Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
TA5964
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yudho Sasongko
"Kasus pendudukan Cina di Mischief Reef pada akhir tahun 1994 menandai babak baru dalam sengketa Laut Cina Selatan, yakni ketika Cina untuk pertama kalinya bersikap asertif terhadap salah satu negara ASEAN. Tindakan Cina ini setidaknya mengandung dua risiko, yakni terganggunya hubungan strategis Cina dengan negara-negara ASEAN serta semakin menguatnya dugaan tentang adanya "ancaman Cina" ("China threat ") di Asia Tenggara.
Tindakan Cina tersebut menarik untuk dikaji, khususnya untuk mencari faktor-faktor yang mungkin berkaitan dengan tindakan tersebut. Dalam kaitan ini, penulis memfokuskan pembahasan pada politik domestik Cina, khususnya persaingan antar unit-unit birokrasi di dalamnya. Dengan menggunakan teori tentang proses pengambilan kebijakan (policy-making process), terutama teori Graham Allison tentang politik birokratik, penulis berusaha menjelaskan persaingan birokrasi yang terjadi dan kaitannya dengan perilaku asertif Cina di Laut Cina Selatan. Dalam hal ini, insiden pendudukan Cina di Mischief Reef digunakan sebagai studi kasus. Secara lebih spesifik, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan persaingan antarunit birokrasi di Cina yang saling memperebutkan pengaruh dalam upaya mempertahankan dan mengedepankan kepentingan birokratiknya; menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kelompok 1 unit birokrasi tertentu lebih mampu mendominasi dan memenangkan persaingan; dan menjelaskan kaitan antara dominasi kelompok 1 unit birokrasi tertentu dalam persaingan birokratik dengan perilaku asertif Cina di Laut Cina Selatan, khususnya ketika Cina menduduki salah satu pulau karang di gugusan Kepulauan Spratly, yakni Mischief Reef.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah aktor utama yang saling bersaing dalam upaya mempertahankan kepentingan birokratiknya dan dalam upaya mempengaruhi kebijakan Cina, khususnya kebijakan dalam konflik Laut Cina Selatan. Aktor-aktor tersebut terdiri dari Kementrian Luar Negeri (MFA), Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), dan unsur-unsur dalam PLA, yakni Departemen Staf Umum (GSD), Angkatan Laut (PLA-N), dan Angkatan Udara (PLA-AF). Diantara aktor-aktor utama tersebut, PLA dan PLA-N sangat mendominasi persaingan, dan hal ini disebabkan setidaknya olch 5 (lima) faktor, yakni (1) tingginya posisi politis PLA dalam politik domestik Cina yang disebabkan oleh tragedi Tiananmen dan situasi power struggle yang menguntungkan posisi tawar-menawar PLA; (2) lemahnya MFA sebagai rival utama PLA dalam persaingan birokratik; (3) tingginya posisi elit PLA-N (yakni Admiral Liu Huaqing) dalam lingkaran elit pengambil keputusan tertinggi di Cina; (4) lemahnya GSD dan PLA-AF sebagai rival PLA-N dalam persaingan intra-PLA; (5) kemampuan PLA-N dalam mencari dan menjalankan strategi yang mengaitkan kepentingan birokratik dengan kepentingan nasional.
Keterkaitan antara dominasi PLA dan PLA-N dalam politik domestik Cina pada periode sebelum pendudukan Cina di Mischief Reef dengan perilaku asertif Cina di Laut Cina Selatan terutama terlihat dalam proses pembuatan kebijakan Cina tentang Laut Cina Selatan, dimana pengaruh militer Cina khususnya dalam institusi CMC sangat besar. Figur Liu Huaqing sebagai perwira senior PLA dalam CMC yang sekaligus memiliki kedudukan dalam lingkaran elit tertinggi Cina, yakni Komite Tetap Politbiro kemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap munculnya kebijakan Cina yang asertif di Laut Cina Selatan pada umumnya, dan pendudukan di Mischief Reef pada khususnya. Meskipun tidak dapat dipastikan bagaimana CMC dan Liu Huaqing mempengaruhi proses pengambilan keputusan tentang kebijakan Cina Laut Cina Selatan, namun dengan melihat besarnya wewenang CMC dan tingginya kedudukan Liu dalam sistem politik Cina serta prestise yang menyertainya sebagai seorang veteran masa revolusi, bisa diperkirakan bahwa pengaruh Liu sangat besar dalarn mempengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut.
Kemampuan PLA dan PLA-N untuk mendominasi persaingan birokratik terhadap rivalrivalnya tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor seperti power, prosedur dan aturan main yang cenderung menguntungkan kedua institusi tersebut, melainkan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih luas, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkup politik domestik Cina, yang antara lain ditandai oleh meningkatnya peran militer dalam proses politik. Peningkatan peran tersebut merupakan disebabkan oleh proses suksesi yang terjadi beberapa tahun sebelumnya serta proses adaptasi yang dilakukan oleh institusi-institusi politik Cina dari waktu ke waktu."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asnani Usman
Jakarta : Centre for Strategic and International Studies, 1997
327.16 ASN k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Affan Maulana
"Penelitian ini membahas mengenai klaim kedaulatan Cina di Laut Cina Selatan dengan mengkaji perspektif Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina sebagai basis legalitasnya. Cina mengklaim sebagian Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatan negaranya. Klaim tersebut didukung dengan adanya bukti-bukti sejarah. Penulis memulai penelitian dengan menginterpretasi latar belakang yang memicu konflik Laut Cina Selatan menggunakan pendekatan historis dan studi kualitatif, kemudian mengkaji pernyataan resmi pemerintah Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klaim Cina tidak sesuai dengan data-data sejarah. Perspektif yang dimiliki oleh Cina merupakan hasil penafsiran data sejarah yang kurang akurat.

This study discusses China's sovereignty claims in the South China Sea by examining China's perspective and analyzing historical evidence that China uses as its legal basis. China claims part of the South China Sea as its sovereign territory. This claim is supported by historical evidence. The author begins the research by interpreting the background that triggers the South China Sea conflict using a historical approach and qualitative studies, then examines the official statements of the Chinese government and analyzes historical evidence used by China. The results shows that China's claims are not in accordance with historical data. China's perspective is the result of inaccurate interpretation of historical data."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Affan Maulana
"Penelitian ini membahas mengenai klaim kedaulatan Cina di Laut Cina Selatan dengan mengkaji perspektif Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina sebagai basis legalitasnya. Cina mengklaim sebagian Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatan negaranya. Klaim tersebut didukung dengan adanya bukti-bukti sejarah. Penulis memulai penelitian dengan menginterpretasi latar belakang yang memicu konflik Laut Cina Selatan menggunakan pendekatan historis dan studi kualitatif, kemudian mengkaji pernyataan resmi pemerintah Cina dan menganalisa bukti-bukti sejarah yang digunakan Cina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klaim Cina tidak sesuai dengan data-data sejarah. Perspektif yang dimiliki oleh Cina merupakan hasil penafsiran data sejarah yang kurang akurat.

This study discusses China's sovereignty claims in the South China Sea by examining China's perspective and analyzing historical evidence that China uses as its legal basis. China claims part of the South China Sea as its sovereign territory. This claim is supported by historical evidence. The author begins the research by interpreting the background that triggers the South China Sea conflict using a historical approach and qualitative studies, then examines the official statements of the Chinese government and analyzes historical evidence used by China. The results shows that China's claims are not in accordance with historical data. China's perspective is the result of inaccurate interpretation of historical data."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Mangisi
"Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, dalam UNCLOS 1982 telah diatur mengenai pembagianpembagian wilayah laut dan penggunaanya bagi masyarakat internasional, seperti halnya laut lepas yang telah dinyatakan sebagai wilayah laut yang tidak boleh berada dikedaulatan negara manapun termasuk digunakan untuk keperluan pribadi negara, seperti halnya Cina yang membangun Pangkalan Militernya di wilayah Laut Cina Selatan yang merupakan laut lepas. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah penelitian yuridis-normatif dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan (Library Reasearch) yang berupa Perundang-undangan , buku-buku, serta jurnal maupun internet yang berkaitan dangan pokok permasalahan dalam peneilitian ini, serta menggunakan analisis data kualitatif. Cina menggunakan klaim historisnya yang dikenal dengan “Nine Dash Line”,dengan klaim ini Cina mengakui bahwa Laut Cina Selatan merupakan bagian dari yurisdiksinya dan Cina memiliki kehendak untuk melakukan berbagai kegiatan-kegiatan di wilayah tersebut, untuk itu Cina melakukan pembangunan Pangkalan Militernya di Laut China Selatan tepatnya di Mischief Reef yang merupakan bagian dari Laut lepas bahkan hanya berjarak 250 mil dari Filipina dan jarak yang dimiliki dengan negara Cina cukuplah jauh, berdasarkan UNCLOS 1982 bahwa tindakan yang dilakukan oleh Cina tersebut telah bertentangan dengan UNCLOS 1982."
Lengkap +
Jakarta: Seskoal Press, 2022
023.1 JMI 10:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsepsi strategi penanggulangan dampak konflik Laut Cina Selatan terhadap kedaulatan NKRI. Era globalisasi saat ini dengan ketidakmampuan negara-negara kawasan menata sengketa di Laut China Selatan akan memunculkan gelombang kejut terhadap ekonomi dan sosial budaya Indonesia. Selain mendorong naiknya harga minyak mentah dunia hal tersebut akan berpengaruh terhadap APBN Indonesia, dan ini merupakan ancaram serius keberlangsungan perdagangan Indonesia dengan raksasa-raksasa ekonomi di Asia Timur dimana negara-negara ini merupakan salah satu mitra penting ekonomi Indonesia. Kondisi demikian dipastikan akan berpengaruh langsung terhadap ekonomi domestik Indonesia nantinya.
Dengan menggunakan analisis SWOT maka bisa diketahui posisi RI terhadap dampak konflik laut china selatan pada aspek ekonomi dan sosbud. Dengan demikian didapat alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam rangka penanggulangan dampak konflik Laut China Selatan untuk kepentingan ekonomi dan sosbud. Strategi tersebut yaitu memberdayakan kekayaan alam dan modal ketahanan sosbud yang dimiliki untuk menghasilkan produk yang bisa bersaing dengan produk negara konflik sehingga diharapkan Indonesia bisa menghadapi konflik Laut China Selatan dari ancaman dampak ekonomi dan sosbud."
Lengkap +
321 LPI 17:33 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
S8130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reine Taqiyya Prihandoko
"ABSTRAK
Penelitian ini mencari korelasi antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina terkait inisiatif ASEAN dalam menangani isu sengketa wilayah Laut Cina Selatan. Dengan menggunakan enam variabel pengukur kohesi institusi regional berdasarkan teori eksternalisasi neo-fungsionalis ala konstruktivis, penelitian ini menemukan bahwa sejak tahun 1992 hingga pertengahan tahun 2017 tren kohesi ASEAN secara umum tergolong sebagai caucus. Semakin rendah kohesi ASEAN, maka ASEAN semakin sulit untuk mencapai posisi bersama dan memengaruhi sikap yang di ambil Cina. ASEAN dalam kondisi yang tidak kohesif juga rentan terhadap pengaruh Cina. Sebaliknya, kohesi ASEAN yang meninggi menunjukkan peningkatan ketahanan institusional ASEAN, sehingga semakin sulit bagi ASEAN untuk terpengaruh oleh pihak ketiga, terutama Cina. Kohesi yang tinggi bahkan memungkinkan ASEAN untuk mengajak Cina agar lebih terlibat secara aktif dalam mekanisme manajemen sengketa wilayah Laut Cina Selatan yang diinisasikan oleh ASEAN. Penelitian ini menyimpulkan bahwa repetisi interaksi ASEAN-Cina telah menjadi mekanisme kausal atas hubungan pengaruh resiprokal antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina, sebagai bagian dari suatu konfigurasi kausal terkait inisiatif ASEAN untuk menangani sengketa wilayah Laut Cina Selatan.

ABSTRACT
This study examines the correlation between ASEANs cohesion and Chinas involvement in the initiatives issued by ASEAN to address the South China Sea disputes. Based on six cohesion variables in the constructivist reinterpretation of the neo functionalist externalization thesis, this study found that from 1992 to mid 2017 ASEANs cohesion trend is generally categorized as caucus. The lower ASEANs cohesion is, the more difficult for ASEAN to reach a common position and to affect China s attitude towards ASEANs initiatives. ASEAN in non cohesive conditions is also more vulnerable to Chinese influence. On the other hand, the heightened ASEANs cohesion shows an increase in ASEANs institutional resilience, making it increasingly difficult for ASEAN to be influenced by third party, including China. High level of cohesion allows ASEAN to influence China to be more actively involved in the mechanisms to address the South China Sea dispute initiated by ASEAN. This study concludes that the repetitive ASEAN China interaction has been the causal mechanism for the reciprocal relationship between ASEANs cohesion and Chinas involvement, which exists in a causal configuration vis vis ASEANs initiatives to address the South China Sea disputes."
Lengkap +
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidjabat, Christine Anggi
"Indonesia bukan salah satu negara claimant, tetapi provokasi Cina melalui kapal nelayan yang dikawal oleh kapal Chinese Coast Guard telah melanggar hak berdaulat Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia di Laut Cina Selatan (LCS) yang berpotongan dengan Nine Dashed Line (NDL). Sampai saat ini sinergi antar instrumen kekuatan maritim Indonesia untuk menjaga hak berdaulat Indonesia di LCS masih terlihat lemah, sehingga rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana sinergi instrumen kekuatan yang berwenang pada domain maritim Indonesia dalam menghadapi Klaim Cina atas LCS. Analisa sinergi dilihat dari tiga aspek yaitu perspektif, kebijakan, dan Rules Of Engangement (ROE) yang diterapkan pada operasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi pertanyaan penelitian secara mendalam, dengan teknik analisa Soft System Methodology untuk melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan perbandingan sistem berpikir dan dunia nyata secara terstruktur, dan dibantu dengan NVivo untuk proses triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan instrumen kekuatan maritim di Indonesia belum memiliki perspektif yang selaras terhadap NDL. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kebijakan dari pembuat kebijakan dan turunan strategi dari pembuat strategi Pemerintah Republik Indonesia belum diharmonisasi, sehingga ROE pada level operasional yang tepat untuk menghadapi provokasi Cina atas LCS belum dirumuskan dengan menyesuaikan antara wewenang dengan kapabilitas instrumen. Secara keseluruhan, penelitian menemukan bahwa sinergi instrumen kekuatan maritim Indonesia masih perlu dioptimalkan untuk menghadapi Klaim Cina atas wilayah yurisdiksi Indonesia di LCS."
Lengkap +
Bogor: Universitas Pertahanan, 2018
355 JDSD 8:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>