Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189034 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Mita Rachmawati
"ABSTRAK
Jumlah gelandangan dan pengemis diperkirakan akan terus meningkat mengingat daya tarik kota yang semakin kuat bagi orang desa. Ketiadaan sumber penghasilan, keterbatasan penguasaan sarana dan prasarana produktif, serta terbatasnya keterampilan, sehingga menyebabkan mereka menjadikan mengemis sebagai mata pencaharian. Di sisi lain, adanya sikap mental malas dan budaya masyarakat atau budaya masyarakat atau adanya kesan permisif terhadap kegiatan menggelandang dan mengemis. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program bimbingan keterampilan kerja olahan pangan dan menjahit dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi dan mengetahui faktor penghambat dalam implementasi program bimbingan keterampilan kerja olahan pangan dan menjahit dalam rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi. Implementasi bimbingan keterampilan kerja dianggap penting dalam proses rehabilitasi sosial di PSBK Pangudi Luhur Bekasi, karena dalam proses bimbingannya membekali Warga Binaan Sosial WBS dengan keterampilan kerja yang dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan setelah WBS lulus dari panti dengan harapan dapat membuka usaha secara mandiri ataupun dapat bekerja di dunia usaha yang lain. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat adanya kekurangan yang menyebabkan kurang efektifnya proses bimbingan keterampilan kerja olahan pangan dan menjahit yakni sarana dan prasarana maupun peralatan yang masih belum memadai untuk mendukung implementasi bimbingan keterampilan kerja, belum adanya kurikulum baku dalam pembuatan silabus oleh instruktur keterampilan. Selain itu, tingkat pendidikan WBS yang beragam dan berpendidikan rendah, serta sulitnya mencari tempat Praktek Belajar Kerja PBK bagi WBS.Kata kunci : keterampilan, gelandangan dan pengemis, WBS, rehabilitasi sosial.

ABSTRACT
The number of homeless and beggars are projected to further increase given increasingly strong appeals of urban areas to the villagers. The absence of sources of income, limited access to productive facilities, and lack of skills make begging as bread and butter. Furthermore, the tendency of laziness becomes a culture and societies rsquo permissive characters are enacting the activity of wandering and begging. This research applies qualitative approach with descriptive research type. The purpose of the study is to observe the social rehabilitation programs for homeless drifter and beggars with Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur as a research location. In this study, the researcher determines to identify the inhibiting factors of the program and the consequences it rsquo s created. By implementing the activities on food processing and tailoring, PSBK Pangudi Luhur equip their clients with work skills with an eye to prepare to improve their livelihood after rehabilitation. With the skills, the clients are expected to have capacities for entrepreneurship and employment. However, the implementations of the program are frequently hampered due to the lack of facilities and tools, the nonexistence of standard curriculum for the instructors, the difficulties in finding workplace to intern, and the low education level of the clients. Keywords skills, homeless and beggar, clients, social rehabilitation "
2018
T51434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bebbar was an urban problems that needs serious threath from all over community.Many threatening and interference occur as an impact from the them. It makes government takes comprehensif approaches to solve this problems....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Waluyo
"Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Karya "Pangudi Luhur" Bekasi, yang beralamat di Jalan H. Moeljadi Djojomartono No.19 Bekasi Jawa Barat, dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis pada lembaga tersebut. Selanjutnya penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Obyek penelitian adalah semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial di PSBK Bekasi, antara lain kepala panti, petugas fungsional/petugas lapangan, gelandangan dan pengemis yang sedang dibina serta pihak lain yang terkait.
Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan fenomena sosial di kota-kota besar, karena sulitnya kehidupan di pedesaan sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan tanah garapan yang makin berkurang, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan di tempat lain, alternatifnya yaitu mengadu nasib ke daerah perkotaan. Namun oleh karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing memperebutkan pekerjaan yang layak. Akhirnya mereka mau bekerja apapun dengan upah berapapun untuk mempertahankan kehidupannya.
Akibatnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup secara layak, tidak mempunyal pekerjaan layak, tidak memiliki tempat tinggal yang layak dan sebagainya. Keberadaan mereka yang terbatas ketrampilan, terbatas pendidikan, dan terbatas fasilitas, maka keberadaan mereka diperkotaan dianggap sebagai masalah sosial. Untuk penanganan masalah sosial gelandangan dan pengemis diperlukan pelayanan yang komprehensip, karena masalahnya sangat komplek tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek mental dan budaya.
Program rehabilitasi sosial di PSBK terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut : Pertama adalah tahap rehabilitasi sosial yang terdiri dari : a) pendekatan awal, b)penerimaan dan c)bimbingan mental, sosial dan ketrampilan. Kedua adalah tahap resosialisasi yang terdiri dari ; a) bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, b) bimbingan sosial masyarakat, c) bimbingan bantuan stimulus usaha produktif dan c) bimbingan usaha. Ketiga adalah tahap bimbingan lanjut yang terdiri dari : a) bantuan pengembangan usaha dan b) bimbingan pemantapan usaha/kerja.
Hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan bahwa secara umum PSBK Bekasi telah dapat memberikan pelayanan program kepada kliennya sesuai prosedur yang ditetapkan, namun praktek pelayanan yang diberikan belum sesuai dengan yang diharapkan. Masih ada kesenjangan antara teori atau konsep dengan praktek yang bisa dilakukan. Sehingga lembaga ini kurang berhasil mengemban misinya, yaitu mengentaskan gepeng dari masalahnya.
Hasil penelitian tahap awal, pada kegiatan orientasi dan motivasi untuk menjaring klien, PSBK lebih mengandalkan tehnik "getok tular", yaitu mengharapkan eks klien yang telah selesai mengikuti pembinaan di PSBK mengajak teman-temannya yang lain untuk masuk panti. Tehnik ini kurang efektif sehingga target sasaran yang setiap angkatan hanya 300 orang tidak terpenuhi, padahal gepeng di Jakarta jumlahnya sangat besar.
Bimbingan mental sebagai fokus utama program rehabilitasi di PSBK, metodanya juga masih perlu dikaji ulang. Tehnik bimbingan mental yang diterapkan lebih mengacu pada aspek transfer pengetahuan, bukan aspek penyadaran mental. Dimana semua klien dari berbagai tingkat pendidikan masuk dalam satu kelas dan diajarkan materi yang sama, sehingga situasinya lebih menyerupai sekolah formal. Bimbingan mental untuk membangun konsep diri yang positif, percaya diri, dan penghargaan diri diperlukan pendekatan individu, tehnik konseling yang efektif dan sebagainya. PSBK sampai saat ini belum mempunyai program khusus yang secara langsung diarahkan untuk penyadaran mental klien.
Program rehabilitasi gepeng harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, sebagaimana pada konsep dan juklak. Namun PSBK sampai saat ini baru memiliki petugas lapangan dari profesi pekerjaan sosial, sedangkan profesi lain yang diperlukan untuk mendukung kelancaran program belum ada.
Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa sebagian klien PSBK menggelandang lagi, banyak aspek sebagai penyebabnya, diantaranya PSBK tidak memiliki dana untuk mendukung usaha kerja gepeng, kesempatan bekerja disektor formal sangat sulit, ketrampilan kerja yang diajarkan sangat minim, umumnya dibawah standar pasaran kerja, dan metoda bimbingan mental dan sosial juga kurang tepat.
Selanjutnya penelitian ini merumuskan saran sebagai berikut, pertama PSBK perlu merumuskan program khusus untuk kegiatan bimbingan mental, kedua mengingat sulitnya mencari lapangan pekerjaan di sektor formal, maka program ketrampilan di PSBK sebaiknya lebih diarahkan untuk jenis ketrampilan wira usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T 9704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrini Merlindha
"[Tesis ini membahas upaya Rehabilitasi Sosial dalam Penanganan Gelandangan dan Pengemis di Provinsi DKI Jakarta pada Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya (PSBI BD) 2 Cipayung, Jakarta Timur. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya rehabilitasi sosial di PSBI BD 2 Cipayung belum maksimal sehingga gelandangan dan pengemis di Provinsi DKI Jakarta cenderung kembali ke jalan setelah
mendapatkan pembinaan dalam panti. Disarankan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan panti khsusus rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis, memberikan sanksi tegas bagi gelandangan dan pengemis yang kembali ke jalan dan meningkatkan SDM petugas panti dari segi kualitas maupun kuantitas.

This thesis examines the social rehabilitation efforts in handling the homeless and beggars in Jakarta at Panti sosial Bina Insani (PSBI BD 2) Cipayung. Researcher conducting a qualitative descriptive on this study.The findings from this research show that social rehabilitation efforts in homeshelter is not maximized so that the homeless people and beggars in Jakarta tends to return to the street after getting coaching in this homeshalter. This research provide a recommendation to the government to provide a homeshalter which focused for homeless and beggars social rehabilitation, give strict punishment to the homeless and beggars who are back on the street and increases quality and quantity of human resources servant;This thesis examines the social rehabilitation efforts in handling the homeless and beggars in Jakarta at Panti sosial Bina Insani (PSBI BD 2) Cipayung.
Researcher conducting a qualitative descriptive on this study.The findings from this research show that social rehabilitation efforts in homeshelter is not maximized so that the homeless people and beggars in Jakarta tends to return to the street after getting coaching in this homeshalter. This research provide a
recommendation to the government to provide a homeshalter which focused for homeless and beggars social rehabilitation, give strict punishment to the homeless and beggars who are back on the street and increases quality and quantity of human resources servant., This thesis examines the social rehabilitation efforts in handling the homeless and
beggars in Jakarta at Panti sosial Bina Insani (PSBI BD 2) Cipayung.
Researcher conducting a qualitative descriptive on this study.The findings from
this research show that social rehabilitation efforts in homeshelter is not
maximized so that the homeless people and beggars in Jakarta tends to return to
the street after getting coaching in this homeshalter. This research provide a
recommendation to the government to provide a homeshalter which focused for
homeless and beggars social rehabilitation, give strict punishment to the homeless
and beggars who are back on the street and increases quality and quantity of
human resources servant]
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubalawony, Fransina
"Menarik diri adalah perilaku klien Skizofrenia sebagai percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Tujuan karya ilmiah akhir ini adalah gambaran tentang hasil terapi spesialis Sosial Skill Tranning terhadap klien psikotik gelandangan yang mengalami isolasi sosial dengan menggunakan pendekatan teori King. Latihan keterampilan sosial adalah proses belajar dimana seseorang belajar cara fungsional dalam berinteraksi. Analisa dilakukan dengan menggunakan model teori King (theory of goal attainment). Jumlah klien terdiri dari dari 5 klien psikotik gelandangan. Hasil dari Karya Ilmiah Akhir ini adalah kemampuan klien dalam melakukan interaksi dengan orang meningkat, hal ini tampak dari respon klien secara kognitif, fisiologis, afektif, perilaku, sosial dan motivasi klien psikotik gelandangan meningkat. Rekomendasi dari Karya Ilmiah Akhir ini adalah mengembangkan terapi spesialis keperawatan jiwa untuk meningkatkan kesehatan dan kemandirian klien psikotik galandangan dalam perawatan di Rumah Sakit.

Withdrawal is the behavior of Schizophrenia clients as an experiment to avoid interaction with others, avoid relationships with others. The purpose of this final paper is the description of the results of the Tranning Social Skills specialist therapy on homeless psychotic clients who experience social isolation using the King theoretical approach. Social skills training is a learning process whereby a person learns a functional way of interacting. The analysis is done by using King (theory model theory of goal attainment). The number of clients consists of 5 clients homeless psychotics. The result of this Final Scientific Writing is the client 39;s ability to interact with people increases, as evidenced by the client 39;s cognitive, physiological, affective, behavioral, social and motivational responses. The recommendation of this Final Scientific Work is to develop the therapy of mental nursing specialists to improve the health and independence of psychotic psychiatric clients in hospital care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Prabowo Damanik
"Jika berbicara tentang gelandangan maka yang akan terlintas dalam pikiran adalah orang orang dengan kesejahteraan di bawah standar sosial dan kelompok masyarakat yang hidupdi jalan. Selain itu gelandangan juga digambarkan sebagai orang orang pemalas serta perusak tatanan kota sehingga keberadaannya selalu dikaitkan dengan hal hal negatif. Pandangan negatife ini dapat terlihat dari penggusuran atau pengusiran terhadap gelandangan berupa kebijakan dan peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah atau pengusiran yang dilakukan secara pribadi oleh individu terhadap gelandangan. Namun demikian gelandangan kerap kembali ke lokasi mereka meskipun sudah mendapatkan pengusiran baik dari pemerintah atau individu. Dengan melihat gelandangan dari sudut pandang yang mereka miliki maka kembalinya mereka ke lokasi kita akan melihat perbedaan dari dalam melihat gelandangan dari sudut pandang kita selama ini. Kembalinya gelandangan ke lokasi yang mereka tempati dapat berupa upaya mereka mempertahankan lokasi pencarian rongsokan yang dilakukan oleh mereka serta kemudahan kemudahan yang mereka dapatkan selama di lokasi tersebut yang tidak dapat kita pahami jika tidak menggunakan sudut pandang yang mereka miliki. Dengan keberadaan gelandangan di suatu lokasi akan melahirkan ruang ruang sosial bagi gelandangan di lokasi tersebut. Dalam penelitian ini, saya berusaha melihat bagaimana gelandangan selalu bertahan pada suatu tempat walaupun sudah digusur berkali kali, apa yang menjadi alasan mereka dan bagaimana mereka bertahan dalam kehidupan yang berada di bawah standar sosial tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap lima orang informan yang berada di Tanah Abang. Penelitian ini menemukan bahwa keberadaan gelandangan di suatu lokasi kemudian melahir ruang sosial mereka dimana dalam ruang ini gelandangan kemudian menemukan kenyaman dan keamanan sehingga mereka berupaya mempertahankan lokasi ruang mereka kendati mendapatkan perlakuan penggusuran.

When talking about homeless people, what comes to mind is people with substandard social welfare and community groups living on the streets. In addition, homeless people are also described as lazy people and destroyers of urban order, so their presence is always associated with negative things. This negative view can be seen in the eviction or expulsion of homeless people in the form of policies and regulations imposed by the government or evictions carried out personally by an individual against homeless people. However, homeless people often return to their locations despite being evicted from either the government or individuals. By looking at the homeless from their point of view, when they return to their location, we will see a difference in seeing the homeless from our perspective. The return of homeless people to the location where they live can be in the form of their efforts to defend the location of the search for junk that they carried out and the facilities they get while at that location which we cannot understand if we do not use their point of view. The existence of homeless people in a location will create social spaces for homeless people in that location. This study tries to see how homeless people always stay in a place even though they have been evicted many times, their reasons, and how they survive below social standards. This research was conducted using qualitative research by conducting interviews with five informants in Tanah Abang. This study found that the presence of homeless people in a location produces their own social space. In this space, the homeless found comfort and security, so they tried to maintain their spatial location despite eviction treatment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, M. Rondang
"Fenomena sosial di perkotaan yang kini menarik perhatian dari berbagai pihak yaitu anak jalanan yang merupakan bagian dari komunitas kota. Anak jalanan menyatu dengan kehidupan jalanan dimana jalanan menjadi lapangan hidup, tempat memperoleh pengalaman hidup dan sarana untuk mencari penyelesaian masalah ekonomi maupun sosial. Kampanye sosial penanggulangan Anak JaIanan Studi yang dilakukan oleh Direktorat Kesejahteraan Anak, Departemen Sosial RI di satu sisi bertujuan untuk membangkitkan perhatian masyarakat luas agar mereka mengetahui, dan memanfaatkan program penanganan anak jalanan khususnya kelompok sasaran yaitu keluarga miskin dan anak jalanan; sedangkan di segi lain bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah sosial khususnya penanganan anak jalanan.
Analisa kebijakan program jaring perlindungan sosial Melalui rumah singgah bagi kehidupan anak jalanan menggunakan tahapan analisis kebijakan penanganan anak jalanan yang diawali dari tahap verifikasi, definisi dan rincian masalah kebijakan program penanganan anak jalanan, kedua, penentuan kriteria dan evaluasi program penanganan anak jalanan, ketiga, melakukan identifikasi alternatif kebijakan program penanganan anak jalanan, keempat, melakukan evaluasi kebijakan program penanganan anak jalanan, kelima, display dan seleksi diantara alternatif program penanganan anak jalanan dan keenam, monitoring outcomes dan kebijakan program penanganan anak jalanan.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengungkapkan informasi-informasi yang belum didapatkan dari jawaban yang ada dalam kuesioner. Pendekatan kualitatif menggunakan wawancara kualitatif (terbuka atau berstruktur) agar dapat memberikan gambaran lebih detail dengan cara wawancara intensif, observasi dan partisipasi. Pendekatan kualitatif digunakan untuk melihat bagaimana kampanye sosial penanggulangan anak jalanan yang dilakukan oleh Departemen Sosial RI terhadap tanggung jawab sosial masyarakat kepada anak jalanan di empat kota di Indonesia yaitu kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan Makasar.
Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa peran pemerintah pusat dalam merumuskan kebijakan penanganan anak jalanan tampak dominan. Peran tersebut didelegasikan kepada departemen-departemen pemerintah yang terkait. Sejak tahun 1995, Departemen Sosial RI merupakan departemen yang paling bertanggung jawab dalam merumuskan kebijakan penanganan anak jalanan. Namun demikian, Departemen Sosial RI sebenarnya bukanlah sebagai aktor tunggal. Sebagian besar kebijakan yang dirumuskan adalah hasil tawar menawar dengan Sappenas dan DPR. Institusi lainnya seperti pemerintah daerah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat belum berperan banyak dalam merumuskan kebijakan mengenai anak jalanan secara nasional.
Namun akhir-akhir ini mulai ada upaya Departemen Sosial RI untuk membangun kemitraan dengan para wakil rakyat untuk turut serta merumuskan kebijakan anak jalanan. Model pemusatan kebijakan itu dikenal dengan model imperalif atau kebijakan terpusat (Dye, I976). Namun sekarang ini telah bergeser paradigma dari kebijakan imperatif ke kebijakan Endikalif atau partisipatif, dimana pemerintah pusat hanya menentukan besaran kebijakan dan pelaksanaannya diserahkan kepada LSM dan masyarakat lokal. Kondisi ini merupakan hal yang seharusnya dilaksanakan di masa depan sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Produk legislasi tersebut menjadi tantangan bagi Pemda, masyarakat maupun LSM untuk berpartisipasi melahirkan kebijakan yang sesuai dengan kondisi di daerah, Namun apakah kebijakan terpusat sudah sepenuhnya ditinggalkan, atau integrasi kedua model kebijakan itukah yang menjadi alternatif terbaik bagi pemecahana permasalahan anak jalanan. Dalam hal ini sangat diperlukan restrukturisasi kebijakan pada tingkat makro (nasional), mezzo (propinsi) sampai mikro (kabupatenikota); yang dapat memadukan perencanaan dari atas dan dari bawah secara proporsional. OIeh karena itu, tujuan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan anak tetap harus memadukan komitmen nasional yang hams didukung dengan kebijakan operasional yang sesuai dengan kondisi daerah yang beragam.
Untuk mengantisipasi berkembangnya permasalahan yang dialami anak-anak jalanan, perlu ditindaklanjuti pengembangan program penanganan anak jalanan, beberapa alternatif yang dapat ditawarkan melalui pertama, Pengembangan Sistem Pelayanan Rumah Singgah, Kedua, Child Protection Program (CPP) terdiri dari Residential Care Program (Home Life), Program Pendidikan, Program Pemeliharaan Kesehatan dan Gizi, Program Manajemen Kasus, Program Pengembangan Jaringan Kerja, Konsultasi dan Advokasi, Pusat Pelayanan Kesejahteraan Anak (Child Centre) dengan Sistem Terbuka, Ketiga, Family Support Programs (FSP), Keempat, Community Building Program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Hendrijanto
"Krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi yang dialami Indonesia, telah mengakibatkan melonjaknya jumlah keluarga miskin. Tekanan ekonomi yang dialami oleh keluarga miskin tersebut, menempatkan 'anak' sebagai pihak yang paling sering dikorbankan, mulai dari anak yang harus berhenti sekolah di usia dini, hingga anak yang terpaksa harus ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Tak urung, jalanan menjadi pilihan yang rasional bagi anak-anak tersebut untuk mencari nafkah. Kehidupan sebagai anak jalanan menghadapkan anak-anak tersebut pada kondisi yang rawan bagi terjadinya berbagai bentuk tindak kekerasan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi berbagai dimensi dan pola kekerasan yang dialami oleh anak jalanan, berikut siapa saja pihak-pihak yang menjadi pelaku kekerasan tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebuah pendekatan penelitian yang bertitik tolak dari paradigma fenomenologis yang objektivitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok sosial tertentu. Pendekatan kualitatif dipilih karena sasaran atau obyek penelitian dalam penelitian ini dibatasi, yang hal ini dimaksudkan agar penggalian data dapat dilakukan secara lebih mendalam. Interaksi antara peneliti dan .informan menjadi hal yang sangat esensial dan menjadi fokus dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian studi kasus, dengan menempatkan 3 (tiga) anak jalanan yang tinggal di Yayasan SEKAR Tanjung Priok Jakarta Utara sebagai subyek kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (depth interview), observasi, dan studi dokumentasi. Analisa data dilakukan melalui proses mulai dari pembuatan transkrip wawancara, membuat terra-tema dan sub tema berdasarkan instrumen penelitian dan pengembangannya di lapangan, kernudian mengkategorisasikan keseluruhan informasi (transkrip) berdasarkan tema yang ditetapkan dan mereduksi informasi yang tidak sesuai dengan tema-tema tersebut, sampai dengan melakukan interpretasi untuk menyimpulkan temuan-temuan di lapangan tersebut berdasarkan pertanyaan penelitian.
Teori-teori yang diperlukan untuk memperluas wawasan peneliti sebelum turun ke lapangan dan sebagai dasar pijakan teoritis bagi pelaksanaan analisis terhadap hasil penelitian ini meliputi teori tentang anak jalanan (pengertian anak jalanan, karakteristik anak jalanan, dan faktor penyebab menjadi anak jalanan), serta teori tentang kekerasan (pengertian kekerasan, kekerasan terhadap anak, dimensi-dimensi kekerasan, pola kekerasan, pelaku kekerasan, dan faktor penyebab terjadinya kekerasan, serta hak-hak dan kebutuhan anak). Selanjutnya, teori yang dikemukakan oleh Galtung menjadi teori utama yang digunakan untuk menganalisis tentang dimensi dan pola kekerasan, berikut pelaku kekerasan terhadap anak jalanan, sebagaimana yang menjadi tujuan penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapatlah disimpulkan bahwa anak jalanan memang hidup dalam situasi yang penuh dengan kerawanan. Mereka seringkali menjadi korban dari berbagai bentuk tindakan kekerasan, baik kekerasan yang bersifat personal maupun struktural, baik yang menampakkan dimensi fisik maupun psikologis, baik yang ada obyek maupun tanpa obyek, serta baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kekerasan personal atau disebut juga dengan kekerasan langsung adalah kekerasan yang menyangkut pribadi (person), karena baik subyek maupun obyek- dari kekerasan tersebut adalah manusia konkrit. Kekerasan personal memiliki sifat dinamis, mudali diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan terganggunya 'realisasi jasmani dan mental aktual' seseorang berada di bawah 'realisasi potensialnya'. Adapun kekerasan struktural atau disebut juga dengan kekerasan tidak langsung adalah kekerasan yang terjadi karena munculnya situasi-situasi negatif seperti ketimpangan-ketimpangan dalam sumber daya, pendapatan, kepandaian, pendidikan dan monopoli kekeasaan pada sekelompok orang tertentu yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan atau ketidakadilan sosial. Situasi seperti itu menyebabkan sekelompok orang tertentu berada pada posisi sub-ordinat, tersisih, termarginalkan, dan tereksploitasi, sedemikian hinga realisasi aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Penelitian ini juga berhasil memetakan bahwa terdapat pihak-pihak yang dapat menjadi pelaku kekerasan terhadap anak jalanan. Pihak-pihak tersebut terdiri atas; orang tualkeluarga anak jalanan, anak jalanan yang lain (sesama anak jalanan), masyarakat umum, dan pemerintah (aparat). Oleh karena itu, tesis ini mengakhiri tulisannya dengan memberikan rekomendasi terhadap pihak-pihak tersebut, dengan harapan keberadaan anak jalanan maupun tindakan kekerasan yang terjadi terhadapnya dapat diminimalisir di waktu-waktu ke depan.

Economic crisis which is continued by multidimensional crisis that is suffered by Indonesia, has increased quantity of poverty family. The economic pressure which is suffered by that poverty family, put children as injured party, start on children which must stop their school in young age, until children which must work to increase family's income. For sure, street is a rational choice for that children to get income. Living as street children make them very anxious for many violence. This research is aimed to identify all dimension and violence model which is suffered by street children, and also who do the violence.
This research use qualitative approach, it is a research approach which is based on phenomenological paradigm that it's objectivity is built on formulation about certain situation as being felt by person or any social community. A qualitative approach is choused because of target or object of research in this research is limited, in order to gather data can be done deeper. Interaction between researcher and informant is being very essential and being focus of research. This research use case study research type, which put 3 (three) street children that live in Yayasan SEKAR Tanjung Priok, North Jakarta as case subject. Data gathering is done by depth interview, observation and documentation study. Data analyzing is done by process, start on making interview transcript, making themes and sub theme base on research instrument and its field improvement, and then categorizing all information (transcript) base on decided theme and information reduction which not correspond with the themes, until interpretation to summarize data in the field by research question.
Theory which is needed to extend the researcher knowledge before to go to field and as base of theoretical stepping for implementation of analyze by result of this research including the theory about street children (definition, characteristic, and cause factor its become to the street children), and also theory about violence (definition of violence, violence for the street children, violence's dimension, violence's pattern, violence perpetrator, and cause factor of violence, also rights and child requirement). Hereinafter, theory which is opened by Galtung has become the major theory which is used to analyze about dimension and violence's pattern, following violence perpetrator to street children, as becoming this research target.
Pursuant to result of analyze the research, inferential that the street children it is true live in the situation which is full of crisis. They oftentimes have become the victim from various form of violence action, including of violence having the character of personal and also structural, both of looking at physical dimension and psychological, both of there is object and without object, and also both of willful and do not willful. Personal violence or referred as also direct violence is violence which is concerning personal, because of both of subject and also object from the violence is human real. Personal violence have a dynamic quality, it is easy to perceived, showing good fluctuation which can generate annoying of 'physical realization and the actual of mentality' somebody under its 'potential realization'. As for structural violence or referred as also indirect violence its happened because of negative situations appearance like lameness in resource, income, cleverness, education and the power monopolies at certain community which is resulting both of poverty and social injustice. Its condition have caused it certain community to be at sub-ordinate position, excluded, marginal, and exploited, thus the actual realization its under the potential realization. This research also succeed to map the presence of violence perpetrator to the street children, that are; their parent or their family, other street children, public society, and government. Therefore, this thesis terminate its article by giving recommendation to all of them with expectation that the existence of street children and also violence action that happened for them can be minimized to the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellanti Nur Elizandri
"ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah manusia gerobak di Kota Bekasi, yang dikategorikan sebagai tuna wisma, melakukan kegiatan bertempat tinggal. Bertempat tinggal bersifat dinamis dan ditandai dengan diperolehnya sense of home. Sense of home bukan hasil dari house. Sebaliknya, house dibentuk karena kehadiran sense of home sehingga homeless tidak selalu disebabkan oleh houseless. Sebagai tuna wisma, manusia gerobak di Kota Bekasi bertempat tinggal dan memiliki house serta home, yang diwujudkan melalui pemanfaatan bangunan dan fasilitas umum serta kegiatan perpindah, terkait kondisi fisik dan non-fisik Kota Bekasi.
ABSTRACT
The purpose of this study was to assess whether manusia gerobak in Bekasi City are conducted dwelling practice, as roofless. Dwelling is dynamic and appointed by obtaining the sense of home. Sense of home is not the result of house. Instead, the house is formed by the presence of a sense of home so homeless are not always caused by houseless. As roofless, manusia gerobak in Bekasi city are dwelling and having a house and home that implemented by utilization of public building and public facilities and moving, related physical and non physical condition in Bekasi city. "
2017
S66134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>