Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205149 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cahyadi
"Pembangkit listrik batubara adalah salah satu industri yang menghasilkan emisi CO2. Salah satu teknologi penangkapan dan penyimpanan CO2 (CCS) untuk pembangkit listrik adalah pembakaran batubara dalam lingkungan O2/CO2 (oxy-fuel). Pada dekade terakhir banyak dilakukan penelitian skala laboratorium hingga skala pilot untuk mengembangkan aplikasi pembakaran batubara dalam lingkungan oxy-fuel. Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak memanfaatkan batubara untuk pembangkit listrik perlu melakukan langkah awal untuk aplikasi teknologi ini. Karakterisasi pembakaran batubara Indonesia dalam lingkungan oxy-fuel perlu dilakukan sebagai pertimbangan dalam disain pembangkit listrik di masa datang.
Perilaku penyalaan batubara Indonesia dengan jenis bituminus, sub-bituminus dan lignite dilakukan menggunakan thermo gravimetriv analyser (TGA). Pelambatan penyalaan batubara dalam kondisi oxy-fuel dialami untuk batubara sub-bituminus dan bituminus, sedangkan pada batubara lignite relatif tidak berpengaruh. Hal ini bisa disebabkan rendahnya reaksi oksidasi permukaan batubara pada mekanisme penyalaan heterogenous dan hampir tidak terjadi pada penyalaan zat terbang dalam mekanisme penyalaan homogenous."
JITE 1:13 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyadi
"Salah satu teknologi Carbon Capture Storage (CCS) untuk pada pembangkit listrik tenaga uap dengan batubara halus adalah teknologi pembakaran oxy-fuel. Didalam teknologi pembakaran oxy-fuel, batubara dibakar dalam campuran oksigen murni dan resirkulasi gas buang dengan kandungan gas CO2 yang tinggi. Pembakaran batubara didalam lingkungan O2 dan CO2 akan mempengaruhi kinerja pembakaran dibandingkan dengan lingkungan udara (O2/N2). Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen perlu dinaikkan sehingga kinerja pembakarannya sama dengan lingkungan udara. Pada disertasi ini dibahas tentang karakteristik penyalaan batubara dan pembakaran batubara didalam lingkungan oxy-fuel menggunakan TG-DTA (Thermo-Gravimetric Differential Thermal Analyzer) dan DTF (Drop Tube Furnace). Tiga jenis batubara Indonesia dengan peringkat lignit, sub-bituminus dan bituminus telah digunakan sebagai sampel batubara. Pengujian pembakaran batubara didalam TG-DTA dan DTF telah disuplai dengan udara tekan untuk lingkungan udara dan campuran gas 21%O2/79CO2 untuk lingkungan oxy-fuel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pelambatan penyalaan batubara terjadi dalam pembakaran oxy-fuel pada ketiga sampel tersebut. Laju pembakaran char didalam lingkungan oxy-fuel mengambil waktu lebih lama dibandingkan dalam lingkungan udara. Perbedaan dalam sifat fisik gas mempengaruhi penyalaan batubara dan karakteristik pembakaran.
Hasil karakterisasi pembakran dalam lingkungan udara dan oxy-fuel di TG-DTA menunjukkan adanya pelambatan pada pembakaran char. Ketika konenstrasi oksigen dinaikkan, profil DTA bergeser maju ke zona temperatur rendah, laju pembakaran meningkat dan waktu pembakaran lebih singkat. Penggunaan ukuran batubara yang lebih halus memberikan pengaruh puncak DTA menjadi lebih tinggi yang berarti temperatur batubara lebih tinggi. Laju pembakaran volatil menjadi lebih cepat dibandingkan ukuran kasar baik pada batubara lignit, sub-bituminus dan bituminus. Pada batubara lignit dan sub-bituminus dengan ukuran <44μm memiliki peluang untuk dibakar dalam lingkungan oxy-fuel dengan konsentrasi oksigen dibawah 30%, sedangkan pada batubara bituminus membutuhkan konsentrasi oksigen minimal 30% dengan pertimbangan puncak kurva DTA mirip di lingkungan udara.
Simulasi pada 2 (dua) jenis PLTU batubara dilakukan untuk mengevaluasi konsumsi energinya. PLTU tersebut adalah PLTU 400MW yang didisain dengan batubara sub-bituminus dan PLTU 700 MW yang didisain dengan batubara bituminus. Pembakaran dalam kondisi oxy-fuel telah dilakukan pada siklus uap pada masing-masing PLTU. Berdasarkan simulasi tersebut penurunan efisiensi PLTU dapat diketahui. Penurunan efisiensi pada PLTU 400 MW dalam lingkungan oxy-fuel 21%O2/79%CO2 dan 30%O2/70%CO2 adalah masing-masing 15.9%, dan 19.0%. Sedangkan pada PLTU 700 MW dalam lingkungan oxy-fuel 21%O2/79%CO2, dan 30%O2/70%CO2 adalah masing-masing 13.9%, dan 17.8 %. Kontribusi terbesar adalah konsumsi energi listrik pada ASU yang berkisar 20-30%. Berdasarkan uji pembakaran pada TG-DTA dan DTF, penggunaan batubara yang lebih halus dari 76 um (200 mesh) yaitu ukuran <44 um didalam PLTU oxy-fuel dapat mempunyai peluang pengurangan kebutuhan oksigen, sehingga penurunan efisiensi didalam PLTU oxy-fuel yang disebabkan konsumsi energi yang tinggi pada ASU dapat diturunkan.

One of Carbon Capture Storage (CCS) technology in pulverized coal fired power plant is oxy-fuel combustion technology. In oxy-fuel combustion technology, the coal is burned in a mixture of pure oxygen and recycled flue gas with high content of CO2 gas. Burning the coal in oxy-fuel combustion with O2 and CO2 environment will affect the combustion performance compare with air (O2/N2) environment. Based on previous researches indicated that oxygen concentration is required to be increased, so that the combustion behavior similar as in air environment. This study discusses the characteristics of coal ignition and combustion in oxy-fuel combustion applying TG-DTA (Thermo-Gravimetric Differential Thermal Analyzer) and Drop Tube Furnace (DTF). Three different Indonesian coal ranks of lignite, sub-bituminous and bituminous have been used as coal samples. Coal combustion test in DTF has been supplied with compressed air for air environment and mixing gas cylinder of 21%O2/CO2 for oxy-fuel environment. Experimental results indicated that the ignition time delay occurs in oxy-fuel combustion for all coal samples. Char combustion rate in oxy-fuel environment take longer time compared with in air environment. The different in physical gas properties influence on coal ignition and combustion characteristics.
The result of combustion characteristic in air and oxy-fuel environment applying the non-isothermal thermo gravimetric analysis shows the delayed in char burning compared with that in air environment at the same oxygen concentration. As oxygen concentration increases, DTA profiles shift to lower temperature zone, combustion rate increases and burnout time gets shorter. Finer coal size is also give higher DTA peak that meaning higher coal temperature in oxy-fuel environment. Volatile combustion rate is faster than coarser size in sub-bituminous and bituminous coal. Based on DTA combustion profile with the coal size of <44um, sub-bituminous coal has opportunity to use oxygen concentration below than 30% considering the peak of DTA curve so much higher than in air environment. Meanwhile, the bituminous coal needs at least 30%O2, because the peak on DTA curve is similar within air environment.
Simulation on two different existing coal fired power plants is presented to evaluate the different of energy consumption in oxy-fuel coal fire power plant. The 400MW coal fired power plant is designed with sub-bituminous coal type and 700 MW with bituminous coal type. Oxy-fuel combustion environment has been simulated on the steam cycle of each type coal fired power plant. Based on this simulation, the potency for decreasing efficiency loss in oxy-fuel coal fired power plant can be predicted. The efficiency loss at 400 MW coal fired power plant in oxy-fuel environment of 21%O2/79%CO2 and 30%O2/70%CO2 are 15.9%, and 19.0%, respectively. Furthermore, the efficiency loss at 700 MW coal fired power plant in oxy-fuel environment of 21%O2/79%CO2, and 30%O2/70%CO2 are 13.9%, and 17.8 %, respectively. Based on combustion test in TG-DTA, finer coal utilization with the coal size of <44 um in oxy-fuel power plant has opportunity for reducing oxygen concentration, so that the efficiency loss in oxy-fuel coal fired power plant due to higher consumption on ASU can be minimized.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
D2016
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tarigan, Feliks Suranta
"Skripsi ini membahas mengenai kondisi dan tantangan dalam penanaman modal asing di bidang usaha dan jasa pertambangan batubara, pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut yang terkait. Kegiatan usaha dan jasa pertambangan di Indonesia saat ini memasuki babak baru dimana terdapat ketentuan-ketentuan terbaru terhadap kegiatan usaha maupun kegiatan jasa di pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, seperti kewajiban divestasi bagi saham asing dan kewajiban mengusahakan wilayah Izin Usaha Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUP/IUPK) atau apabila tidak mampu mengusahakannya, wajib menggunakan pelaku jasa pertambangan lokal dan/atau nasional.

This thesis is focusing about the conditions and challenges on foreign investment in the field of business and services of coal mining in Indonesia after the enactment of Law Number 4 Year 2009 Concerning Mineral and Coal Mining and its implementing regulations that related. The mining business and mining services in Indonesia is currently entering a new phase where there are new provisions into the activities, either of mineral and coal mining business and mineral and coal mining services in Indonesia, such as the divestment obligation of the foreign share holders and the obligation to operate the mining region which has been obtained Mining Business Permit / Special Mining Business Permit (IUP/IUPK), or if not able to afford it, are obliged to use local and/or national mining contractors services and / or national."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farrel Eden Surbakti
"

Dengan perkembagan teknologi yang semakin pesat membuat masyarakat menjadi dipermudah dalam berkomunikasi dan mencari informasi contohnya seperti media sosial. Media sosial sendiri memiliki jenis dan macam yang berbeda-beda serta memiliki kelebihan dan kekurangannya. Penggunaan media sosial tidak melihat dari status seseorang seperti umur, gender, agama, maupun profesi. Pada saat ini banyak hakim yang menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dan mencari informasi serta berinteraksi dengan masyarakat. Hakim dalam menjalankan kewajibannya sebagai pengemban profesi hukum dibingkai oleh sebuah pranata lembaga yang dirumuskan ke dalam sebua kode etik profesi hakim. Hakim yang berada di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya diikat oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang tertuang dalam bentuk Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial tahun 2009. Hakim Indonesia tidak dilarang menggunakan media sosial tetapi penggunaan media sosial dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap hakim di dalam pengadilan. Dalam KEPPH tidak terdapat aturanmengenai penggunaan media sosial oleh hakim. Pada saat ini banyak hakim yang menggunakan media sosial untuk berkomnukasi hingga mencari informasi-informasi Di berbagai negara seperti Canada, Rhode Island serta organisasi PBB sudah adaaturan dan cara hakim menggunakan media sosial dengan baik dan benar sehingga tidak mengurangi rasa percaya masyarakat kepada hakim. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk membantu Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar dapat membuat peraturan atau pedoman terhadap hakim dalam menggunakan media sosial, serta hakim agar dapat menggunakan media sosial yang tidak melanggar kode etik hakim.


With the rapid development of technology, it makes it easier for people to communicate and find information, for example, such as social media. Social media itself has different types and types and has its advantages and disadvantages. The use of social media does not see a person's status such as age, gender, religion or profession. Currently, many judges use social media to communicate and seek information and interact with the public. Judges in carrying out their obligations as bearers of the legal profession are framed by an institution formulated into a judge professional code of ethics. Judges who are in the Supreme Court and the judicial bodies under it are bound by the Code of Ethics and Judicial Code of Conduct (KEPPH) which is contained in the Joint Decree of the Chief Justice and the Chair of the Judicial Commission in 2009. Indonesian judges are not prohibited from using social media but the use of social media can affect public trust in judges in court. In the KEPPH there are no regulations regarding the use of social media by judges. At this time, many judges use social media to communicate and seek information. In various countries such as Canada, Rhode Island and the United Nations organizations, there are rules and ways for judges to use social media properly and correctly so that it does not reduce people's trust in judges. Therefore, this research was conducted with the aim of assisting the Supreme Court and the Judicial Commission in making rules or guidelines for judges using social media, as well as judges in order to use social media that do not violate the judge's code of ethics.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyanto Wibowo
"Seiring dengan semakin mahalnya harga bahan bakar minyak di Indonesia, maka alternatif bahan bakar lain mulai banyak digunakan, yakni batubara. Hal ini didorong dengan semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar minyak dan besarnya potensi batubara mengingat cadangan/ketersediaannya di Indonesia yang masih sangat besar. Kompor briket, merupakan salah satu pemanfaatan batubara untuk keperluan rumah tangga. Dalam pemanfaatannya, selain memiliki sejumlah keunggulan dalam segi biaya, ternyata pembakaran briket masih memiliki berbagai macam kendala, baik dari segi kepraktisan seperti waktu penyalaan (ignition time) yang lambat, kurang optimalnya panas yang dihasilkan ataupun emisi gas buang yang masih terlalu banyak.
Pada penelitian ini, dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor bentuk, ukuran dan karbonisasi dari briket batubara sub bituminous terhadap waktu penyalaan, kalor yang dilepas serta emisi pembakarannya yang berupa gas CO dan CO2. Dari faktor bentuk akan diperbandingkan antara briket berbentuk telur dan briket berbentuk bola yang memiliki massa yang sama, sedangkan dari faktor ukuran, akan diperbandingkan antara briket berbentuk bola berdiameter 3, 4 dan 5 cm. Sehingga dari kedua faktor tersebut akan dapat diketahui bentuk optimal dari batubara yang memiliki waktu penyalaan dan pelepasan kalor yang paling baik, untuk selanjutnya diperbandingkan dari segi emisi CO dan CO2 dengan briket karbonisasi yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Dari penelitian yang dilakukan, dengan pembakaran sebanyak 0.5 kg dan dibantu dengan sebutir briket biomass sebagai promotor serta forced draft berkecepatan 1.4 m/s, didapat bahwa briket berbentuk bola memiliki waktu penyalaan yang lebih cepat (tbola : 1515 detik < ttelur : 1949 detik) dan pelepasan kalor yang lebih baik, hal ini dikarenakan briket berbentuk bola memiliki hambatan udara yang lebih kecil dan resirkulasi yang lebih optimal. Begitupula dengan uji pengaruh ukuran briket, diketahui bahwa semakin kecil ukuran / diameter briket, memiliki waktu penyalaan yang semakin baik (t3cm : 1463 detik < t4cm : 1515 detik < t5cm : 2538 detik), karena memiliki luas permukaan kontak pembakaran yang semakin besar pula. Akan tetapi dari segi pelepasan kalornya, ternyata briket bola berdiameter 4 cm mempunyai karakteristik pelepasan kalor yang lebih optimal dibandingkan briket bola berdiameter lainnya, dikarenakan tumpukan briket bola berdiameter 4 cm memiliki turbulensi yang cukup baik tetapi dengan porositas yang tidak terlalu besar.
Selanjutnya, dari hasil penelitian ini, diketahui pula bahwa ternyata pembakaran briket yang sudah dikarbonisasi justru membuat waktu penyalaannya menjadi jauh lebih lama dan dengan pelepasan kalor yang lebih rendah (tkarbonisasi : 2396 detik > tnon karbonisasi : 1515 detik). Sedangkan dari segi emisinya, pembakaran briket karbonisasi akan menghasilkan gas CO yang lebih banyak dari pembakaran briket non karbonisasi dan berlaku sebaliknya terhadap gas CO2 yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan pembakaran briket karbonisasi menghasilkan temperatur yang tidak terlalu tinggi, sehingga tidak mampu menghasilkan pembakaran CO lebih lanjut menjadi CO2, seperti yang terjadi pada pembakaran briket non karbonisasi yang memiliki temperatur pembakaran lebih tinggi.

Along with more expensively oil price in Indonesia, so dissimilar fuel alternative start a lot of used, namely the coal. This matter is pushed progressively attenuate the oil fuel availability and level of coal potency, which coal reserve and availability in Indonesia is very big. Briquette stove, representing one of coal application for domestic. In its using, besides having a number of excellence in cost, the briquette combustion still have assorted of constraint, from practical facet like a long ignition time, not enough optimal of heat yield and the gas emission throw away still too much.
At this research, is done to know influence from shape factor, size and carbonization process from subnituminous coal briquette to ignition time, heat released and also emission of CO and CO2 gases during the combustion. From shape factor will be compared between oval briquette and spherical briquette with the same mass. While from size factor will be compared between 3, 4 and 5 cm inner diameter of spherical shape. So, from those two factor the optimal shape and size which has the best ignition time and heat release will be known, henceforth will be compared from emission facet of CO and CO2 with carbonized briquette which the same shape and size. From former research, by burning 0.5 kgs and assists with a biomass briquette as promotor and also forced draft with 1.4 m/s speed from blower, got that spherical briquette has quicker ignition time (tsphere : 1515 second < toval : 1949 second) and better heat released, this matter because of spherical briquette has smaller air resistance and more optimal resirculation. And also with influence size briquette test, known that smaller size briquette has good progressively ignition time (t3cm : 1463 second < t4cm : 1515 second < t5cm : 2538 second), because having wide surface contact greater. But, from heat released facet, the spherical briquette with 4 cm inner diameter, has more optimal heat released characteristic compared with the other diameter, because of the 4 cm spherical briquette has good enough turbulence, which also has not too big porosity.
Hereinafter, from this research result, known also that combustion of carbonized briquette has much longer ignition time and lower heat release compared ignition time and heat released from non carbonized briquette (tcarbonized : 2396 second > tnon carbonized : 1515 second). While from emission, combustion of carbonized briquette will produce more CO gas than combustion of non carbonized briquette, and have contrary result for CO2 gas. This matter, because temperature produced by combustion of carbonized briquette not too high, so that unable to burn CO become CO2, not like the combustion of non carbonized briquette which has produce higher temperature.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dijan Supramono
"Penelitian pembakaran briket batubara bertujuan untuk mempersingkat waktu penyalaan. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan btiket promotor bentuk pola yang mengandung oksigenat etil asetat yang berfungsi sebagai penyedia oksigen secara internal dalam material briket karena ketidakcukupan oksigen saat briket promotor mengalami devolatisasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
UI-JURTEK 23:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dijan Supramono
"Penelitian pembakaran briket batubara bertujuan untuk untuk mempersingkat waktu penyalaan. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan briket promotor bentuk bola yang mengandung oksigenat etil asetat yang berfungsi sebagai penyedia oksigen secara internal dalam material briket karena ketidak-cukupan oksigen saat briket promotor mengalami devolatilisasi (fungsi kinetika kimia) dan sebagai penguat terjadinya perpindahan panas konveksi dari bara api pada briket promotor ke briket pemasakan yang diletakkan disekitarnya karena adanya cekukan (dimples) pada permukaannya (fungsi perpindahan panas ). Briket promotor dalam kompor briket diletakkan di lapis kedua dengan loading 20% dari 3 lapis briket yang digunakan dengan lapis pertama, sisa lapis kedua dan lapis ketiga diisi briket pemasakan. Parameter kedalaman chimney dan kecepatan superfisial udara divariasikan untuk melihat efeknya terhadap waktu penyalaan. Kedalaman chimney divariasikan pada harga -harga 5, 15 dan 25cm dan pada masing - masing kedalaman chimney, kecepatan superfisial udara divariasikan pada harga-harga 0,6; 1,2 dan 1,8 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kedalaman chimney 5 dan 15cm, semakin besar kecepatan superfisial udara, waktu penyalaan semakin singkat, tetapi penyingkatan waktu penyalaan tidak terlalu besar karena ada dua efek berlawanan yang bekerja bersamaan terhadap perpindahan panas konveksi yaitu efek turbulensi dan efek quenching. Waktu penyalaan berkisar antara 7,3 hingga 8,9 menit. Pada kedalaman chimney 25 cm, semakin besar kecepatan superfisial udara, waktu penyalaan semakin lama disebabkan oleh ketidakseragaman suplai udara pada kecepatan superfisial yang besar. Waktu penyalaan berkisar antara 8,5 hingga 10,3 menit. Pada kecepatan superfisial tertentu, kedalaman chimney 15cm memberikan waktu penyalaan yang lebih lama dibanding pada kedalaman chimney 5cm karena efek back pressure yang lebih besar pada kedalaman chimney 15cm.

The research of coal briquette combustion is aimed of reducing the ignition time. It has been carried out by utilising ignition -promoting briquettes (promoters) of spherical - shape containing oxygenate ethyl acetate which functions of supplying oxygen internally in riquette material (kinetics function) and of enhancing convective heat transfer from smouldering part of the promoters to cooking briquette around the promoters in the presence of dimples on the promoter surface (heat - transfer function). The first function was introduced to avoid the insufficiency of oxygen environment around the promoters during coal devolatilisation of the promoters. Promoters in the stove was laid in the second layer of the briquette bed of the stove of 3 layers used and the cooking briquettes laid in the first layer (top layer), the rest of second layer and the third layer (bottom layer) of the bed. Loading of the promoters is about 20% of the second layer cross - sectional area. The parameters of the chimney depth and uperficial velocity were varied to observe their effects on the ignition time. The depth of chimney was varied at values of 5, 15 and 25cm and at each chimney depth value the superficial velocity was varied at values of 0.6; 1.2 and 1.8 m/s. The results of this research show that at the chimney depth of 5 and 15cm, the larger the superficial elocity, the shorter is the ignition time, though its effect is not significant. This may have been caused by the existence of two opposing effects, i.e. turbulence and quenching effects in which the former increases the convective heat transfer, while the later reduces the heat transfer. The ignition time range is 7.3 to 8.9 minutes. At the chimney depth of 25cm, the larger the superficial velocity, the longer is the ignition time. This may have been caused by more non - uniformity of the air supply at larger superficial velocity due to the location proximity between the stove grate and the blower at such deep chimney. The ignition time range is 8.5 to 10.3 minutes. At a given superficial velocity, the chimney depth of 15cm gave longer ignition time compared to that at the depth of 5cm as a result of back - pressure at deeper chimney during ignition."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Rangga Gumilang
"Pemilihan material furnitur pada suatu ruangan berpengaruh terhadap besarnya bahaya yang mungkin terjadi pada saat kebakaran. Material tersebut berfungsi sebagai bahan bakar yang dapat menyebabkan api menyebar ke seluruh ruangan. Tiap material furnitur tersebut memiliki karakteristik ketahanan yang berbeda-beda terhadap api. Sifat ini dapat terlihat jelas dari laju produksi kalor yang dimilikinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran api ialah orientasi permukaan [Drysdale, 2003].
Tulisan ini membahas mengenai hasil simulasi dari pembakaran api dengan berbagai orientasi dan flux kalor menggunakan Fire Dynamics Simulator versi 5. Material yang digunakan sebagai sampel ialah kayu lapis / plywood. Penelitian ini menggunakan 3 jenis orientasi yaitu 45o, 90o (vertikal) dan 180o (sampel berada di atas pemanas). Hasil yang didapat kemudian divalidasi dengan hasil dari kegiatan eksperimen. Dari hasil pemodelan dapat disimpulkan terdapat korelasi antara orientasi permukaan terhadap penyalaan dan penyebaran api, juga terdapat kecenderungan yang sama antara data pemodelan dengan data eksperimen.

Furniture materials in a room affect the hazard which might be appeared in fire condition. It acts as a fuel so that flames can spread to the entire room. Every furniture material has specific type of fire-resistant characteristic. The hazard can be estimated by the rate of heat released. Using Hugget?s principle, heat release rate of material can be estimated on the basis of its oxygen consumption. One factor that affects the spread of flame is the inclination of the fuel surface [Drysdale,2003].
This work reports the ignition and flame spread simulation on solid fuel burning using Fire Dynamics Simulator. The material used in this work is plywood. The focus of present work is to study the effect of surface inclination and heat flux on ignition and flame spread. Three variations of surface inclination are used in the simulation, i.e. 45o, 90o(vertical), 180o(sample above heater). The simulation outputs are compared with experimental results. The data acquired from simulation shows that there is a correlation between surface inclination on ignition and flame spread. The results of FDS simulation are confirmed with the experimental outcomes."
2008
S37331
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwika Budianto
"Pembakaran batubara dalam boiler PLTU untuk mendapatkan efisiensi yang optimal diperlukan analisis karakteristik pembakaran. Proses karakterisasi dilakukan pada alat One Dimensional Furnace (1D furnace) dan Drop Tube Furnace (DTF) sebagai representasi dari tungku boiler skala komersil. Pada penelitian ini dilakukan karakteristik pembakaran pada kedua alat tersebut dengan menggunakan 3 sampel yang berbeda masing-masing mewakili jenis bituminous, subbituminous, lignite. Ukuran sampel batubara seragam 75 μm (200 mesh) dan dibakar dalam kondisi pembakaran udara lingkungan (21%O2/79%N2). Kedua alat uji tersebut memiliki geometri dan metode pemanasan yang berbeda, 1D furnace memiliki tinggi 6 m dan diameter dalam 0.3 m sedangkan DTF tinggi 1.5 m dan diameter dalam 0.07 m, metode pemanasan tungku 1D dilakukan dengan pembakaran gas LPG sedangkan DTF dipanasi melalui heater listrik. Dengan latar belakang konfigurasi yang berbeda kedua alat digunakan untuk menganalisis karakterisasi pembakaran batubara dengan sampel yang sama. Hasil parameter karakterisasi pembakaran mencakup distribusi temperatur (dinding dan gas), temperatur penyalaan, waktu penyalaan, waktu karbon terbakar seluruhnya, panjang nyala api. Berdasarkan hasil eksperimen menunjukkan bahwa hasil waktu penyalaan dalam DTF antara 13.25 ? 15.06 ms cenderung lebih lambat dibandingkan hasil 1D furnace antara 2.72 - 4.30 ms, hal ini lebih dipengaruhi oleh thermal inersia pada 1D furnace lebih besar karena didukung burning rate besar, selain itu minimnya konsentrasi O2 pada lingkungan gas dalam tungku DTF oleh karena kondisi temperatur tinggi dalam tungku menyebabkan O2 langsung berinteraksi dengan volatil menghasilkan CO2 dimana CO2 memiliki kapasitas panas besar yang berdampak terhadap penurunan temperatur dan keterlambatan penyalaan. Waktu karbon terbakar habis pada DTF antara 1936-2546 ms cenderung lebih lambat dibanding pada 1D furnace antara 896-1230 ms. Hal ini disebabkan oleh faktor difusivitas dan faktor reaksi gasifikasi pada DTF akibat temperatur gas pembakaran tinggi dan konsentrasi O2 kecil akibat char/karbon langsung bereaksi dengan O2 membentuk CO dan CO2. Kedua sifat spesies gas tersebut akan mempengaruhi terhadap penurunan temperatur dan memperpanjang waktu karbon terbakar habis. Panjang nyala api dalam DTF antara 0.224-0.267 m cenderung lebih pendek dibandingkan pada 1D furnace antara 0.615-1.000 m, hal ini dipengaruhi oleh jumlah laju alir batubara yang berbeda signifikan dimana 1D furnace 155-175 kali lebih besar daripada DTF. Hasil temperatur penyalaan antara pada DTF dan 1D furnace terhadap jenis peringkat batubara mendekati sama yang berkisar antara 318-388 0C. Hasil eksperimen pada masing-masing jenis sampel batubara juga menunjukkan konsisten terhadap fuel ratio (FC/VM), dimana fuel ratio bituminous paling besar, diikuti lignite dan subbituminous. Sebagai prediksi dari hasil eksperimen DTF dilakukan simulasi numerik dengan Computational Fluid Dynamics (CFD). Hasil simulasi yang diinvestigasi antara lain profil distribusi temperatur, profil kecepatan, profil konsentrasi gas buang CO dan CO2. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa distribusi temperatur sampel bituminous paling tinggi diikuti sampel lignite dan subbituminous, sedangkan konsentrasi CO dan CO2 menunjukkan profil sampel bituminous lebih tinggi, diikuti sampel subbituminous dan lignite. Kecenderungan hasil simulasi numerik CFD ini memiliki kesesuaian secara kualitatif dengan hasil eksperimen pembakaran dalam DTF.

Coal combustion in coal fired power plants are required characteristics combustion analysis to obtain optimum efficiency. The process characterization have performed on One Dimensional Furnace (1D furnace) and Drop Tube Furnace (DTF) as a representation of a commercial scale boiler furnace. In this research were conducted the combustion characteristics of these two equipment using 3 different samples each representing a type of bituminous, subbituminous, lignite. The sample of coal size was prepared uniform 75 μm (200 mesh) and burned in air fired environmental conditions (21% O2/79% N2). Both of the furnaces test have different geometry configuration and heated method, the configuration of 1D furnace is 6 m in height and 0.3 m inside diametre whereas DTF 1.5 m in height, 0.07 m inside diametre, the wall of 1D furnace is heated by combust LPG gas whereas DTF by electrically heated. With a different background configuration of both devices are used to characterize coal combustion with the same sample. The results of combustion characterization parameters include temperature distribution (walls and gas), ignition temperature, ignition time, carbon burn out time, flame length. Based on the experimental results presented that the ignition time results in the DTF between 13.25 - 15.06 ms tend to be slower compared to the 1D furnace between 2.72 ? 4.30 ms, it is affected by inertia thermal on 1D furnace greater due to assist more burning rate,in addition the lack of O2 concentration in the gas environment in DTF because of high temperatures in the furnace conditions cause O2 directly interact with volatiles produce CO2 where CO2 has a large heat capacity that affects decrease temperature and increase ignition delay. Carbon burn out time on DTF between 1936-2546 ms tend to be slower than in the 1D furnace between 896-1230 ms. It is influenced by diffusivity factors and gasification reactions on DTF due to high temperature combustion gas and O2 concentration less so the char / carbon directly react with O2 to form CO and CO2. Both of gas species will affect the temperature decrease and extend carbon burn out time. Flame length in the DTF between 0.224-0.267 m tend to be shorter than the 1D furnace between 0.615-1.000 m, it is influenced by a number of coal flow rate significantly different where 1D furnace 155-175 times greater than the DTF. The results of ignition temperature between DTF and 1D furnace have almost equal against each type of coal rank, which ranging 318-388 0C. The results of the experiment on each type of coal samples also showed consistent to fuel ratio (FC/VM), where the bituminous is largest one, subsequently lignite and subbituminous. As prediction of the results of experiments in DTF were performed numerical simulation with Computational Fluid Dynamics (CFD). Simulation results are investigated include temperature distribution profile, velocity profile, emission gas concentration profiles of CO and CO2. Based on the simulation results show that the distribution temperature bituminous samples is more higher and followed subbituminous and lignite samples, while the CO and CO2 concentration profile of the bituminous sample is showed higher, subbituminous and lignite samples subsequently. The tendency of the CFD numerical simulation results have good qualitatively agreement with the experimental results of combustion in DTF.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T41388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>