Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133336 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dewasa ini, tingkat identifikasi orang Indonesia terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara terus-menerus dipertanyakan oleh berbagai pihak. Korupsi, kekerasan atas nama etnis dan agama, ketidakadilan hukum, ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan, serta upaya beberapa daerah untuk memisahkan diri dari Indonesia, merupakan sejumlah contoh gejala yang terjadi di masyarakat yang sering diatribusikan sebagai menurunnya atau bahkan hilangnya keber-pancasia-an orang Indonesia. Meskipun demikian, bangsa Indonesia juga terkenal sebagai bangsa yang ramah, suka gotong royonh, dan memiliki solidaritas yang tinggi terlebih saat sesamanya tertimpa bencana alam atau sedang membela negara dalam olahraga sepak bola. Di tengah-tengah situasi paradoksikal tersebubt, penelitian ini hendak menghasilkan sebuah alat ukur yang valid yang mampu menghasilkan indeks keber-Pancasila-an individu-individu Indonesia dalam kelima silanya. Indeks ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar intervensi pendidikan dan sosial guna memelihara dan/atau meningkatkan keber-Pancasila-an orang Indonesia. Validasi konkuren skala keber-Pancasila-an dilakukan dengan memberikan skala keber-Pancasila-an yang sudah teruji reliabilitasnya kepada 290 mahasiswa dari berbagai latar belakang perguruan tinggi, etnis, dan agama di Jakarta."
MPUNAIR 14:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soemientarsi Muntoro
"Sejarah masa lalu bangsa Indonesia sejak memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945 sampai kurun waktu tahun 1965, telah mengalami pasang surut perjuangan untuk membangun bangsa dan negara dalam mengisi kemerdekaannya kearah perwujudan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam perwujudan sejarah bangsa Indonesia, meletusnya peristiwa G 30 S PKI, membuktikan bahwa bangsa Indonesa belum sepenuhnya mampu melaksanakan pengamalan Pancasila seutuhnya.
Kemajuan Pembangunan amat menuntut tatatan kehidupan yang lebih mapan yang ditandai oleh kestabilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pegalaman sejarah masa lalu menunjukkan kurang kuatnya tali persatuan dan kesatuan, sehingga tidak sesuai dengan prasyarat pembangunan suatu bangsa. Khususnya bangsa Indonesia yang majemuk dan diwarnai oleh perbedaan etnis, kebudayaan dan agama. Oleh karena itu Orde Baru yang lahir pada tahun 1966, bertekad untuk melaksanakan pemerintahan berdasarkan kemurnian Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sebagai konsekuensinya seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berlandaskan kepada kemurnian Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tercakup di dalamnya antara lain kehidupan idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Ketahanan Nasional mencakup gatra alamiah yaitu demografi, geografi, dan sumber kekayaan alam serta gatra sosial yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan seluruh aspek kehidupan itu merupakan bagian unsur kekuatan yang terkandung di dalam 8 Gatra Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional sebagai kondisi dinamis suatu bangsa yang berisikan keuletan dan ketangguhan untuk menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari segala aspek kehidupan tersebut secara integratif sangat berpengaruh. Apabila salah satu aspek kehidupan berbangsa dan bernegara itu goncang maka akan mengganggu stabilitas kondisi aspek-aspek kehidupan lainnya.
Keberhasilan Pembangunan Indonesia yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sangat erat kaitannya dengan Ketahanan Nasional. Apabila Pembagunan Nasional berhasil dengan mantap maka secara langsung atau tidak langsung Ketahanan Nasional akan menjadi kokoh. Oleh karena itu berhasilnya Pembangunan Nasional akan meningkatkan Ketahanan Nasional. Selanjutnya Ketahanan Nasional yang tangguh akan mendorong Pembangunan Nasional.
Demikian juga keberadaan Hubungan Industrial Pancasila sebagai salah satu konsep yang lahir pada tahun 1974, dan kemudian baru pada tahun 1985 melalui keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep.-645/MEN/1985 diputuskan tentang Pedoman Pelaksanaannya. Hubungan Industrial Pancasila ini merupakan salah satu usaha yang strategis untuk menunjang keberhasilan Pembangunan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ajeng Murti Kusuma Wirasti
"Penelitian kritis ini menggunakan pendekatan strukturalisme dalam menjelaskan wacana ideologi negara dalam pendidikan, yang dilakukan pada periode berlakunya Kurikulum 1975 sampai dengan Kurikulum 1994 Suplemen 1999. Latar belakang yang mendasarinya adalah adanya fenomena bidang pendidikan yang mengalami perubahan-perubahan secara besar-besaran selama rentang sejarah Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kecenderungan tema-tema ideologi negara dalam teks-teks pendidikan, menjelaskan proses produksi dan konsumsi teks tersebut, serta menggambarkan pengaruh kondisi sosial budaya pada saat teks-teks tersebut dihasilkan. Implikasi teoritis penelitian ini tampak pada penggunaan teori-teori kritis: teori ideologi Althusserian dan teori hegemoni Gramscian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana kritis, dimana analisis pada level teks dilakukan dengan analisis framing model Gamson dan Modigliani untuk menjawab tujuan pertama, analisis pada level praktek wacana menggunakan studi pustaka dan wawancara untuk menjawab tujuan kedua, demikian pula analisis pada level praktek sosial budaya menggunakan studi pustaka untuk menjawab tujuan penelitian ketiga.
Berkaitan dengan tujuan pertama, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tema-tema ideologi negara yang muncul dalam teks-teks pendidikan pada masa antara tahun 1975-2001 adalah sebagai berikut Kurikulum 1975, tema ideologi ketertiban untuk bidang studi PMP dan kemajuan material untuk IPS; Kurikulum 1984 tema ideologi stabilitas dan kemajuan materiil untuk bidang studi PMP, untuk bidang studi IPS adalah tema ideologi stabilitas, untuk bidang studi PSPB tema ideologi kemajuan materiil dan bahaya laten komunisme; Kurikulum 1994 tema ideologi ketertiban dan nasionalisme untuk bidang studi PPKN dan tema ideologi nasionalisme untuk IPS; sedangkan dalam Suplemen GBPP 1999 muncul tema ideologi nasionalisme untuk PPKN dan konstitusionalisme untuk IPS. Secara singkat, tema ideologi negara yang cenderung muncul sepanjang periode tersebut adalah: stabilitas/keamanan nasional, kemajuan materiil/pembangunan, dan nasionalisme/persatuan dan kesatuan.
Berhubungan dengan tujuan penelitian yang kedua, menunjukkan teks-teks yang muncul merupakan hasil proses produksi yang sangat terkontrol oleh negara, dalam hal ini melalui Pusat Perbukuan Nasional, sementara konsumsi teks dikontrol melalui pola-pola pemanfaatan buku dan sistem evaluasi yang menentukan keberhasilan penguasaan teks oleh peserta didik. Pada tujuan yang kedua ini, peneliti menemukan adanya fakta bahwa di dalam proses produksi terjadi kolusi pada proses tender pencetakan buku demi keuntungan ekonomi, sebagai efek sistem kontrol yang sangat ketat dalam proses produksi.
Sedangkan tujuan penelitian yang ketiga menunjukkan bahwa kondisi sosial politik dan budaya yang terjadi pada masa berlakunya Kurikulum 1975 sampai Kurikulum 1994 menunjukkan bahwa pendidikan digunakan sebagai pewarisan moral dengan mengedepankan antiintelektualisme dan anti-kritik, sebagai ciri negara yang menjalankan. pendidikan beridelogi konservatisme reaksioner (fundamentalism). Hal ini sejalan dengan kebijakan politik orde baru yang juga menerapkan sistem kontrol pada level sosial budaya masyarakat, sebagai ciri represi politik orde baru. Sementara Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 mengarahkan pendidikan lebih humanistik untuk mendorong pembaharuan sosial yang bersifat ilmiah dan rasional, meskipun kadang masih menggabungkan adanya pewarisan moral (fundamentalism liberasionism). Hal ini dikondisikan oleh situasi sosial politik masa reformasi yang menuntut perubahan menuju masyarakat madani.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia merupakan bentuk hegemoni negara pada masyarakat, yang dibangun atas dasar kesepakatan bersama dengan meneguhkan cara-cara lama yang mendorong kembali pada dasar negara (Pancasila dan UUD 1945) sebagai orientasi korektif masa lalu. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses hegemoni yang dijalankan berdampingan dengan tindakan-tindakan represif (RSA), misalnya dengan tindakan hukum, pelarangan dan sensor. Akan tetapi proses hegemoni tersebut berhadapan dengan munculnya proses counter hegemony dalam menawarkan pendidikan aliternatif bagi masyarakat, yaitu adanya teks-teks pendidikan yang tidak disahkan negara, munculnya televisi swasta, berkembangnya Internet, dan adanya kelompok-kelompok diskusi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ladd, Everett Carll.
New York: W.W. Norton , 1972
140 LAD i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kinloch, Graham C.
New York: Prentice-Hall, 1981
301 KIN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mannheim, Karl, 1893-1947
New York, N.Y.: Harcourt, Brace, 1954
321.07 MAN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Carlton, Eric
London: Routledge & Kegan, 1977
303 CARi
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.W. Widjaja
Jakarta: Akademika Pressindo, 1985
320.507 8 WID p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2001
320 IND k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Saefudin
"Pada satu sisi orang Indonesia menganggap dirinya sebagai bangsa yang religius. Namun pada sisi yang Iain, pada tataran praksis, ada indikasi terjadinya degradasi moral dan juga meningkatnya sekularisme. Tindakan yang dapat dikategorikan non-religius atau indikasi rendahnya religiositas ini, ternyata tidak hanya terjadi di kalangan orang tua, tetapi juga di kalangan anak-anak/remaja. Keadaan ini menarik dan penting untuk diperhatikan mengingat remaja adalah generasi penerus bangsa. Di samping itu menurut Erik H. Erickson pada fase remaja seorang individu menghadapi krisis identitas, suatu fase perkembangan yang sangat penting, yang akan mempengaruhi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pertanyaan yang muncul dan menjadi permasalahan penelitian adalah seberapa besar pengaruh agen-agen sosialisasi agama (yaitu: keluarga, gereja, sekolah dan teman sebaya) dalam membentuk religiositas remaja (usia 13-17 tahun) yang selama ini dilakukan?
Penelitian ini bertujuan, pertama, ingin mengetahui pengaruh sosialisasi agama dalam keluarga, gereja, sekolah dan teman sebaya terhadap religiositas remaja. Kedua, ingin mengetahui perbedaan pengaruh sosialisasi agama dalam keluarga, gereja, sekolah dan teman sebaya terhadap religiositas remaja dari sisi denominasi gereja, jenis kelamin dan jenis sekolah.
Variabel dependen yang diangkat dalam penelitian ini adalah religiositas remaja. Religiositas (religiosity atau religious commitment atau religious involvement atau religiousness) yang dimaksudkan di sini adalah kepercayaan dan tingkah laku individu dalam kaitannya dengan hal yang bersifat supernatural dan/atau nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Pengukuran religiositas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengadopsi indikator-indikator yang dikembangkan oleh Joseph E. Faulkner dan Gordon F. DeJong, yang bersumber dari dimensi-dimensi religiositas yang dikembangkan oleh Charles Y. Glock dan Roodney Stark. Dalam penelitian ini diangkat empat dimensi religiositas yaitu: keyakinan (ideological/belief), praktek religius (ritualistic), pengalaman (experimental) dan pengetahuan (intellectual).

Indonesians view themselves as religious people. However, in reality, lndonesians are experiencing a period of moral degradation and increased secularism. These phenomena not only occur among adults, but also among teenagers, the future generation. As Erik H. Erickson suggests, during adolescence, an individual is undergoing identity crisis, a critical phase which will influence on later development. In such an impressionable state, teenagers are influenced by their families, churches, schools and peers groups. The questions, then, is how these groups shape teen religiosity (age 13 to 17).
This research has two goals. First, it investigates the influences of religious socialization in the family, church, school and peers groups in shaping teen religiosity. Secondly, it explores different kinds of influence of religious socialization in the family, church, school and peers groups in shaping teen religiosity with respect to church denomination, gender and school types.
The dependent variable in this research is teen religiosity. Religiosity (or religious commitment) in this research is understood as individual belief or behavior connected to moral and godly matters. The quantitative indicators adopted to measure religiosity was developed by Joseph E. Faulkner and Gordon F. DeJong as found in the religiosity dimensions cultivated by Charles Y. Glock and Roodney Stark. The four dimensions of religiosity are belief (ideological), religious practices (ritualistic), experience (experimental) and knowledge (intellectual)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T21164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>