Ditemukan 106540 dokumen yang sesuai dengan query
Suparjo
"This dissertation examines the question of justice in the implementation of the Right of Indonesia Nations and the Right of State to Control in agrarian legal policy domain since post independence of 1945 to post reformation of 1998 Problems of justice in their manifestation of injustice has become the focus of analysis using Sen rsquo s theory of justice This study belongs the realm of normative legal research or literature The results of the analysis in the three periods of the practice of agrarian legal policy 1945 1965 1965 1998 and 1998 2020 applying the perspective of 39 Matsyanyaya 39 in theory of justice of Sen found the dominant factor causing injustice namely the practice of political dominance of neo imperialism and capitalism Theoretical justification of the relationship between law and politics can be found either in Zamboni 39 s theory or the work of Kahin Tully Pilger Roosa van ittersum Perkins The study provides recommendations in the realm of the theoretical and legal agrarian policy practices In the domain of the theoretical perspective of legal studies this study suggests to review the inconsistencies in the legal and legal policy systems in the agrarian law research and teaching of legal studies realms In the practical domain then the virtual values of Pancasila ought to be implemented in the practice of law in the realm of the executive legislative and judicial branches of government in dealing with domination of neoimperialism neo capitalism and neo liberalism in the practice of agrarian law politics and the entire realms of life."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1970
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
RESPON 16:2 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
RESPON 16:2(2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
RESPON 16:2(2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Syam Surya Syamsi
"Pembangunan saat ini lebih menitikberatkan terhadap ukuran-ukuran yang lebih kuantitatif.Hal ini dapat dilihat dalam beberapa model konstruksi arus utama yang berdasarkan padakerangka libertarian, utilitarian, dan Rawlsian. Ketiganya dikritik oleh Amartya Sen karena mereka mengabaikan prinsip kemanusiaan, yang dianggap sebagai kombinasi dari fungsi yang berbeda. Dengan kata lain, ketiganya gagal untuk melihat manusia sebagai entitas aktif dalam proses menjadi daripada sebuah entitas pasif, yang dapat bervariasi dari fungsi dasar untuk memenuhi syarat kehidupan mereka sendiri. Dengan konteks ini, Sen mengajukan teori dan etika pembangunan dengan kebebasan, kapabilitas dan etika pilar untukmenjawab kritik dimaksud.
Within the known age, development happens to be more quantitative-measure orientation. This can be seen in several mainstream construction models based on libertarian, utilitarian, and Rawlsian. These were criticized by Amartya Sen for they despise principle subjects of humanity that considered as combination of different functions. On the other words, those three failed to figure human as an active being than a passive one; which can vary, from its basic functions to what qualifies their own lives. By this context, Sen submit a theory and development ethics as capability extension and freedom to answer the question itself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
D1384
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
J. Adrian Dosiwoda
"Penarikan pajak penghasilan adalah sesuatu yang sering menjadi pcrdebatan. Hal itu terjadi karena masyarakat pembayar pajak sering merasakan adanya perlakuan yang tidak adil akibat adanya penarikan pajak yang bersifat memaksa. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah selaku sebuah institusi yang mengeluarkan suatu kebijakan pajak mencoba memikirkan bagaimana cara yang harus dilakukan agar penarikan pajak dapat tetap menjamin keadilan bagi para individu pembayar pajak, sekaligus tetap menjaga nilai efisiensi dari penarikan pajak itu sendiri. Salah satu perlakukan untuk mendatangkan keadilan bagi individu di dalam penarikan pajak penghasilan saat ini adalah dengan memberlakukan pajak progresif. Artinya, pajak tidak bisa memaksa seluruh individu yang berbeda-beda untuk melakukan pengorbanan yang sama dalam membayar pajak penghasilan. Sifat pogresifitas semacam ini dinilai cukup untuk mendatangkan keadilan bagi seluruh individu, tetapi jika kita menganalisis permasalahan itu melalui perspektif dari pemikiran Amartya Sen, maka apa yang terjadi sebetulnya sama-sekali bukanlah sebuah bentuk keadilan. Apa yang menjadi kepedulian Amartya Sen adalah bagaimana keadilan melalui kebebasan positif individu dapat menjadi suatu hal yang mendukung terjadinya pertumbuhan ekonomi. Bentuk negara yang tergolong sebagai negara dunia ketiga seperti Indonesia membutuhkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui kebebasan dari rakyatnya agar dapat berperan aktif dan ikut mensukseskannya. Bentuk pajak penghasilan progresif individu bukanlah sebuah kebijakan yang dapat mendatangkan hal itu. Pajak seperti itu hanya menjamin redistribusi keadilan kepada seluruh individu agar terjadi kesetaraan. Hal itu bukanlah sesuatu yang dapat membuat individu mengembangkan kapabilitas mereka untuk memaksimalkan kefungsian yang seharusnya dapat mereka wujudkan melalui pilihan yang mereka anggap bernilai dalam hidupnya. Biar bagaimanapun pertumbuhan ekonomi melalui kebebasan individu adalah sebuah hal yang bersifat konseptual dalam pemikiran Amartya Sen. Dalam tulisan ini penulis mencoba menggunakan pikiran konseptual tersebut untuk mengevaluasi sistem pajak penghasilan individu yang berada di Indonesia, sekaligus memberikan gambaran mengenai pentingnya pertumbuhan ekonomi terhadap kondisi ekonomi-politik di Indonesia yang ada sekarang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S16000
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Andika Yalasena
"Setiap individu di dunia memiliki gambaran atas kualitas hidup yang ingin dicapainya. Mereka memiliki konsep ideal masing masing tentang kondisi well being yang hendak dicapai. Gambaran-gambaran individu tentang kehidupan yang baik antara yang satu dengan yang lain tentu beragam. Pertanyaannya, pendekatan apa yang paling pantas dilakukan untuk menganalisa kualitas hidup seseorang yang mempertimbangkan keragaman tersebut? Informasi apa yang dibutuhkan? Permasalahan sosial terus bergulir dan membutuhkan perhatian yang pantas agar dapat setidaknya menjelaskan dan berusaha mencegah kondisi seseorang diperburuk dalam usaha mencapai kehidupan idealnya. Amartya Sen menawarkan suatu pendekatan untuk menjawab permasalahan ini. Mengikuti jalan pikir Amartya Sen, penyebab dari suburnya pertumbuhan kemiskgnan, ketidakbcrdayaan, maupun keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Dengan keterhatasan akses, manusia mempunyai tidak memiliki pilihan untuk mengejar kchidupan idealnya tadi. Akibatnya, manusia hanya menjalankan apa yang terpaksa dapat dilakukan ketimbang apa yang dapat dilakukan. Dengan demikian, potensi manusia mengebangkan hidup menjadi terhambat. Amartya Sen menawarkan suatu prinsip keadilan untuk memenuhi kebutuhan itu. Prinsip yang mempertimbangkan keragaman antar individu mariusia sebagai dasar kalkulasi kualitas hidup yang plural dari sudut kapahilitas seseorang. Kesetaraan atas apa yang dibutuhkan agar mampu memfasilitasi kondisi kondisi keterpurukan manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S15997
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pretty Kusumaningrum
"Teori keadilan memiliki dua tantangan serius yang tidak terselesaikan. Pertama, untuk menghasilkan keputusan yang rasional tanpa bertentangan dengan nilai-nilai moral yang tertanam dalam hati nurani. Kedua, adanya pluralitas nilai dan identitas dalam masyarakat sosial seringkali menjadi penyebab utama isu ketidakadilan seperti diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran HAM. Amartya Sen menawarkan solusi terhadap kedua permasalahan tersebut dalam argumen-argumen yang dibangun berdasarkan kritiknya terhadap Utilitarianisme, Intuisionisme, dan terutama Kontraktarianisme John Rawls. Dengan menggunakan pendekatan kapabilitas, demokrasi, dan imparsialitas terbuka untuk menciptakan ruang diskusi masyarakat bernalar, ketidakadilan niscaya dapat dikurangi.
The theory of justice has always been faced with two problematic challenges. First, to make reasonable judgments that are not in conflict between rationality and moral values provided in sense of justice. Second, the ontological fact of plurality of values and identities in society is often seen as major cause of injustice issues, such as discrimination and human rights violations. Amartya Sen proposes the solutions to both problems in arguments build from his critics to Utilitarianism, Intuisionism, and especially, Rawlsian contractarianism. By using capability approach, democracy, and open impartiality to improve reasoned public discussion, the problem of injustice will eventually be reduce. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57060
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
JY 5:3 (2012) (1)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Priscael Ratsivason
"Tesis ini berupaya memahami struktur keadilan menurut pemikiran John Rawls sesuai dengan etika Malagasi «Fihavanana». Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membangun kesetaraan antara semua, bukan kesetaraan literal namun perlakuan dan pengakuan yang sama, kesempatan yang sama sebagai basis untuk semua. Selain itu, teori keadilan John Rawls dekat dengan etika Malagasi «Fihavanana», yang idenya adalah untuk hidup bersama tidak hanya dalam ketertiban tetapi juga harmoni di atas segalanya, meskipun setiap orang tetap mencari kepentingannya masing-masing. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan kerangka eksplanatoris. Hasilnya menunjukkan bahwa semua warga negara harus menikmati akses yang sama pada kebebasan fundamental; kondisi kehidupan mereka yang paling tidak beruntung harus diperbaiki saat ketidaksetaraan (sosio-ekonomi) masih hadir; afiliasi antara teori keadilan John Rawls dan etika Madagaskar «Fihavanana» harus meningkatkan kesadaran gotong royong, solidaritas sosial, serta persaudaraan. Kesimpulannya, saya melihat bahwa visi Rawlsian dan Fihavanana adalah dua prinsip yang menyentuh landasan kehidupan sosial. Mereka memastikan kesejahteraan semua orang dalam kehidupan sosial untuk memiliki masyarakat yang adil dan harmonis.
This thesis deals with the ability to understand the structure of justice according to the thought of John Rawls in accordance with the Malagasy ethics of « Fihavanana ». This research, therefore, aims to establish equality between all, not literal equality but equal treatment and recognition, equal opportunities at the outset for all. In addition, Justice John Rawls is close to the Malagasy ethics of « Fihavanana », whose idea is to live together not only in order but also and above all harmonious, despite the search for the interests of all. This research is analytical research with an explanatory design. The results suggest that all citizens should enjoy strict equal access to fundamental freedoms; the living conditions of the most disadvantaged must be improved when (socio-economic) inequalities persist; the affiliations between the theory of justice of John Rawls and the ethics of Madagascan « Fihavanana » must improve mutual aid, social solidarity as well as a fraternity. In conclusion, I notice that Rawlsian vision and Fihavanana are two principles that touch the social foundation of life in society. They ensure the well-being of all in social life in order to have a just and harmonious society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library