Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pada prinsipnya Hukum Internasional dapat mengikat negara-negara dan setiap negara berkewajiban untuk memberlakukannya. Kewajiban internasional yang timbul dari Hukum Internasional itu merupakan tanggungjawab pemerintahan negara yang bersangkutan untuk melaksanakannya berdasarkan konstitusi atau hukum-hukumnya.
Dalam hubungannya dengan praktek pengadilan-pengadilan nasional Amerika Serikat terhadap Hukum Internasional baik yang berasal dari Perjanjian Internasional atau Hukum Kebiasaan Internasional, selalu menggunakan Hukum Internasionalkapan saja asalkan relevan dengan kasus yang dihadapinya."
JHYUNAND 4:6 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tubagus Haritsa Yudana
"Robotic Surgery adalah bentuk dari pengembangan teknologi kesehatan yang menggunakan sistem robot dan dikendalikan oleh manusia untuk membantu prosedur pembedahan, salah satu sistem robot bedah yang banyak digunakan di dunia terutama di Amerika adalah robot bedah daVinci, dimana salah satu rumah sakit swasta di Jakarta sudah melakukan pelayanan kesehatan dengan menggunakan robot bedah model tersebut sejak tahun 2012. Tetapi Indonesia belum memiliki standar kurikulum pelatihan dan sertifikasi pelatihan pengoprasian robotic surgery untuk dokter bedah serta tidak adanya pengaturan mengenai teknologi robotic surgery sebagai teknologi baru dalam peraturan hukum kesehatan Indonesia.
Penelitian dilakukan dengan melakukan perbandingan dengan pengaturan robotic surgery di Amerika yang sudah mengimplementasikan sistem robot bedah sejak tahun 2000. Tidak seperti di Indonesia, sekarang Amerika sudah memiliki standar kurikulum pelatihan dan sertifikasi pelatihan pengoprasian robotic surgery namun pengaturan mengenai robotic surgery di Amerika masih dinilai kurang yang menyebabkan kecilnya tanggungjawab manufaktur robot bedah tersebut. Disarankan kepada Pemerintah Indonesia, Kementrian Kesehatan dan Kolegium Kedokteran Indonesia untuk dapat belajar dari pengalaman dan hukum di Amerika dalam pembuatan pengaturan robotic surgery di Indonesia.

Robotic Surgery is a form of health techonology development that uses robotic system and is controlled by humans to help with surgical procedures, one of the most widely used robotic surgical system in the world especially in United State of America is the daVinci surgical system, where one of the private owned hospital in Jakarta been using it since 2012. But Indonesia doesn't have a standard training curriculum and robotic surgery training certification for surgeon and there's no regulation about robotic surgery as a new health technology in Indonesian health law regulation.
The study was conducted by comparing with robotic surgery regulation in United State of America that already implemented it since 2000. Unlike in Indonesia, the American now already has a standard training curriculum and certification, but the regulation of robotic surgery is still lacking that narrows down the manufacturer's liability. Some advices to the Goverment of Indonesia, Indonesian Ministry of Health, and Medical College of Indonesia to able to learn from the Americas experience and regulation in the making of robotic surgery regulation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fuji Amaranggana
"Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, dalam beberapa dekade terakhir mulai bermunculan tanda baru yang digunakan sebagai merek yang disebut sebagai merek non-tradisional. Dalam pendaftaran merek non-tradisional terdapat ketentuan mengenai representasi grafis. Skripsi ini akan membahas mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek di Indonesia dan Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Penelitian hukum pada skripsi ini dilakukan dengan perbandingan hukum. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup pembahasan mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek non-tradisional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016, berdasarkan Lanham Act, dan perbandingan ketentuan representasi grafis dari kedua undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2016 dan Lanham Act. Selain itu, juga diperlukan adanya perubahan ketentuan representasi grafis dari merek non-tradisional dalam UU No. 20 Tahun 2016.

Along with the development of technology and information, in the last few decades a new sign has been used as a trademarks and known as non-traditional trademarks. In the registration of non-traditional trademarks there are provisions regarding graphical representation of the trademarks. This thesis will discuss the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks in Indonesia and the United States. The research method used is juridical normative with secondary data types obtained from library materials. Legal research in this thesis is carried out with comparative laws. The discussion in this thesis includes discussion regarding the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks based on the Law No. 20 of 2016, based on the Lanham Act, and a comparison of the graphical representation provisions of the two laws. The results showed that there are several similarities and differences in the provisions in the Law No. 20 of 2016 and the Lanham Act. In addition, it is also necessary to change the provisions for graphical representation of non-traditional trademarks in the Law no. 20 of 2016."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhaladika Adhibrata Pradana
"Meningkatnya jumlah investor di Indonesia harus diimbangi dengan perlindungan terhadap investor dari perbuatan curang pihak pihak yang tidak bertanggungjawab, dewasa ini kita dapat melihat di sosial media ada beberapa Public Figure yang rutin membagikan suatu promosi terhadap saham tertentu dilihat dari beberapa harga saham yang di promosikan oleh Public Figure pada saat promosi tersebut dilakukan mengalami kenaikan yang tidak wajar, lain hal di Amerika Serikat Securities Exchange Commission menuntut Andrew Murstein Seorang Pendiri dan Chief Operating Officer dari Medallion Financial Corp karena bersekongkol dengan beberapa pihak untuk mempromosikan saham MFIN, Securities Exchange Commission menuntut Andrew Murstein, karena terbukti melakukan “Illegal Touting”, karena promosi yang di lakukan oleh mereka menciptakan gambaran yang semu karena tidak sesuai dengan fakta material aslinya, untuk menjawab bagaimana menentukan suatu pelanggaran dalam “promosi saham” pada penelitian ini digunakan pendekatan komparatif yang membandingkan pengaturan pasar modal di Indonesia dan Amerika Serikat, hasil dari penelitian ini adalah promosi saham yang dilakukan Andrew Murstein merupakan promosi saham illegal karena menyebarkan informasi yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan fakta material aslinya, sedangkan promosi saham yang dilakukan Public Figure melanggar ketentuan POJK No 7 POJK.04/2019 Tentang Promosi Pemasaran Efek Termasuk Iklan Brosur atau Komunikasi Lainnya Kepada Publik.

The increasing number of investors in Indonesia must be balanced with the protection of investors from fraudulent actions by irresponsible parties, nowadays we can see on social media there are Public Figures who routinely share promotions for certain stocks, the stock prices promoted by the Public Figures always experienced an unnatural increase at the time it was promoted, on the other hand in the United States the Securities Exchange Commission sued Andrew Murstein, a Founder and Chief Operating Officer of Medallion Financial Corp, for conspiring with several parties to promote MFIN stock, Securities Exchange Commission sued Andrew Murstein, because committed “Illegal Touting”, because the promotion carried out by them created a false information because it was not in accordance with the original facts, to answer how to determine a violation in “stock promotion” writer used a comparative approach that compares capital market Provisions in Indonesia and the United States, the result of this study is that the stock promotion carried out by Andrew Murstein is illegal because it spreads misleading information and is not in accordance with the original material facts, while the stock promotion carried out by Public Figures violates POJK provisions No 7 POJK.04/2019 Concerning Securities Marketing Promotions Including Brochure Advertisements or Other Communications to the Public."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, H.D. Effendy
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
346.048 HAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Prasnu Rizki Pradhana
"Catatan medis menjelaskan perjanjian kerahasiaan medis di Indonesia dan Amerika Serikat; Perjanjian Implementasi Telemedicine di Indonesia dan Amerika Serikat; dan menganalisis undang-undang tentang kerahasiaan rekam medis elektronik dalam penerapan telemedicine di Indonesia dan Amerika Serikat menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian yang diakui (1) Kerahasiaan rekam medis di Indonesia dilindungi oleh berbagai peraturan seperti Hukum dan Peraturan Menteri sementara di Amerika Serikat, kerahasiaan pasien dalam rekam medis yang didukung oleh peraturan nasional, HIPAA, serta peraturan dan keputusan pengadilan negara; (2) Implementasi telemedicine di Indonesia belum diatur oleh pemerintah Amerika Serikat yang peraturannya telah diatur baik di tingkat nasional maupun negara bagian dan keputusan pengadilan dalam memastikan tata kelola telemedicine yang baik. Rekam medis pada sistem telemedicine, baik di Indonesia dan Amerika Serikat rekam medis dalam pelaksanaan telemedicine dalam bentuk ESDM dan bersama-sama didukung oleh hukum Amerika Serikat selain sanksi untuk kerahasiaan rekam medis elektronik juga memberikan insentif keuangan untuk kerahasiaan rekam medis menurut peraturan masing-masing negara berbeda dalam hal pengecualian terhadap kerahasiaan rekam medis seperti yang ditampilkan di negara bagian Alaska dan
Hawaii. Hasil penelitian tersebut, peneliti mengusulkan Menteri Kesehatan segera membuat pengaturan untuk pedoman terkait telemedis dalam implementasi telemedis tingkat nasional dengan menyediakan pengaturan yang dapat digunakan sebagai referensi dalam hal catatan medis elektronik seperti standar enkripsi yang digunakan.

Medical records explain medical confidentiality agreements in Indonesia and the United States. Telemedicine Implementation Agreement in Indonesia and America Union and analyzing the law on the confidentiality of electronic medical records in the application of telemedicine in Indonesia and the United States using normative juridical research methods. From the results of research that are recognized (1) The confidentiality of medical records in Indonesia is protected by various regulations such as Law and Ministerial Provisions in the United States, the confidentiality of patients in medical records supported by national regulations, HIPAA, and regulations and decisions of state courts; (2) The implementation of telemedicine in Indonesia has not been regulated by the United States government whose regulations have been set at both the national and state levels and court decisions in ensuring good telemedicine governance; Medical records on the telemedicine system, both in Indonesia and the United States. Medical records on the implementation of telemedicine in the form of EMR and together supported by United States law in addition to sanctions for the confidentiality of electronic medical records also provides financial incentives for the confidentiality of medical records according to the regulations of each different country in terms of exceptions to the confidentiality of medical records as displayed in the state of Alaska and Hawaii. The results of the study, researchers proposed the Minister of Health immediately make arrangements for guidelines relating to telemedicine in the implementation of national telemedicine by providing arrangements that can be used as a reference in terms of electronic medical records such as the encryption standards used."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghazi Afrian Sadikin
"Fokus dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memperlihatkan peran Super PACs yang merupakan model komite atau organisasi pendanaan kampanye, dapat menimbulkan ketidaksetaraan politik antar warga, khususnya pada saat pemilihan presiden tahun 2012. Super PACs yang tidak memiliki batasan di dalam menerima serta membiayai kampanye dapat menjadi instrumen bagi pihak dengan dengan kekuatan ekonomi besar untuk mentransformasi kekuatan ekonominya menjadi kekuatan politik secara lebih leluasa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisa mengenai bagaimana Super PACs menimbulkan ketidaksetaraan politik antar warga pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 2012.
Penelitian ini menemukan bahwa pihak-pihak dengan kekuatan ekonomi kuat menggunakan Super PACs sebagai instrumen untuk mengubah kekuatan ekonominya menjadi kekuatan politik yang terlihat pada pendanaan Super PACs yang dimotori oleh kontribusi dana dari para pendonor besar. Namun penelitian ini juga menemukan bahwa Super PACs tidak dapat membeli pemilihan. Independensi dan kebebasan serta kekuatan agregatif politik dan ekonomi warga pada saat pemilihan, mampu untuk meminimalisir ketidaksetaraan akibat perbedaan kekuatan ekonomi dan politik.

This paper focuses on the role of Super PACs, which is a model of campaign finance committees, may lead to political inequality between the citizens, especially during the 2012 presidential election. Super PACs that do not have any restriction on receiving and funding a campaign can be an instrument for the people with a big economic power to transform their economic power into political power more freely. This study uses qualitative methods to analyze about how Super PACs pose political inequality between the citizens during The 2012 United States Presidential Election.
This study found that the people with a big economic power using Super PACs as an instrument to transform their economic power into political power, which can be seen by looking on how Super PACs funding, led by a big donors. However, this study also found that Super PACs couldn't buy the election. Independency and freedom, as well as political and economic power of the citizens aggregated in the election, able to minimize the inequality due to differences in economic and political power.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S54720
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Rizky Dwi Amalia
"Tidak adanya kriteria yang komprehensif dalam Peraturan Pelaksanaan atas Undang-Undang Merek menyebabkan hakim tidak memiliki pilihan selain memutuskan sebuah tuntutan hukum sebagai Gugatan Tidak Dapat Diterima. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum berkaitan dengan perlindungan merek terkenal. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penerbitan ketentuan yang menetapkan kriteria merek terkenal sebagai pedoman dalam menentukan merek terkenal di sebuah kasus. Mengingat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No. 67 Tahun 2016 yang baru dikeluarkan sebagai peraturan pelaksanaan yang mengandung kriteria merek terkenal di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis kriteria merek terkenal dengan Undang-Undang Merek yang sebelumnya. Analisisnya akan menjelaskan apakah ini akan menjadi solusi yang efisien untuk mengatasi isu ketidakpastian hukum tersebut. Kemudian, situasi serupa terjadi di Amerika Serikat sebagaimana tidak ada hukum atau peraturan tertulis yang mengatur kriteria merek terkenal. Penelitian ini selanjutnya membahas bagaimana Amerika Serikat mengatur kriteria merek terkenal tanpa hukum tertulis, namun berdasarkan hukum putusan hakim preseden kasus. Pada akhirnya penilitian ini juga akan menjelaskan bagaimana kedua negara berbeda dalam menentukan kriteria tanda terkenal namun tetap memenuhi kewajiban mereka sebagai negara anggota. Persamaan dan perbedaan akan dianalisa dalam bentuk format, substansi dan sifat kriteria tanda terkenal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kedua Negara telah memenuhi kewajibannya sebagai Negara anggota dengan menerapkan standar serupa dengan Joint Recommendation, walaupun pendekatannya berbeda.

The absence of comprehensive criteria in an implementing regulation of Mark Law led to judges having no choice but to decide ldquo Lawsuit Cannot be Accepted. rdquo This created legal uncertainty with regards to well known mark protection. This shows how significant the issuance of provisions regulating criteria of well known mark as a guideline. In light of the newly issued Ministerial Decree of Justice and Human Right No. 67 Year 2016 as implementing regulation containing criteria of well known mark in Indonesia, this research aims to compare and analyze such criteria with previous mark laws. An analysis would project whether this will be the efficient solution towards the issue of legal uncertainty. Similar situation occurs in United States of America whereby there is no written law or regulations regulating criteria of well known mark. This research further discusses how the United States regulate the criteria without written law but with case law case precedents. It will also eventually compare how the two countries differ in determining well known mark criteria but still fulfill their obligations as member states. Similarities and differences will be found in terms of the format, substance and nature of well known mark criteria. The research concludes that both countries have fulfilled their obligations as member states by applying similar standard as the Joint Recommendation, although their approach is different."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayadita Fathia Waluyo
"Doktrin Likelihood of Confusion sebagai doktrin yang terkandung dalam Article 16 (1) TRIPs Agreement telah menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam menentukan suatu pelanggaran merek. Namun demikian, Doktrin Likelihood of Confusion saat ini belum dianut oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Meski begitu, beberapa Majelis Hakim dalam menyelesaikan sengketa merek di Indonesia telah berusaha memberikan pertimbangan terkait Likelihood of Confusion seperti Pada Putusan Nomor 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst antara pemilik merek “FORMULA STRONG” melawan pemilik merek “PEPSODENT STRONG 12 JAM” serta pada Putusan Nomor 10/PDT.SUS.MEREK/2020/PN.NIAGAJKT.PST. antara merek “PUMA” melawan merek “PUMADA”. Untuk itu, penelitian ini akan menganalisis terkait penerapan Doktrin Likelihood of Confusion dalam penyelesaian sengketa merek di Indonesia, serta membandingkannya dengan pengaturan dan penerapannya di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah Majelis Hakim dalam menerapkan Doktrin Likelihood of Confusion di Indonesia masih bersandar kembali dengan hanya menitikberatkan pada ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya antara kedua merek. Padahal, adanya kesamaan antara kedua merek tidak serta merta menimbulkan kebingungan bagi konsumen, yang berujung pada kerugian bagi pemilik merek. Kedua merek juga tetap dapat dibedakan satu sama lain, dan fungsi utama merek sebagai daya pembeda masih terpenuhi. Oleh karenanya, Indonesia diharapkan dapat memperhatikan syarat Likelihood of Confusion dalam penentuan pelanggaran merek dengan cara merumuskannya ke dalam Undang-Undang ataupun menyatukan pemahaman penegak hukum dalam memberikan pertimbangan hukum guna mewujudkan keadilan dalam perlindungan hak atas merek.

The doctrine of Likelihood of Confusion as a doctrine contained in Article 16 (1) of the TRIPs Agreement has become the basis for consideration by the Panel of Judges in several countries such as the United States and the European Union in determining a trademark infringement. However, the Likelihood of Confusion doctrine is currently not adopted by Indonesia in Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. Even so, several Panel of Judges in resolving trademark disputes in Indonesia have tried to provide considerations related to Likelihood of Confusion such as in Decision Number 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst between the owner of the trademark of "FORMULA STRONG" against owner of the trademark of "PEPSODENT STRONG 12 HOURS" as well as in Decision Number 10/PDT.SUS.MEREK/2020/PN.NIAGAJKT.PST. between the trademark “PUMA” against the trademark “PUMADA”. For this reason, this study will analyze the application of the Likelihood of Confusion Doctrine in the trademark disputes resolution in Indonesia, and compare it with the regulation and implementation in the United States and the European Union. This research was conducted using a juridical-normative method with data obtained through a literature study. The conclusion that can be drawn is that the Panel of Judges in implementing the Likelihood of Confusion Doctrine in Indonesia still relies on and by only focusing on whether or not there are similarities in substance or in its entirety between the two trademarks. In fact, the similarities between the two trademarks do not necessarily cause consumers confusion, which leads to the trademark owner’s loss. The two trademarks can also still be distinguished from one another, and the main function of the trademark to distinguish goods and/or services is still fulfilled. Therefore, Indonesia is expected to be able to pay attention to the terms of Likelihood of Confusion in determining trademark infringement by formulating it into the law or uniting the understanding of law enforcer in providing legal considerations in order to realize justice in the protection of trademark rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>