Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200544 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mega Herawati A.A.N.
"Minyak dan gas adalah salah satu sumber daya alam yang sangat penting saat ini, mengingat kontribusinya untuk memenuhi kebutuhan energi. Untuk memmenuhi permintaan dari kenaikan kebutuhan energi, alat produksi yang lebih canggih, jadi eksplorasi dan pengeboran minyak dan gas dapat dilakukan pada lokasi-lokasi yang memiliki keadaan lebih ekstrem. Umbilical merupakan alat yang digunakan pada industri minyak dan gas sebagai suatu penghubung antara stasiun kontrol platform dan wellhead. Selain itu, umbilical juga dapat digunakan untuk menginjeksi zat kimia ke sumur laut dalam. Baja tahan karat hyperduplex 3207 adalah material baru yang dipercaya memenuhi syarat yang diperlukan untuk aplikasi sebagai umbilical. Akan tetapi, studi lebih jauh terkait ketahanan korosi celah diperlukan mengingat kondisi service yang mengandung banyak ion Cl-dan memiliki temperatur operasi yang tinggi. Pengujian-pengujian yang dilakukan pada penelitian ini, antara lain pengujian polarisasi, EIS, dan weight loss. Pengujian-pengujian tersebut menunjukan ketahanan korosi celah yang baik dari baja tahan karat hyperduplex 3207. Temperatur kritis terjadinya korosi celah pada baja tahan karat hyperduplex 3207 adalah 70°C.

Oil and gas is one of the most crucial natural resources nowadays, considering its contribution to fulfill human's necessity of energy. In order to be able to meet the demand of the increasing necessity of energy, the more advanced production tools are needed, so that explorations and drillings of oil and gas can be done in locations which have more extreme conditions. Umbilical is a tool used in oil and gas industry as a connection between platform control stations and the wellheads. Besides, it can be used to inject chemicals to the subsea wells. 3207 hyperduplex stainless steel is a new material which is believed to meet the requirements for umbilical application. However, the further study of crevice corrosion resistance is needed, due to the service conditions containing much Cl- ions and having high temperature. Several testings, such as polarization, EIS, and weight loss are conducted. They shows a good crevice resistance of 3207 hyperduplex stainless steel. The critical crevice temperature of 3207 hyperduplex stainless steel is 70°C.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Riastuti
"Hyperduplex Stainless Steel 3207 (SAF 3207 HD) is one of the materials used in the oil and gas industry, especially for umbilical, which is a system to connect cables or instrumental setups between control platforms and wellhead station. It is used in deep water containing high chloride ion (Cl-), so it needs high tensile strength and must be a highly corrosion-resistant material. In this research, several corrosion resistance tests were conducted on 3207 hyperduplex stainless steel such as polarization and weight loss testing. Roughness surface tests were carried out to observe alterations to the surface caused by underwater corrosion. SAF 3207 HD can form a passive layer due to an environmental reaction; to observe this phenomenon, an EIS test was conducted at the interface of the material. The weight loss test was conducted on a particular sample, in accordance with ASTM G48-97 method B. The corrosion test was carried out at temperatures of 60-90°C (at 5°C intervals) in 6% FeCl3 solution. The results show that SAF 3207 HD has good crevice corrosion resistance, although crevices were not seen below temperatures of 70oC, which is known as critical crevice temperature. At this temperature, the corrosion rate reached 10.032 mm/year and the crevice depth was 1.034 ?m. This means that the operating temperature of the umbilical can be increased up to 70oC."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fadhil
"Ketahanan korosi SS 316L pada variasi konsentrasi lingkungan NaCl diinvestigasi dengan menggunakan pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). Perlakuan panas dilakukan pada suhu 1100oC. Pengamatan struktur mikro menggunakan Optical Microscope. Larutan NaCl mensimulasikan kondisi air laut tempat pengaplikasian SS316L, variasi konsentrasi larutan NaCl yaitu ; 1%, 2%, 3,5%, 4%, dan 5%. Ion klorida pada NaCl dapat menyerang lapisan pasif pada permukaan SS. Penetrasi ion klorida ini yang bepengaruh terhadap ketahanan korosi pada SS316L.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada konsentrasi 3,5% NaCl memiliki ketahanan korosi yang paling rendah. Kelarutan oksigen dalam air paling optimum pada ion Cl 3-3,5%. Pengamatan perubahan struktur mikro menggunakan larutan 3,5% NaCl sebagai pembanding ketahanan korosi sebelum dan setelah dilakukannya perlakuan panas. Hasilnya menunjukkan ketahanan korosi sesudah diberikan perlakuan panas jauh lebih rendah. Struktur mikro saat sesudah mengalami sensitasi pada batas butirnya dan ketidaksamaan besar butir.

Corrosion resistance of Austenitic Stainless Steel 316L in variation of NaCl environment was investigated using Electochemical Impedance Spectroscopy test. Heat treatment was done at temperature 1100oC. The microstructure was studied by Optical Microscopy. NaCl solution demonstrated seawater environment, conctentrations varying from 1% to 5%. Ion chloride can penetration through passive film. The penetration of chloride affected corrosion resistance of SS316L.
The result showed that the corrosion resistance of concentration of 3,5% NaCl had the lowest corrosion resistance. Optimum oxygen dissolved occured in concentration 3 ? 3,5% NaCl. The studied of changed of microstructure used 3,5% NaCl solution to compared corrosion resistance of before and after heat treatment. The result demonstrated tha corrosion resistance after heat treatment was lower than the before one. The microstructure after heat treatment suffered sensitization and dissimilarity of grain on microstructure.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S62630
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syanatha Putri Salsabila
"Indonesia, sebagai negara tropis, memiliki kelembapan tinggi yang memengaruhi kondisi tanah dan infrastruktur bawah tanah, termasuk pipa pada industri minyak dan gas. Salah satu tantangan utama dalam industri ini adalah korosi, yang menyebabkan kerugian ekonomi signifikan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik tanah terhadap laju korosi baja karbon menggunakan metode kehilangan berat dan polarisasi linier. Metode kehilangan berat sederhana diterapkan untuk menentukan laju korosi dengan mengukur pengurangan massa pada sampel, sementara metode polarisasi linier digunakan untuk mengevaluasi kinetika korosi melalui pengukuran nilai icorr dan resistansi polarisasi. Hasil menunjukkan bahwa karakteristik tanah mempengaruhi tingkat korosi secara signifikan. Pasir pantai Pakis Karawang, dengan pH 5,2, kelembapan 87%, dan resistivitas 59,03 Ω·cm, menunjukkan laju korosi tertinggi sebesar 42,57 mpy dan resistansi polarisasi terendah sebesar 11,16 Ω. Sebaliknya, tanah Jurang Hutan Asli UI memiliki laju korosi terendah sebesar 16,89 mpy dengan resistansi polarisasi tertinggi 2.820,11 Ω. Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis tanah, khususnya kelembaban dan resistivitasnya, merupakan faktor utama dalam menentukan tingkat korosi, sehingga perlindungan korosi harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan.

Indonesia, as a tropical country, exhibits high humidity levels that influence soil conditions and underground infrastructure, including pipelines in the oil and gas industry. One of the primary challenges in this sector is corrosion, leading to significant economic losses. This study aims to analyze the effect of soil characteristics on the corrosion rate of carbon steel using the weight-loss method and linear polarization. The weight-loss method was applied to determine the corrosion rate by measuring mass reduction, while the linear polarization method evaluated corrosion kinetics through icorr values and polarization resistance. Results indicate that soil characteristics significantly impact corrosion levels. Pakis Karawang beach sand, with a pH of 5.2, 87% moisture, and 59.03 Ω·cm resistivity, exhibited the highest corrosion rate of 42.57 mpy and the lowest polarization resistance of 11.16 Ω. Conversely, soil from Jurang Hutan Asli UI had the lowest corrosion rate of 16.89 mpy and the highest polarization resistance of 2,820.11 Ω. This study concludes that soil properties, particularly moisture and resistivity, are critical factors in determining corrosion rates, emphasizing the need for tailored corrosion protection strategies based on environmental conditions."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Reinol Eko
"3207 HD merupakan salah satu jenis baja tahan karat dua fasa (austenit-ferit) dalam kelompok hyper-duplex yang digunakan dalam lingkungan korosi yang sangat tinggi dan juga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi. Dengan sifat tersebut hyper-duplex 3207 digunakan pada keadaan ultra-deepwater. Akan tetapi, baja tahan karat hyper-duplex 3207 rentan terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Penelitian ini mempelajari korosi sumuran dari samperl hyper-duplex 3207 dengan parameter seperti laju korosi, ketahanan korosi dan morfologi sumuran yang terbentuk pada beberapa temperatur untuk melihat temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Keseluruhan pengujian dilakukan dalam larutan 6% FeCl3 sebagai larutan elektrolit referensi, yang dikenal sebagai corrosion accelerator. Pengujian dilakukan dengan metode polarisasi potentiodynamic, , Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dan weight loss. Hasil dari pengujian menunjukkan nilai critical pitting temperature dari sampel baja tahan karat hyper-duplex 3207 adalah 85 OC pada keadaan 899 mV sebagai potensial kritis terjadinya sumuran, rapat arus yang terjadi sebesar 239.970 μA/cm2 dan tahanan dari lapisan pasif sebesar 80.3Ω. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa laju korosi dari sampel hyper-duplex 3207 adalah 2.486 mm/yr pada larutan 6% FeCl3. Penelitian dilanjutkan dengan menggunakan metode weight loss pada larutan yang sama selama 96 jam, pada temperatur 85 OC terjadi sumuran sebanyak 18 pits/cm2. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa ferit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retnadi Irawan
"Kondenser uap adalah instalasi yang digunakan untuk mengubah uap air menjadi air. Atas pertimbangan teknis dan ekonomis, kondenser uap PLTU Tanjung Priok menggunakan air Iaut sebagai media pendinginnya. Material yang tligunakan harus memililci ketahanan terhadap korosi yang ditimbulkan oleh air laut yang mengandung banyak ion ldorida., jenis korosi yang mungkiftimbul adaiah korosi celah yang biasanya tetjadi pada celah yang tidak dapat dihindari pada disain kondenser uap. Ion ldorida dan temperatur kelja sangat berperan pada terjadinya inisiasi dan propagasi korosi celah pada media air laut.
Baja tahan karat Duplex SAF2205 diduga dapat digunakan sebagai material pada aplikasi tersebut. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan pengujian polarisasi, terdapat beberapa parameter pengujian polarisasi yang dapat digunakan untulc mengetahui lcetahanan logam terhadap korosi celah yaitu pofeusial korosi, potensial rupmre, dan porensial proleksi. Apabila potensial ruprure lebih kecil dari porensial korosi logam maka akan terjadi inisiasi lcorosi celah., dan bila polensial korosi lebih besar dari patensial proleksi mal-ta akan teljadi propagasi korosi celah. Pengujian CCT (crevice critical temperatur) dapat digunakan untuk mengetahui lcetahanan material secara relatitf.
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan ketahanan terhadap korosi celah, baja tahan karat Duplex SAF2205 dapat digunakan sebagai material kondenser uap dengan media air laut Jawa daerah Tanjung Priok pada suhu dibawah so°c. Penggunaan pada suhu diatas 50°C dapat dilakukan., akan tetapi tidak dianjurkan lcarena semakin tinggi suhu semakin rentan material terhadap korosi celah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalida Rahma Nariswari
"Lingkungan tanah perkotaan cenderung bersifat korosif terhadap logam karena faktor-faktor seperti pH, kelembapan, kandungan ion agresif, dan aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme dan ketahanan korosi pada baja karbon Q235 dan Baja Tahan Karat 304 yang direndam selama 21 hari dalam tanah halaman Departemen Teknik Metalurgi dan Material Kampus UI Depok. Pengujian menggunakan metode polarisasi linear menunjukkan bahwa baja karbon Q235 memiliki nilai potensial korosi (Ecorr) yang fluktuatif, dengan puncak korosi pada hari ke-14 (Ecorr -725,485 mV vs Cu-CuSO4 dan icorr 1,14 µA/cm²). Sebaliknya, Baja Tahan Karat 304 menunjukkan peningkatan Ecorr dari -204,78 mV vs Cu-CuSO4 menjadi -72,483 mV vs Cu-CuSO4, sementara nilai icorr stabil pada 0,01 µA/cm² berkat lapisan oksida kromium. Hasil pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) menunjukkan Baja Tahan Karat 304 memiliki resistansi polarisasi (Rp) tertinggi (3283200 Ω), diikuti baja karbon dengan pelapisan epoksi 200 µm (1429400 Ω) dan baja karbon tanpa pelapisan (8577 Ω). Pelapisan epoksi pada baja karbon Q235 terbukti meningkatkan ketahanan korosi secara signifikan. Baja Tahan Karat 304 adalah pilihan terbaik untuk lingkungan korosif, sementara pelapisan epoksi pada baja karbon Q235 menjadi alternatif ekonomis untuk meningkatkan ketahanan korosi. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengevaluasi ketahanan jangka panjang pada berbagai kondisi tanah.

Urban soil environments tend to be corrosive to metals due to factors such as pH, moisture, aggressive ion content, and human activities. This study aims to analyze the corrosion mechanism and resistance of Q235 carbon steel and 304 stainless steel immersed for 21 days in soil at the Department of Metallurgical and Materials Engineering, Universitas Indonesia, Depok Campus. Tests using the linear polarization method revealed that Q235 carbon steel exhibited fluctuating corrosion potential (Ecorr), with peak corrosion observed on day 14 (Ecorr -725.485 mV vs Cu-CuSO4 and icorr 1.14 µA/cm²). In contrast, 304 stainless steel showed a gradual increase in Ecorr from -204.78 mV vs Cu-CuSO4 to -72.483 mV vs Cu-CuSO4, while icorr remained stable at 0.01 µA/cm² due to the protective chromium oxide layer. Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) results indicated that 304 stainless steel had the highest polarization resistance (Rp) of 3,283,200 Ω, followed by epoxy-coated Q235 carbon steel (1,429,400 Ω) and uncoated Q235 carbon steel (8,577 Ω). Epoxy coating with a thickness of 200 µm on Q235 carbon steel significantly improved its corrosion resistance. In conclusion, 304 stainless steel is the best choice for corrosive environments, while epoxy-coated Q235 carbon steel provides an economical alternative for enhancing corrosion resistance. Further studies are needed to evaluate long-term resistance under various soil conditions.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Shidqi Ashari
"Terak merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan mineral yang masih dapat dimanfaatkan seperti contohnya pada bidang konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik beton dari Ordinary Portland Cement (OPC) dengan campuran terak terhadap ketahanan korosi baja tulangan berdasarkan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dan Linier Polarization. Penelitian ini menggunakan terak akhir timah dan terak akhir nikel yang dicampurkan dengan OPC masing-masing sebanyak 0%, 30%, dan 40% dari berat total semen didalam beton. Rasio terak timah dan terak feronikel didalam beton adalah 1:1. Beton  dilakukan proses curing selama 28 hari lalu direndam di dalam larutan NaCl 3.5% selama 1 bulan sebelum pengujian korosi. Hasil menunjukkan baja di dalam campuran 40% terak memiliki ketahanan korosi yang paling baik dibandingkan dengan dua sampel.

Slag is side product of mineral processing that still beneficial such as in construction sector. This research intend to study about characteristics of Ordinary Portland Cement (OPC) concrete with slag mixture concrete against corrosion resistance of steel reinforcement embedded inside the concrete with Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) and Linear Polarization Method. There are two kind of slag used in this research, tin slag and ferronickel slag, mixed to OPC with many percentage that is 0%, 30%, and 40% from weight total of cement inside concrete. Ratio of tin slag and ferronickel inside the concrete is 1:1. Concrete has 28 days of curing time then concrete immersed in NaCl 3.5% solution for one month before  corrosion testing. Result shows steel that embedded in concrete with 40% slag mixture has better corrosion resistance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhan Ramadhan
"Dilakukan studi tentang ketahanan korosi baja tahan karat austenitik seri 304L pada berbagai konsentrasi larutan NaCl. Percobaan dilakukan dengan metode electrochemical impedance spectroscopy EIS pada temperatur ruang yang bertujuan untuk mengevaluasi mekanisme korosi sampel berdasarkan tahanan polarisasi dan impedansi kapasitansinya.Percobaan dilakukan dalam berbagai konsentrasi larutan NaCl, yaitu 1 , 2 , 3.5 , 4 and 5 w.t. Hasil percobaan, yang direpresentasikan dengan grafik Nyquist dan rangkaian listrik ekuivalen, menunjukkan bahwa besarnya impedansi sampel, yang mana menunjukkan ketahanan korosinya, dipengaruhi oleh konsentrasi larutan NaCl. Besarnya nilai impedansi baja tahan karat 304L dari yang paling tinggi ke yang paling rendah berada pada larutan NaCl dengan konsentrasi: 1 , 2 , 5 , 4 , 3.5 w.t NaCl. Telah diamati bahwa ketahanan korosi terendah dari sampel berada pada larutan NaCl konsentrasi 3.5 w.t NaCl, yang mana serupa dengan air laut pada umumnya. Hal ini terjadi karena kelarutan optimimum dari oksigen terlarut terjadi pada larutan NaCl konsentrasi 3.5 w.t.NaCl. Kata kunci : Baja tahan karat 304L, Perilaku Korosi, Ketahanan Korosi, pengaruh konsentrasi NaCl, electrochemical impedance spectroscopy.

Corrosion behavior of austenitic stainless steel 304L type in various concentrations of aqueous sodium chloride solutions was investigated. Experimental testing method was carried out by using electrochemical impedance spectroscopy EIS at room temperature 27oC to evaluate the change of corrosion mechanism based on its polarization resistance and capacitive impedance.Aqueous sodium chloride solutions were prepared with various concentration i.e. 1 , 2 , 3.5 , 4 and 5 w.t. The testing results which were represented by Nyquist graphs and electrochemical equivalent circuits showed that the impedance magnitudes of austenitic stainless steel which indicated its corrosion resistance were influenced by sodium chloride concentrations. Rank of impedance magnitude of SS 304L at various chloride concentrations from the highest to the lowest were 1 , 2 , 5 , 4 , 3,5 w.t NaCl consecutively. It was observed that the lowest corrosion resistance of alloys was at 3,5 w.t NaCl which was similar to typical seawater solution. This was caused by the presence of maximum dissolved oxygen solubility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adisty Setyari Putri
"Tujuan: Mini implan ortodontik berbahan titanium alloy sebagai penjangkaran skeletal diketahui memiliki ketahanan korosi yang tinggi, namun beberapa penelitian menemukan adanya perubahan ketahanan korosi setelah berkontak dengan larutan kumur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan topografi permukaan dan perubahan komposisi elemental mini implan ortodontik titanium alloy setelah pemaparan dengan tiga jenis larutan kumur. Metode: Sebanyak 28 mini implan ortodontik dibagi menjadi empat kelompok secara merata dan direndam selama 28 hari dalam larutan klorheksidin glukonat 0.2%, sodium fluoride 0.2%, dan kitosan 1.5%, dan air destilasi. Topografi permukaan bagian kepala dan leher mini implan ortodontik diperiksa menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan komposisi elemental dinilai menggunakan energy-dispersive x-ray spectroscopy energi (EDS). Hasil: Topografi permukaan mini implan ortodontik pada semua kelompok menunjukkan beberapa iregularitas permukaan karena cacat manufaktur, tetapi tidak ditemukan korosi celah maupun korosi lubang. Mini implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus. Komposisi elemental hanya menunjukkan perbedaan bermakna pada elemen titanium dan aluminium antara kelompok sodium fluorida dan kitosan. Kesimpulan: Mini implan ortodontik titanium alloy menunjukkan ketahanan korosi yang baik setelah pemaparan dalam larutan klorheksidin glukonat, sodium fluoride, dan kitosan selama 28 hari. Mini-implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus dan komposisi elemen titanium dan aluminium yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

Objectives: Orthodontic mini-implants are widely used as an intraoral skeletal anchorages. Titanium alloy orthodontic mini-implants are known to have high corrosion resistance, but studies have found some corrosion behavior after contact with mouthwashes. The current in- vitro study aimed to examine surface topography and elemental composition as parameters of corrosion resistance for titanium alloy orthodontic mini-implants after being immersed in three different types of mouthwashes. Methods: A total of 28 titanium alloy orthodontic mini- implants were divided equally into four groups and immersed for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2% mouthwash, sodium fluoride 0.2% mouthwash, chitosan 1.5% mouthwash, and distilled water. All the orthodontic mini-implants’ heads and necks were then examined for surface topography using a scanning electron microscopy (SEM) and the elemental composition was assessed using energy-dispersive x-ray spectroscopy (EDS). Results: Surface topography of the orthodontic mini-implants immersed in chlorhexidine gluconate, sodium fluoride, chitosan, and distilled water exhibited some manufacturing defects and rough surfaces, but no signs of crevices or pitting corrosion on the heads and necks. The elemental composition of all groups was comparable, but there was a statistically significant difference between titanium and aluminum (at%) between the sodium fluoride group and the chitosan group. Conclusion: Titanium alloy orthodontic mini-implants exhibited good corrosion resistance after immersion for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2%, sodium fluoride 0.2%, and chitosan 1.5%. Orthodontic mini-implants immersed in chitosan showed a smoother surface and higher titanium and aluminum (at%) than other groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>