Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13851 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tulisan ini mengulas tentang teknologi pengeringan batubara muda dengan prinsip teknologi sirkulasi panas yang sangat hemat energi. Dalam teknologi sirkulasi panas, semua energi yang terlibat dalam proses pengeringan selalu disirkulasi dan digunakan dalam proses pengeringan selanjutnya. Dalam kajian ini, dikembangkan dua macam proses pengeringan yang didasarkan pada prinsip sirkulasi panas, yaitu dengan dan tanpa separasi. Selanjutnya dilakukan analisa kalkulasi dari dua proses pengeringan tersebut menyangkut konsumsi energi yang diperlukan. Untuk menganalisa lebih jauh tentang efek aplikasi sirkulasi panas pada konsumsi energi, juga dilakukan perbandingan terhadap proses pengeringan dengan teknologi pemulihan panas konvensional. Sebagai hasilnya, kedua macam proses pengeringan yang dikembangkan dengan prinsip sirkulasi panas mampu menurunkan konsumsi energi hingga 70% dari yang diperlukan pada teknologi pemulihan panas konvensional. Selanjutnya, proses pengeringan dengan separasi, membutuhkan energi yang sedikit lebih banyak daripada proses tanpa separasi, tetapi diperkirakan bahwa proses dengan separasi akan mempunyai performa tukar panas yang jauh lebih baik daripada proses tanpa separasi. Hal ini berhubungan dengan rendahnya koefisien perpindahan panas yang menyertai proses kondensasi dari campuran udara dan uap air dibandingkan dengan kondensasi uap air murni."
JITE 1:13 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremia Donganta Pascal
"Adanya perkembangan teknologi dan infrastruktur maupun sektor lainnya menyebabkan menaiknya tingkat kebutuhan energi, terkhusus energi listrik. Salah satu sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi listrik adalah batubara. Indonesia termasuk negara penghasil batubara terbesar di dunia. Namun, pada umumnya batubara hasil tambang Indonesia adalah batubara dengan peringkat rendah atau dikenal sebagai batubara lignit. Batubara lignit baik digunakan sebagai bahan bakar dalam industri PLTU karena memiliki kandungan sulfur yang rendah sehingga dapat menghasilkan efisiensi pembakaran yang tinggi. Namun, sebelum dijadikan sumber bahan bakar untuk PLTU, batubara lignit harus melalui proses peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas yang dimaksud adalah dengan cara dikeringkan. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi di dalam batubara lignit sekitar 40-70 dari massa aslinya. Penelitian pengeringan batubara lignite berlangsung menggunakan sistem refrigerasi dan pemanas heater serta desain ruang pemanas menggunakan tambahan desain Fixed-Bed Reactor. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan variasi humidity ratio dan suhu pemanas. Pada penelitian ini, data yang didapat kemudian diolah sehingga diketahui pengaruh humidity ratio dan suhu pemanas terhadap nilai k konstanta laju pengeringan. Nilai k akan digunakan untuk desain pengeringan batubara di masa yang akan datang.

The existence of technological and infrastructure developments increases energy needs, especially electrical energy. Commonly, electrical energy can be obtained from natural resources such as coal. Indonesia is one of the largest coal producers in the world. However, most of coal that Indonesia can produce are low rank coal. There are two types of low rank coal, they are sub bituminous and lignite coal. Lignite coal can be used as a fuel in Electric Steam Power Plant Industries because it has low sulfur content which can produce high combustion efficiency. On the other hand, lignite coal must be upgraded with a drying process to reduce its moisture content the lignite coals moisture is about 40 70 from its total mass. Lignite Coal drying enhances the heating value. In this study, the dryer uses a refrigeration system and heater. The drying chamber is designed with an additional Fixed Bed Reactor. Lignite Coal drying is operated in two variations of air condition. The variations are humidity ratio and heating temperature of dryers air condition. Based on this research, all the data resulted will be used to find the influence of humidity ratio and the heating temperature on the drying rate and activation energy of low rank. The drying rate constant and activation energy value will be used for future drainage design of low rank coal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah Pangeran
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia membawa dampak meningkatnya kebutuhan energi akibat bertambahnya kegiatan komersial, industri, serta mobilitas orang dan barang. Kebutuhan energi yang sangat besar salah satunya adalah kebutuhan akan energi listrik. Energi listrik dihasilkan oleh industri pembangkit tenaga listrik dimana dalam operasionalnya memerlukan bahan bakar sebagai sumber energi utama. Batubara merupakan salah satu sumber energi dimana banyak digunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Kualitas batubara hasil tambang di Indonesia pada umumnya berada dalam kategori low-rank coal yaitu tergolong dalam jenis lignit dimana mempunyai nilai kalor rendah dan mempunyai kandungan air moisture content yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, diperlukannya proses pengeringan sebelum digunakan pada industri pembangkit tenaga listrik. Pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui nilai konstanta laju pengeringan k serta karakteristik pengeringan pada batubara peringkat rendah. Penelitian menggunakan metode forced convection dengan sistem refrigerasi dan heater untuk menciptakan udara pengering yang selanjutnya dialirkan ke ruang pengering. Ruang pengering menggunakan desain fixed-bed dryer. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketebalan tumpukan batubara, suhu heater, kecepatan aliran udara dan suhu udara keluaran evaporator. Variabel ketebalan batubara divariasikan menjadi 2cm, 3cm, 4cm, dan 5cm. Variabel suhu heater divariasikan menjadi 65°C, 70°C, 75°C, dan 80°C. Kecepatan aliran udara yang digunakan sebesar 320 LPM Liter per menit dan suhu udara keluaran evaporator pada sistem refrigerasi sebesar 10°C.

Indonesia's economic growth brings the impact of increasing energy demand due to the increase in commercial, industrial, and mobility of people and goods. Energy needs are very large one of them is the need for electrical energy. Electrical energy is generated by the power generation industry which in its operations requires fuel as the main energy source. Coal is one of energy source which is widely used as fuel of power plant. The quality of coal mining products in Indonesia is generally in the low rank coal category which is classified as lignite type which has low calorific value and has a relatively high moisture content. Therefore, the need for drying process prior to use in power generation industry. This research is aimed to find out the value of drying rate constant k and drying characteristics in low rank coal. The research used forced convection method with refrigeration system and heater to create drying air which is then distributed to drying chamber. The drying chamber uses a fixed bed dryer design. The variables used in this research are thickness of coal heap, heater temperature, air flow velocity and air temperature of evaporator output. Variable thickness of coal heap is varied to 2cm, 3cm, 4cm, and 5cm. The variable temperature of the heater was varied to 65°C, 70°C, 75°C, and 80°C. The air flow rate used is 320 LPM Liters per minute and the air output temperature of the evaporator in the refrigeration system is 10°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kukuh Tri Margono
"

Kopi merupakan salah satu komoditas utama Indonesia yang bersaing di pasar dunia. Namun, produksi kopi di Indonesia masih menghadapi beberapa hambatan. Salah satu masalah utama dari produksi kopi adalah pengeringan. Selama ini proses pengeringan masih menggunakan cara konvensional yaitu menggunakan panas dari cahaya matahari. Akan tetapi, cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu faktor terhambatnya proses pengeringan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sumber energi yang dapat menghasilkan panas dan tidak bergantung pada musim/cuaca. Energi yang mungkin digunakan adalah energy panas bumi. Panas bumi entalpi rendah (T<90oC) umumnya digunakan untuk kegiatan sehari seperti mandi, memasak, dan menghangatkan rumah.

Untuk memanfaatkan panas bumi yang ada, digunakan sebuah teknologi penghantar panas yang disebut Heat Pipe. Heat pipe merupakan salah satu penghantar panas dengan memanfaatkan perubahan fasa suatu material. Heat pipe yang digunakan dalam penelitian bentuk straight dengan konfigurasi stagger. Variasi pada penelitian ini adalah temperatur (50, 60, 70 oC) dan kecepatan udara (0,2; 0,4; 0,6 m/s).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengeringan paling cepat terjadi pada temperatur 70oC dan kecepatan 0,6 m/s. sedangkan paling lambat terjadi pada temperatur 50oc dan kecepatan 0,2 m/s. Hal ini membuktikan bahwa temperatur dan kecepatan udara berbanding lurus dengan laju pengeringan.

 


Coffe is one of the main Indonesia’s commodity which compete in international market. But, Indonesia’s coffee production still face some problem. One of the main problem is for drying process. All this time, mostly coffee producers use conventional method by using heat source from sunlight. However, uncertain weather become one of factor which slow down drying process. Therefore, an energy source that can produce heat and independent to weather is needed. Energy which is possible to be used for those criteria is geothermal energy. Low enthalpy geothermal energy usually used for daily activity such as bathing, cooking, and warming of house.

Heat pipe as a heat conductor technology is used for utilization of geothermal energy. Heat pipe is a heat conductor which use phase changing material Untuk memanfaatkan panas bumi yang ada, digunakan sebuah teknologi penghantar panas yang disebut Heat Pipe. Heat pipe merupakan salah satu penghantar panas dengan memanfaatkan perubahan fasa suatu material. Straight heat pipe with staggered configuration is used for this experiment. Temperature (50, 60, 70 oC) and air speed (0.2, 0.4, 0,.6 m/s) are variations for the experiment.

The result shows that drying process with temperature 70oC and 0.6 m/s air speed is the fastest while the slowest is at 50oC and air speed 0.2 m/s. This result prove that drying process is directly proportional with temperature and air speed.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qosandra Alfayuritresna
"ABSTRAK
Peningkatan konsumsi batu bara kalori sedang yang akan meningkat dari 86 juta ton menjadi 177 juta ton dalam 5 tahun akan menyebabkan potensi batu bara kalori rendah tidak bernilai. Peningkatan Nilai Tambah PNT batu bara kalori rendah diharapkan dapat memberikan nilai lebih terhadap pemanfaatan batu bara kalori rendah, tetapi hingga saat ini PNT belum dapat beroperasi komersial secara berkesinambungan. Penelitian ini mencoba mencari akar permasalahan tersebut menggunakan diagram tulang ikan pada metode Peningkatan Mutu Batu Bara atau Coal Upgrading Techology CUT yang meningkatkan nilai kalori batu bara dari 3800 kkal/kg menjadi 5800 kkal/kg GAR . Akar permasalahan terletak pada pembelian bahan baku CUT yang ditetapkan dengan indeks Harga Patokan Batu Bara HPBkt menghasilkan keutungan lebih kecil bagi pemilik tambang. Permasalahan tersebut diuji dengan menjadikan bisnis CUT menjadi 2 skenario dengan pemilik tambang sebagai pemilik aplikasi CUT dan perusahaan lain operatornya skenario A , dan pemilik tambang bukan pemilik atau operator CUT tetapi menjual batu bara bahan baku tanpa menggunakan indeks HPBkt skenario B . Skenario A menghasilkan Net Present Value NPV USD 10.895.317,17 dengan Internal Rate of Return IRR 34,51 dan masa pengembalian modal 3 tahun 1 bulan, laba usaha USD 24.26 / ton batu bara bagi pemilik tambang dan USD 14.31/ton bagi operator CUT. Skenario B menghasilkan NPV 13.963.051,55 dengan IRR 39,37 , dan masa pengembalian modal 2 tahun 8 bulan, laba usaha USD 7.38 / ton batu bara bagi pemilik tambang dan USD 31.19/ton bagi operator CUT. Penelitian menyarankan skenario A apabila pemilik tambang ingin memperoleh keuntungan lebih besar dengan investasi lebih besar, sedangkan skenario B lebih disarankan untuk perusahaan operator skala besar yang ingin memfokuskan keuntungan dari CUT.

ABSTRACT
An increase in medium rank coal consumption that will increase from 86 million tons to 177 million tons in 5 years will cause the potential of low rank coal less valuable. Low rank coal value enhancement is expected to provide more value to the utilization of low rank coal, but until now PNT has not been able to operate commercially on an ongoing basis. This research tries to find the root of the problem using fishbone diagram with Coal Upgrading Techology CUT method which increase the calorific value of coal from 3800 kcal kg to 5800 kcal kg GAR . The root of the problem lies in the purchase of raw materials CUT stipulated by the ldquo Harga Patokan Batu Bara untuk Keperluan Tertentu rdquo HPBkt that produces less profits for the low rank coal owner. The problem will be simulated by making the CUT business into 2 scenarios with the mine owner as the owner of the CUT application and the other company as a operator scenario A , and either the owner of the mine is not the owner or operator of CUT but selling raw coal without using HPBkt index scenario B . Scenario A generates Net Present Value NPV USD 10,895,317.17 with 34.51 Internal Rate of Return IRR and a payback period of 3 years 1 month, operating profit USD 24.26 ton low rank coal owners and USD 14.31 Ton for CUT operator. Scenario B produces NPV 13,963,051,55 with IRR 39.37 , and a payback period of 2 years 8 months, operating profit USD 7.38 ton coal for mine owner and USD 31.19 ton for operator CUT. Research suggests scenario A if the mine owner wants to earn greater profits with greater investment, while scenario B is preferable for large scale operators who want to focus on the benefits of CUT. "
2017
T48224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Most of existing coal fired power plants in Indonesia that have capacity of 400-600 MW is designed using sub-bitumonous coal intake. This coal has a caloric value of 5,000 kcal/kg (a.r)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Gunawan
"

Indonesia kaya akan energi panas bumi sehingga pemanfaatannya perlu ditingkatkan untuk mendukung diversifikasi energi yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan heat pipe sebagai perangkat transfer panas dalam pemanfaatan langsung energi panas bumi untuk pengeringan diharapkan akan mengatasi beberapa kendala dalam usaha meningkatkan penggunaan energi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kinerja termal dari penggunaan heat pipe heat exchanger (HPHE) sebagai alat transfer panas dari fluida panas bumi temperatur rendah ke udara panas untuk pengeringan. Komoditas yang dipilih untuk percobaan adalah daun teh. Simulator fluida panas bumi (air panas) menggunakan air yang dipanaskan dengan pemanas berkapasitas 9000 Watt dan dialirkan dengan pompa. Heat pipe yang digunakan memiliki panjang 700 mm dengan diameter luar 10 mm, fluida kerja dalam heat pipe menggunakan air dengan filling ratio 50%, jumlah heat pipe yang digunakan adalah 42 buah yang sebagai HPHE. Untuk menambah luas bidang perpindahan panas, di sisi kondensor HPHE dipasang fin dengan jumlah 181 pcs. Fin terbuat dari aluminium dengan ketebalan 0,105 mm dengan ukuran 76 x 345 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efektifitas HPHE terbesar yaitu 79,59 % didapat ketika menggunakan temperatur air panas 60°C, dan kecepatan udara inlet 0.2 m/s. Efektifitas HPHE terkecil yaitu 66% didapat ketika menggunakan temperatur air panas 40°C, dan kecepatan udara inlet 0.6 m/s. Model matematika Page adalah model terbaik untuk merepresentasikan perilaku pelayuan daun teh PTPN VII, sehingga penggunaan HPHE pada pemanfaatan langsung energi panas bumi temperatur rendah untuk pelayuan daun teh, dapat diterima dan layak untuk digunakan.


Indonesia is rich in geothermal energy and needs to be improved to support environmentally friendly energy diversification. Using heat pipes as a heat transfer device in direct use of geothermal energy for drying is expected to overcome several challenges in increasing energy use. The purpose of this study was to test the thermal performance of the use of a heat pipe heat exchanger (HPHE) as a means of transferring heat from low enthalpy geothermal fluid to hot air for drying. The agricultural product that has been choosen is tea leaves. The geothermal fluid (hot water) simulator uses heated water with a capacity of 9000 Watts and is flowed by a pump. The heat pipe used has a length of 700 mm with an outer diameter of 10 mm, a hot working fluid pipe using water with a filling ratio of 50%, the number of heat pipes used is 42 pieces which are HPHE. To increase the heat replacement area, fins are installed on the side of the HPHE condenser with 181 pcs. Fin is made of aluminum with a thickness of 0.105 mm with a size of 76 x 345 mm. The results showed the greatest effectiveness of HPHE was 79.59% obtained by compilation using 60° C hot air temperature, and inlet air velocity of 0.2 m / s. The effectiveness of HPHE which was increased by 66% was obtained using a hot air temperature of 40 ° C, and an inlet air velocity of 0.6 m / s. Page`s mathematical model is the best model to represent the protection of the tea leaves of the PTPN VII variety, using HPHE in direct use of low temperature geothermal energy for tea leaves, is acceptable and useful to use.

"
2019
T53057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyserhove, Hans
"This book enables readers to achieve ultra-low energy digital system performance. The authors main focus is the energy consumption of microcontroller architectures in digital (sub)systems. The book covers a broad range of topics extensively: from circuits through design strategy to system architectures. The result is a set of techniques and a context to realize minimum energy digital systems. Several prototype silicon implementations are discussed, which put the proposed techniques to the test. The achieved results demonstrate an extraordinary combination of variation-resilience, high speed performance and ultra-low energy.
Presents a full bottom-up micro-electronics approach: circuit-level, design strategy and CAD automation, architecture optimization
Motivates discussion with simulation results and/or measurements in an advanced nanometer CMOS process
Compares traditional circuit/design/architecture techniques and state-of-the-art, setting the landscape of current best performance and how it can be improved"
Switzerland: Springer Nature, 2019
e20508031
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas, John C.
New York: Marcel Dekker, 1992
621.462 AND e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Ruhyat
"Pengering semprot adalah salah satu dari metode pengeringan bahan makanan, dimana produknya akan lebih tahan lama dan ringkas dalam penyimpanan serta mudah dalam pendistribusiannya. Umumnya, pengering semprot beroperasi pada temperatur tinggi (>100 0C). Hal itu menjadi kendala bagi bahan produk yang sensitif terhadap panas, seperti pada vitamin A, B1 dan C khususnya pada tomat yang sangat banyak mengandung air dan lengket. Produk dari tomat akan mengalami kerusakan pada tekstur warna, aroma, rasa dan berkurangnya kandungan nutrisi akibat dari temperatur udara pengeringan yang tinggi.
Upaya menurunkan temperatur udara pengering dengan sistem refrigerasi memberikan pengaruh terhadap penurunan kelembaban udara pengering, sehingga udara pengering menjadi semakin kering, hal ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas yang meningkat sampai 4 kali lipat dan kualitas produk tetap terjaga baik. Selain itu sistem ini mampu menghemat kebutuhan energi secara signifikan, yaitu sebesar 57 % dari total konsumsi energi spesifik sistem. Hal ini membuktikan pemanfaatan sistem refrigerasi dengan kondenser ganda yang dikombinasikan dengan pengering semprot, dapat digunakan untuk pengeringan bahan yang sensitif terhadap panas dan pengembangan sistem dapat digunakan untuk menghemat penggunaan energi dari sistem pengering yang menggunakan elektrik heater.
Temperatur udara pengeringan untuk vitamin yang aman dari kerusakan dan dengan kualitas yang baik berada pada temperatur 90oC. Temperatur udara pengering di 120oC dengan laju aliran udara 450 lpm dan rasio kelembaban energy spesifik di 0.00763 kg air/kg udara atau dew point udara di 10oC, menjadi set up parameter pengujian yang mampu meningkat produktivitas dan mengemat penggunaan energi dari sistem, jika dibandingkan dengan sistem pengering semprot yang tidak menggunakan sistem refrigerasi dengan dua buah kondensor.

A spray dryer is one of the methods of food drying , where the product will be more durable and simple in storage and easy to distribute. Generally, a spray dryer operates at high temperatures (>100 0C). It is an obstacle to the material of heat-sensitive products, such as vitamins A, B1 and C, especially in tomatoes that contain a lot of water and sticky. Products of tomatoes will be damaged in the texture of color, aroma, taste and reduced nutrient content resulting from high drying air temperature.
The effort to reduce the temperature of the dryer air with refrigeration system affects the reduction of humidity of the drying air, so that the drying air becomes increasingly dry, this can affect the increase of productivity Increased to 4 times and the quality of the product remains well maintained. In addition, the system is able to save energy needs significantly, which is 57% of the total system specific energy consumption. This proves the utilization of a refrigeration system with double condensers combined with a spray dryer, can be used to drying heat-sensitive materials and system development can be used to conserve the use of Energy from the dryer system using an electric heater.
Air temperature drying for safe vitamins from damage and with good quality at 90oC temperature. The temperature of the dryer air at 120oC with air flow rate of 450 LPM and the ratio of moisture to specific energy at 0.00763 kg air/kg air/air dew point at 10oC, to be set up to test parameters that can increase productivity and use energy usage From the system, when compared with a spray dryer system that does not use a refrigeration system with two condensers.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
D2626
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>