Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pramita Indrarini
"ABSTRAK
Telah dilakukan studi mengenai perilaku Macaca fascicularis hasil sitaan
pertunjukan topeng monyet. Tujuan penelitian adalah untuk mengamati proporsi
perilaku stereotipe dalam aktivitas harian M. fascicularis hasil sitaan pertunjukan
topeng monyet. Penelitian juga bertujuan untuk mengetahui perbandingan
proporsi perilaku stereotipe antara kelompok M. fascicularis hasil sitaan.
Penelitian dilakukan di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan DKI Jakarta pada bulan
Agustus sampai Oktober 2014. Metode yang digunakan adalah scan instantaneous
sampling dan ad libitum sampling terhadap delapan individu dari keempat
kelompok yang ada. Pencatatan dilakukan pada aktivitas harian M. fascicularis
dengan penekanan pada perilaku stereotipe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persentase perilaku stereotipe pada masing-masing kelompok adalah kelompok
Joni 5,32 ± 5,15%; Heineken 0,87 ± 4,2%; Pop 0,4 ± 1,93%; dan Coki 0%. Jenis
perilaku stereotipe yang teramati pada penelitian ini meliputi pacing (bergerak
mengitari daerah tertentu dalam kandang berulang kali), rocking (menggoyangkan
bagian atas tubuh ke depan dan belakang), bouncing (meloncat), hair plucking
(mencabuti rambut dari tubuh sendiri), dan self biting (mengigit tubuh sendiri).
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap perilaku stereotipe antar
kelompok (uji Kruskal-Wallis, P value 0,09011, α = 0,05).

ABSTRACT
A study on the behavior of confiscated Macaca fascicularis from masked monkey
shows has been conducted. This research aims to observe the proportion of
stereotypic behavior in the daily activities of confiscated M. fascicularis from
masked monkey shows and to compare the proportion of stereotypic behavior
between groups of confiscated M. fascicularis. Research has been conducted at
the Jakarta Health Center for Animal and Fish from August to October 2014. Scan
instantaneous sampling and ad libitum sampling were conducted on eight
individuals from the four existing groups. The recording was made on the daily
activities of M. fascicularis with an emphasis on stereotypic behavior. Results
showed that the percentage of stereotypic behavior in each group are as follows,
Joni 5,32 ± 5,15%; Heineken 0,87 ± 4,2%; Pop 0,4 ± 1,93%; and Coki 0%. Types
of stereotypic behavior observed in this study includes pacing (repetitive
locomotion around a particular area within the enclosure), rocking (moving the
upper body back and forth), bounce (jumping), plucking hair (hair-pulling of the
body's own), and self-biting (biting the body's own). There were no significant
differences in stereotypic behavior between groups (Kruskal-Wallis test, P value
0.09011, α = 0.05)."
2015
S58053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Handi Sanjaya
"Stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor dua dan kontributor penyebab disabilitas tertinggi di dunia dengan jenis stroke iskemik menjadi penyebab umum stroke. Saat ini, terapi standar stroke yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) hanya recombinant tissue plasminogen activator (rtPA). Penelitian mengenai efektivitas terapi rtPA menunjukkan rtPA memiliki tingkat keberhasilan untuk sembuh sepenuhnya hanya sebesar 35%. Oleh karena itu, terapi restoratif dikembangkan untuk penanganan stroke salah satunya terapi berbasis sel menggunakan sekretom dari mesenchymal stem cells (MSC). Dalam patofisiologis stroke, berbagai cascade reaksi molekuler internal sel memiliki peran yang kompleks. Contoh faktor yang terlibat dalam cascade molekuler tersebut adalah Protein kinase B (AKT) sebagai faktor penunjang survivability sel, dan Nuclear factor-kappa B (NF-kB) sebagai faktor pengaktif jalur inflamasi. Dalam penelitian ini, profil ekspresi gen tersebut diteliti dari sel punca MSC yang berasal dari Macaca fascicularis dengan diberikan perlakuan prakondisi hipoksia oksigen 3% selama 48 jam. Tingkat ekspresi mRNA gen tersebut diinvestigasi dengan metode RT-qPCR. Hasil uji ekspresi gen menunjukan peningkatan mRNA gen protein AKT1 dan penurunan mRNA gen protein NF-kB pada MSC prakondisi hipoksia. Hal tersebut menunjukkan potensi sekretom prakondisi sebagai terapi restoratif yang ditunjukkan dari perubahan profil ekspresi gen yang mengarah pada survivability cell.

Stroke is the second leading cause of death and the highest contributor to disability worldwide, with ischemic stroke being the most common type. Currently, the only FDA-approved standard therapy for stroke is recombinant tissue plasminogen activator (rtPA). Research on the effectiveness of rtPA therapy indicates that it has a full recovery success rate of only 35%. Consequently, restorative therapies, including cell-based therapies using secretomes from mesenchymal stem cells (MSCs), are being developed for stroke treatment. In the pathophysiology of stroke, various internal cellular molecular cascades play a complex role. Examples of factors involved in these molecular cascades include Protein kinase B (AKT), which supports cell survivability, and Nuclear factor-kappa B (NF-kB), which activates inflammatory pathways. In this study, the gene expression profiles of these factors were investigated in MSCs derived from Macaca fascicularis, subjected to hypoxic preconditioning with 3% oxygen for 48 hours. The mRNA expression levels of these genes were analyzed using the RT-qPCR method. The results showed an increase in AKT1 protein mRNA expression and a decrease in NF-kB protein mRNA expression in hypoxia-preconditioned MSCs. These findings indicate the potential of hypoxia-preconditioned secretomes as restorative therapy, as evidenced by changes in gene expression profiles that promote cell survivability."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Bambang Pangestu
"Kromosom merupakan massa padat dari materi genetik yang terdapat dalam inti sel yang menentukan pewarisan sifat genetik suatu spesies dari generasi ke generasi berikutnya. Analisis kariotipe kromosom umurrmya didasarkan kepada dua sifat kromosom, yaitu jumlah diploid kromosom dalam sebuah sel somatik dan karakter morfologis setiap kromosom dalam set tersebut. Karakteristik morfologis sebuah kromosom ditentukan oleh posisi sentromer serta panjang relatif kromosom terhadap kromosom-kromosom lairmya dalam satu set haploid.
Telah dilakukan penelitian untuk mempelajari kariotipe monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca namesirina). Kedua spesies primata ini banyak digunakan dalam berbagai perielitian ekologi, tingkah laku, nutrisi dan genetika, serta banyak pula dimanfaatkan dalam berbagai penelitian biomedis untuk studi berbagai jenis penyakit manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari jumlah kromosom, karakteristik kariotipe dan penyusunan idiogram monyet ekor panjang dan beruk, serta membandingkan kariotipe antar kedua spesies primata tersebut.
Preparat kromosom untuk studi kariotipe dan penyusunan idiogram dipersiapkan dua kultur sel darah putih (leukosit), yang dikoleksi dari darah periferi tiga ekor monyet ekor panjang jantan dan tiga ekor beruk jantan. Kultur jangka pendek dengan penggunaan mitogen PHA dan ConA dilakukan pada suhu 37°C selama 72 jam. Melalui perlakuan peighambatan pembentukan spindel dengan penberian kolkisin dua jam sebelum akhir kultur, perlakuan hipotonis dengan larutan KCI 0.075 M dan perlakuan fiksasi dengan larutan methanol dan asam asetat dalam perbandingan 3:1, diperoleh selsel metafase untuk analisis kariotipe.
Dari perhitungan kromosom dalam tiap sebaran metafase didapatkan bahwa jumlah diploid kromosom baik pada monyet ekor panjang maupun bank adalah 42 buah, terdiri dari 40 buah autosom, sebuah kromosom X dan sebuah kromosom Y. Panjang relatif kromosom untuk monyet ekor panjang dan beruk masing-masing berkisar antara 0.6324 ± 0.0063 dan 0.6317 ± 0.0056 (kromosom Y) sampai dengan 7.3705 ± 0.0106 dan 7.3714 ± 0.0095 (kromosom No. 1). Indeks sentromer untuk monyet ekor panjang dan beruk masing-masing berkisar antara 0 dan 0 (kromosom Y) sampai dengan 49.295 f 0.016 dan 49.295 ± 0.014 (kromosom No. 11). Nisbah lengan kromosom monyet ekor panjang dan beruk masing-masing berkisar antara 1.0284 ± 0.0006 dan 1.1024 f 0.0006 (kromosom No. 11) sampai dengan 2.6819 ± 0.0142 dan 2.6812 ± 0.0121 (kromosom No. 15), sedangkan nilai nisbah lengan untuk kromosom Y tidak dapat dihitung karena sentromer yang terminal (telosentrik).
Dari pengamatan dan perhitungan didapat jumlah dan morfologi kromosom monyet ekor panjang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) dengan jumlah dan morfologi kromosom beruk Perbedaan morfologi dan anatomi yang sangat besar antara kedua spesies ini tidak tercermin dari kariotipenya (struktur makro materi genetik), diduga ada pads perbedaan struktur gen-gen, protein dan kodon-kodon dalam rangkaian DNA kedua spesies. Dengan pola pita replikasi terdeteksi adanya perbedaan pole pita pada tiga bush kromosom, yaitu pads kromosom No. 1, No. 5 dan No. 16.

An experiment has been conducted to study karyotypes of long-tailed and pig-tailed macaques. The objective of the experiment is to obtain information about chromosome number and their morphological characters, to construct idiograms for each species, and to compare the kariotype of long-tailed macaque and of pig-tailed macaque.
Chromosome preparation for the karyotype study and idiogram construction was obtained from Ieukocyte cells culture. Peripheral blood samples were collected from respectively three male long-tailed and pig-tailed macaques and cultured using standard culture procedure.
Observation on metaphase chromosome spreads obtained show that both long-tailed and pig-tailed macaques have diploid chromosome number of 42, consisting of 20 pairs of autosomes, an X chromosome, and an Y chromosome. Relative chromosome length for long-tailed and pig-tailed macaques ranged from 0.6324 ± 0.0063 and 0.6317 ± 0.0056 (Y chromosome) to 7.3705 ± 0.0106 and 7.3714 ± 0.0095 (chromosome No. 1), respectively. Centromere index for long-tailed and pig-tailed macaques ranged from 0 and 0 (Y chromosome) to 49.295 ± 0.016 and 49.295 ± 0.014 (chromosome No. 11), respectively. Arm ratio for long-tailed and pig-tailed macaques ranged from 1.0284 ± 0.0006 and 1.1024 ± 0.0006 (chromosome No. 11) to 2.6819 ± 0.0142 and 2.6812 ± 0.0121 (chromosome No. 15), respectively. Arm ratio for Y chromosome was not calculated because of its terminal centromere position.
Observation, measurement and statistical analyses show that there were no significant differences (P>0.05) between chromosome number and morphology of long-tailed macaque and those of pig-tailed macaque. Using replication banding technique, different banding pattern were detected at chromosome No. 3, 5 and 16. Great differences in anatomical and life history variables between these two primate species seem to be due to differences in the level of genes, proteins and codons in DNA strands of the two species.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rezal
"Obyektif: Bunyi frekuensi rendah intensitas tinggi (FRIT) merupakan inovasi stimulasi auditorik yang menggunakan gelombang sinusoidal dengan frekuensi di bawah 100 Hz dan intensitas 110–140 dB SPL untuk memperoleh respons tubuh khususnya otak. Pajanan diberikan dalam kondisi tidur sedasi untuk memperoleh efek yang optimal. Respons dihasilkan akibat resonansi gelombang pajanan dengan irama otak. Kepastian keamanan pajanan ditentukan oleh emisi otoakustik (OAE). Desain studi: Penelitan ini adalah tahap pendahuluan dengan uji coba pada hewan. Metode: Penelitian dilakukan dengan dua tahap, yakni pembuatan instrumen dan eksperimen pada hewan coba. Instrumen stimulasi bunyi terdiri dari generator sinyal yang dibuat khusus, penguat sinyal analog, dan headphones. Eksperimen menggunakan dua monyet (M1 dan M2) jantan dewasa di Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor pada waktu yang tidak bersamaan. Masing-masing terdiri dari 3 kali pertemuan untuk adaptasi intrumentasi dan anestesi, kemudian 1 kali pertemuan untuk pajanan bunyi. M1 diberikan sedasi ketamin dan pajanan bunyi 80 atau 40 Hz dengan intensitas 110–140 dB, sedangkan M2 diberikan sedasi propofol dan pajanan bunyi 10 Hz dengan intensitas 110–120 dB. Pengukuran OAE dilakukan setelah peningkatan pajanan per 10 dB SPL. Analisis sinyal dikerjakan secara offline dengan segmen elektroensefalografi (EEG) selama 2 menit. Hasil: Sedasi ketamin menghasilkan daya pita beta rendah EEG yang dominan, sedangkan propofol menghasilkan daya pita delta yang tertinggi. Pajanan bunyi FRIT 80 dan 40 Hz memberikan respons yang bermakna pada nilai spektral EEG dibandingkan tanpa pajanan. Pajanan 10 Hz meskipun tidak bermakna secara statistik, namun memberikan gambaran asimetri alfa frontal pada intensitas 120 dB. Intensitas optimal dicapai pada frekuensi 80 Hz adalah 125 dB SPL, pada frekuensi 40 Hz adalah 130 dB SPL, dan pada frekuensi 10 Hz adalah 120 dB SPL. Perbedaan intensitas berpengaruh pada perubahan nilai spektral EEG. Pajanan bunyi HILF berpengaruh pada nilai OAE, namun tidak mengganggu fungsi pendengaran. Simpulan: Peningkatan daya pita beta EEG diharapkan memperbaiki performa sensorimotorik, sedangkan asimetri alfa frontal EEG meningkatkan motivasi. Pajanan bunyi frekuensi rendah meskipun diberikan dalam intensitas tinggi tidak merusak koklea, justru terjadi hal sebaliknya yang sangat menarik untuk dielaborasi lebih lanjut.

Objective: High-intensity low-frequency sound (HILF) is a novel auditory stimulation that utilizes sinusoidal waves with frequencies below 100 Hz and intensities of 110–140 dB SPL to elicit a response from the body, particularly the brain. To achieve the best effect, exposure is given while sedated. Resonance between the exposure wave and the rhythm of the brain generates the response. Otoacoustic emission (OAE) is used to ensure exposure safety. Study Design: This is a preliminary study using animal testing. Methods: The study was divided into two stages: instrument development and animal testing. The sound stimulation device includes a custom-made signal generator, an analog signal amplifier, and headphones. Experiments with two adult male cynomolgus monkeys (M1 and M2) conducted at different times at the Center for Primate Animal Studies, Bogor Agricultural Institute. Each comprised of three meetings for instrumentation and anesthetic adaption, followed by one meeting for sound exposure. M1 was sedated with ketamine and exposed to 80 or 40 Hz sounds with an intensity of 110–140 dB, whereas M2 was sedated with propofol and exposed to 10 Hz sounds with an intensity of 110–120 dB. The intensity increase step is 5 dB. OAE measurements were taken following a 10 dB SPL increase in exposure. Two-minute segments of electroencephalography (EEG) signals were analyzed offline. Results: Ketamine sedation provided the most dominant low beta band EEG, whilst propofol produced the most delta band power. Exposure to 80 and 40 Hz FRIT sound resulted in a significant change in EEG spectral values in comparison to no exposure. Despite the fact that the 10 Hz exposure was not statistically significant, it produced a 120 dB appearance of alpha frontal asymmetry. At a frequency of 80 Hz, the optimal intensity is 125 dB SPL, at a frequency of 40 Hz it is 130 dB SPL, and at a frequency of 10 Hz it is 120 dB SPL. Changes in EEG spectral value are influenced by differences in intensity. Exposure to HILF sound has an effect on OAE values but does not impair hearing function. Conclusion: Increasing the power of the EEG beta band is expected to improve sensorimotor performance, whereas increasing the power of the EEG alpha band promotes motivation. Exposure to low-frequency sound, even at high intensity, does not harm the cochlea; on the contrary, the opposite occurs, which deserves further investigation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadhilah
"Cermin telah digunakan sebagai enrichment untuk primata selama beberapa dekade. Penambahan enrichment cermin diharapkan dapat menurunkan perilaku stereotipe dan meningkatkan kesejahteraan hewan di penangkaran. Penelitian mengenai pengaruh enrichment cermin terhadap perilaku stereotipe Macaca nemestrina dalam kandang telah dilakukan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku stereotipe tiap Macaca nemestrina melalui aktivitas harian, mengidentifikasi respons dari M. nemestrina terhadap keberadaan enrichment cermin, dan menganalisis pengaruhnya terhadap perilaku stereotipe. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2020 selama 5 hari tiap pekannya. Metode yang digunakan yaitu continuous scan sampling dan ad libitum dengan interval waktu 10 menit tanpa jeda. Pencatatan dilakukan terhadap aktivitas harian pasangan M. nemestrina dengan penekanan pada perilaku stereotipe dan respons M. nemestrina terhadap cermin. Pengamatan dilakukan selama 7 jam perhari. Objek penelitian yaitu dua pasang Macaca nemestrina yang berada di dua kandang sanctuary terpisah. Hasil pengamatan menunjukkan perilaku stereotipe yang teramati adalah pick (mencabuti rambut dari tubuh sendiri), pace (bergerak berulang kali dan tidak berarah), dan self-aggression (menyakiti diri sendiri). Berdasarkan Uji t berpasangan yang dilakukan pada α = 0,05 hasilnya adalah tidak terdapat perbedaan antara perilaku stereotipe sebelum dan setelah diberikan enrichment cermin. Hal tersebut diasumsikan karena cermin kurang menyediakan stimulus yang memuaskan dan tidak mampu menarik perhatian objek penelitian sehingga tidak dapat mengurangi tingkat perilaku stereotipe secara signifikan.

Mirror has been used as an enrichment for primates for decades. The addition of mirror enrichment is expected to reduce stereotypic behavior and improve animal welfare in captivity. Research about effects of mirror enrichment existence has been conducted on Macaca nemestrina (Linnaeus, 1766) stereotypic behavior at Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Bogor. The aims of this research were to identify the stereotypic behavior of M. nemestrina through daily activities and identify their response to the existence of mirror enrichment and analyze its effects on stereotypic behavior. The study was conducted on February until March 2020 for 5 days per each week. Data collection was conducted by continuous scan sampling and ad libitum methods with 10 (ten) minutes interval without pause. The recording was made on the daily activities of M. nemestrina with an emphasis on stereotypic behavior and the response of M. nemestrina to the mirror. Observations were made for 7 hours  per each day. The research objects were two pairs of M. nemestrina in the seperate sanctuary cages. The observations showed that the stereotypic behavior observed in M. nemestrina were pick (pulling hair from one's own body), pace (moving repeatedly and not directed), and self-aggression (self-harming). Based on paired t tests that has been conducted at α = 0.05 the results were no difference between the frequency of stereotypic behavior before and after the mirror enrichment existence. That was because the mirror does not provide a satisfactory stimulus and unable to attract the research objects attention so it was unable to reduce the level of stereotyped behavior significantly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichramsjah Azim Rachman
"Di kawasan 4 musim dengan terbatasnya sinar matahari, yang berarti terbatasnya paparan sinar ultraviolet Beta (UV R), dapat mengakibatkan gangguan atau tidak terjadi sintesis vitamin D3 kulit pada bulan-bulan tertentu. Di Boston (USA) misalnya, dari bulan November sampai Februari, 4 bulan lamanya; lebih ke utara lagi di Edmonton (Kanada), periodenya lebih panjang lagi yaitu sampai 6 bulan lamanya, Dalam keadaan seperti ini penduduk yang tinggal di kota-kota tersebut akan mengalami defisiensi vitamin D3 yang mengakibatkan turunnya produksi hormon kalsitriol. Kejadian ini selanjutnya akan mengganggu proses mineralisasi tulang, yaitu sebagai akibat formasi tulang yang tidak lengkap, yang kemudian berlanjut dengan terjadinya perubahan keseimbangan remodeling tulang kearah resorpsi tulang. Remodeling tulang sendiri adalah proses keseimbangan antara formasi tulang dan resorpsi tulang. Perubahan remodeling tulang dapat dinilai dari bone turn over, dengan melihat aktivitas osteoblast (OBL) dan osteoclast (OKL) melalui pemeriksaan serial osteokalsin dan dioksipiridinolin (DPD).
Hormon estrogen sangat penting dalam kehidupan wanita, karena berperan pada pengaturan siklus haid dan keseimbangan remodeling tulang. Penurunan hormon estrogen secara fisiologis dimulai pada usia 40 tahun, dan dapat menimbulkan keluhan sindroma defisiensi hormon estrogen. Pada usia pascamenopause, sekitar usia 50 tahun ke atas, defisiensi estrogen dapat mengakibatkan perubahan keseimbangan remodeling tulang, yaitu berupa penurunan formasi tulang dan peningkatan resorpsi tulang.
Dengan demikian para wanita yang tinggal di kedua kola tersebut di atas, mereka telah mengalami kekurangan paparan sinar UV pada usia reproduksi mengakibatkan rendahnya kadar harmon kalsitriol pada tubuh mereka. Dapat dimaklumi pada saat mereka memasuki usia pramenopause, mereka sesungguhnya telah mengalami penurunan remodeling tulang, dan apabila ditambah dengan telah adanya penurunan harmon estrogen secara fisiologis pada usia pramenopause tersebut, maka keadaannya dapat menjadi parah lagi yaitu osteoporosis lanjut sampai ke parah tulang. Dengan demikian, tuiang sebagai kerangka yang merupakan suatu organ vital dan berupa jaringan ikat dinamik serta mampu menyeimbangi fungsi integritas mekanik persendian dan fungsi jaringan lunak, akan terganggu pada usia relatif muda. Kejadian ini jelas akan menurunkan kualitas hidup wanita tadi. Untuk mengatasi masalah keterbatasan paparan sinar matahari, wanita di kedua kota tersebut di atas mendapat suplementasi kalsitriol dalam bentuk tablet.
Baik hormon estrogen maupun hormon kalsitriol mempunyai reseptor di OBL yang merangsang aktivitas OBL untuk membentuk kolagen tipe 1 dan mineralisasi tulang, sehingga terjadi aktivitas formasi tulang dan tercapainya keseimbangan remodeling tulang selama masa reproduksi. Estrogen terutama diipasok oleh kelenjar endokrin ovarium; diproduksi secara siklik selama masa reproduksi, menurun secara frsiotogis pada masa pramenopause, menopause dan tidak diproduksi lagi pada pascamenopause. Sumber vitamin D3 berasal dari kulit melalui perubahan 7 dehidrokolesterol (7 DHK) oleh paparan sinar UV r3 matahari. Vitamin D3 kemudian dihidroklisasi di hail dan ginjal. Kalsitriol selain dibentuk dari vitamin D3 kulit, juga dan vitamin D2 (dalam jumlah sedikit) yang berasal dari makanan."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
D289
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizqy Amaliah
"Telah dilakukan penelitian mengenai endoparasit pada sampel feses Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina di Kebun Binatang Taman Sari Bandung, pada bulan Desember 2010--Mei 2011. Penelitian bersifat non-eksperimental dan bertujuan untuk mengamati endoparasit pada sampel feses Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina ditinjau dari kehadiran endoparasit. Sebanyak 61 sampel feses telah diperiksa dengan 31 sampel feses Macaca fascicularis dan 30 sampel feses Macaca nemestrina. Sampel feses dianalisis menggunakan metode Pengapungan Sentrifugasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan dari 31 sampel feses Macaca fascicularis, Ascaris lumbricoides merupakan endoparasit yang ditemukan dengan frekuensi kehadiran tertinggi yaitu 77,41%. Berdasarkan hasil pemeriksaan dari 30 sampel feses Macaca nemestrina, Trichuris trichiura merupakan endoparasit yang ditemukan dengan frekuensi kehadiran tertinggi.

This research was conducted to identify endoparasites on fecal samples of Macaca fascicularis and Macaca nemestrina at Taman Sari Zoo, on Bandung, since December 2010 until May 2011. The aim of this non experimental research was to observe the presence of endoparasite from fecal sample of Macaca fascicularis and Macaca nemestrina. There were 61 fecal samples observed in this research consist of 31 fecal samples collected from Macaca fascicularis and 30 fecal samples collected from Macaca nemestrina. Fecal samples were analyzed by flotation centrifuge methods. The result showed that 31 fecal samples from Macaca fascicularis had the highest frequency of Ascaris lumbricoide (77,41%), meanwhile 30 fecal samples from Macaca nemestrina showed that Trichuris trichiura found to be the highest frequency (76,6%)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
14-22-92171641
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Haryadi
"Latar Belakang: Kasus kehilangan gigi karena pencabutan sering ditemui dan celah yang ditinggalkan karena pencabutan memberikan dampak buruk secara estetika. Sebagai rehabilitasi, digunakan gigi tiruan imediat (GTI) lepasan yang dipasang segera setelah pencabutan. Namun belum diketahui apakah penggunaan GTI lepasan mempengaruhi resorpsi residual ridge (RRR).
Tujuan: Menganalisis pengaruh pemasangan gigi tiruan imediat terhadap RRR pasca pencabutan.
Metode: Pada 3 ekor Macaca fascicularis, dilakukan pencabutan gigi premolar 1 dan molar 1 kiri dan kanan. Segera setelah pencabutan, dipasang GTI lepasan pada sisi kiri rahang Macaca fascicularis. Pengukuran posisi residual ridge dari sisi rahang Macaca fascicularis yang dipasang GTI lepasan dan yang tidak dipasang GTI lepasan menggunakan radiograf dental pada sesaat setelah pencabutan (0 bulan) dan 2 bulan pasca pencabutan. Selisihnya diukur sebagai RRR.
Hasil: Ditemukan perbedaan posisi residual ridge (p<0,05) antara yang diukur pada 0 dan 2 bulan paska pencabutan pada sisi rahang yang dipasang GTI lepasan dan yang tidak dipasang GTI lepasan. Namun tidak ditemukan perbedaan RRR (p>0,05) antara sisi rahang yang dipasang GTI lepasan dengan sisi rahang yang tidak dipasang GTI lepasan.

Introduction: Extraction caused tooth loss cases was often found in daily practice and gap left after extraction causes a bad effect on tooth esthetic. As a rehabilitation, a removable immediate denture (RID) was used immediately after extraction. But it was still not know if using RID does have an effect to residual ridge resorption.
Purpose: To analyze the effect of using RID on residual ridge resorption after extraction.
Method:The first premolars and first molars on both left and right side of 3 Macaca fascicularis were extracted. Soon after the extraction RID was placed on the left side of the arch of Macaca fascicularis. Residual ridge position was measured using the dental radiograph for bothside where ID was worn and where RID was not worn immediately after the extraction (0 month) and at 2 months after the extraction. Residual ridge position difference between 0 and 2 months after extraction was measured as the residual ridge resorption.
Result: Significant difference (p<0,05) residual ridge position was observed between measurement done 0 month and 2 months after extraction, for both the side where RID was worn and side where RID was not worn. But no significant difference (p>0,05) was reported for residual ridge resorption measured between the side where RID was worn and side where RID was not worn.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sutyarso
"Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan program keluarga berencana (KB). Salah satu sebab terjadinya penurunan angka kelahiran adalah berhasilnya pelaksanaan gerakan nasional KB, yang telah dimulai sejak tahun 70-an. Di Indonesia pelaksanaan KB dinilai cukup berhasil dan telah diakui oleh masyarakat dunia. Laporan Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 1993 (1), menyatakan bahwa dari populasi wanita berumur 15-49 tahun yang sedang ber-KB; sebanyak 33,05% menggunakan alat kontrasepsi pil, 29,21% dengan suntikan, dan 22,62% dengan cara menggunakan spiral. Dari laporan tersebut terungkap bahwa cara KB yang melibatkan partisipasi kaum pria masih sangat rendah, lagi pula terbatas hanya dengan menggunakan alat KB kondom 1,11% dan vasektomi 1,35%.
Salah satu penyebab rendahnya partisipasi pria dalam program KB, di antaranya disebabkan terbatasnya pilihan alat kontrasepsi pria Tersedianya berbagai macam cara kontrasepsi memungkinkan seseorang memakai kontrasepsi sesuai dengan keinginannya. Sehingga semakin banyak kontrasepsi yang tersedia, semakin besar pula kemungkinan seseorang untuk memakai kontrasepsi itu. Agar lebih mendorong kaum pria untuk berperan aktif dalam mengikuti program KB, maka sangatlah tepat untuk lebih banyak menyediakan jenis kontrasepsi untuk pria, sehingga kaum pria memiliki berbagai alternatif yang sesuai dengan pilihannya (2). Kontrasepsi pria dengan cara pemberian hormon, merupakan salah satu altematif yang banyak diteliti dengan sasaran utamanya adalah pengendalian proses spermatogenesis melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (3,4). Metoda pendekatan semacam ini, didasarkan pads pengetahuan bahwa spermatogenesis sangat tergantung pads sekresi gonadotropin yaitu LH (luteinizing hormone) dam FSH (follicle stimulating hormone) oleh kelenjar hipofisis.
Hormon LH bekerja menginduksi sel Leydig untuk memproduksi testostero sedangkan FSH diperlukan untuk mengontrol fungsi se! Sertoli guna memproduksi zat-zat makanan yang diperlukan untuk perkembangan normal sel-sel germinal selama proses spermatogenesis. Balk FSH, LH maupun testosteron, ketiganya diperlukan untuk mempertahankan dan memelihara proses spermatogenesis (3-5). Terhambatnya sekresi LH dan FSH, akan menyebabkan infertilitas sementara dalam bentuk oligozoospermia atau azoospermia (3-7).
Oleh karena testosteron mempunyai efek bifasik terhadap spermatogenesis, maka meningkatnya kadar testosteron plasma 40% di atas kadar fisiologis (6), atau menurunnya kadar testosteron di bawah normal dapat menimbulkan azoospermia (8). Keadaan ini disebabkan kadar testosteron yang tinggi di dalam plasma darah bersifat menghambat sekresi FSH dan LH, yang dalam keadaan normal kedua honnon tersebut diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis (5,8)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
D383
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qian Wang, editor
"The book grows out of a symposium Wang is organizing for the 78th annual meeting of the American Association of Physical Anthropologists to be held in April 2009. This symposium will highlight recent and ongoing research in, or related to, physical anthropology, and reveal the numerous research opportunities that still exist at this unusual rhesus facility. Following an initial historical review of CPRC and its research activities, this book will emphasize recent and current researches on growth, function, genetics, pathology, aging, and behavior, and the impact of these researches on our understanding of rhesus and human morphology, development, genetics, and behavior. Fourteen researchers will present recent and current studies on morphology, genetics, and behavior, with relevance to primate and human growth, health, and evolution. "
New York: Springer, 2012
e20401422
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>