Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melfiana Puspita Sari
"[ ABSTRAK
Dewasa ini, film yang mempromosikan perempuan sebagai sosok yang kuat menjadi sebuah
trend. Ada banyak film populer yang menawarkan cerita di mana perempuan berperang di
dalam lingkungan patriarki. Genre film lainnya yang populer di masa kini adalah romansa
yang dikombinasikan dengan supranatural. Beautiful Creatures adalah sebuah film yang
menawarkan seorang karakter perempuan tangguh yang memiliki kekuatan supranatural.
Beberapa media juga mendukung status Lena Ducchanes sebagai seorang feminis. Makalah
ini berupaya untuk memperdebatkan pernyataan tersebut. Meskipun penulis Beautiful
Creatures bermaksud menjadikan Lena sebagai seorang feminis, ada beberapa sifat Lena serta
kondisi yang melemahkan posisi Lena sebagai seorang feminis. Melalui analisis film serta
penelitian, tercapai kesimpulan bahwa beberapa factor yang seharusnya mendukung Lena
sebagai feminis malah mendukung bagaimana lingkungan patriarki memposisikan perempuan.

ABSTRACT
Movies that promote woman as a strong figure seem to be a trend now. There are plenty of
popular films that offer a story where women fight within patriarchal society. Other popular
genres in this era are romance combined with supernatural. Beautiful Creatures is a movie
that offers a strong woman character with supernatural power. Some media also support the
character Lena Ducchanes as a feminist. This paper attempts to argue that notion. Although
Lena is intended to be a feminist by the authors, there are some traits of her and also some
conditions that weaken her position as a feminist. Through analysis of the movie and several
research studies, a conclusion is reached that some factors that are intended for promoting
Lena as a feminist actually reinforce how patriarchal society positions women., Movies that promote woman as a strong figure seem to be a trend now. There are plenty of
popular films that offer a story where women fight within patriarchal society. Other popular
genres in this era are romance combined with supernatural. Beautiful Creatures is a movie
that offers a strong woman character with supernatural power. Some media also support the
character Lena Ducchanes as a feminist. This paper attempts to argue that notion. Although
Lena is intended to be a feminist by the authors, there are some traits of her and also some
conditions that weaken her position as a feminist. Through analysis of the movie and several
research studies, a conclusion is reached that some factors that are intended for promoting
Lena as a feminist actually reinforce how patriarchal society positions women.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adysa Putri Adiansyah
"Penelitian ini mendiskusikan penerapan kebijakan Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Perfilman Nasional (P4N) di masa Orde Baru. Orde Baru menjadi masa di mana film impor tayang dengan subur di bioskop-bioskop Jakarta, ditemukan bahwa 1980 merupakan tahun yang memiliki catatan paling tinggi beredarnya film impor di Indonesia. Penerapan sistem ekonomi terbuka menjadikan film impor dengan leluasa masuk ke Indonesia, hal ini berdampak pada terpojoknya film nasional di bioskop. Permasalahan ini juga didukung oleh kurangnya kualitas film nasional serta para pengusaha bioskop yang lebih mendahulukan film impor untuk ditayangkan karena dianggap lebih menguntungkan. Tugas akhir ini disusun menggunakan metode sejarah dengan pengumpulan beberapa sumber seperti surat kabar dan majalah sezaman, buku, serta artikel jurnal yang memiliki aspek kajian serupa. Berdasarkan kajian para peneliti sebelumnya diketahui bagaimana dinamika industri perfilman di bioskop pada masa Orde Baru, tetapi belum ada yang secara spesifik membahas mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut melalui kebijakan P4N. Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan P4N yang dikeluarkan pemerintah bertujuan untuk mengatur produksi film nasional agar menghasilkan film yang berkualitas serta mengatur peredarannya di bioskop pada 1980-1991 sehingga dapat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Tulisan ini memberikan sumbangan pengetahuan mengenai sejarah perfilman nasional pada masa Orde Baru yang mengantarkan pada munculnya bioskop 21 yang masih berdiri hingga saat ini.

This article discuss the implementation of Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Perfilman Nasional (P4N) during the New Order era. The New Order was a period when imported films flourished in Jakarta cinemas. It was found that 1980 was the year with the highest record for the circulation of imported films in Indonesia. The application of an open economic system allows imported films to enter Indonesia freely, this has an impact on the cornering of national films in cinemas. This problem is also supported by the lack of quality of national films and cinema entrepreneurs who prefer imported films to be screened because they are considered more profitable. This final project was prepared using the historical method by collecting several sources such as contemporary newspapers and magazines, books, and journal articles that have similar aspects of study. Based on the studies of previous researchers, it is known how the dynamics of the film industry in cinemas during the New Order era, but no one has specifically discussed the policies issued by the government to overcome these problems through the P4N policy. The result of this research is that the P4N policy issued by the government aims to regulate national film production in order to produce quality films and regulate their circulation in cinemas in 1980-1991 so that they can compete with imported films. This paper contributes knowledge about the history of national cinema during the New Order era which led to the emergence of Cinema 21 which still exists today."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Cinta Rimandya Marezi
"Film Ini Kisah Tiga Dara merupakan karya adaptasi dari film drama musikal klasik di tahun 1956, Tiga Dara karya Usmar Ismail. Dengan latar cerita yang serupa, produser dan sutradara Nia Dinata mengemas filmnya menyesuaikan dengan konteks zaman ini. Nia Dinata menggambarkan adanya ketegangan antara kehidupan perempuan muda abad 21 di Indonesia dan nilai-nilai tradisi, khususnya dalam soal perjodohan, pernikahan dan kebebasan perempuan untuk memilih hidupnya. Film ini dianggap cukup kontroversial bagi masyarakat Indonesia karena mengangkat soal seks pranikah. Dari kacamata feminis, Ini Kisah Tiga Dara menawarkan wacana/ diskursus positif bagi representasi perempuan. Penelitian ini melihat bagaimana film Ini Kisah Tiga Dara adalah sebuah karya yang mengandung nilai estetika dan film feminis. Estetika feminis mengdepankan konsep-konsep teori film feminis antara lain: kritik terhadap male gaze, menguatkan suara perempuan, dan teknologi gender. Selain aspek teknis film, tesis ini menggunakan metode analisis wacana kritis, feminist stylistics dari Sara Mills. Feminist stylistics, Mills membongkar wacana bias gender melalui enam tahap yaitu: genre dan teks, gender dan penulisan, gender dan teks, gender dan butir bahasa, gender dan level kalimat, gender dan wacana. Pembuktian bahwa film ini merupakan karya feminis juga dilengkapi dengan pembahasan teori feminisme tentang seksualitas, otonomi, dan subjektivitas perempuan. Film ini adalah karya estetika dan film feminis yang memiliki tujuan melakukan perubahan sosial menuju masyarakat yang berkeadilan gender.

Ini Kisah Tiga Dara Three Sassy Sisters is a musical drama film inspired by Usmar Ismail rsquo s classical movie, Tiga Dara Three Maidens in 1956. With a similiar setting and background story, producer and director, Nia Dinata made her film by adjusting the context of the film in this modern era. Nia Dinata confronts the tension between women rsquo s being in the 21th century in Indonesia and traditional values in particular issues in marriage, women rsquo s autonomy and women rsquo s rights to choose her own life. This film is controversial because it discusses premarital sex which is still a taboo in the Indonesian context. This research looks at Ini Kisah Tiga Dara Three Sassy Sisters from a feminist perspective. This film offers a positive and empowered representation of women. This research discusses in depth feminist aesthetics and film and discusses feminist concepts for example, male gaze, female voice, and gender technology. This research also uses feminist critical discourse analysis method, and Sara Mills rsquo s six steps feminist stylistics genre and text, gender and writing, gender and reading, gender and individual lexical items, gender and clause level sentence level, gender and discourse level. This research uses feminist theory to look at feminist issues such as sexuality, women rsquo s autonomy, and women rsquo s subjectivity. I conclude that this film Ini Kisah Tiga Dara Three Sassy Sisters is a feminist film with a feminist project for social change."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Verso, 1988
305.42 GRA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Raini Nur Aprijianti
"Forking-path adalah salah satu variasi alur cerita dalam genre film modular narrative yang menyajikan kompleksitas naratif. Percabangan alur yang menjadi beberapa realitas merupakan salah satu ciri struktur narasi forking-path. Salah satu film yang menampilkan variasi alur forking path adalah Sliding Doors (1998) karya Peter Howitt. Terdapat dua Realitas pada film tersebut yang menampilkan subjektivitas perempuan dengan kemunculan berdasarkan kompleksitas yang berbeda. Penelitian ini akan menunjukkan terbentuknya kesadaran subjektivitas perempuan yang muncul dalam dua realitas berdasarkan hubungan antartokoh dan tindakan tokoh utama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dengan analisis struktural menggunakan teori genre modular narrative Allan Cameron, dan selanjutnya analisis ideologi teks dengan menggunakan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam dua realitas, Helen, sebagai tokoh utama, memperlihatkan konsistensi dalam memperkuat subjektivitas diri pada tataran yang sama, yaitu dengan cara bekerja, membangun intersubjektivitas, dan berkontribusi dalam ranah sosial. Posisi film Sliding Doors (1998) menunjukkan keberpihakan kepada perempuan. Ketika perempuan banyak dihadapkan pada konstruksi sosial yang membatasi, film ini muncul sebagai upaya memberi pilihan dan memperkuat ruang perempuan dalam membentuk independensi diri.

Forking-path is a type of modular narrative genre film that presents narrative complexity. The branching of the plot into several realities is one of the characteristics of the forking-path narrative structure. One of the films that presents two different realities appears in the film Sliding Doors (1998) by Peter Howitt. Two Realities in the film displays the subjectivity of women that appears based on different complexities. This research will show the awareness of women's subjectivity that appears in two realities based on the relationship between characters and the actions of the main character. The method used in this study is structural analysis using Allan Cameron's modular narrative genre theory, and then ideological analysis of the text using Simone de Beauvoir's existentialist feminist theory. The findings of this study indicate that in the two realities, Helen, as the main character, shows consistency in strengthening self-subjectivity at the same level, namely by working, building intersubjectivity, and contributing in the social realm. The position of the film Sliding Doors (1998) shows partiality to women. When many women are faced with limiting social constructs, this film appears as an effort to strengthen women's space in forming self-independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akbar Muhammad
"Artikel ini membahas mengenai implementasi neorealisme Italia oleh Usmar Ismail terhadap karya filmnya yang berjudul Darah dan Doa tahun 1950. Sejak pertama kali sinema hadir di Indonesia di tahun 1900, aspek komersial menjadi pondasi utama sinema Indonesia sehingga pembuat film memiliki daya kreativitas yang terbatas. Usmar Ismail bertekad untuk membuat film yang realistis sebagai upaya untuk membebaskan diri dari pengaruh komersial melalui penggambaran Long March Divisi Siliwangi. Oleh karenanya, muncullah pola baru dalam dunia sinema Indonesia, pola yang mengedepankan film agar tidak berfokus pada aspek dagang. Usmar Ismail dalam film ini menggunakan aliran neorealisme yang datang dari Italia, Usmar mengaplikasikannya dari sisi teknis dan naratif. Artikel ini ditulis menggunakan metode sejarah. Sumber yang digunakan adalah film, majalah, transkripsi, dan sumber-sumber sekunder seperti buku, artikel jurnal, artikel online, video YouTube yang diperoleh melalui Sinematek, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Pusat UI, dan secara daring.

This article discusses the implementation of Italian neorealism by Usmar Ismail in his film entitled Darah dan Doa in 1950. Since cinema first appeared in Indonesia in 1900, the commercial aspect was still very strong so that filmmakers had limited creative power. Usmar Ismail was determined to make a realistic film in an effort to free himself from commercial influences through his depiction of the Siliwangi Division's Long March. Therefore, a new pattern has emerged in the world of Indonesian cinema which prioritizes films that do not focus on commercial aspects. Usmar Ismail in this film uses neorealism which came from Italy, he applies it to the film techniques and narratives. This article was written using historical methods. The sources used are films, magazines, transcriptions, and secondary sources such as books, journal articles, online articles, YouTube videos obtained through Sinematek, the National Library, UI Central Library, and the internet."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faradisa Azharini
"Struktur organisasi pada newsroom tradisional bersifat hierarkis dengan arus informasi dan komunikasi satu arah, dari atas ke bawah. Ini berubah seiring diterapkannya sistem konvergensi di perusahaan media sehingga struktur menjadi lebih fleksibel. Namun adopsi nilai-nilai struktur tradisional masih bisa dirasakan. Struktur hierarkis tersebut berpotensi membatasi keberagaman suara dan timbulnya kesenjangan antara jurnalis laki-laki dan jurnalis perempuan, baik pekerjaan maupun kesejahteraan. Berlandaskan gagasan-gagasan dari teori feminisme, ada alternatif-alternatif lain yang dapat diterapkan pada struktur newsroom. Melalui studi literatur, ditemukan bahwa di beberapa negara banyak perempuan yang belum mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki, sementara di beberapa negara lainnya perempuan sudah mendapatkan hak yang sama. Dilihat dari pemanfaatan teknologinya, pelaksanaan sistem konvergensi sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan media di Indonesia, termasuk media bidang jurnalistik. Newsroom sudah dalam format yang lebih fleksibel dan terkonvergensi. Namun solusi yang berdasarkan teori-teori feminis belum bisa diaplikasikan sepenuhnya di Indonesia. Dilihat dari struktur organisasi dan peran yang diemban masing-masing aktor dalam newsroom, belum terbentuk struktur yang bersifat egaliter antara laki-laki dan perempuan.

Traditional newsroom have a hierarchical structure with one-way communication; top to down. The structure then became more flexible as media industries applied the convergence system on their newsroom. However, those traditional values can still be seen. Hierarchical structure can make limitation of diversity of voices also a gap between men and women journalists, both on works and prosperity. Based on feminist theories, there are alternative structures that can support women in media industries. In some countries, women journalists have got the same rights as men journalists but not in some other countries. From the usage of technology, media industries in Indonesia have changed their system into convergence system. Literature study on this paper found that the solutions given by the feminist theories can not be applied yet in Indonesia. Egalitarian structure between men and women journalists has not been established."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
DeNitto, Dennis
New York: Harper & Row Pub., 1985
791.43 DEN f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hacker,Jonathan
New York Oxford University Press 1991,
791.43 Hac t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>