Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147818 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Rene Indrawan Pratamora
"[ABSTRAK
Sistem air pendingin merupakan sistem resirkulasi terbuka yang berfungsi untuk mendinginkan air yang berasal dari proses suatu industri. Salah satu permasalahan yang timbul pada sistem air pendingin resirkulasi terbuka adalah pertumbuhan mikroba. Untuk mengendalikan pertumbuhan mikrobia pada sistem pendingin
ditambahkan isothiazoline biocide dan dilakukan pemantauan terhadap
pertumbuhan mikroba pada air dalam sistem pendingin. Dari hasil pengamatan dapat dilihat pertumbuhan mikroorganisme akan semakin cepat sehubungan dengan lama waktu terutama apabila menara pendingin berada dalam kondisi diam (stagnan). Pertumbuhan mikroba ini dapat menyebabkan terjadi korosi pada sistem menara pendingin. Untuk mencegah proses korosi akibat mikroba ini, maka dilakukan inhibisi dengan menggunakan inhibitor phosphoric acid. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi optimum 100 ppm inhibitor phosphoric acid dengan penambahan 100 ppm isothiazoline biocide untuk menurunkan laju pertumbuhan mikroba. Kemampuan inhibisi korosi diinvestigasi melalui simulasi pengujian korosi yang terjadi pada sampel kupon yang direndam dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan air sistem menara pendingin. Pengujian ini dievaluasi dengan metode pengujian Tafel Polarisasi dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS).

ABSTRACT
Cooling water system is an open recirculation system which serves to cool water from an
industrial process. One of the problems that arise in open recirculating cooling water systems is the growth of microbial. To control the growth of microbial in the cooling system added isothiazoline biocide chemicals and monitoring the growth of microbial in the water in the cooling system. From the observation can be seen to be the faster growth of microbial in relation to the length of time, especially if the cooling tower is at rest (stagnant). The growth of these microbial can cause corrosion in cooling water systems. To prevent the formation of corrosion due to these microbial, the inhibition is done by using the phosphoric acid inhibitor. The results showed that the optimum concentration of 100 ppm phosphoric acid inhibitor with the addition of 100 ppm isothiazoline biocide to reduce the rate of growth of microbial. Corrosion inhibition ability investigated through the simulation testing of corrosion that occurs on the coupon samples were immersed in a certain period of time by using water cooling tower systems. This test was evaluated by Tafel polarization test methods and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS).;Cooling water system is an open recirculation system which serves to cool water from an
industrial process. One of the problems that arise in open recirculating cooling water
systems is the growth of microbial. To control the growth of microbial in the cooling
system added isothiazoline biocide chemicals and monitoring the growth of microbial in
the water in the cooling system. From the observation can be seen to be the faster growth
of microbial in relation to the length of time, especially if the cooling tower is at rest
(stagnant). The growth of these microbial can cause corrosion in cooling water systems.
To prevent the formation of corrosion due to these microbial, the inhibition is done by
using the phosphoric acid inhibitor. The results showed that the optimum concentration of
100 ppm phosphoric acid inhibitor with the addition of 100 ppm isothiazoline biocide to
reduce the rate of growth of microbial. Corrosion inhibition ability investigated through
the simulation testing of corrosion that occurs on the coupon samples were immersed in a
certain period of time by using water cooling tower systems. This test was evaluated by
Tafel polarization test methods and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)., Cooling water system is an open recirculation system which serves to cool water from an
industrial process. One of the problems that arise in open recirculating cooling water
systems is the growth of microbial. To control the growth of microbial in the cooling
system added isothiazoline biocide chemicals and monitoring the growth of microbial in
the water in the cooling system. From the observation can be seen to be the faster growth
of microbial in relation to the length of time, especially if the cooling tower is at rest
(stagnant). The growth of these microbial can cause corrosion in cooling water systems.
To prevent the formation of corrosion due to these microbial, the inhibition is done by
using the phosphoric acid inhibitor. The results showed that the optimum concentration of
100 ppm phosphoric acid inhibitor with the addition of 100 ppm isothiazoline biocide to
reduce the rate of growth of microbial. Corrosion inhibition ability investigated through
the simulation testing of corrosion that occurs on the coupon samples were immersed in a
certain period of time by using water cooling tower systems. This test was evaluated by
Tafel polarization test methods and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS).]"
2015
T43714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febbyka Rachmanda
"Korosi merupakan penyebab utama kegagalan dalam industri minyak dan gas bumi. Mengisolir logam dari bahan korosi merupakan adalah cara yang paling efektif untuk mencegah korosi pada industri ini. Penggunaan inhibitor korosi alami menjadi alternatif baru untuk mencapai tujuan tersebut. Bahan alam dipilih sebagai alternatif karena bersifat aman, mudah didapatkan, bersifat biodegradable, biaya murah, dan ramah lingkungan.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari perilaku inhibisi ekstrak kulit manggis pada pipa baja API-5L di lingkungan air terproduksi dan dibandingkan dengan inhibitor kimia dengan menggunakan metode kehilangan berat. Parameter elektrokimia dievaluasi dengan menggunakan metode EIS dan metode FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus aktif yang bekerja. Ekstrak kulit manggis dipilih sebagai inhibitor korosi karena mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat laju korosi.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak kulit manggis dan inhibitor kimia merupakan inhibitor korosi yang sangat efektif untuk pipa baja API-5L di lingkungan air terproduksi karena dapat menurunkan laju korosi secara signifikan. Efisiensi inhibisi ekstrak kulit manggis sebesar 58 - 92% dengan penambahan 2 - 10 ml ekstrak kulit manggis. Ekstrak kulit manggis bekerja dengan membentuk suatu lapisan tipis (terlihat maupun tidak terlihat secara kasat mata) atau senyawa kompleks, yang mengendap (adsorpsi) pada permukaan logam sebagai lapisan pelindung yang dapat menghambat reaksi logam tersebut dengan lingkungannya. Mekanisme ini juga didukung dengan meningkatnya nilai tahanan polarisasi dari permukaan baja setelah ditambahakan inhibitor.

Corrosion is the major cause failure in oil and gas industry. Isolate the metal from corrosion of materials is the most effective way to prevent corrosion for this industry. The use of green corrosion inhibitor become a new alternative to achieve that goal. Green inhibitor chosen as an alternative because it is safe, easily available, biodegradable, low cost, and environmentally friendly.
This study was conducted to study the inhibition behavior of pericarp of mangosteen extract for API-5L pipe steel in produced water environment and compared with chemical inhibitor using the weight loss method Electrochemical parameters are evaluated using EIS method and FTIR method to identify functional group that works. Pericarp of mangosteen extract is selected as corrosion inhibitor because they contain antioxidant compounds that can inhibit the corrosion rate.
Result showed pericarp of mangosteen extract and chemical inhibitor is highly effective corrosion inhibitor for API-5L pipe steel in produced water environment because it can inhibit the corrosion rate significantly. Inhibition efficiency for pericarp of mangosteen is 58 - 92% with addition of pericarp of mangosteen extract of 2 -10 ml. Pericarp of mangosteen works by forming a thin layer (visible or not visible by naked eye) or complex compounds, which settles (adsorption) to metal surfaces as a protective layer that can inhibit the reaction of the metal with its environment. This mechanism is also supported by the increased value of the polarization resistance of the steel surface after addition of inhibitor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44655
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madia Gunawan
"ABSTRAK
Beton merupakan bahan suatu struktur bangunan yang sekarang ini sangat banyak digunakan, baik dalam pembangunan berbagai macam sarana infrastruktur maupun dalam pembangunan rumah tempat tinggal. Penggunaan beton sebagai bahan bangunan tidak hanya digunakan pada daerah daratan yang kering, namun juga digunakan pada daerah perairan. Hal ini akan menyebabkan besarnya kemungkinan dari beton untuk terekspos secara langsung terhadap air. Air yang akan mengekspos beton tersebut belum tentu dapat ditoleransi oleh beton, karena dapat dalam suatu kondisi tercemar oleh pencemaran lingkungan di sekitarnya, yang akan mengakibatkan turunya mutu beton tersebut. Beton merupakan salah satu bagian penyumbang kekuatan dari suatu struktur beton selain tulangan. Penurunan mutu beton sangat perlu untuk diketahui, karena dengan mengetahui perbandingan penurunan mutu dari masing-masing jenis air tercemar, maka kita dapat memperkirakan bangunan mana saja yang berada dalam keadaan lebih kritis. Skripsi ini hanya akan membahas bagian pemberi kekuatan dari suatu struktur beton dilihat dari bagian betonnya saja, dimana untuk bagian tulangannya akan dibahas oleh anggota team lainnya.
Pencemaran lingkungan merupakan kondisi lingkungan fisik yang meliputi atas air, tanah, dan udara, yang terkontaminasi oleh bahan pencemar yang melebihi batas standar baku yang telah ditetapkan. Sumber dari pencemaran lingkungan ini sebagian besar dikarenakan oleh kegiatan industri, yang banyak mengeluarkan limbah berupa zat-zat kimia hasil buangan dari proses produksinya. Pencemaran yang terjadi ini sudah menyebar ke berbagai tempat, yaitu pencemaran pada air laut, air sungai, air rawa, maupun pencemaran pada air hujan. Unsur-unsur kimia yang terdapat dalam berbagai macam air tercemar tersebut dapat menyerang beton terutama pada bagian produk hidrasi semennya, dimana produk hidrasi semen merupakan suatu senyawa kimia pemberi kekuatan pada beton tersebut.
Percobaan yang dilakukan disini dengan menggunakan suatu standar AWWA untuk bagian kualitas airnya dan dengan standar ACI untuk bagian betonnya. Kualitas air akan diperiksa sebagai kontrol untuk mengetahui besarnya efek yang ditimbulkan pada beton yang akan direpresentatifkan dalam tiga mutu beton yaitu mutu beton renadh (15 MPa), mutu sedang (35 MPa), dan mutu tinggi (50 MPa). Besarnya efek tersebut didapat dengan memodelkan beton yang terekspos air tercemar di dalam suatu pemodelan di laboratorium.
Hasil percobaan yang dilakukan memperlihatkan terdapatnya suatu penurunan mutu beton dalam waktu 56 hari. Pada beton mutu tinggi, berdasarkan besarnya nilai penurunankuat tekan beton secara berurutan, peringkat pertama adalah pada beton rendaman air laut, kedua pada rendaman air rawa, pada rendaman air sungai dan air hhujan belum terdapat suatu penurunan nilaikuat tekan beton. Beton mutu sedang, besarnya nilai penurunan kuat tekan beton pada peringkat pertama oleh rendaman air hujan, kedua pada rendaman air laut, ketiga pada rendaman air rawa, sedangkan pada rendaman air sungai belum terdapat suatu penurunan nilai kuat tekan beton. Beton mutu rendah, urutan penurunan kuat tekan pada peringkat pertama adalah pada beton rendaman air hujan, kedua pada rendaman air sungai, ketiga pada rendaman air laut, dan yang terlahir pada rendaman air rawa.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah faktor yang menyebabkan penurunan kuat tekan beton terhadap rendaman air laut dan air rawa, terutama disebabkan karena adanya unsur klorida yang tinggi, sedangkan pada air sungai dan air hujanunsur yang dominan adalah sulfat. Melihat hal ini, maka sebaiknya struktur beton yang ada pada daerah laut dan rawa diberi suatu perlindungan sebagai contoh digunakan zat additive agar tidak terjadi suatu penurunan mutu beton. Pada daerah air sungai, perlindungan beton disarankan dengan menggunakan beton mutu sedang ke atas, sedangkan pada beton yang terekspos air hujan lebih baik dilindungi secara fisik, seperti pembuatan drainase yang baik sehingga beton tidak akan tergenang oleh air hujan.

"
2001
S34938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Refai Muslih
"Studi tentang laju korosi pada baja tahan karat SUS304 dalam lingkungan air laut buatan yang dipengaruhi oleh tegangan sisa yang diukur menggunakan difraksi sinar-X metode cos- α. Korosi dalam banyak hal tidak dikehendaki. Kualitas dan penampilan benda akan berubah menurun karenanya. Salah satu pemicu korosi adalah tegangan sisa yang ada di permukaan bahan. Penelitian ini menampilkan hubungan antara tegangan sisa permukaan dengan laju korosinya. Pada penelitian ini digunakan baja tahan karat SUS 304 sebagai sampel dan air laut buatan yaitu larutan NaCl 3,5% sebagai elektrolitnya. Komposisi unsur dan fasa dari sampel didapat dengan uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan X-ray Diffraction (XRD). Topografi permukaan sampel diamati dengan mikroskop optik dan Atomic Force Microscope (AFM). Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada setiap proses yang dilalui oleh sampel. Sampel uji tarik sebanyak 9 buah dipersiapkan dari pelat setebal 6 mm yang dipotong dengan wirecut. Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa diberikan kepada sampel dengan suhu 600 ℃ selama 1 jam dan didinginkan secara alami. Permukaan sampel dihaluskan dengan amplas sampai grit 2000. Sampel-sampel dikelompokkan menjadi 3 group dan kemudian dilakukan penarikan dengan regangan (strain, ε) sebesar 1%, 2% dan 3% secara berurutan. Tegangan sisa rata-rata pada sampel setelah perlakuan panas adalah -47 MPa. Tegangan total pada sampel yang telah dideformasi 1, 2 dan 3% berturut turut adalah 295, 315 dan 328 MPa. Perendaman sampel di dalam air laut buatan selama 48 jam tidak banyak mengubah karakter permukaanya. Hal ini diperoleh dari data EIS dimana tidak dijumpai adanya semicircle yang utuh dari seluruh sampel yang digunakan. Sirkuit ekivalen yang terdeteksi adalah hambatan elektrolit (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) dan lapisan pasif permukaan sampel (CPE2) beserta dengan hambatannya berturut-turut R2 dan R3. Pengukuran potensiodinamik menunjukkan penurunan potensial korosi dari -151 mV menjadi -290mV untuk sampel tanpa deformasi dan terdeformasi 3% secara berurutan. Arus korosi meningkat seiring dengan peningkatan derajat deformasi. Dari data-data hasil eksperimen telah didapat hubungan yang jelas antara laju korosi dengan tegangan sisa permukaan yang diukur dengan metode cos-⍺.

Study of the corrosion rate of SUS304 stainless steel in an artificial seawater environment affected by residual stresses measured using X-ray diffraction cos-α method. Corrosion is in most cases undesirable. The quality and appearance of objects will change and decrease because of it. One of the triggers of corrosion is the residual stress on the surface of the material. This research shows the relationship between surface residual stress and corrosion rate. In this study, stainless steel SUS 304 was used as the test object and artificial seawater as electrolyte, namely 3.5% NaCl solution. The elemental composition and phase of the sample were obtained from Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and X-ray Diffraction (XRD) tests. The surface topography of the sample was observed with an optical microscope and Atomic Force Microscope (AFM). Residual stress measurements are carried out at each process that the sample goes through. Nine pieces of tensile test samples were prepared from a 6 mm thick plate which was cut with a wirecut. Heat treatment to remove residual stress was given to the samples at 600 ℃ for 1 hour and naturally cooled. The surface of the sample was ground with sandpaper to 2000 grit. The samples were grouped into 3 groups and then drawn with strains of 1%, 2% and 3% respectively. The average residual stress in the sample after heat treatment is -47 MPa. The total stress in the 1, 2 and 3% deformed samples were 295, 315 and 328 MPa, respectively. The immersion of the sample in artificial seawater for 48 hours did not change the surface character much. It was obtained from the EIS data where there was no intact semicircle of all the samples used. The equivalent circuits detected were the electrolytic resistance (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) and the sample surface passive layer (CPE2) along with their respective resistances R2 and R3. Potentiodynamic measurements showed a decrease in corrosion potential from -151 mV to - 290mV for 3% deformed and undeformed samples, respectively. The corrosion current increases as the degree of deformation increases. From the experimental data, a clear relationship has been obtained between the corrosion rate and the surface residual stress as measured by the cos-⍺ method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Zharfan Athallah Mz
"Umumnya kabel tembaga yang biasa dijumpai pada kehidupan sehari-hari, namun ada jenis kabel yang lain biasa digunakan yaitu berbahan dasar Al 6061. Pada kali ini digunakannya penambahan logam tanah jarang berupa Lanthanum dan Samarium. Kemudian akan dibandingkan keefektifannya menggunakan pengujian LPR, Konduktivitas Listrik, dan SEM berikut EDX. Ditujukan dengan hasil uji yang memiliki sifat korosi yang lebih baik dan konduktivitas yang tinggi Pada penelitian ini menggunakan logam tanah jarang sebagai grain refinement yaitu berupa Lanthanum dan Samarium. Menggunakan sebanyak 5 sampel yaitu, 0.5% La; 0,5% Sm ; 0,25% La + 0,25% Sm, Paduan Al 6061 tanpa tambahan La & Sm tanpa dicor ulang, dan paduan Al 6061 yang dilakukan cor ulang. Didapat hasil dari penelitian kali ini, pada paduan Al-0,5 La paling tinggi konduktivitasnya sebesar 2.084.866,323 S/m dibandingkan dengan paduan lain termasuk pada paduan Al 6061 murni yang tidak ditambahkan logam tanah jarang. Pada laju korosi yang terendah pada paduan Al- 0,5 Sm, dimana diperoleh nilai laju korosinya adalah sebesar 0,0013 mm/tahun dibandingkan dengan paduan lain termasuk pada paduan Al 6061 murni yang tidak ditambahkan logam tanah jarang.

Generally, copper cables are commonly found in everyday life, but there is another type of cable that is commonly used, namely made from Al 6061. At this time, the addition of rare earth metals in the form of Lanthanum and Samarium was used. Then it will be compared its effectiveness using LPR, Electrical Conductivity, and SEM tests following EDX. Aimed at the test results that have better corrosion properties and high concentration In this study using rare earth metals as grain refiners, namely in the form of Lanthanum and Samarium. Using as many as 5 samples, namely 0.5% La; 0.5% Sm ; 0.25% La + 0.25% Sm, Al 6061 alloy without additional La & Sm without being recorched, and Al 6061 alloy re-cast. The results obtained from this research, in Al-0.5 La alloys, the highest conductivity was 2.084.866,323 S/m compared to other alloys including pure Al 6061 alloys which were not added rare earth element. At the lowest corrosion rate in Al-0.5 Sm alloy, where the corrosion rate value is obtained is 0.0013mm/year compared to other alloys including pure Al 6061 alloys which were not added rare earth metals.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozi Aryadi
"ABSTRAK
Kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang memudahkan manusia untuk beraktivitas seperti jembatan, pelabuhan, rumah, jalan dan bangunan lainnya semakin diperlukan. Keseluruhan bangunan tersebut menggunakan konstruksi beton bertulang, yang kekuatannya ditentukan tidak hanya oleh mutu beton itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik di sekitar bangunan tersebut. Pencemaran air, tanah dan udara di daerah Jakarta sudah semakin buruk, terutama pencemaran air laut akibat produksi limbah yang semakin meningkat. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kekuatan struktur dan umur bangunan. Unsur kimia pada air laut yang tercemar tersebut secara teoritis mendukung terjadinya korosi pada tulangan beton bertulang.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan teori bahwa kemungkinan terjadinya korosi dipengaruhi oleh mutu beton; kecepatan korosi dipengaruhi oleh pencemaran air laut yang semakin tinggi di sekitar tulangan beton bertulang; dan semakin rendah mutu _tulangan beton, semakin cepat terjadinya korosi.
Pembuktian hipotesa yang ada tersebut akan dibuktikan dengan menggunakan metode immersi dan metode polarisasi, yang sesuai dengan standar ASTM. Hasil yang diperoleh dengan penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan selama 34 hari pada air bersih sebesar 7,62 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 5,45 mpy. Sedangkan melalui penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan selama 60 hari pada air bersih sebesar 5,15 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 3,09 mpy. Sedangkan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air bersih, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 2,039 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 1,229 mpy. Dan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air laut, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 7,482367 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 3,876433 mpy.

"
2001
S34800
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Riswanto
"Semua material berbahan dasar logam dapat mengalami degradasi material dan degradasi material memiliki banyak jenis, salah satunya korosi yang berbentuk sumuran. Studi pengaruh posisi penempatan coupon test terhadap pembentukkan korosi sumuran pada UNS 30400, UNS 20100, dan AISI 1015 dilakukan dengan menggunakan reaktor mekanik dalam media NaCl 3,5% teraerasi dengan posisi kupon arah jam 12, jam 9 dan jam 6 jika direpresentasikan pada jaringan pipa. Pengaruh laju aliran terhadap pembentukkan korosi sumuran telah banyak diteliti, dimana didapat bahwa korosi sumuran dapat tumbuh pada jenis aliran laminar maupun aliran turbulen. Serta memiliki kecepatan alir kritis untuk pertumbuhan korosi sumuran dengan kecepatan 1,5 m/s. Bentuk-bentuk korosi yang terjadi dianalisa dengan menggunakan mikroskop optik dan menggunakan metode pengurangan berat. Dari karakterisasi ini diperoleh bahwa posisi penempatan kupon dan laju alir mempengaruhi bentuk korosi sumuran yang terjadi, sehingga hasil dapat merepresentasikan bagian dalam pipa yang paling berbahaya jika terjadi korosi sumuran.

Degradation occur in every metal based material, one of the degradation is pitting corrosion. Influence of coupon test position with formation of pitting corrosion at UNS 30400, UNS 20100, and AISI 1015 done by mechanics reactor in aerated 3,5% sodium chloride represented an internal pipeline position with 6 o’clock, 9 o’clock, and 12 o’clock position. There are many researchs about influence of fluid flow to pitting corrosion formation, it shows that pitting corrosion happened in every flow regime either in laminar flow or turbulent and has a critical velocity for stable pit growth is 1,5 m/s. In this research, form of pitting corosion examine by optical microscope and weight loss method. From this characterization informed that position of coupon test and fluid flow influence the pit form, so this result can represent the most severe position for pitting corrosion inside the pipe."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44262
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London : Shell Petroleum, 1956
620.112 COR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>