of 2008, has been carried out in accordance with the provisions of the applicable regulations. Similarly, the processes and stages in determining the type and amount of the local units based on the principles of organizing. However, the implementation of the policy of the Province of DKI Jakarta had not been implemented in an optimal.
The factors that affect it are: ineffective communication and coordination, the resources, particularly the human resources, and inadequate bureaucratic structure of a single autonomy that more complex, and has executive officers at the local level.
To implement the organizational restructuring policies in an optimal, it should be followed with such regulations or guidance where the implementing local officers might find clearly to know the details of their duties, functions, roles, authorities, and then accompanied with an effective socialization. Communication and coordination between local officers, either horizontally or vertically, need to be always improved so that synchronization can be achieved at the implementation of the tasks. The development of the human resource capacities is a very necessary to be addressed, as its important role in supporting the successful implementation of the policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T28086
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Sri Milawati
"Industri rokok di Indonesia termasuk salah satu industri yang memberikan sumbangan-pajak non migas yang besar kepada pemerintah. Cukai yang diterima pemerintah dalam APBN, meningkat terus dari tahun 1998 dengan realisasi penerimaan 8,6 triliun sampai dengan tahun 2001 sebesar 18,2 triliun dan pada tahun 2002 realisasi penerimaan 23,34 triliun.
Industri rokok saat ini menghadapi masalah yaitu peningkatan penerimaan pajak dengan kenaikan tarif cukai dan HJE. Disini penulis satu masalah yang menarik untuk dipela jari yaitu : apakah kebijakan pemerintah mengenai tarif cukai & HJE yang hampir setiap tahun mengalami perubahan akan berdampak pada produksi rokok dan penerimaan cukai rokok? Bagaimana perbedaan kebijakan pemerintah pada rokok kretek dan rokok putih, dan dampaknya terhadap penerimaan cukai rokok?
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian terhadap masalah yang dikemukakan diatas adalah melihat hubungan tarif cukai dari HJE dengan produksi, melihat hubungan tarif cukai dan HJE dengan penerimaan cukai, menganalisa peluang usaha bagi perusahaan kecil untuk masuk pasar industri rokok yang bersifat oligopoli dan melihat dampak dari perubahan tarif cukai & HJE terhadap produksi rokok perusahaan dominan, dan pengaruhnya pada penerimaan cukai pemerintah.
Untuk meneliti digunakan metodologi Structure, Conduct, Performance (SCP). Pendekatan SCP digunakan untuk menganalisa hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri rokok dan didukui Ig oleh metode regresi dengan model OLS(Qrdinary Least Squares) sistem time series dan panel data. Untuk melihat hubungan statistik antara variabel-variabel yang telah dijelaskan secara kualitatif pada pendekatan SCP.
Terdapat hubungan antara tarif cukai, produksi dan HJE dengan penerimaan cukainya. Pada panel data probabilita t untuk produksi, tarif cukai dan ME nilainya signifikan secara sendiri-sendiri, sedangkan untuk probabilita F statistik nilainya signifikan secara bersama-sama, untuk jenis SKM dan SKT. Pada time series untuk jenis SKM dan 5PM probabilita t pada produksi nilainya signifikan, tetapi probabilita t untuk tarif cukai pada SKM, SKT dan SPM tidak signifikan, probabilita F statistik nilainya pada SKT, SKM dan SPM signifikan secara bersama-sama.
Berdasarkan penelitian diatas, ditemukan bahwa tarif cukai dan HJE mempengaruhi penerimaan cukai. Perubahan tarif cukai dan HJE juga dapat mempengaruhi perilaku perusahaan rokok dalam penjualannya. Untuk 3 tahun terakhir periode 2000 - 2002, terlihat penurunan total produksi rokok. Bila dikaitkan dengan tujuan utama cukai dalam rokok, kebijakan pemerintah dalam perubahan tarif cukai dan HJE periode tahun 2000 - 2002 yang dalam setahun bisa 2-4 X berubah adalah cukup-efektif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T12057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The restructuring of relationship between central government and governor as representative of central government,besides avoides avoids misunderstanding which can emerge conflict,makes clear the linkages between central government and province,and also can secure effectivuness the inplimentation of government tasks at regional level,which up till now tends to be left in an unfinished state...."
JUILPEM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Gunawan
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan permasalahan-permasalahan tentang keberadaan dan fungsi dari wakil kepala daerah di Indonesia karena tidak mengatur secara tegas mengenai tata cara pengisian jabatan dan jumlah wakil kepala daerah yang dapat dimiliki oleh tiap-tiap daerah. Tesis ini berbentuk yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder sebagai sumber datanya, serta bersifat preskriptif, yaitu memberikan saran, penyelesaian dan saran terhadap penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa akibat karena tidak tegasnya pengaturan tentang wakil kepala daerah dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, yaitu ketidakpastian hukum untuk mengadakan jabatan wakil kepala daerah karena pengaturannya mudah berubah-ubah dan tergantung pada undang-undang lain. Oleh karena itu perlu diadakan perubahan atas undang-undang tentang pemerintahan daerah, khususnya mengenai keberadaan dan jumlah wakil kepala daerah harus diatur secara eksplisit di dalam undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah.

ABSTRACT
Law number 23 on 2014 of Regional Governance which has been amended by Law Number 2 of 2015 on Amendment of Law Number 23 on 2014 and Law Number 9 of 2015 on Second Amendment of Law Number 23 on 2014 Law of Regional Governance caused problems about Deputy Head of Regional Government 39 s existence and functions in Indonesia because Law Number 23 on 2014 did not regulate the mechanism to fill the deputy head position and also did not determine the possible number of deputy heads that can be appointed by each regions. This is a prescriptive and juridical normative thesis that used secondary data as it source and intended to give solutions and recommendations. The result is, there are implications that caused by unclear norms in Law of Regional Governance in Indonesia. The implication is, the rule about legal standing of deputy head of regional governance becomes uncertain, because the norm is easy to be changed and depends on another regulation outside the Law of Regional Governance. Therefore, the norms in Law of Regional Governance needs to be revised, especially the norms about number and existence about deputy head of regional governance."
Depok: 2017
T49645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rd. Kaleh Putro Setio Kusumo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai implementasi kebijakan peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2016 Tentang perangkat daerah di dua Kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana implementasi penataan kelembangaan yang didasarkan melalui amanat PP No 18 Tahun 2016 dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penataan perangkat daerah. Adapun pendekatan penelitian menggunakan kualitatif dengan menggunakan paradigma Post Positivism. Hasil temuan penulis menunjukan bahwa implementasi kebijakan PP No 18 Tahun 2016 pada dua kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan Hulu Sungai Utara telah berhasil dilakukan namun masih bersifat prosedural. Hal ini terlihat dari adanya tipologi perangkat daerah berdasarkan beban kerja. Namun PP tersebut belum bisa menghasilkan perangkat daerah yang tepat fungsi dan ukuran secara objektif yang dapat meningakatkan kinerja pemerintah daerah. Kemudian faktor yang mempengaruhi implementasi penataan perangkat daerah di dua Kabupaten ini adalah dari isi kebijakan adalah faktor kepentingan yang dipengaruhi kebijakan dan derajat perubahan yang diharapkan. Sedangkan untuk faktor konteks kebijakan yang mempengaruhi adalah kekuasan, kepentingan dan aktor yakni jabatan kepala daerah yang bersifat jabatan administratif dan jabatan politik serta karakteristik lembaga dan penguasa yang dipengaruhi oleh kepemimpinan. Kemudian kontribusi sisi akademis, penelitian ini menguatkan teori Grindle bahwa isi dan konteks kebijakan mempengaruhi implementasi kebijakan namun penelitian ini penulis menyarankan untuk menambahkan faktor standar kebijakan dalam faktor yang mempengaruhi isi kebijakan

ABSTRACT
This thesis discusses  the implementation of regional government agency on 18/2016 in Banyuwangi regency in east java and Hulu Sungai regency in south borneo. The purpose of this study is to analyze how the implementation of institutional arrangements is based on the mandate of Government Regulation No. 18 of 2016 and to know the factors that influence the implementation of regional device arrangement policies. The research approach uses qualitative by using the Post Positivism paradigm. The findings of the authors indicate that the implementation of the PP No 18 of 2016 policy in two districts namely Banyuwangi and Hulu Sungai Utara Districts has been successfully carried out but is still procedural. This can be seen from the typology of regional devices based on workload. However, the PP has not been able to produce objective regional functions and measures objectively which can improve local government performance. Then the factors that influence the implementation of regional government agency in the two districts are the contents of the policy are the factors of interest that are influenced by policy and the degree of change expected. As for the policy context factors that influence are power, interests and actors, namely the position of regional head in the form of administrative positions and political positions and the characteristics of institutions and authorities influenced by leadership. Then the contribution of the academic side, this study corroborates Grindle's theory that content and policy context influence policy implementation, but this study suggests that the authors add standard policy factors to factors that influence policy content."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Taufiq Nurrachman Aziez
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pembangunan Waduk Jatigede terhadap Output, PDRB, Pendapatan Rumah Tangga, dan Tenaga Kerja di Jawa Barat, baik pada fase konstruksi maupun fase beroperasi Waduk Jatigede. Penelitian ini menggunakan alat analisis Model Input Output Miyazawa Tahun 2011 Provinsi Jawa Barat.
Hasil Penelitian menunjukkan, pada fase konstruksi Waduk Jatigede memberikan dampak : (1) Penambahan Output rata rata pertahun setara dengan 0,047% bila dibandingkan Total Output tahun 2011, (2) Penambahan PDRB rata rata pertahun setara dengan 0,026% bila dibandingkan total PDRB tahun 2011, (3) Penambahan Pendapatan Rumah Tangga rata rata pertahun setara dengan 0,029% bila dibandingkan total pendapatan rumah tangga tahun 2011, dimana Rumah Tangga Kota Berpendapatan Tinggi dan Rumah Tangga Desa Berpendapatan Tinggi paling besar menerima distribusi pendapatan, yaitu masing masing sebesar 38,90% dan 25,84% dari keseluruhan tambahan Pendapatan Rumah Tangga, (4) Tenaga Kerja yang terserap pada fase konstruksi Waduk Jatigede lebih banyak berasal dari Rumah Tangga Kota Berpendapatan Tinggi dan Rumah Tangga Desa Berpendapatan Tinggi, masing masing sebesar 35,69% dan 15,85% dari tambahan tenaga kerja.
Pada fase beroperasi Waduk Jatigede, memberikan dampak : 1) Penambahan Output rata rata pertahun setara dengan 0,839% bila dibandingkan Total Output tahun 2011, (2) Penambahan PDRB rata rata pertahun setara dengan 0,075% bila dibandingkan Total PDRB tahun 2011, (3) Penambahan Pendapatan Rumah Tangga rata-rata pertahun setara dengan 0,64% bila dibandingkan total Pendapatan Rumah Tangga tahun 2011, dimana Rumah Tangga Desa Berpendapatan Tinggi dan Rumah Tangga Kota Berpendapatan Tinggi paling besar menerima distribusi pendapatan, yaitu masing masing sebesar 35,61% dan 24,51% dari tambahan Pendapatan Rumah Tangga, (4) Dampak penambahan Tenaga Kerja setara dengan 0,79% bila dibandingkan jumlah tenaga kerja tahun 2011 (konstan selama fase beroperasi). Tenaga kerja yang terserap lebih banyak berasal dari Rumah Tangga Desa Berpendapatan tinggi, yaitu sebesar 28,38% dari tambahan tenaga kerja.

The research objective is to discover the impacts of Jatigede Dam development towards the Output, PDRB (Gross Regional Domestic Product), the distribution of Household Income, and Workforce in West Java, both in the construction phase andin the operation phase of Jatigede Dam. This research uses the 2011 Miyazawa Input Output Model analysis tool of West Java Province.
The research shows that in the Jatigede Dam construction phase the impacts are: (1) the average Output Addition per year is equal to 0.047% if compared with the Total Output in 2011; (2) the average PDRB Addition per year is equal to 0.026% if compared with the total PDRB in 2011; (3) the average Household Income Addition per year is equal to 0.029% if compared with the total Household Income in 2011, when the the High Income Urban Household and High Income Rural Household received the biggest income distribution, each of which earned 38.90% and 25.84% out of the total Household Income addition; (4) Workforce working in the Jatigede Dam construction phase mostly comes from the High Income Urban Household and High Income Rural Household, each of which earned 35.69% and 15.85% out of the additional workforce.
In the operation phase, the impacts are: (1) the average Output Addition per year is equal to 0.839% if compared with the Total Output in 2011; (2) the average PDRB Addition per year is equal to 0.075% if compared with the total PDRB in 2011; (3) the average Household Income Addition per year is equal to 0.64% if compared with the total Household Income in 2011, when the the High Income Rural Household and High Income Urban Household received the biggest income distribution, each of which earned 35.61% and 24.51% out of the Household Income addition; (4) Workforce addition impact is equal to 0.79% if compared with the amount of workforce in 2011 (constant during the operation phase). Workforce working mostly comes from the High Income Rural Household, which is 28.38% out of the additional workforce.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharram
"Mandailing Natal merupakan kabupaten muda, dari pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan yang berpusat di Panyabungan sebagai pusat administratifnya, kini melakukan kendali administratif sendiri sesuai dengan potensi daerahnya secara struktural, kultural, sosial dan psikologis mengalami perubahan dari sebelumnya. Perubahan ini terlihat begitu jelas, terutama pembangunan pisik, mendahului pembangunan bidang-bidang lainnya seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial bahkan religiositas (sifat keberagamaan). Khususnya bidang pendidikan, kesehatan, pendapatan akan berawal dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya yang baik.
Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah; (1). Mengapa IPM Kabupaten Mandailing Natal masih rendah. (2). Apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal untuk meningkatkan IPM didaerah ini.
Tujuan penelitian ini adalah; (1). Mendiskripsikan dan menganalisis secara mendalam mengenai IPM di Kabupaten Mandailing Natal. (2). Menganalisis upaya-upaya yang telah dilaksanakan dan akan dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal untuk meningkatkan IPM.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah; wawancara, observasi/pengamatan, dokumentasi, audio dan visual serta studi pustaka. Dengan analisis deskriptif dimana data?data mentah yang masih berupa kata-kata, kalimat, statement, perilaku, kejadian, uraian, paparan akan diolah agar mudah dipahami dalam bentuk informasi.
Teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah; Indeks Pembangunan Manusia, Cara mengukur IPM, Pendidikan, Kesehatan, Pendapatan, Pertumbuhan ekonomi, Tenaga kerja, Kebijakan, Pengambilan, Keputusan, Pembangunan manusia dalam meningkatkan kualitas masyarakat, Hubungan antara IPM dengan pertumbuhan ekonomi, Ketahan Daerah.
Sektor IPM. IPM di Mandailing Natal pada saat ini berada pada urutan 29 dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. IPM yang berada dibawahnya adalah Nias urutan ke 30, Nias Utara urutan 31, Nias Selatan urutan 32, Nias Barat urutan 33, sedang Indek Pembangunan Manusia tertinggi di Sumatera Utara adalah Pematang siantar berada pada urutan ke 1. Posisi ini terlihat jauh tertinggal dalam 25 tahun terakhir, karena sebelumnya Daerah Mandailing Natal dikenal menjadi basis Sumber Daya Manusia untuk Sumatera Utara. Pemerintah mengupayakan peningkatan IPM di Mandailing Natal termasuk peningkatan kualitas guru/pendidik, Hal ini disadari harus dilakukan secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan dinamis.
Dengan menyadari sepenuhnya bahwa sumber daya guru merupakan faktor langsung bagi peningkatan Indeks Pembangunan Sumber Daya Manusia. SDM merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan pembangunan, untuk itu diperlukan SDM yang berkualitas dan baik. Untuk memperoleh SDM yang berkualitas tidak bisa lepas dari pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan kualitas SDM, untuk mendapatkan SDM yang berkualitas dan baik, kualitas pendidikannya juga harus baik, termasuk ketersediaan perangkat pisik, sarana dan prasarana pendidikan, seperti gedung, guru yang berkualitas, kurikulum dan alat-alat pendidikan juga suasana belajar yang kondusif guna mendukung kegiatan proses belajar mengajar. Peningkatan Kualitas SDM, bisa melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Karena pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa, maka apabila perhatian Pemerintah Daerah berkurang terhadap dunia pendidikan maka pendidikan itu sendiri akan mengalami kemerosotan, sehingga pembangunan di daerah tersebut juga akan mengalami kemerosotan. Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas SDM, apabila tingkat pendidikan rendah maka kualitas SDM juga akan rendah, kualitas SDM yang rendah akan menyebabkan kualitas hidup rendah yang akan meningkatkan kemiskinan sehingga masyarakat akan kesulitan untuk memperoleh pendidikan yang baik. Maka seyogianya Pemerintah mengambil peran besar dalam memajukan dunia pendidikan di daerah Mandailing Natal. Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas Pemerintah Daerah dibidang pendidikan. Oleh sebab itu Dinas Pendidikan mempunyai tugas dan tanggungjawab yang besar atas kemajuan pendidikan untuk memperoleh SDM yang berkualitas dan baik di Kabupaten Mandailing Natal, meskipun hal ini merupakan tanggung jawab seluruh komponen, baik pemerintah maupun masyarakat.
Sektor kesehatan. Kondisi sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Mandailing Natal saat ini sudah baik, dengan adanya dukungan anggaran DAK dari pusat yang diambil dari APBN. Dukungan APBN dapat membantu pengadaan sarana dan prasarana kesehatan, karena prioritas pembangunan kesehatan baik pisik, non pisik maupun peralatan sesuai dengan petunjuk teknis. Anggaran dari APBN dipergunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana Puskesmas, rehab Puskesmas, pembangunan Poskedes untuk tempat tinggal bidan desa. Pemerintah menyiapkan anggaran untuk pembangunan Poskedes, sedangkan kesiapan lahan dari masyarakat. Kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan, akan tetapi peran serta dari masyarakat juga sangat diharapkan untuk mendukung tercapaianya tingkat kesehatan yang baik di Kabupaten Mandailing Natal. Sejak adanya pemekaran Kabupaten pada tahun 1998 kondisi sarana pisik, peralatan, pelayanan kesehatan di Kabupaten Mandailing Natal kondisinya membaik.
Sektor Pendapatan. Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal untuk tahun 2012 sudah mencapai angka 6,4 %, tahun 2013 ditargetkan mencapai 6,7 % berarti kategori cukup bagus khususnya di Kabupaten Mandailing Natal. Pertumbuhan ekonomi yang paling menonjol adalah sektor pertanian, karena tingkat pertumbuhan ekonomi paling maju adalah yang ditopang oleh sektor pertanian. Kemudian perkebunan dan sektor lainnya tiap tahun berubah, seperti perdagangan, jasa, meskipun sebagai sektor yang paling lemah terutama jasa perhotelan. Peningkatkan laju pertumbuhan ekonomi diproyeksikan pada sektor pertanian karena yang menopang perekonomian sebagian besar adalah pertanian, dalam hal ini yang paling berperan adalah Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Dinas Pertanian setiap tahun sudah memprogramkan pelatihan petani, dalam bentuk sekolah lapangan yang dipandu oleh penyuluh-penyuluh dan setiap tahunnya diupayakan untuk menambah jumlah penyuluh yang ada di Kabupaten Mandailiang Natal, agar bisa memberikan pengarahan, bimbingan, tuntunan kepada para petani yang ada di Kabupaten Mandailing Natal.
Hasil menunjukkan bahwa pendidikan, kesehatan dan pendapatan sangat berperan dalam meningkatkan Indek Pembangunan Manusia. Dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Pendidikan mempunyai peranan dalam pertahanan keamanan karena aspek pedidikan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dari masyarakat terhadap jiwa nasionalisme, rasa cinta terhadap tanah air, dan rasa lebih mencintai daerahnya sendiri. Dari aspek kesehatan, masyarakat yang sehat lebih berkualitas dari pada masyarakat yang tidak sehat hal ini akan berpengaruh terhadap ketahanan daerah, keluarga dan ketahanan diri, sehingga ketahanan daerahnya dapat lebih terjamin. Dari aspek pendapatan masyarakat yang lebih baik pendapatannya akan berpengaruh terhadap ketahanan daerah, ketahanan keluarga dan ketahanan pribadi, dengan demikian ketahanan daerah tersebut akan lebih baik. Dari penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa Indeks Pembangunan Manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah yang baik tidak terlepas dari peran serta dari pada pendidikan, kesehatan dan pendapatan.

Mandailing Natal is a young district, from district division based in South Tapanuli Panyabungan as its administrative center, is now doing its own administrative control of the region in accordance with the potential structural, cultural, social and psychological changes from the previous. This change is made apparent, especially physical development, precedes the development of other fields such as education, health, economic, social and even religiosity (religious nature). Particularly in education, health, income will be started from the quality of Human Resources (HR) its good.
The problems that exist in this research are: (1). How HDI District Mandailing Natal remains low. (2). What will be done by the District Government Mandailing Natal to improve the HDI in this area.
The goal of this research are: (1). Describe and analyze in depth the District IPM in Mandailing Natal. (2). Analyzing the efforts that have been implemented and will be implemented Mandailing Natal regency administration to improve the HDI.
The methodology used in this study are; interview, observation/observation, documentation, audio and visuals as well as the study of the literature. With descriptive analysis where the data raw is still in the form of words, sentences, statements, behavior, events, descriptions, exposure will be processed in order to be easily understood in the form of information.
The theory is used to support this research are: the Human Development Index, HDI measure Way, Education, Health, Income, Economic Growth, Labor, Policy, Decision, Decisions, Human development in improving the quality of society, relationship between HDI and economic growth, Resilience areas HDI sector. IPM in Mandailing Natal at this time are on the order of 29 of the 33 districts/municipalities in the province of North Sumatra. IPM that are below it is number 30 Nias, North Nias order of 31, South Nias sequence 32, 33 West Nias sequence, being the highest Human Development Index in North Sumatra is Siantar was ranked 1. This position looks far behind in the last 25 years, since before the Regional Mandailing Natal is known to be bases of Human Resources for North Sumatra.
The government effort to improve IPM in Mandailing Natal including improving the quality of teachers / educators, This is realized must be done in accordance with the continuous development of science and technology that is fast and dynamic. Knowing full well that the teacher resource is a direct factor for improving the Human Development Index. HR is a major factor in achieving development goals, it is necessary and good quality human resources. To obtain the qualified human resources can not be separated from education because education is one of the major factors in improving the quality of human resources, to ensure the recruitment of qualified and good, quality education should also be good, including the availability of the physical, educational facilities, such as buildings, teachers quality, curriculum and educational tools are also conducive learning environment to support teaching and learning activities. Improved quality of human resources, either through formal and non-formal education. Because education is one of the major factors in the successful development of a nation, the Local Government reduced if attention to the world of education, the education itself will decline, so that development in the area will also decline.
Education is a big influence on the quality of human resources, low levels of education if the quality of human resources will also be low, the low quality of human resources will lead to lower quality of life will increase poverty so that people will find it hard to get a good education. So the government should take a larger role in promoting education in the area Mandailing Natal. Mandailing Natal District Education Office has the duty and responsibility in carrying out the duties of Local Government in the field of education. Therefore, the Department of Education have a duty and a great responsibility for the advancement of education to obtain a good quality human resources and in the District of Mandailing Natal, although it is the responsibility of all components, both government and society.
Health sector . The condition of health infrastructure in the district Mandailing Natal is good now, with the support from the central budget DAK taken from the state budget. Budget support can help procurement of health infrastructure , health priorities well as physical, non- physical and technical equipment according to the instructions . Budget of the budget is used for the construction of facilities and infrastructure health center , health center rehabilitation, development Poskedes to stay midwife. The government prepared a budget for the construction Poskedes, while the readiness of the public lands. Health is not just the responsibility of the Regional Government in this case the Department of Health , but the participation of the community are also expected to support tercapaianya level of good health in the District Mandailing Natal. Since the division of the district in 1998 physical condition of facilities, equipment, health services in the District of Mandailing Natal condition improved.
Income sector. The rate of economic growth in the District Mandailing Natal for 2012 has reached 6.4%, in 2013 is expected to reach 6.7% means the category is quite good, especially in the District Mandailing Natal. The most prominent economic growth is the agricultural sector, as the most advanced level of economic growth is sustained by the agricultural sector. Then the estate and other sectors changed each year, such as trade, services, although as the weakest sector, especially hospitality services. Increasing the rate of economic growth is projected to sustain the agricultural sector as the economy is mostly agricultural, in this case the greatest role is the Department of Agriculture and Food Security. Department of Agriculture each year already programmed training of farmers, in the form of a field school hosted by the extension-extension and every year sought to increase the number of extension workers in the district Mandailiang Natal, in order to provide direction, guidance, guidance to farmers in the district Mandailing Natal.
The results showed that education, health and income play an important role in improving the Human Development Index. Viewed from the aspect of education, health and income. Education has a role in security and defense aspects of the education because it can provide a better understanding to the people of spirit nationalism, love for the homeland, and a sense of its own country more love. From the aspect of health, a healthy society is more qualified than the people who are not healthy it will affect the local resistance, and resilience in the family, so that the region can be assured durability. From the aspect of people's income better earnings will affect regional resilience, family resilience and personal resilience, thus the resilience of the area would be better. From the above explanation suggests that the Human Development Index has a very important role in enhancing regional resilience. Resilience is not a good area in spite of the participation of the education, health and income.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Priyowahono
"Pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan daerah perlu direncanakan dan dikendalikan secara matang dan komprehensif sehingga dalam pengelolaannya tidak memberatkan keuangan daerah. Namun yang lebih penting dan mesti dijadikan pegangan adalah harus dihindari jumlah pinjaman di luar kemampuan kapasitas keuangan daerah. Oleh karenanya, Pemerintah perlu mengatur secara hati-hati kebijakan pinjaman daerah agar tidak terjadi distorsi dalam implementasinya serta tidak akan bertentangan dengan spirit otonomi daerah itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah evaluasi terhadap formulasi kebijakan pemerintah, khususnya formulasi DSCR pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, untuk dikaji apakah sebagai instrument kebijakan cukup efektif dalam pengukuran kapasitas fiskal daerah.
Desain penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan mengintegrasikan metode evaluasi, metode studi literatur, dan metode wawancara, dengan model penguraian dalam bentuk analisis deskriptif berdasarkan teori analisis kebijakan mempergunakan model retrospektif (model evaluatif). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi literatur (data skunder) sebagai sumber data utama dan teknik wawancara (data primer) sebagai data pelengkap. Sehubungan obyek penelitian adalah formulasi kebijakan pemerintah, maka locus penelitian diarahkan pada institusi tingkat penyusun kebijakan, yaitu Departemen Keuangan cq. Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Perimbangan Keuangan di Jakarta. Sedang teknik analisis data dilakukan melalui klasifikasi, kompilasi dan komparasi data APBD tahun 2005 dan 2006, kemudian dilakukan kajian berdasarkan analisis kebijakan retrospektif menyangkut : (a) analisa DSCR dengan komponen PAD, DAU, DBH, Belanja Wajib; dan (b) kapasitas fiskal daerah beserta faktor-faktor pendukungnya.
Temuan dalam penelitian ini adalah : (1) adanya ketidaksesuaian (mismacht) komponen pembagi dalam formulasi DSCR serta terlalu kecilnya angka rasio DSCR yang ditetapkan yaitu sebesar > 2,5 menyebabkan kurang efektifnya analisa DSCR dalam pengukuran kapasitas fiskal daerah; dan (2) dilematis permasalahan investasi daerah terkait dengan kebijakan Peningkatan Iklim Investasi dan kebijakan Percepatan Pembangunan Kawasan dan Daerah Tertinggal.
Sehubungan hal tersebut, peneliti menyarankan dalam penetapan pinjaman daerah, disamping menggunakan parameter analisa DSCR, perlu mempertimbangkan manfaat langsung proyek dan dampak sosial kepada masyarakat. Disamping itu, dalam upaya penyempurnaan formulasi DSCR, untuk memperoleh refleksi kapasitas daerah yang lebih realistis, khusus menyangkut komponen DAU selain dikurangi biaya wajib (belanja pegawai dan belanja legislatif) juga perlu diperhitungkan dengan belanja rutin (belanja barang, pemeliharaan serta belanja operasional pemerintahan umum lainnya) yang sifatnya termasuk dalam belanja mengikat (committed expenditure). Hal ini mempertimbangkan realita porsi terbesar dana DAU (hampir 70 persen) dialokasikan untuk belanja pegawai/rutin operasional, sehingga sisanya sebesar 30 persen merupakan dana bebas yang dapat dipergunakan untuk pembayaran pinjaman. Diharapkan dengan format baru tersebut hasil perhitungan DSCR akan menjadi lebih akurat dan obyektif. Sedangkan penetapan ambang minimum sebesar 2,5 dipandang cukup moderat sebagai batas ukuran untuk sekaligus mengakomodir dua kepentingan, yaitu : kesempatan yang adil bagi daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal rendah, dan mengamankan prudent borrowing policy yang telah digariskan pemerintah.

Local borrowing as alternative for local financing must be planned and controlled thoughtfully and comprehensively in order for its management not putting any burden on local finance. Yet more importantly and the thing to be held on is the avoidance on the amount of borrowing beyond the ability of the local finance capacity. For that reason, the government must regulate carefully policies on local borrowing so there wouldn’t be any distortion in its implementations as well as not contrary to the spirit of the local autonomy itself. The aim of this research is evaluation on government policy formulation, especially DSCR formulation in Government Regulation Number 54 Year 2005 concerning Local Borrowing, in order to be analyzed whether as policy instrument it is effective enough in measuring local fiscal capacity.
The research design is qualitative kind which its integrated evaluation method, literature study method, and interview method, with explanation model using descriptive analysis based on policy analysis theory using retrospective model (evaluative model). Data collecting technique is performed by literature book study technique (secondary data) as the primary data source and interview technique (primary data) as supplementary data source. Since the research object is government policy formulation, therefore the research locus is directed toward policy making institution level that is Ministry of Finance in this case Directorate General of Trasury and Directorate General of Finance Balance in Jakarta. The data analysis technique is performed through classification, compilation, and comparison on local budget data in 2005 and 2006, afterward analysis is performed based on retrospective policy analysis related to : (a) DSCR analysis with the components of PAD, DAU, DBH, Obligatory Expenditures; and (b) local fiskal capacity along with its supplementary factors.
The findings of this research are : (1) the existence of mismatch on the dividing component in DSCR formulation as well as the too small figure of DSCR ratio determined that is > 2,5 resulting in lack of effectiveness on DSCR analysis in measuring local fiskal capacity; and (2) dilemmatic local investment problems related to the policy of Investment Climate Improvement and policy of Acceleration on Left Behind Region and Local Development.
Related to the above thing, the researcher suggest that in determining local borrowing, besides using DSCR analysis parameter, it is also necessary to consider the immediate benefits of the project and its social effects on community. Besides that, in the efforts to perfect DSCR formulation, to obtain more realistic local capacity reflection, especially related to DAU component other than reducing obligatory costs (employee expenditures and legislative expenditures), it is also necessary to calculate the routine expenditures (expenditures on goods, maintenance, and other general government operational expenditures) with its characteristic included in committed expenditures. These by considering the reality that the largest portion of DAU funds (almost 70 percent) is allocated for employee expenditure/operational routines, therefore the remaining of 30 percent is free funds that can be used for borrowing payment. It is expected that with that new format the calculation results of DSCR will be more accurate and objective. As for the determination of minimum threshold of 2,5 it is considered moderate enough as measuring limit in order simultaneously accommodate two interests those are : fair opportunities for local areas with low fiscal capacities, and securing prudent borrowing policy already determined by the government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>