Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94191 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Salim
"ABSTRAK
Saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendaftarkan tanahnya menjadi tanah bersertipikat walaupun mereka mengetahui bahwa sertipikat merupakan bukti yang paling kuat untuk kepemilikan atas tanah. Masyarakat enggan untuk melakukan pendaftaran tanah karena berbagai alasan seperti: pendaftaran yang rumit dan berbelit-belit, pengurusan sertipikat yang membutuhkan waktu lama, biaya yang tidak sedikit serta pajak atas perolehan tanah yang tinggi akibat harga tanah yang semakin melambung dan berbagai alasan lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional menelurkan PRONA atau Program Prioritas Nasional untuk pengesahan kepemilikan tanah sejak tahun 1981. Hal ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Tangerang, sebagai salah satu kota terbesar di propinsi Banten, menjalankan program PRONA sejak diterbitkan oleh pemerintah pusat. Penulis mengangkat topik “Praktik Pendaftaran Tanah Pertama Kali Melalui Kegiatan PRONA di Kota Tangerang” untuk mengetahui dan menganalisa berbagai permasalahan dan kasus yang timbul dan solusi serta pemecahan masalah dalam pelaksanaan program Kegiatan PRONA di Kantor Pertanahan Kota Tangerang.

ABSTRACT
Nowadays, many people did not register their land at Land Registry Office even though they knew that the land ownership certificate was the most powerful proof in law. People are reluctant to register their land for many reasons such as: the complicated registration and convoluted, the maintenance of which takes a long time, no small cost and the tax on the acquisition of land which is high due to the increasingly inflated land prices and other reasons. To overcome these problems, the government through the National Land Council spawn PRONA or National Priority Program for approval of land ownership since 1981. It received many positives feedbacks from the community. Tangerang city, as one of the largest city in the Banten province, ran the PRONA program since issued by the central government. The author raised the topic "The First Land Registry Practiced Through PRONA activities in Tangerang City" to identify and analyze the various issues and cases that arise and also some solutions and problems solving in the first implementation of PRONA activities at the Land Office of Tangerang city."
2014
T42650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Riyandi
"Pelaksanaan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dan menghasilkan sertifikat sebagai tanda bukti yang kuat untuk menyatakan kepemilikan hak atas tanah. Meskipun penyelenggaraannya telah diatur, hingga kini masih dijumpai tanah yang belum terdaftar di Kantor Pertanahan. Hal ini menimbulkan resiko adanya gangguan atau gugatan di kemudian hari. Penelitian dilakukan terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di wilayah Kelurahan Mekarjaya Kota Depok apakah sudah cukup efektif dan pada umumnya telah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala yang berasal dari berbagai faktor antara lain faktor dari masyarakat, faktor internal Kantor Pertanahan, serta dalam segi yuridis terkait kasus pertanahan yang ditemui, antara lain adanya permasalahan objek bidang tanah yang dimohon berada di atas bidang tanah milik orang lain dan permasalahan pendaftaran yang dilakukan bukan oleh pemiliknya yang sah. Upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan untuk menanggulangi kendala tersebut yakni terhadap faktor dari masyarakat, Kantor Pertanahan melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pendaftaran tanah, terhadap kendala internal Kantor Pertanahan diupayakan adanya keseimbangan antara kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia, terkait penyelesaian kasus pertanahan dilakukan dengan cara musyawarah yang apabila tidak ada mufakat maka para pihak dapat melanjutkan penyelesaian masalah pertanahan tersebut ke lembaga peradilan.

The implementation of land registry is intended to provide legal security for owners of land evidence of the strong to declared ownership rights over land. Although its implementation has been regulated, nowadays can be encountered in lands that has not been registered within the Land Office. This raises the risk of a lawsuit at a later date. the study focused on implementation of land registry in the Village Mekarjaya of Depok City is quite effective and in general has been running according to applicable regulations. The implementation encountered several problems that come from a variety of factors such as factors of society, Land Office internal factors, also in terms of judicial cases related to land, the issues of the requested land plot located on the plot of land belong to another person and the problem of registry made not by their rightful owner. Efforts made by the Land Office to overcome these problems come from the people itself, the Land Office to socialize the importance of land registry, for the internal circumstances of the Land Office strived a balance between quality and quantity of human resources, related to the settlement of land disputes requires forums, if there is no consensus then the parties can resume settlement of the land disputes to the courts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Aziz
"Tesis ini membahas mengenai peralihan tanah belum bersertipikat terhadap Tanah Garapan dengan bukti Hak berupa Surat penyerahan tanah garapan dibawah tangan antara Sumamat dan Petrus naraheda tertanggal 22 April 1975 dan dicatat dalam register kelurahan klender Nomor 235 /12/06 dan penguasaan fisik berupa berdirinya Rumah Tinggal yang terletak di Jalan Pertanian Kelurahan Klender sebagaimana terlampir. Pada tahun 2015 dilakukan peralihan hak atas tanah dengan menggunakan Akta Notariil berupa Pemindahan dan Penyerahan Hak tertanggal 23-09-2015 (Duapuluhtiga September Duaribu limabelas) Nomor: 695 yang dibuat dihadapan Notaris Eddy Suparyono S.H., M.kn antara pihak penjual atau pihak Pertama yang merupakan ahli waris Petrus Naraheda yaitu Diana H.S., Diany Naraheda, Ir. Zigma Naraheda, Cosinus Naraheda dan Radius Naraheda dengan pihak pembeli atau pihak Kedua Nyonya Royhanah dan tuan Andrea Aziz. Dengan pertanyaan bahwa apakah peralihan hak atas tanah belum bersertipikat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah j.o. Peraturan Menteri nasional Agraria Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Terhadap tanah yang belum memiliki hak atas tanah sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pokok Agraria terutama tanah garapan dapat dilakukan dengan akta Notariil dikarenakan belum termasuk dalam tanah yang memerlukan peralihan hak yang harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah maka dari itu dalam peralihannya digunakan akta jual beli bangunan dan pengoperan hak adapun penggunaan akta Jual Beli Bangunan dan Pengoperan hak tersebut adalah untuk keperluan permohonan hak dan pendaftaran Pertama kali untuk mendapakan hak atas tanah yang baru sehingga tanah tersebut dapat didayagunakan dengan lebih leluasa diantaranya adalah dengan pemberian hak tanggungan atas tanah.

This thesis discusses the transfer of land to the Land that has not Cetified called tanah Garapan with evidence by the form of Letter of Rights under the hand delivery of arable land between Sumamat and Peter naraheda dated 22 April 1975 and recorded in the register sub Klender No. 235/12/06 and the mastery of the physical form of the establishment of House Live located in the Village Farm Road Klender as attached. In 2015 made the transition of land rights by using the form notarized deed of transfer of rights and Submission dated 23- 09-2015 (twenty-three September Twot housand Fifteenth ) Number 695 made by Public Notary Eddy Suparyono SH, M.kn between the seller or the First the heir Peter Naraheda that Diana HS, Diany Naraheda, Ir. Zigma Naraheda, Cosine Naraheda and Radius Naraheda by the buyer or the Second Mrs.Royhanah and Mr.Andrea Aziz. With the question that whether the transfer of land rights has not Cetified called tanah Garapan accordance with Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration jo Regulation of the Minister of National Agrarian No. 3 of 1997 on the implementation of Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration. On the ground that do not have land rights as stipulated by the Basic Law of Agrarian especially arable land can be done with a notary deed because not included in the soil that require transfer of right should be made by the Officer of the Land Deed therefore the transition used the deed of sale building and transfer rights as for the use of the deed Purchase Building and transfer of such rights is for the purposes of application for registration of rights and for the first time assigned the rights to the new land so that the land can be utilized more freely among them is the provision of security rights over land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Tresananing Timur
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Setiasih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1982
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nareswari Kencana
"PTSL merupakan program pendaftaran tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka mempercepat serta menambah jumlah pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Selain untuk mempercepat laju pendaftaran tanah di Indonesia PTSL juga difungsikan untuk memberikan jaminan kepastian hukum serta kesejahteraan hak atas tanah masyarakat. Dalam prakteknya, PTSL khususnya di Tangerang Selatan terdapat beberapa permasalahan. Untuk menganalisis permasalahan yang terjadi tersebut maka dalam penelitian ini diangkat dua rumusan yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya permasalahan dalam pelaksanaan PTSL di Tangerang Selatan, yang kedua, upaya yang diperlukan dalam penyelesaian permasalahan PTSL di Tangerang Selatan. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut digunakan metode penelitian normatif dengan dukungan data empiris berupa wawancara kepada Pejabat Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan serta masyarakat yang mengikuti kegiatan PTSL. Hasil analisis dalam penelitian ini yaitu penyebab permasalahan yang terjadi dalam PTSL di Kota Tangerang Selatan adalah karena kurangnya kelengkapan berkas, alas hak atas tanah yang belum jelas, adanya syarat biaya PPH dan BPHTB yang tidak dapat terpenuhi, syarat pembuatan akta tanah yang tidak dapat terpenuhi, kendala sumber daya manusia di Kantor Pertanahan Tangerang Selatan yang bertugas menangani PTSL, banyaknya tanah yang terlantar, serta belum optimal nya penerapan asas Contradictur Delimitatie. Kemudian upaya yang diperlukan adalah mengoptimalkan pelaksanaan dari segi substansi hukum, budaya hukum dan struktur hukum yang terlibat dalam PTSL di Tangerang Selatan. Kemudian saran yang diberikan adalah rekonstruksi Permen PTSL terkait aturan jangka waktu pelaksanaan, jumlah pelaksana PTSL dan terkait aturan Pajak PPH serta BPHTB, menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat serta memperbaiki kualitas serta kuantitas anggota pelaksana PTSL.

PTSL is a land registration program implemented by the government in order to accelerate and increase the number of land registrations throughout Indonesia. In addition to accelerating the pace of land registration in Indonesia, PTSL also functions to provide guarantees of legal certainty and the welfare of community land rights. In practice, PTSL, especially in South Tangerang, has several problems. To analyze the problems that occur, in this study two formulations are raised, namely the factors that cause problems in the implementation of PTSL in South Tangerang, second, the efforts needed to solve PTSL problems in South Tangerang. To answer the formulation of the problem, normative research methods were used with the support of empirical data in the form of interviews with South Tangerang City Land Office officials and the community participating in PTSL activities. The results of the analysis in this study are that the causes of the problems that occur in PTSL in South Tangerang City are due to a lack of completeness of files, the grounds for land rights are not yet clear, there are requirements for PPH and BPHTB fees that cannot be fulfilled, requirements for making land deeds that cannot be fulfilled, human resource constraints at the South Tangerang Land Office in charge of handling PTSL, the large amount of abandoned land, and the not yet optimal application of the Contradictur Delimitatie principle. Then the effort needed is to optimize the implementation in terms of legal substance, legal culture and legal structure involved in PTSL in South Tangerang. Then the advice given was the reconstruction of the PTSL Ministerial Regulation related to the rules for the implementation period, the number of PTSL implementers and related to the PPH and BPHTB Tax rules, intensifying outreach to the community and improving the quality and quantity of PTSL implementing members."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ledy Chyntya Anggreini
"Indonesia dan Tasmania sama-sama menggunakan sistem Torrens dalam sistem pendaftaran tanahnya. Dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali sertipikat merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanahnya. Dengan adanya sertipikat dan buku tanah membuktikan bahwa sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan Tasmania sama-sama menggunakan sistem Torrens. Walaupun Sistem Torrens diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah untuk pertama kali di Indonesia dan Tasmania, namun dalam pelaksaannya sistem Torrens yang berlaku di Indonesia berbeda dengan sistem Torrens yang berlaku di Tasmania. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yaitu bagaimana pengaturan sistem Torrens di Indonesia dan Tasmania dan apakah dengan diterbitkan sertipikat dalam pendaftaran tanah pertama kali memberi jaminan kepastian hukum bagi pemegang haknya. Penulisan ini menggunakan metode penelitian Normatif dengan data sekunder sebagai data hukum. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan sistem Torrens yang berlaku di Indonesia dan Tasmania mempunyai beberapa persamaan salah satunya adanya sertipikat dan buku tanah sebagai tanda bukti kepemilikan tanah. Tetapi walaupun sertipikat merupakan tanda bukti kepemilikan tanah hal ini belum tentu memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak tersebut. Sistem publikasi yang digunakan masing-masing negara sangat mempengaruhi hal ini, dimana Indonesia menggunakan sistem publikasi negatif bertendensi positif sedangkan Tasmania menggunakan sistem publikasi positif. Di Indonesia sertipikat merupakan tanda bukti hak atas tanah yang bersifat kuat sedangkan di Tasmania sertipikat merupakan tanda bukti yang bersifat mutlak hal ini dapat dilihat dalam pengaturan hukum tanah di Indonesia yaitu UUPA, PP 24 Tahun 1997, PMNA/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 dan dalam pengaturan hukum tanah Tasmania yaitu Land Title Act 1980.

Indonesia and Tasmania alike use the Torrens system of land registration system. In initial land registration certificate is proof of ownership of their land rights. With the certificate and land book proves that the land registration system in Indonesia and Tasmania alike use the Torrens system. Although the Torrens system of land registration system applied for the first time in Indonesia and Tasmania, but the implementation is applicable Torrens system in Indonesia is different from the Torrens system prevailing in Tasmania. This raises the problem is how to setup the Torrens system in Indonesia and Tasmania and whether the certificate is published in the land registry first give legal certainty for rights holders. This writing method Normative study with secondary data as legal data. The data obtained were analyzed using a qualitative approach.
The results showed that the Torrens system settings that apply in Indonesia and Tasmania has some similarities among them their certificates and land book as proof of land ownership. But even if the certificate is proof of land ownership does not necessarily provide legal certainty for the rights holder. Publishing system used each country greatly affect this case, where the Indonesian system uses positive tendency negative publicity while Tasmania using the system of positive publicity. In Indonesia, the certificate is proof of land rights is strong, while in Tasmania certificate is proof of the absolute nature of this case can be seen in the legal regulation of land in Indonesia, UUPA, PP 24.1997, PMNA / Head of BPN No. 3 of 1997 and in Tasmania is the land law regulation the Land Title Act 1980.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Nikmah
"ABSTRAK
Secara global terdapat dua macam sistim publikasi dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah pertamakali, yaitu pertama sistim publikasi negatif dan
yang kedua adalah sistim publikasi positif. Indonesia adalah negara yang
memilih sistim publikasi negatif dalam pelaksanaan pendaftaran tanahnya,
sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari pasal 19 Undang-Undang Nomer
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau dikenal
juga dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA). Walupun Indonesia
tidak menganut sistim publikasi negatif secara murni, namun demikian
prinsip perlindungan terhadap pemegang hak yang sebenarnya adalah
konsep utama dari sistim publikasi negatif. Sebagaiman sistim publikasi
negatif ini dipengaruhi oleh asas nemo plus juris yaitu dimana seseorang
tidak dapat mengalihkan sesuatu lebih dari apa yang dimilikinya. Dalam
UUPA pengaturan lebih detail mengenai pendaftaran tanah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu
penyempurna dari Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Tujuan penelitian ini
dilakukan adalah untuk melakukan study banding antara PP no 10 tahun
1961 tersebut dengan PP no 24 tahun 1997 tersebut. Yang hasilnya
menghubungkan pengujian atas kekonsitensian sistim publikasi negatif
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertamakali. Dimana ditemukan
bahwa ternyata tidak terdapat konsistensi dalam PP no 24 tahun 1997
tersebut terhadap sisitim publikasi negatif tersebut yang diberlakukan di
Indonesia. Sebagaimana hal ini dapat dilihak dari adanya putusan atas kasus
sengketa tumpang tindih hak atas tanah Komplek Ex Mabes TNI yang
diangkat dalam penelitian. Dimana hakim dalam pengadilan tidak dapat
menjalankan rumusan Ps.32 ayat (2) PP no 24 tahun 1997 tersebut, namun
membatalkan Sertifikat Hak Pakai yang walaupun sudah dikeluarkan kurang
lebih 10 tahun sebelum diajukan gugatan untuk pertama kalinya.
PP tersebut selain tidak sejalan dengan UUPA tidak juga sejalan dengan
Ps.1320 ? Ps.1337 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dimana
merumuskan ketentuan yang melindungi pemegang hak yang sebenarnya,
karena perjanjian atau ikatan adalah batal jika tidak terjalin kesepakatan
antara kedua belah pihak atau karena adanya suatu kesalahan atau paksaan
didalamnya. Dengen demikian PP ini tidak dapat dilaksanakan secara
effektif sebagaimana peraturan ini tidak diindahkan oleh hakim dalam
praktek peradilan sebagaimana dapat dilihat dalam putusan kasus tersebut

ABSTRACT
Globally, there are two kinds of publication systems in the implementation of the first land registration, which are, negative publication system and positive
publication system. Indonesia is the country that selects negative publication
system in the implementation of its land registration, as it can be seen from
Article 19 of Act Number 5 of 1960 on the Basic Regulation of Agrarian or also
known as the Agrarian Basic Law (Undang Undang Pokok Agraria /UUPA).
Even though Indonesia does not purely practice negative publication system, the protection principle of the actual rights holder is the main concept of the
negative publication system. This negative publication system is influenced by
nemo plus juris basis in which a person cannot transfer anything more than what he has. In UUPA, more detail setting concerning land registration is stipulated in Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration that is a complement of the Government Regulation No. 10 of 1961 on Land
Registration. Method used in this research is normative literature research. The
aim of this research is to conduct a comparative study between the Government Regulation No. 10 of 1961 and Government Regulation no 24 of 1997, which result connects the testing on consistency of negative publication system in the implementation of first land registration. It is found that there is no consistency in Government Regulation no 24 of 1997 with negative publication system that is applicable Indonesia. As it can be seen from the decision in disputes case of overlapping land rights in ex Mabes TNI Complex raised in the research. Judge
in court cannot run formulation of Article 32 clause (2) of the Government
Regulation no 24 of 1997, surprisingly, he cancels Use Rights Certificate which
is although it had already issued approximately more than for 10 years before it
is filed a lawsuit for the first time. in addition to The Government Regulation
that does not in line with UUPA, it also does not in line with Article1321 ?
Article 1337 of Indonesian Civil Code to formulate the provisions protecting the
actual right holders, it is because agreement or bonding shall be canceled if there is no agreement exists between the parties or because the existence of a fault or force therein. Therefore, this Government Regulation cannot be implemented effectively as this rule was ignored by the judge in the judicial practice, it can be seen in the decision of the case"
2016
T45981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Reza Prima Tarihoran
"Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) adalah program pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah secara sistematis dan masal untuk mewujudkan kepastian hak atas bidang tahan di seluruh Indonesia. Program ini bermula pada tahun 1981 melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria hingga mengalami pembaharuan pada tahun 2018 melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap. Perubahan aturan tersebut tidak serta merta menjamin kepastian hukum pendaftaran tanah di Indonesia, masih terdapat kelalaian admnistrasi pada program PTSL khususnya di Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh, sehingga menyebabkan sertipikat yang diterbitkan menjadi cacat administrasi dan dapat dibatalkan. Oleh karenanya administrasi pendaftaran tanah melalui PTSL harus dilakukan dengan cermat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (1) Permasalahan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh; (2) Kepastian Hak Atas Tanah yang Tertukar Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan jenis data sekunder dan data primer sebagai pendukung. Hasil analisis (1) adalah permasalahan pendaftaran tanah melalui PTSL di Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh disebabkan oleh kedala-kendala administrasi yang terjadi dilapangan pada saat pengumpulan data fisik dan data yuridis, akibatnya hak atas tanah dapat tertukar sehingga status sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan Kantor Pertanahan menjadi cacat administrasi. Hasil analisis (2) yaitu kepastian hak atas tanah tertukar dapat diperoleh melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan/permohonan pembatalan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu kepastian hukum sertipikat tanah tertukar juga dapat diperoleh melaui penyelesaian sengketa diluar pengadilan, salah satunya dalah mediasi di hadapan lembaga adat sesuai dengan ketentuan Pasal 45 Ayat 1 Permen ATR/BPN No. 20/2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan

Complete System Land Registration (PTSL) is a government program to carry out systematic and mass land registration to realize the certainty of rights to land holdings in Indonesia. This program began in 1981 through the Decree of the Minister of Home Affairs Number 189 of 1981 concerning the National Agrarian Operation Project until it underwent a renewal in 2018 through the Regulation of the Minister of Agrarian and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 6 of 2018 concerning Complete System Land Registration. Changes to these rules do not necessarily guarantee legal certainty for land registration in Indonesia, there are still administrative omissions in the PTSL program, especially at the Banda Aceh City Land Office, causing the certificates issued to be administratively flawed and can be canceled. Therefore, the administration of land registration through PTSL must be carried out carefully. The problems raised in this study are (1) the Problem of Complete Systematic Land Registration (PTSL) at the Banda Aceh City Land Office; (2) Certainty of Exchanged Land Rights through Complete Systematic Land Registration (PTSL) at the Banda Aceh City Land Office. This research is a juridical-normative research using secondary data and primary data as support. The results of the analysis (1) are that the problem of land registration through PTSL at the Banda Aceh City Land Office is due to administrative constraints that occur in the field at the time of collecting physical data and juridical data, so that as a result land rights can be exchanged and the status of land rights certificates issued be administratively disabled. The result of analysis (2) is that the certainty of land rights being exchanged can be obtained through the court by filing a lawsuit/application for cancellation to the State Administrative Court (PTUN). Apart from that, legal certainty of exchanged land certificates can also be obtained through dispute resolution outside the court, one of which is mediation before customary institutions in accordance with the provisions of Article 45 Paragraph 1 of the Minister of ATR/BPN No. 20/2020 on Handling and Settlement of Land Cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Hanif
"Skripsi ini membahas tentang Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Persewaan Tanah dan/atau Bangunan yang dikaitkan dengan asas kepastian hukum. Skripsi ini di latarbelakangi dari pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 yang mengatur bahwa layanan penginapan beserta akomodasinya bukanlah merupakan suatu objek pajak pajak penghasilan final atas usaha persewaan tanah dan/atau bangunan .Penilitian ini dilakukan di kota Tangerang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penilitian ini menemukan terdapat kendala dalam pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dikarenakan sistem pemungutan pajak dengan self assessment system.

This thesis discusses the Collection of Income Tax on Income from Land and / or Building Rental Business which is associated with the principle of legal certainty. This thesis is based on the arrangement in Government Regulation Number 34 of 2017 which stipulates that lodging services and their accommodations are not an object of final income tax tax on land and / or building rental business This research was conducted in the city of Tangerang. This research is a qualitative research with descriptive design. The results of this study found that there were obstacles in collecting Income Tax on Income from Land and / or Building Rental Business due to the tax collection system with the self assessment system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>