Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161910 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rorissa Rossiana Austin
"Istilah 'boy/girl band' pertama kali muncul di Amerika pada awal era 1950an. Bersama dengan boy/girl band dari Eropa, mereka mencapai era keemasannya pada tahun 1990an. Eksistensi boy/girl band Barat memberi pengaruh pada negara Timur untuk ikut memproduksi boy/girl band. Saat ini, semua orang dapat melihat bagaimana Korea mengambil alih popularitas boy/girl band melalui fenomena global yang disebut 'K-pop' (Korean Pop). Lalu Indonesia sebagai salah satu negara Timur, mengikuti fenomena global tersebut dengan mengikuti boy/girl band dari Korea. Artikel jurnal ini membahas bagaimana penampilan boy/girl band dari Indonesia, termasuk fashion, pertunjukkan diatas panggung, dan musik, menyerupai boy/girl band Korea. Artikel jurnal ini juga membahas bagaimana boy/girl band Indonesia menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan penggemar mereka yang sekaligus untuk menjaga identitas mereka ditengah pengaruh Korea dan Barat.

The term 'boy/girl bands' first appeared in the U.S in early 1950s. Along with boy/girl bands from Europe, they reached their golden era in 1990s. The existence of Western boy/girl bands influenced Eastern countries to also create boy/girl bands. Nowadays, people can see that Korea takes over the popularity of boy/girl bands through the global phenomenon called 'K-Pop' (Korean Pop). Then, Indonesia follows this global phenomenon by imitating the Korean boy/girl bands. This paper shows that Indonesian boy/girl bands appearance, including their fashion, performance and music, resemble Korean boy/girl bands in many aspects. It also discusses how Indonesian boy/girl bands use Bahasa Indonesia to communicate with their audience and keep their identity in spite of the Korean and Western influence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Nurfadhilah
"ABSTRAK
Makalah ini menjelaskan mengenai budaya penggemar yang berkembang dalam industri musik Korea atau dikenal sebagai K-Pop. Budaya penggemar salah satunya muncul sebagai respon dari fanservis yang biasa dilakukan dalam grup K-pop. Fanservis ini erat kaitannya dengan skinship padahal Korea termasuk negara yang cukup konservatif mengenai hubungan antar sesama jenis. Pada kesimpulan penelitian ini ditemukan bahwa tindakan skinship antar pria dapat diterima oleh masyarakat Korea dan dikategorikan sebagai bromance. Ikatan bromance ini kemudian menginspirasi penggemar dalam memproduksi sebuah hasil budaya yang dikenal dengan istilah fanproduct dengan konten bromance di dalamnya. Penelitian mengenai bromance dalam budaya K-pop dan respon penggemar dengan berupa fanproduct ini merupakan penelitian kualitatif yang bersumber dari berbagai jurnal, artikel dan juga video variety, konser ataupun video idola lainnya.

ABSTRACT
This paper describes the growing fanculture in the Korean music industry or known as K Pop. One of the reason this fanculture emerged was the response in fanservice which commonly performed within K pop groups. Fanservice is closely related to skinship besides Korea is a fairly conservative country about same sex relationship. In the conclusion this study has found that skinship acts between mens are acceptable in Korean people and categorized as bromance. This bromance tie then inspires fans to creating a cultural product which known as fanproduct. This study about bromance in K pop culture and the fan responses by creating a fanproducts used a qualitative research method which sourced from various journals, articles and also variety videos, concerts or other idol rsquo s videos"
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Cintantya Khairunnisa
"Industri K-Pop mengalami digitalisasi dalam berbagai aspek. Kini, artis K-Pop banyak menggunakan media sosial untuk memasarkan karya mereka sekaligus membangun interaksi dengan penggemar. Keterlibatan aktif mereka di media sosial membantu membentuk hubungan parasosial di antara idola dan penggemar. Loyalitas yang timbul dari hubungan parasosial ini mendorong para penggemar untuk melakukan berbagai hal demi mendukung dan mempromosikan idola mereka, seperti membuat User-Generated Content (UGC). ATEEZ merupakan salah satu artis K-Pop yang aktif memanfaatkan media sosial dan UGC untuk memasarkan karya dan membangun hubungan parasosial dengan penggemar mereka, ATINY. Makalah ini membahas mengenai pemanfaatan UGC dalam strategi pemasaran lagu “WORK” oleh ATEEZ di TikTok dan perannya dalam membentuk hubungan parasosial di antara ATEEZ dan ATINY. Dengan menggunakan metode textual analysis, makalah ini mengobservasi berbagai video promosi dari ATEEZ dan UGC buatan ATINY terkait lagu “WORK”. Makalah ini menemukan bahwa ATEEZ berhasil membangun hubungan parasosial yang kuat dengan ATINY melalui penggunaan UGC dalam strategi pemasaran lagu “WORK”.

The K-Pop industry has undergone digitalization in various aspects. Now, many K-Pop artists use social media to promote their works as well as build interaction with their fans. Their active involvement in social media helps build parasocial relationships between idols and fans. Loyalty that arises from parasocial relationships encourages fans to do various things to support and promote their idols, such as creating User-Generated Content (UGC). ATEEZ is one of the K-Pop artists that actively utilizes social media and UGC to market their songs and form parasocial relationships with their fans, ATINY. This paper discussed the use of UGC in the marketing strategy for the song “WORK” by ATEEZ on TikTok and its role in forming a parasocial relationship between ATEEZ and ATINY. Using qualitative textual observation methods, this paper observed promotional videos from ATEEZ and UGC videos made by ATINY for the song “WORK”. This paper found that ATEEZ succeeded in forming a strong parasocial relationship with ATINY through the use of UGC in the marketing strategy for the song “WORK”."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Nur Hanabila
"Tingginya tingkat popularitas K-Pop di Indonesia membuat negara ini menjadi rumah bagi banyak fandom KPop. Di antara klub penggemar K-Pop lainnya, penggemar NCT di Indonesia yang disebut NCTzen telah terbukti menjadi salah satu fandom yang paling terlibat (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya 2021). Salah satu keterlibatan penggemar yang banyak dipraktikkan adalah konsumsi merchandise K-Pop. Pertumbuhan konsumsi merchandise melibatkan pasar merchandise jenis photocard. Meskipun demikian, peningkatan desain merchandise tertentu telah menjadikan photocard sebagai identitas baru penggemar K-Pop yang sedang naik daun di lanskap K-Pop. Hasil dari penelitian sebelumnya telah memberikan latar belakang perilaku konsumsi dari latar belakang penggemar dan terhadap motivasi mereka. Makalah ini berfokus pada fenomena koleksi photocard penggemar NCT di Indonesia melalui teori identitas sosial yang dikembangkan oleh Jenkins (2004) dan bagaimana identitas anggota fandom dapat menentukan perilaku konsumsi anggota, dan akibatnya jumlah penjualan merchandise jenis photocard. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan melalui metode pengumpulan data sekunder seputar NCTzen Indonesia yang bergerak di bidang praktik pengumpulan photocard. Untuk menyoroti identitas penggemar di dalam fandom khususnya di ruang lingkup media sosial dengan perilaku pembelian photocard. Hasil dari makalah ini, ditemukan bahwa interaksi dan keterbatasan informasi berdampak pada identitas penggemar di dalam fandom.

The high popularity rate of K-Pop in Indonesia has made the country home to many K-Pop fandoms. Among other K-Pop fansclub, NCT fans in Indonesia's so-called NCTzen have proven to be among the most engaged fandoms (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya, 2021). One of the widely practised fan engagements is the consumption of K-Pop merchandise. The growing merchandise consumption involves the photocard-type merchandise market. Nonetheless, the increase in specific merchandise design has made photocards the new rising K-Pop fans' identity in the K-Pop landscape. Results from past research have provided the consumption behaviour background from fans' backgrounds and their motivation. This paper focuses on the phenomenon of the photocard collection of NCT fans in Indonesia through the social identity theory developed by Jenkins (2004) and how the identity of fandom members can define the member's consumption behaviour and, consequently, the number of sale photocard type merchandise. It is based on a qualitative study conducted through a secondary data collection method surrounding Indonesia NCTzen engaged in the photocard collection practices. To highlight fans' identity inside the fandom particularly in the social media scope with their purchase behavior. This paper found that interaction and limitation of information impact the fans' identity inside the fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Setyari
"Demam K-pop sedang melanda Indonesia membuat berbagai komunitas fans terbentuk. Komunitas yang akrab disebut dengan kata fandom ini memiliki dinamika dan interaksi antar fandom yang menarik. Studi ini secara umum membahas mengenai identitas serta interaksi antar fandom para penggemar K-pop dalam kajian studi komunitas dengan menggunakan metode kualitatif. Para penggemar K-Pop mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota dari sebuah fandom melalui simbol-simbol yang digunakan oleh fandom tersebut sehingga terbentuk in-group dan out-group yang kemudian mensosialisasikan nilai yang sama kepada anggota-anggota fandom tersebut. Pada akhirnya, identitas yang mereka miliki serta hasil dari sosialisasi tersebut membentuk dinamika dan interaksi yang terjadi di dalam maupun antar fandom. Dengan menggunakan paradigma interaksionisme simbolik, penelitian ini mmemperlihatkan bagaimana identitas terbentuk dan disosialisasikan di dalam in-group, dalam hal ini sebuah fandom, dan membentuk dinamika serta interaksi tertentu di dalam in-group maupun dengan out-group, dalam hal ini fandom lainnya.

The K-pop wave that washes over Indonesia sprouts various fans community, or, more commonly called as fandom. Fandom has a very interesting dynamics and interaction in it. This study in general discusses the identity and interaction in and between K-pop fandoms in the scope of community study using qualitative method. The K-pop fans identify themselves through various symbols in their fandom used for socializing fandom values in them, and as such forms in-groups and out-groups, which later affects the dynamics and interaction between fandoms. Using the symbolic interaction paradigm this study shows how the K-pop fans identity is formed through the socialization of various symbols in a fandom as an in-group, and later affects the dynamics and interaction in said in-group as well with their out-group, in this case, the other fandoms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isabel Rehmalemna
"Dalam memasarkan produk atau jasa dikenal konsep merk atau brand. Kegunaannya untuk mengidentifikasi sekaligus membedakan produk atau jasa yang dipasarkan dengan produk atau jasa sejenis. Merk atau brand juga berfungsi membangun hubungan produk atau jasa dengan konsumennya. Hubungan tersebut tercermin dalam identitas merk, yaitu gabungan berbagai komponen merk yang ingin dipresentasikan perusahaan kepada publik, baik yang terlihat maupun tak terlihat. Artikel ini ingin melihat bagaimana Azarine, sebuah brand kecantikan lokal, membangun dalam kolaborasinya dengan Red Velvet yang memindahkan konsep “Red” mereka dengan mengacu pada Meaning Transfer Model (MTM) oleh McCracken (1989). Teori ini menganalisis bagaimana makna yang dimiliki selebriti dipindahkan kepada merk yang direpresentasikan selebriti tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur dan analisis materi promosi Azarine. Hasilnya, tiga dimensi makna personality, physical appearance, dan performance dalam konsep “Red” oleh Red Velvet yang cantik alami, cerah, dan ceria dicerminkan dan direpresentasikan dalam identitas merk Azarine melalui presentasi produk kolaborasinya dan keseluruhan materi promosinya.

In marketing products or services, there is a term named brand as a means to identify a product or service as well as distinguishing it from similar product or service in the market. Additionally, a brand serves to establish a relationship between the product or service and its consumers. This relationship is reflected in the brand identity, a term that comprises both tangible and intangible components that a company aims to present to the public. This article aims to see how Azarine, a local beauty brand, constructs its brand identity in collaboration with Red Velvet, specifically by adopting the "Red" concept, basing it on McCracken's Meaning Transfer Model (MTM) (1989). This theory analyzes how the meanings associated with a celebrity are transferred to the brand represented by that celebrity. The methods employed in this writing include literature review and analysis of Azarine's promotional materials. The findings reveal that the three dimensions of meanings which consisted of personality, physical appearance, and performance inherent in Red Velvet's "Red" concept— characterized by natural beauty, brightness, and cheerfulness—are reflected and represented in Azarine's brand identity through the presentation of collaborative products and overall promotional materials.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Candra Auni
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas K-pop sebagai budaya populer Korea Selatan. K-pop telah menjadi salah satu produk budaya populer yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Munculnya K-pop sebagai musik populer perlu dikaji dari perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Korea Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis K-pop dikaitkan dengan perjalanan perkembangan budaya di Korea Selatan. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan diakronis dalam penelitian. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa munculnya K-pop dipengaruhi oleh budaya asing, yaitu budaya populer Amerika yang masuk pada tahun 1950-an. Budaya populer Amerika tersebar di Korea Selatan melalui konser pop di markas militer Amerika Serikat 8th Army, hiburan di klub, dan saluran komunikasi American Forces Korean Network. Perkembangan ekonomi dan teknologi, kebijakan terkait budaya, dan globalisasi pun menjadi faktor penting yang membentuk K-pop saat ini. Hingga kini, pengaruh budaya populer Amerika pada K-pop dapat dilihat melalui judul maupun lirik lagu yang mengandung unsur Bahasa Inggris.

ABSTRACT
This paper study about K-pop as popular culture in South Korea. K-pop has become a product of popular culture consumed by people around the world. The emerge of K-pop as popular music need to be investigated from the perspective of social, political, and economic changes in South Korea. This paper means to analyze K-pop in correlation with the cultural development in South Korea. Researcher uses the descriptive qualitative method and diachronic approach in the analysis process. The finding shows that K-pop is influenced by foreign culture, which is American popular culture that gain entrée in 1950s. The American popular culture disseminated in South Korea through pop concerts in the US 8th Army military base, performances in US nightclubs, and a US radio station, American Forces Korean Network. The technology and economy, cultural policy, and globalization become the important factors that shaped K-pop today. Until this day, the influence of American popular culture in K-pop reflected through the use of English in song titles and lyrics."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Magdalena Hasiana
"Tulisan ini mengangkat persoalan ontologis dalam memahami fenomena fandom K-Pop. K-Pop merupakan bagian dari gelombang Korea (Hallyu Wave) yang memunculkan tren baru terkait relasi penggemar dan idol. Relasi identitas penggemar dan idol menjadi properti individual dalam budaya partisipasi yang memperkuat penelusuran ontologis atas fandom K-pop. Alur ketertarikan dengan sikap disinterested memunculkan proses perceiving yang menguatkan interaksi antara penggemar dengan idol. Persoalan relasi inilah yang juga menjadi bagian dari penelurusan ontologis yang dilakukan dalam penulisan ini. Melalui penggunaan metode fenomenologis, saya mengumpulkan data pustaka, riset serta berdasarkan pengalaman subjek. Data dianalisis dengan metode penelurusan ontologis berdasarkan teori dari Roderick Chisholm. Tulisan ini membuktikan adanya definisi ontologis dari fandom K-Pop melalui properti subjek dan fenomena yang melingkupinya.

This paper is about ontological issues in understanding the phenomenon of K-Pop fandom. K-Pop is a part of the Korean wave (Hallyu Wave) which has led to new trends related to the relationship of fans and idols. The relation between fans and idol's identity becomes an individual property in a culture of participation that strengthens the ontological investigation of K-pop fandom. The flow of interest with a disinterested attitude raises the process of perceiving that strengthens the interaction between fans and idols. The issue of relations is also part of the ontological investigation that carried out in this paper. With phenomenological methods, I collected the data from the books and academic papers and did some research based on the subject`s experience. The data were analyzed by ontological investigation methods based on Roderick Chisholm`s theories. This paper proves the ontological definition of K-Pop fandom through the subject`s properties and the surrounding phenomena.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dhealma Nuhasti Avicena Fabian
"Mengoleksi merupakan salah satu budaya penggemar K-Pop. Photo card selama dua tahun terakhir menjadi komoditas koleksi yang paling banyak diminati di dalam fandom K-Pop. Bersamaan dengan tingginya minat koleksi photo card, muncul perubahan perilaku penggemar yang menjadi obsesif dan protektif terhadap photo card. Penelitian ini ditujukan untuk melihat perubahan perilaku konsumsi dan pemaknaan oleh penggemar terhadap photo card serta budaya penggemar mengoleksi photo card. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis keterlibatan emosional pada perubahan perilaku penggemar. Data yang diperoleh menjelaskan mengenai bagaimana perilaku penggemar dalam menjalankan dan memaknai aktivitas budaya penggemar koleksi photo card. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup wawancara mendalam secara daring dan kajian pustaka. Informan yang terlibat merupakan penggemar K-Pop yang turut berpartisipasi menjadi kolektor photo card selama dua tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku konsumsi yang dilakukan penggemar K-Pop dalam budaya penggemar koleksi photo card, dilakukan atas hubungan emosional, seperti hubungan parasosial, yang terbentuk pada penggemar terhadap idola dan sesama penggemar. Keterlibatan emosional dan perilaku konsumsi juga menjadi sesuatu yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam pembentukan pola perilaku dan pemaknaan baru oleh penggemar terhadap photo card.

One aspect of K-Pop fan culture is collecting. Photo cards for the last two years have become the most sought-after collections in the K-Pop fandom. Along with becoming a collection of interests, comes a shift in obsessive fan behavior and protective photo cards. This study is aimed at looking at changes in consumption behavior and meaning among photo card fans and the culture of collecting photo cards. This research was conducted by analyzing the emotional interactions of changes in fan behavior. The data obtained explains the behavior of fans in carrying out and interpreting the cultural activities of photo card collections. This study uses a qualitative method, which includes in-depth interviews and literature reviews. Informants involved are K-Pop fans who participated as photo card collectors for the last two years. The results show that the consumption behavior of K-Pop fans in the fan culture of photo card collections is based on emotional relationships, such as parasocial relationships, which are formed by fans towards idols and fellow fans. Involvement and consumption behavior are also interconnected and influential in the formation of new behavior patterns and meanings by fans of photo cards."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Wahyu Andriani
"Photocard eksklusif menjadi salah satu objek koleksi bagi kelompok penggemar K-Pop, salah satunya adalah bentuk kerjasama eksklusif antara idol dengan brand. Bentuk eksklusifitas dan limited edition yang ditawarkan menjadi daya tarik yang sulit untuk dilewatkan bagi penggemar. Penelitian ini menganalisis perilaku budaya penggemar K-Pop melalui objek photocard eksklusif sebagai perantara penggemar, idol, dan brand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif pada periode Januari hingga Juni 2022. Tahapan kuantitatif berupa survei kepada 212 responden penggemar K-Pop untuk memetakan budaya penggemar sekaligus menyeleksi calon informan. Pengumpulan data utama dilakukan melalui metode kualitatif berupa etnografi digital dengan wawancara mendalam secara virtual pada enam informan dan observasi digital pada media sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pola aktivitas koleksi photocard eksklusif melibatkan beberapa pihak, seperti penggemar, idol, dan brand. Relasi pertama memfungsikan photocard sebagai objek yang memperlihatkan identitas sosial fandom K-Pop yang memiliki nilai emosional. Relasi kedua memfungsikan photocard sebagai valued product, yakni objek yang memiliki nilai lebih untuk memantik pola konsumerisme kelompok penggemar. Relasi ketiga memfungsikan photocard sebagai objek dan komoditas budaya penggemar. Ketiganya mencerminkan bahwa photocard eksklusif lebih dari sekedar benda material sebab mampu menjadi penghubung relasi antara penggemar, idol, dan brand.

Exclusive photocards are a collection object for K-Pop fan groups, one of which is a complete form of collaboration between idols and brands. The form of exclusivity and limited edition offered is an attraction that is hard to miss for fans. This study analyses the cultural behaviour of K-Pop fans through exclusive photocard objects as intermediaries for fans, idols, and brands. The research was conducted using quantitative and qualitative methods from January to June 2022. The quantitative stage was a survey of 212 respondents of K-Pop fans to map fan culture and select potential informants. The primary data collection was carried out through qualitative methods in the form of digital ethnography with in-depth virtual interviews with six informants and digital observations on social media. This study found that the pattern of exclusive photocard collection activities involved several parties, such as fans, idols, and brands. The first relation functions the photocard as an object that shows the social identity of the K-Pop fandom that has emotional value. The second relationship functions as a photocard as a valued product, an object with more value to ignite a pattern of consumerism among fan groups. The third relation functions photocards as objects and commodities of fan culture. All three reflect that exclusive photocards are more than just material objects because they can be a link between fans, idols, and brands."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>