Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Background : Alternative complementary health service by health workers is one of the alternative treatment that can contribute to improve the health of adults and is demand by the public. implementation of complementary alternative medicine baesd on MOH regulation No. 1109/MOH/ 2007. aseessment of complementary alternative medicine policy implementation and its impact on the licencing of health workers was conducted to determine the impact on the implementation and licencing of health workers who practice complementary alternative medicine. Methods: The assessment was based on qualitative appoach in 3 provinces: Bali (Denpasar and Tabanan), West Java (Bandung District) and Central Java (Semarang and Kendal). The data collection by in depath interview and round table discussion (RTD). Health wrokers who perform complementary alternative care, SDK Head of Provincial Health Office and District/ City as well as associations or professional organizations as information resources. data analysing was done by triangulasi and and content analysis. Result: The result shown MOH regulation no. 1190 in the year 2007, interpreted differently by provinial Health Office. In the most provinces have not even been implemented. The Professional organization did not have any college to access the competence of its members, health personnel licensing requirenment more difficult than traditional healers. In adition, many professional organizations which have not been officially recognized standart of competence and have not had, and still there are associations that have not been accredited. So that the recommendations given in the framework of the licensing of health workers accountable difficult. Recomendation: Minister Regulation No. 1076 of 2003 needs to be revised to be able to distinguish clearly the competence and authority of traditional healers and health workers who practice acupunture. In addition, people can asily distinguish the difference between traditional health and complementary alternatives, including the capabilities of both. "
BULHSR 17:3 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rivai
"Pengobatan alternatif denganjumlah dan nama yang beragam merupakan realita yang ada di masyarakatsejak dahulu. Keberadan pengobatan alternatif di masyarakat memang pada masa pembangunan yang mementingkan layanan sarana seperti Puskesmas dan Posyandu sepertitidakterdengar. Pendirian sarana kesehatanoleh pemerintah yang selama bertahun-tahun dilakukan untuk menjangkau masyarakat agar dapat menjangkau akses layanan kesehatan ternyata tidak menyebabkan keberadaan pengobatan alternatif hilang. Krisis moneter yang berlangsung pada tahun 1997 merupakan contoh bagaimana keberadan pengobatan alternatif justru berkembang dan populer. Di tengah perkemangandan popularitas pengobatan-pengobatan alternatif yang adaternyata ada sebuah pengobatan yang dalam perkembangannya didasari oleh semangatuntuk menjalankan kembali ajaran-ajaran Islam. Semangat untuk mempromosikan ajaran Islam dalam bidang pengobatankepada masyarakatinilahyangdapat menjadi motivasiuntukterus bertahan dan berkembang. Pengobatan itu adalah bekam.
Dalam penelitian ini, Bekam dan Ruqyah Center (BRC) Jakarta merupakan contoh sebuah lembaga pengobatan yang mendasarkan pengobatannya dengan klaim sebagai lembaga yang melaksanakanpengobatan sesuai sunnah ajaran Islam. Niat ini nampaknya cukupberalasan, sebab BRC bukan hanya sekedar hadir di masyarakat tetapijuga sebagai wujud dan upaya mereka untuk menjadi lawanpengobatan yang menurut mereka tidak Islami dan menyimpang dari ajaran Islam. Peneliti mendapatkan bahwa dalam perkembangannya mereka melakukan suatu upaya inovasi yang dalamcontoh dalam tiga informan bukan hanya mampu mendapat pasien pelanggan dari kalangan Muslim saja, namun juga kalangan non-muslim sebagai pasien setia mereka.
Alternative medicine with varying number and its name is a reality inthe society. The availability of alternative treatment in the community was at the time of development that emphasizes services of healthfacilities by the government over the years done to reach the public in order to reach access to health services does not make the existence of alternative medicine is lost. The monetary crisis which took place in 1997 is an example of how the existence ofalternative medicinebecame popular. In the popularity of some alternative treatments for some people there is one of them which has a spirit to promote Islamic teachings in the field of the treatment. That spirit take a momentwhen reformation era which jus has started and always show their existence in society. The treatment is bekam (cupping).
Research study by mein Bekam and Ruqyah Center (BRC) in Jakarta in this case is an example of an institution that bases its treatment with bekam. As an institutionwhichclaimsimplementappropriatetreatment Sunnah Islamic teachings seems quite reasonable, becausethe BRC is not just present in society but also as beings and their attempts to become the opposite treatment that they think is un-Islamic and deviated from Islamic teachings. Researchers found that in their efforts to promote bekam assharia are not only able to receive patients from Muslim customers, but also among non-Muslims as their patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8276
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni
"Pengobatan beiiatnt sentiyu merupakan pengobatan alternatif dari sejumlah pengobatan yang dikenal oleh orang Dayak Benuaq. Pengobatan ini dilandasi oleh pengetahuan orang dayak Benuaq mengenai konsep sakit - sehat, penyebab dan klasifikasi penyakit. konsep betiatnt sentiyu, proses dan pelaku yang terlibat dalam pengobatan serta faktor predisposisi sehingga pengobatan ini masih dipraktekkan.
Penelitian yang mengambil lokasi di Desa Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dilakukan pada 25 Oktober - 4 November 1999. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengamatan, pengamatan terlibat, dan wawancara mendaiam. Penyakit yang diderita oleh seseorang bagi orang Dayak Benuaq adalah akibat perilaku individu tersebut dalam menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Penciptanya, manusia dengan alam lingkungan sekitar tempat tinggalnya, atau hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ketidakharmonisan hubungan akan menyebabkan penyakit di derita oleh seseorang atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, pelt' dilakukan pengobatan beliatnt sentiyu sebagai upaya penyembuhan penyakit tersebut Penyakit (illness) oleh orang Dayak Benuaq dibagi dalam dua klasifikasi yakni penyakit berat (rotate tahapt) dan penyakit ringan. (rotatn ele).
Konsep pengobatan beliatnt sentiyu berawal dari kerasukan (sentiyu = kerasukan) mengenal sejumlah pelaku yakni : pemeliatnt (penyembuh tradisional), rotatn ("pasien"), penu'ung (pemusik), dan pengugu/pengegugu garu (orang yang membantu pemeliatnt menyiapkan segala perlengkapan upacara). Pengobatan beliatnt sentiyu erat terkait dengan sistem religi asli orang Dayak Benuaq.
Tahapan dalam proses pengobatan beliatnt sentiyu diawali dengan pemeriksaan terhadap rotant oleh pemeliatnt dengan cara : (i) kakaap (meraba tubuh rotatn yang dirasakan sakit); (ii) nyegook (mengisap bagian kepala rotatn); (iii) nyentaau ("mendiagnosa" dengan menggunakan Jilin di dalam mangkuk untuk mengetahui penyakit rotatn); (iv) tafsir mimpi (menanyakan mimpi yang pernah dialami oleh rotatn atau keluarganya); (v) ngentaas (memanggil roh kelelungan para pengentaas ); (vi) melihat hati dan limpa babi. Ramuan-ramuan tumbuhan dan hewan digunakan bersamaan atau terpisah dari pengobatan beliatnt sentiyu.
Pelaksanaan pengobatan beliatnt sentiyu dapat dilakukan pada pagi, slang, sore, maupun malam hari, balk di lou (rumah panjang) maupun di rumah rotatn. Lamanya waktu pengobatan tergantung pads tingkat keparahan suatu penyakit. Demikian pula, jumlah pemeliatnt yang terlibat dalam sebuah pengobatan beliatnt sentiyu. Biaya yang dikeluarkan untuk suatu penyelenggaraan pengobatan beliatnt sentiyu tergantung pada ringan atau beratnya penyakit den lamanya proses pengobatan.
Beliatnt sentiyu merupakan fakta pengobatan tradisional yang masih dipraktekkan oleh orang Dayak Benuaq dengan segala segi positif mauptm negatifnya. Penelitian laboratorium terhadap sejumlah ramuan tumbuhan dan hewan yang digunakan dalam pengobatan nil perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui manfaat atau bahayanya bagi kesehatan. Kerjasama lintas sektoral antara Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, dan Departemen Pendidikan Nasional perlu diupayakan agar pengobatan beliatnt sentiyu dapat dikembangkan sebagai aset pariwisata dengan retail melakukan pembinaan guna meningkatkan derajat kesehatan pada Orang Dayak Benuaq.

Beliatnt Sentiyu : Alternative Medicine of the Dayak Benuaq People (A Study of the Dayak Benuaq People at Tanjung Isuy village, Jempang Subdistrict, West Kutai District, East Kalimantan 1999)
One of the healing systems among the Dayak Benuaq is beliatnt sentiyu. Concepts of illness and health, the classification of disease and their causes, the actors involved in the healing process and predisposition factors are elements of this healing system.
The study was carried out at Tanjung Isuy village, Jempang subdistrict, East Kalimantan from 25 OCtober to 4 November 1999. Participant observation and in-depth interviews were used as data collection method.
An illness is perceived as a result of a person's behavior in maintaining a hatsnonious relationship between said person and his/her's creator, the natural environment ar his/her fellow man. An inharmonious relationship will cause one or a group of people to suffer illness. Among the Dayak Benuaq, illness is divided into `severe' illness (rotatn tahapt) and `light' illness (rotatn ele).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muria Herlina
"Salah satu dampak krisis ekonomi adalah obat dan pengobatan oleh dokter menjadi mahal yang menyebabkan masyarakat beralih ke pengobatan alternatif. Pada kenyataannya, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan belum sepenuhnya mampu menangani masalah-masalah kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemilihan jenis pengobatan alternatif dan faktor-faktor yang berhubungan dengan hal tersebut di Kota Bengkulu. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional untuk menyelidiki hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, keyakinan dan sikap terhadap pemilihan jenis pengobatan alternatif. Responden adalah 100 orang kepala keluarga yang berdomisili lebih dari 3 tahun dilokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap dan variabel pekerjaan yang berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif, sementara umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan keyakinan tidak berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif. Dari variabel-variabel tersebut, yang paling dominan hubungannya dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif adalah sikap dengan nilai OR = 3,2937 (CI = 1,3511-8,0297).
Proporsi pengobatan alternatif yang memilih jenis keterampilan adalah 62% yang terdiri dari 49% ditolong oleh tukang pijat, 10% oleh pijat refleksi dan 3% oleh sinshe akupuntur. Sementara itu proporsi yang memilih pengobatan alternatif jenis ramuan obat adalah 38% yang terdiri dari ramuan (19%), penjual jamu (16%), tabib (2%), dan pengobatan dengan pendekatan agama yang dipadukan dengan ramuan (1%).
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengobatan alternatif dimasa yang akan datang maka disarankan untuk melakukan pengawasan dan pelatihan disamping memberikan sertifikat khususnya kepada tukang pijat, tukang pijat refleksi, penjual jamu dan pengobatan yang menggunakan ramuan. Disamping hal ini juga disarankan untuk meningkatkan kerjasama antara pengobatan altematif dengan para dokter sesuai bidang keahlian masing-masing.

One of the impact of economic crisis was the medicine as well as medication by doctor became expensive therefore many of the community turn to alternative medication. In fact, the science and technology of medication couldn't fully handle all health problems.
The purpose of this research to know the description choosing kind of alternative medication usage and factors related it in Bengkulu City. The design of this research was cross sectional to investigate relationship between ages, education, occupation, income, knowledge, believe and attitude with choosing kind of alternative medication. The respondents are 100 head of families who had lived more than three years in the location of the research.
The result of the research showed that attitude and occupation variables had relationship with choosing kind of alternative medication while age, education, occupation, income, and knowledge have no relationship. From those variables, the most dominant variable to alternative medication choosing kind was attitude with OR = 3, 2937 (CI = 1, 3511 - 8, 0297 ).
The proportion of alternative medication who choose kind skilled was 62% which consist of 49% helped by message attendant, 10% by reflection message and 3% by sinshe acupuncture (Chinese healer). Meanwhile, the proportion who choose kind of alternative medication using compounds was 38% which consist of compounds (19%), jamu seller (16%), tabib (traditional healer) 2% as well as medication by using religious approach combined with compound (1%).
In order to increase the quality of alternative medication choosing kind in the future, it was suggested to hold supervision and training and giving certificate especially to message attendants, reflection messenger, jamu sellers as well as medication using herbal compound. Besides this, it was also recommended to enhance the cooperation between alternative healers with doctors according to their skill respectively.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Maulida Sari
"ABSTRAK
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini ialah konflik antara pengobatan biomedis dan CAM, yang mana keduanya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pengobatan biomedis bersandar pada model biomedis dengan pendekatan EBM Evidence Based Medicine , sedangkan CAM bersandar pada model humanistik dengan pendekatan PCM Patient Based Medicine . Perbedaan tersebut dibahas menggunakan teori paradigma Thomas Kuhn. Pertentangan pengobatan biomedis dan CAM memperlihatkan bahwa pengobatan biomedis adalah pengobatan yang dominan terhadap CAM yang termarginalkan. Pertentangan tersebut dibahas menggunakan teori standpoint Sandra Harding. Akhirnya, solusi dimunculkan demi menjawab pertentangan tersebut yaitu dengan pengobatan terintegrasi.

ABSTRACT
The problem discussed in this thesis is the conflict between biomedical medicine and CAM, which both have different characteristics each other. Biomedical medicine is rely on biomedical model with EBM approach, whereas CAM rely on humanistic model with PCM approach. The differences will be discussed using paradigm theory by Thomas Kuhn. The conflict between biomedical medicine and CAM shows that biomedical medicine is dominant over CAM which marginalized. The conflict is discussed using standpoint theory by Sandra Harding. Finally, solution is emerged to answer the conflict by using integrated medicine. "
2017
S68009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatul Ulya
"Skripsi ini membahas mengenai studi sosiologi kesehatan tentang keputusan pemilihan pengobatan alternatif pada pasien patah tulang. Studi-studi terdahulu yang membahas mengenai faktor-faktor pemilihan pengobatan alternatif kebanyakan menggunakan faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor budaya untuk menjelaskan penyebabnya. Pada penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan pada pengobatan alternatif dan tingkat kepuasan pada pengobatan konvensional untuk melihat pengaruhnya terhadap keputusan pemilihan pengobatan alternatif patah tulang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif eksplanatif untuk menjelaskan hubungan antar variabel dengan uji statistik Goodman and Kruskal Tau. Sampel pada penelitian ini berjumlah 160 responden, dengan kriteria yang pernah mengalami patah tulang, pernah melakukan pengobatan alternatif dan konvensional, berusia 15-64 tahun dan berdomisili di Jabodetabek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan pada pengobatan alternatif terhadap keputusan pemilihan pengobatan alternatif. Adapun dimensi kepercayaan paling tinggi yang mempengaruhi pemilihan pengobatan alternatif adalah cues to action, yaitu 71,25%. Namun, penelitian ini juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat kepuasan pada pengobatan konvensional terhadap keputusan memilih pengobatan alternatif. Hal ini karena responden memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pengobatan konvensional. Salah satu dimensi kepuasan yang tinggi adalah dimensi responsiveness, yaitu kesigapan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis sebesar 68,13%.

This thesis discusses the sociology of health regarding the decision to choose alternative medicine in fracture patients. Previous studies that discussed the factors for choosing alternative medicine mostly used economic factors, social factors, and cultural factors to explain the causes. This study uses the level of belief in alternative medicine and the level of satisfaction with conventional treatment to see the effect on the decision to choose alternative treatment for fractures. This study uses an explanatory quantitative method to explain the relationship between variables using the Goodman and Kruskal Tau statistical test. The sample in this study amounted to 160 respondents, with criteria that had experienced a fracture, had done alternative and conventional treatment, aged 15-64 years and lived in Jabodetabek. The results of this study indicate that there is a relationship between the level of trust in alternative medicine and the decision to choose alternative medicine. The highest dimension of trust that affects the choice of alternative medicine is cues to action, which is 71.25%. However, this study also shows that there is no relationship between the level of satisfaction with conventional treatment and the decision to choose alternative medicine. This is because respondents have high satisfaction with conventional treatment. One of the dimensions of high satisfaction is the dimension of responsiveness, namely the responsiveness of services provided by medical personnel by 68.13%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Widowati
"Belakangan ini masalah pengobatan alternatif menjadi bahan perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan banyaknya anggota masyarakat yang menggunakan pengobatan ini. Penelitian ilmiah untuk mengetahui apakah pengobatan alternatif ini aman sampai saat ini belum memuaskan . Peraturan hukum yang secara khusus mengatur pengobatan alternatif sampai saat ini juga belum ada sehingga apabila ada suatu tindakan melawan hukum dalam bidang pengobatan alternatif ini berlaku ketentuan umum yang telah ada. Hubungan antara pengobat dan pasien/klien dalam kenyataan sehari-hari banyak di atur oleh bidang hukum perdata. Pasien/klien mempunyai harapan yang cukup besar terhadap usaha yang dilakukan oleh pengobatan tetapi apabila pasien/klien dirugikan oleh sikap tindak pengobat maka pasien/klien dapat mengajukan tuntutan ganti rugi berdasarkan wan prestasi dan perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) atas sikap tindak pengobat tersebut. Ini disebabkan karena antara pengobat dan pasien/klien telah terjadi perjanjian meskipun perjanjian tersebut berdasarkan kepercayaan bahwa pengobat mampu menyembuhkan penyaKit pasien/klien."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhansyah Caesar
"Upaya setiap orang dalam menjaga kesehatan atas dirinya sangat beragam. Keinginan masyarakat untuk menjaga kesehatannya ini telah mendorong kemajuan dibidang ilmu kedokteran konvensienal. Disamping ilmu kedokteran konvensional ini berkembang pula suatu metode pengobatan non keonvensional yang di kenal dengan metode pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif sampai saat ini belum diatur secara khusus dalam satu undang-undang pun, termasuk Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan tidak mengaturnya. Ketiadaan standar dalam praktek pengobatan alternatif menjadi kesulitan tersendiri untuk menentukan batas-batas telah terjadinya penyimpangan atau malapraktek pengobatan. Masyarakat sebagai konsumen yang memanfaat kan jasa pengobatan alternatif ini sudah seharusnya dilindungi terhadap praktek pengobatan alternatif yang dapat merugikan fisik dan psikis konsumen yang berobat. Keberadaan Undang-Undang Nomor tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat melindungi kepentingan konsumen dibidang pelayanan jas khususnya dibidang jasa pengobatan alternatif ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20628
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arriel Putra Soetyono
"Latar Belakang: Kanker kolorektal adalah bentuk kanker yang terjadi di usus besar atau rectum. Kanker ini merupakan kanker paling mematikan ke 2. Berbagai metode mulai dari pembedahan hingga kemoterapi saat ini dikembangkan untuk menyembuhkan penyakit tersebut dengan harga yang cukup tinggi dan berbagai efek samping. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa zat aktif yang terkandung dalam bahan organik seperti rumput laut jenis Gracilaria sp. dapat menghambat pertumbuhan kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kandungan kimia, komponen aktif, sifat antioksidan, dan kemampuan sitotoksik rumput laut Gracilaria sp. tumbuh di perairan Bekasi.

Metode: Gracilaria Sp. dibersihkan, dikeringkan, dan dihaluskan kemudian dilakukan maserasi bertingkat dengan urutan normo-heksana, etil asetat, dan etanol; yang menghasilkan 3 jenis ekstrak. Ketiga ekstrak tersebut akan diuji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mengetahui komponen fitokimianya, dilanjutkan dengan pengukuran aktivitas antioksidan melalui uji DPPH, dan evaluasi aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker kolon HT-29 menggunakan uji MTT.

Hasil: Rumput laut Gracilaria Sp mengandung metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, dan triterpenoid semua ekstrak menunjukkan aktivitas antioksidan sedikit atau tidak ada terhadap radikal bebas DPPH dengan IC50 >100. Di sisi lain, evaluasi sitotoksisitas untuk Etanol menunjukkan sitotoksisitas aktif dengan IC50 dari 53,32. Sedangkan ekstrak etil asetat dan n-heksana menunjukkan sitotoksisitas yang lemah dengan evaluasi sitotoksik aktif masing-masing sebesar 107,58 g/mL dan 180,65 g/mL.

Kesimpulan: Rumput laut Gracillaria sp. mengandung komponen fitokimia yang bersifat sitotoksik terhadap sel kanker usus besar HT-29. Hasil analisis statistik menunjukkan distribusi data IC50 normal (p > 0.05). Terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan inhibisi ekstrak etanol dengan ekstrak n-heksana, dan ekstrak etil asetat (p =0.01).


Background: The colorectal cancer is a form of cancer that occurs in the colon or rectum varying methods ranging from surgery to chemotherapy are used which are expensive and has side effects. Previous research suggests that active components from organic materials such as the seaweed species Gracilaria sp. can inhibit cancer growth. This research aims to study the chemical contents, active components, antioxidant properties, and cytotoxic capabilities of the seaweed Gracilaria sp. grown in the waters of Bekasi.

Method: Cleaned and dried Gracilaria Sp. was pulverised into a powdered state, Multilevel maceration is done towards the with the sequence of n-hexane, ethyl acetate, ethanol, which results in 3 extracts. The three extracts underwent phytochemical screening and thin layer chromatography (TLC) to determine the phytochemical components of the secondary metabolite, followed by measuring antioxidant activity by means of DPPH assay, and evaluating the cytotoxic activity towards HT-29 colon cancer cells using MTT assay.

Results: Seaweed Gracilaria Sp contains secondary metabolites of flavonoids, alkaloids, and triterpenoids all extracts show little to none antioxidant activity towards DPPH free radical with IC50 of >500 μg/mL. Cytotoxicity evaluation for Ethanol shows active cytotoxicity with an IC50 of 53.32 μg/mL. While ethyl acetate and n-hexane extracts show weak cytotoxicity with an active cytotoxic evaluation with IC50 value of 107.58 μg/mL and 180.65 μg/mL, respectively. The data distribution IC50 value of all extracts from statistical analysis is normal (p > 0.05). There was a statistically significant difference in IC50 value between treatments (p =0.01).

Conclusion: Seaweed Gracillaria sp. contained phytochemical components that are cytotoxic towards HT-29 colon cancer cells."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pelayanan kesehatan tenaga kesehatan merupakan salah satu alternatif meningkatkan pengobatan yang dapat berkontribusi derajat kesehatan dan dewasa ini banyak diminati oleh masyarakat. alternatif diatur dalam Permenkes Penyelenggaraan pengobatan komplementer no 1109 tahun 2007. Kajian ini dilakukan untuk implementasi dan dampaknya terhadap mengetahui perizinan tenaga kesehatan yang melakukan praktek pengobatan alternatif. Desain komplementer penelitian adalah potong lintang dengan pendekatan kualitatif, di 3 Provinsi yaitu Bali(Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan), Jawa Barat(Kota Bandung dan Kabupaten Bandung) dan Jawa Tengah(Kota Semarang dan Kabupaten Kendal). Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan round table discussion (RTD). Informan penelitian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan komplementer alternatif, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta asosiasi atau organisasi profesi. Analisis dan interpretasi data dengan triangulasi dan analisis Hasil penelitian menunjukkan bahwa perijinan tenaga kesehatan dalam pengobatan komplementer alternatif pelayanan kesehatan ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Di sebagian provinsi bahkan belum terimplementasikan. Penafsiran pasal 12 Permenkes No pendidikan terstruktur ayat 1 tentang persyaratan ditafsirkan berbeda oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Di samping itu, organisasi profesi dan rekomendasi profesi pada pasal 13 masih belum jelas karena organisasi profesi belum mempunyai kolegium untuk menilai kompetensi anggotanya. Persyaratan perijinan tenaga kesehatan lebih sulit dibandingkan pengobat tradisional. Selain itu, banyak organisasi profesi yang belum diakui secara resmi dan belum memiliki standar kompetensi serta masih ada asosiasi yang belum terakreditasi. Saran perlu dilakukan revisi pada Permenkes no 1076 tahun 2003, sehingga dapat membedakan dengan jelas kompetensi dan kewenangan pengobatan tradisional akupuntur dan tenaga kesehatannya.
"
BULHSR 9:4 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>