Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120759 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iffi Aprillia
"Pada tahap pengerasannya, material bioaktif akan mengalami mekanisme hidrasi dengan melepaskan beberapa ion yang dikandungnya. Reaksi pada permukaan material ini dapat melepaskan dan merubah konsentrasi dari ion-ion terlarut yang akan memicu terjadinya respon intraseluler dan ekstraseluler dan akan mengkonduksi terjadinya pembentukan jaringan keras. Ion kalsium (Ca2+) yang dilepas material bioaktif berperan dalam fungsinya sebagai peningkat pH, bakterisid, menekan aktivitas osteoklas, serta merangsang pembentukan fibroblas.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelepasan ion Ca2+ dari material bioaktif MTA-Angelus® dan Biodentine®. Sebanyak 46 sampel dipersiapkan dengan ukuran Ø 2 mm dan tinggi 2 mm, terdiri dari 23 sampel kelompok MTA Angelus®, dan 23 sampel kelompok Biodentine® direndam dalam air deionisasi selama 1 jam dan 48 jam. Larutan perendam kemudian diukur kadar pelepasan ion Ca2+-nya menggunakan alat atom absorption sphectropometer, kemudian hasilnya diuji statistik menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil uji statistik post hoc Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna diantara semua kelompok dengan nilai signifikansi p≤0,05. Biodentine® terbukti melepaskan ion Ca2+ lebih banyak dibandingkan dengan MTA Angelus® pada waktu pengukuran 1 jam dan 48 jam.MTA Angelus® melepaskan ion Ca2+ lebih cepat jika dibandingkan dengan Biodentine®.

On the setting stage, the bioactive materials will experience hydration mechanism by releasing a number of their ions. The reaction on the surface of these materials can release and alter dissolved ions concentration which will trigger an intracellular and extracellular responses. This process will also conduct remineralization. The released Ca2+ ions will increase alkalinizing activity, antibacterial, suppressing osteoclast activity as well as stimulating fibroblast formation. The aim of this study is to analyze Ca2+ ion release from MTA Angelus® dan Biodentine® as a bioactive material. As many as 46 samples are prepare with the size of 2 mm in diameters and 2 mm in height. The samples consist of 23 of MTA Angelus® samples, and 23 of Biodentine® samples. Both materials were soaked in deionized water for an hour which will then be measured. Both materials will then be transferred into fresh solution and will be soaked for 48 hours before they would be measured for the second time. The measurements will be conducted by using atom absorption sphectropometer. The result will later be statistically tested using a Kruskal Wallis test. Mann Whitney post hoc’s statistic test result showed a significant discrepancy among all groups, whit the significant value of p≤0,05. . Biodentine® was proven to release more Ca2+ ions compared to MTA Angelus® during the 1 and 48-hour measurments. MTA Angelus® released Ca2+ ion faster than Biodentine® does.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Pungki Hardiyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketebalan komposit resin serat pendek KRSP dan iradiansi terhadap kekerasan dan depth of cure DoC. Dua puluh empat spesimen KRSP berbentuk silinder berdiameter 6 mm dibagi menjadi 2 kelompok ketebalan; 4 dan 5 mm n=12. Masing-masing kelompok dibagi menjadi 2 kelompok yang dipolimerisasi dengan iradiansi berbeda; 1000 dan 1200 mW/cm2 n=6. Setiap spesimen dipolimerisasi selama 20 detik dengan jarak penyinaran 2 mm. Nilai kekerasan didapat melalui uji kekerasan Vickers dan DoC didapat dengan mengukur rasio kekerasan permukaan bawah terhadap permukaan atas. Data dianalisis menggunakan uji statistik One-Way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan.

This study aims to analyze the effect of short fibre reinforced resin composite SFRC thickness and light curing irradiance on the hardness and depth of cure DoC . Twenty four specimens of SFRC were made into cylindrical shape with a diameter of 6 mm and divided into 2 different thickness groups 4 and 5 mm n 12. Each group was divided into another 2 different groups which was cured by different irradiance 1000 and 1200 mW cm2 n 6 . Each specimen was cured for 20s with 2 mm light curing distance. The hardness was measured by Vickers hardness test and DoC was measured by calculating a hardness ratio of the bottom to the top surface of specimens. Data were analyzed statistically by One Way ANOVA tests. The result showed significant differences."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Latar Belakang: Remineralisasi pada dentin affected dapat terjadi secara guided tissue remineralization (GTR). Remineralisasi ini terjadi pada matriks intrafibrilar kolagen dentin karena peran protein non kolagen yaitu Dentin Matriks Protein 1 (DMP1) yang dapat rusak saat proses demineralisasi. Dibutuhkan material analog pengganti DMP1 untuk proses remineralisasi, salah satunya adalah asam poliaspartik dalam proses Polymer-Induced Liquid Precursor (PILP). Tujuan: Menganalisis remineralisasi yang terjadi pada demineralized dentin setelah diinduksi oleh asam poliaspartik dalam proses PILP. Metode: Sampel berupa dentin blok direndam pada larutan demineralisasi lalu dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok demineralized dentin tanpa perendaman larutan asam poliaspartik dan kelompok dengan perendaman larutan asam poliaspastik selama 3, 7, dan 14 hari. Sampel di evaluasi dengan uji SEM dan EDX. Hasil: Terdapat perbedaan signifikan antara kelompok demineralized dentin dengan kelompok remineralisasi asam poliaspartik pada hari ke 3, 7, dan 14. Remineralisasi yang terjadi berupa deposit ion kalsium dan fosfat. Kesimpulan: Asam poliaspartik dalam proses PILP memiliki potensi untuk meremineralisasi demineralized dentin.

Background: Remineralization on affected dentin can be occurred by guided tissue remineralization (GTR) method. The remineralization process took place in intrafibilar matrix dentin collagen which regulated by a non collagenous protein, Dentin Matrix Protein (DMP 1) which can be destroyed during demineralization process. Remineralization process requires non collagenous protein analog material, one in particular is poliaspartic acid in Polymer-Induced Liquid Precursor (PILP) process. Objective: To analyze remineralization process that occured on demineralized dentin after application polyaspartic acid in PILP process. Method: Dentin block sample was soaked in demineralized solution. The sample then divided into four groups which are demineralized dentin without application of poliasparticacid solution, and demineralized dentin soaked in polyaspartic acid solution in the period of 3 ,7 and 14 days. The samples were evaluated by using SEM and EDX. Result: A statistically significant result between demineralized dentin group and remineralization with poliaspartic acid group within 3, 7, 14 days. Remineralization occurred by calcium and phosphate ions deposition. Conclusion: Polyaspartic acid in PILP process has the capability of remineralizing demineralized dentin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmeisari
"Latar Belakang: Kerapatan pengisian saluran akar merupakan hal yang penting bagi kesuksesan perawatan saluran akar. Pengambilan gutaperca dan preparasi pasak pada restorasi gigi pasca PSA dapat mengganggu kerapatan bahan pengisi yang tersisa. Siler saluran akar sebaiknya dapat mempertahankan kerapatan bahan pengisi setelah dilakukan pembuangan gutaperca dan preparasi pasak. Siler epoksi telah digunakan secara luas karena memiliki sifat adhesif dan kerapatan yang baik dengan dinding saluran akar. Baru-baru ini siler MTA juga telah dikembangkan dan dikatakan memiliki sifat adhesif dan kerapatan yang baik.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kerapatan sepertiga apeks pengisian saluran akar dengan siler epoksi dan siler MTA setelah dilakukan preparasi pasak.
Metode: Preparasi saluran akar dilakukan pada empat puluh gigi manusia dengan saluran akar tunggal dan dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yaitu kelompok siler epoksi (SE) dan siler MTA (SM). Preparasi saluran akar dilakukan dengan ProTaper rotary, dan irigasi NaOCl 2,5% dan EDTA cair 17%. Preparasi pasak dengan peeso reamer dilakukan 7 hari pasca pengisian dengan menyisakan bahan pengisi sepanjang 5 mm di bagian apeks. Kerapatan sisa bahan pengisi diukur dengan menghitung penetrasi tinta pada sampel yang telah ditransparansi. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo perbesaran 20 kali. Skor 1 untuk penetrasi tinta 0-0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi tinta 0,51-1mm, dan skor 3 untuk penetrasi tinta >1 mm.
Hasil: Data penetrasi tinta pada kelompok SE: skor 1 sebanyak 35%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 35%. Sedangkan pada kelompok SM skor 1 sebanyak 25%, skor 2 sebanyak 30%, dan skor 3 sebanyak 45%. Uji Chi-Square menunjukkan terdapat perbedaan kerapatan yang tidak bermakna antara kelompok SE dan SM.
Kesimpulan: Pengisian sepertiga apeks pasca preparasi pasak pada kelompok siler epoksi lebih rapat dibandingkan kelompok siler MTA, namun keduanya tidak berbeda bermakna.

Background: Root canal obturation sealing ability is an important part of endodontic success. Restoration of endodontically treated teeth may sometimes need post and core. Post preparation procedure requires partial removal of the root canal filling to prepare adequate space for the post and retention of the intra canal post. Root canal sealer should be able to maintain obturation seal. Epoxy sealer has been widely used because its adhesive properties and sealing ability. Recently MTA sealer has also been developed and according to the manufacturer, MTA sealer also has adhesive properties and good sealing ability.
Aim: The aim of this study was to analyze the sealing ability of apical third of the root canal a with epoxy sealer and MTA sealer after post preparation.
Methods: Root canal preparation was performed on forty human teeth with a crown down technique; irrigation with 2,5% NaOCl and 17% EDTA, and lubrication with RC-Prep were used. The canals were then filled with gutta-percha and root canal sealer utilizing a cold lateral condensation technique. MTA Fillapex or AH-Plus were used in the experimental groups. The teeth were cleared with Robertson technique and examined under a stereomicroscope. Post preparation was performed with peeso reamer 7 days after obturation. Residual seal was measured by counting dye leakage. Observations were made with a stereo microscope magnification of 20 times. Score 1 for ink penetration 0-0.5 mm, a score of 2 to 0.51 - 1mm dye leakage, and a score of 3 for dye leakage > 1 mm.
Results: Dye leakage on the SE group: score1 : 35 %, score 2: 30 %, and score 3: 35 %. While the SM group: score 1: 25 %, score 2: 30 %, and score 3: 45 %. Chi-Square test showed no significant differences in density between the SE and SM group.
Conclusion: Dye leakage demonstrated that SE group show less leakage than SM group. Chi-Square test show there is no significant difference between both group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gemala Birgitta
"Pembersihan gigi tiruan lepas akrilik sangat penting untuk mencegah terjadinya peradangan pada mukosa mulut dibawah basis gigi tiruan akrilik. Peradangan dapat disebabkan oleh plak dan mikroorgauisme yang menempel pada basis gigi tiruan akrilik tersebut.
Urnumnya pasien-pasien pemakai gigi tiruan lepas akrilik membersihkan gigi tiruannya dengan menggunakan sabun atau pasta gigi, tetapi belum ada penelitian mengenai efektivitas kedua bahan tersebut. Selain itu ada pula bahan pembersih yang mengandung peroksida yang terdapat dalam bentuk tablet yang dilarutkan dalam air.
Tulisan ini melaporkan hasil penelitian tentang perbandingan efektivitas sabun, pasta gigi dan hidrogen peroksida 3 % clalam membersihkan gigi tiruan lepas akrilik.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini, nilai derajat kebersihan gigi tiruan lepas akrilik yang paling tinggi adalah bila gigi tiruan dibersihkan dengan sabun, disusul dengan pasta gigi dan hidrogen peroksida 3 %, walaupun secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Meidyawati E.H.
"Penelitian ini dilakukan untuk mencari cara sterilisasi guta-perca yang efektif dan efisien sebelum digunakan untuk mengisi saluran akar. Guta-perca yang dicemari Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis direndam dalam natrium hipoklorit dengan konsentrasi 5,25 % ; 2,65 % ; 1,31 % dan ke dalam povidon yodium dengan konsentrasi 10 % ; 1 % ; 0,5 % selama 0,5; 1; 3; 6 menit. Kemudian dibilas dengan merendam dalam larutan fisiologis NaCl steril, lalu dibiak dalam perbenihan thioglikolat,dan dieramkan pada suhu 370C selama 72 jam, untuk dilihat apakah perbenihan tetap jernih, atau menjadi keruh. Ternyata efek kedua desinfektans ini tidak berbeda bermakna. Dapat disimpulkan bahwa kedua bahan ini bisa digunakan untuk sterilisasi guta-perca sebelum pengisian saluran akar. Pada konsentrasi yang kecil dan dalam waktu yang singkat kedua desinfektans ini sudah cukup efektif mematikan kuman Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doddy S.H. Soemawinata
"Retensi merupakan permasalahan yang sering dijumpai dalam menentukan keberhasilan pembuatan gigi tiruan lengkap. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui teknik pencetakan yang dapat memberi retensi optimal pada gigi tiruan lengkap akrilik rahang atas antara pencetakan yang dilakukan dengan border molding dan tanpa border molding. Selain itu juga untuk mengetahui perbedaan setiap kasus yang dilihat dari segi anatomi rahang. Pada penelitian ini digunakan lima subyek penelitian. Masing-masing subyek dicetak rahangnya dan dibuatkan dua basis gigi tiruan rahang atas, hasil dari border molding dan tanpa border molding yang diberi kaitan kawat di tengah bagian median basis. Setiap basis gigi tiruan lengkap dilakukan uji kecekatannya pada kaitan kawat yang tersedia dengan menggunakan alat Instron tipe 4301. Hasil pengujian kecekatan dihitung secara statistik dengan Student T-Test untuk membedakan antar metode pada masing-masing subyek dan analisis kualitatif untuk menjelaskan perbedaan antar subyek penelitian. Setelah pengujian diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara basis gigi tiruan lengkap yang dihasilkan dengan dilakukan border molding dan tanpa border molding. Selain itu antara kelima subyek penelitian secara kuantitatif tidak menunjukkan adanya homogenitas. Melihat hasil yang diperoleh maka dapat disarankan kepada para dokter gigi untuk melakukan border molding pada pencetakan rahang pasiennya terutama dengan keadaan tulang alveolar yang telah menyusut. Hal ini dilakukan agar diperoleh retensi yang optimal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mindya Yuniastuti
"ABSTRAK
Inflammation is one of the body's defence mechanism against irritants, infectious agents, and injury. During its process, pain, swelling, redness, and other discomforts also occur as cardinal sign of inflammation. Therefore, people seek for medicine to encounter those effect. Sereh is one of the herb plants which have anti inflammation effect. However, effect of sereh on inflamed oral mucous has not been clinically examined. The aim of this research is to examine and to compare the influence of sereh dapur (Cymbopogon citratus) and sereh wangi (cymbopogon winterianus Jowitt) extract on inflamed oral mucous induced by Hydrogen Peroxide 10%. Thirteen wistar rats were used in this research and divided four groups; control group I (3 rats), control II (3 rats), sereh dapur extract groups (4 rats) and sereh wangi extract groups (3 rats). All rats in sereh dapur, sereh wangi and control II groups received 3x10 minutes application of Hydrogen Peroxide 10% on their vestibulum for 3 days, while rats in control group I received application of Aquadest. On the 4th day, all groups that received Hydrogen Peroxide 10% were application 3x5 minutes for 3 days for each substance. After rats have been killed, their oral mucous were processed and examined under microscope. Statistical result shows there are differences on oral mucous reaction between sereh dapur and sereh wangi extract with control groups. Based on the research result, it can be concluded that both sereh dapur dan sereh wangi can reduce oral mucous inflammation induced by Hydrogen Peroxide 10%."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Talia Andam Sadikin
"Latar Belakang: Restorasi resin komposit masih memiliki kekurangan, yaitu terjadinya kebocoran mikro akibat kontraksi saat polimerisasi sehingga dapat menyebabkan kegagalan restorasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tingkat kebocoran mikro dinding restorasi kelas I antara RK packable (RP) dan RK flowable dengan kandungan filer tinggi (RF).
Metode: Kavitas kelas I dipreparasi pada tiga puluh dua gigi premolar kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ditumpat dengan RP, kelompok kedua dengan RF, keduanya ditumpat secara inkremental. Selanjutnya spesimen dilakukan uji thermocycling dan diikuti perendaman dalam biru metilen 1% selama 24 jam. Gigi kemudian dibelah bukolingual dan diamati menggunakan mikroskop stereo pembesaran 14x dan dinilai dalam skala ordinal (0-4). Analisis statistik dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok RP dan RF (p=0,699).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kebocoran mikro menggunakan RP maupun RF yang ditumpat secara inkremental. Namun secara substansi, RF menunjukkan kebocoran mikro lebih sedikit dibandingkan dengan RP.

Background: Composite resins undergo contraction during polymerization which may result in microleakage and leads to restoration failure. The purpose of this study is to analyze the microleakage of Class I restorations that were filled with packable composite (RP) and high filler flowable composite (RF) incrementally.
Methods: Standardized Class-I cavities were prepared on 32 extracted human premolars and randomly assigned into two groups. The first group were filled with RP and the second group were filled with RF. The specimens were subjected to thermocycling, followed by immersion in 1% methylene blue dye for 24 hours. The teeth were sectioned bucco-ligually and evaluated for microleakage under 14x magnification stereomicroscope and scored in ordinal scale (0-4). Statistical analysis was performed with the Kolmogorov-Smirnov test.
Results: There was no significant difference between group RP and RF (p=0.699).
Conclusion: There is no significance difference between microleakage by RP and RF. But substantially, RF provided less microleakage than RP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ami Amelya
"Ketepatan tepi servikal merupakan aspek yang penting pada perawatan dengan gigi tiruan cekat. Adaptasi tepi servikal yang buruk dapat menyebabkan terjadinya karies dan penyakit periodontal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan ketepatan tepi servikal mahkota tiruan all-ceramichasil rekam digital scanner(CAD/CAM system) secara directyang direkam dalam mulut dan secara indirect yang direkam dari model kerja. Penelitian dilakukan pada 23 gigi posterior yang di preparasi untuk mahkota tiruan all-ceramic kemudian direkam secara direct dengan intraoral digital scanner dan dicetak untuk mendapatkan model kerja yang kemudian direkam dengan extraoral digital scanner. Sehingga didapatkan 46mahkota tiruan allceramic (Feldspathic ceramic, VITA Mark II, VITA Zahnfabrik) dibuat dengan sistem CAD/CAM CEREC 3D (Sirona). Ketepatan tepi didapat dengan mengukur potongan replika gigi hasil pencetakan ruang antara mahkota tiruan dengan gigi yang telah dipreparasi. Pengukuran dilakukan pada 4 titik dari 46 spesimen dengan Measuring microscopeMM-40 (Nikon, Japan) dengan perbesaran 50x. Hasil penelitian menemukan bahwaketepatan tepi servikal antara mahkota tiruan all-ceramichasil rekamdigital scannersecara direct dengan indirect memiliki perbedaan yang bermakna (P<0,05). Mahkota tiruan all-ceramic hasil rekam digital scanner secara direct memiliki ketepatan tepi yang lebih akurat (70,1μm ± 13,3) daripada indirect (82,3μm ± 12,2).

Marginal fit is an important aspect in treatment with fixed dental prosthesis. Poor marginal adaptation can result in dental caries and periodontal disease. The objective of this study was to analyze the marginal fit of all-ceramic crown fabricated from impression with direct digital scanner intraorally and indirect digital scanner extra orally from working model. 23 posterior tooth wereprepared for all ceramic crowns then scanned with intra oral digital scanner (direct) and impression were made for working model fabrication and then scanned with extra oral digital scanner (indirect).The total of 46 all-ceramic crowns (Feldspathic ceramic, VITA Mark II, VITA Zahnfabrik) were fabricatedwithCAD/CAM system CEREC 3D (Sirona). Marginal fit were evaluated from measuring the silicone replica of the gap between the intaglio of full veneer crown and the margin of the prepared tooth. The 46 specimen was examined using Measuring microscopeMM-40 (Nikon, Japan) with a magnification of 50x. Statistical differences were found between marginal fit of all-ceramic crown fabricated from impression with direct digital scanner and indirect digital scanner(P<0,05). All-ceramic crown fabricated from impression with direct digital scanner (70,1μm ± 13,3) were significantly more accurate than indirect digital scanner (82,3μm ± 12,2).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>