Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 239382 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kudis yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei adalah salah satu di antara beberapa penyakit yang masih mengganggu ternak dan dapat menggelisahkan masyarakat, khususnya pemelihara hewan sakit (zoonosis). Telah banyak obat yang dianjurkan untuk digunakan dalam mengobati kudis, tetap nampaknya jarang dipakai karena harganya belum terjangkau, masih sulit didapatkan dan cara pengobatannya tidak gampang dilakukan oleh petani peternak. Untuk itu, dipilih obat kombinasi antara belerang 2,5% dalam vaselin dan campuran sabun-belerang dalam air (belerang 1,5% , sabun detergen 0,75%), yang dicobakan pada 9 ekor kambing yang menderita kudis (oleh S.scebiei), dengan tingkat keparahan ringan hingga sedang. Kambing tersebut dibagi menjadi 3 kelompok, yang masing-masing terdiri dari 3 ekor. Kelompok 1 diobati dengan cara permukaan kulit yang klinis menderita kudis diolesi dengan belerang 2,5% dalam vaselin, permukaan kulit lainnya dibasahi dengan larutan sabun-belerang masing-masing pada hari 0, 7, 14, dan 21. Kelompok 2 diobati seperti cara kelompok 1 pada hari 0, 10, dan 20. kelompok 3 diobati seperti di atas pada hari 0, 10, 20 dan 30. Ada indikasi bahwa hasil terbaik adalah kelompok 2, karena S.scabiei hilang dan kulit yang terserang kudis sembuh mulai hari 40. "
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Matahari Arsy Harum Permata
"ABSTRAK
Latar belakang: Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering ditemui di negara berkembang seperti Indonesia. Ukuran tungau Sarcoptes scabiei sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Diagnosis definitif skabies adalah dengan identifikasi mikroskopis tungau, telur, atau feses tungau. Dermoskopi merupakan alat yang sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis skabies, namun masih dibutuhan kajian mengenai akurasi dermoskopi di Indonesia terkait kelebihan dan kekurangan untuk penegakan diagnosis skabiesTujuan: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan dermoskopi pada penegakan diagnosis skabiesMetode: Subjek penelitian adalah santri di Pondok Pesantren di Citeurerup, Bogor. Penelitian dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama dilakukan uji inter-rater untuk memastikan peneliti kompeten dalam melakukan pemeriksaan dermoskopi. Tahap kedua menggunakan desain penelitian uji diagnostik potong lintang. Tahap kedua dilakukan satu minggu setelah tahap pertama dengan pengambilan sampel secara konsekutif.Hasil: Pada uji inter-rater antara peneliti dan Spesialis Kulit dan Kelamin SpKK pada 32 subjek penelitian SP didapatkan nilai kappa 0,5. Pada penelitian tahap ke-dua didaptkan hasil spesifisitas dermoskopi sangat baik 90,48 sedangkan sensitivitasnya rendah 44,29 . Nilai duga positif dermoskopi sangat baik 93,94 namun nilai duga negatifnya rendah 32,76 . Rasio kemungkinan positif dermoskopi adalah 4,65 IK 95 1,612-13,42 dan rasio kemungkinan negatif adalah 0,6158 IK 95 0,5793-0,6546 Simpulan: Dermoskopi dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan alat yang baik dalam menegakkan diagnosis. Bila pada dermoskopi ditemukan gambaran a jet with contrail, diagnosis dapat langsung ditegakkan, namun bila tidak, perlu dilakukan pemeriksaan konfirmasi lainnya.

ABSTRACT
Scabies occurs worldwide and can affect everyone. Scabies is one of the most common skin diseases in developing countries such as Indonesia. The size of the Sarcoptes scabiei mite is too small to be seen by the naked eye. The definitive diagnosis of scabies is by microscopic identification of mites, eggs, or scybala. Dermoscopy is a very useful tool in diagnosing scabies. Although there are few advantages and disadvantages to be considered in using dermoscopy to diagnose scabiesObjective To determine the sensitivity and specificity of dermoscopic examination in diagnosis of scabiesMethods The study design is using. Research subjects are students of Pondok Pesantren Al Hidayah. The research is divided into two stages, the initial stage is done inter rater test to ensure the researcher is competent in conducting dermoscopy examination. The second stage is a cross sectional diagnostic test with a consecutive sampling.The second stage is done one week after the first stage.Results The inter rater test between the researcher and dermatovenereologist with 32 subjects result in Kappa 0,5. Second stage with 95 subjects shows the specificity of dermoscopy is very good 90.48 while the sensitivity is low 44.29 . The dermoscopic positive predictive value was very good 93.94 but the negative predictive value is low 32.76 . Positive likelihood ratio of dermoscopy is 4,65 CI 95 1,612 13,42 and negative likelihood ratio of dermoscopy is 0,6158 CI 95 0,5793 0,6546 Conclusion Dermoscopy can be used as a good tool for diagnosis of scabies. If the dermoscopy shows a jet with contrail appearance, patient can be treated directly, but if its not found, examination should be followed by other diagnostic methods."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu spesies jamur yang banyak dilaporkan terdapat di dalam air adalah Candida. Air yang telah tercemar Candida dapat menjadi sumber infeksi kandidiasi misalnya kandidiasis vagina. Infeksi ini diduga akan mudah berpindah jika airnya digunakan oleh umum, mislanya air kamar mandi umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi Candida pada kamar mandi umum di beberapa pasar di Jakarta yang meliputi pasar Inpres dan pasar swalayan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 53,3% dari 60 pasar yang diteliti airnya mengandung Candida. "
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Menemukan parasit malaria dalam darah tepi smapai saat ini masih merupakan cara diagnostik malaria yang paling diandalkan. Walaupun demikian, di daerah dengan endemisitas tinggi, hal ini merupakan suatu kendala, sebab di daerah tersebut biasanya parasit sulit ditemukan di dlaam darah, karena densitas parasitnya rendah. Keadaan ini disebabkan oleh adanya kekebalan yang meninggi pada penderita. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pemeriksaan parasit malaria dengan metode QBC (quantitative buffy coat) dan dengan metode konvensional (pulasan Giemsa) pada penduduk daerah mesoendemi di Kepulauan Riau. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa walaupun ada kelemahannya, metode QBC cukup sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis malaria, sehingga metode QBC dapat menggantikan metode konvensional. "
MPARIN 8 (1-2) 1995
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai lalat punuk telah dilakukan di lima wilayah di kabupaten Bogor, yaitu di Ciledug, Darmaga, Sukamantri, Cisarua, dan Tugu pada bulan Januari sampai Juni 1992. penelitian tahap pertama mengenai lalat punuk ini ditekankan pada masalah sistematika terutama mengenai taksonomi dan ekologi. Koleksi larva dan pupa lalat punuk dilaksanakan dengan mengambilnya langsung dari perairan dan dengan tangguk serangga untuk koleksi lalat dewasa. Perangkap lampu dan perangkap berumpan hewan juga digunakan untuk mengumpulkan lalat dewasa yang aktif sore/malam hari. Keragaman jenis yang tinggi terdapat pada lokasi dengan ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut serta memiliki perairan bersih dari limbah."
MPARIN 9 (1-2) 1996
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian penggunaan bumbung bambu berinsektisida fenitrotion 2% terhadap kepadatan populasi pinjal telah dilakukan di kecamatan Selo, kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dari bulan Mei 1995 – Januari 1996. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan bumbung bambu berinsektisida dalam pengendalian pinjal dan mencari cara pengendalian tikus/pinjal yang dapat digunakan oleh masyarakat. Jenis tikus yang sering berkunjung ke bambu berinsektisida adalah Rattus rattus diardii, R.tiomanicus, dan R.niviventer. Jumlah umpan yang dimakan tikus sebanyak 17,29 gram/hari/bumbung bambu."
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam pemberantasan cacing yang ditularkan melalui tanah dipakai obat cacing berspektrum luas terutama bila ada infeksi campuran dengan T.trichuria. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat potensi trasmisi A.lumbricoides dan T.trichuria pada murid sekolah dasar. Cara Kato-Katz digunakan dalam pemeriksaan tinja 684 murid SD. Murid yang terinfeksi diobati dengan oksantel pirantel pamoat (OPP) atau mebendazol (MBZ) dosis tunggal. Biakan tinja pada genting steril yang direndam dalam formalin 1,0% dilakukan pada 15 anak kelompok OPP dan 15 anak kelompok MBZ. Angka penyembuhan dan angka penurunan telur pada askariasis sangat baik, sedangkan pada trikuriasis diperoleh angka penyembuhan dan angka penurunan telur yang lebih kecil. Hambatan pertumbuhan telur A.lumbricoides ditemukan 2 hari pasca pengobatan OPP. Pada kelompok MBZ, hambatan pertumbuhan telur ditemukan pada hari ke-5 pasca pengobatan, dan ditemukan telur yang degenerasi pada tinja 2 hari dan 5 hari pasca-pengobatan MBZ. Angka transmisi pada kelompok OPP dan MBZ tidak berbeda bermakna. Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh obat terhadap angka transmisi maupun pertumbuhan telur T.trichuria."
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan uji ELISA tak langsung (indirect ELISA) terhadap 423 serum sapi dan kerbau dari berbagai umur. Serum diambil dari Bank Serum milik Balivet Bogor dan berasal dari daerah Surade, Karawang, Kulonprogo, Blora, dan Tuban. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa T.evansi telah tersebar secara prevalen pada sapi dan kerbau di kelima daerah tersebut. Angka kejadian anti-bodi pada anak sapi sebesar 18%, pada sapi dewasa 51%, dan pada sapi tua 67%, sedangkan pada kerbau, kerbau dewasa dan kerbau tua masing-masing sebesar 24%, 65%, dan 56%. Angka kejadian antibodi dan titer ELISA berkecenderungan meningkat dengan bertambahnya umur hewan. "
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini bertujuan untuk meninjau hasil studi terhadap jenis-jenis cendawan yang dapat diisolasi dari sampel organ tubuh dan produk unggas, pakan, komponen pakan dan sampel lain yang diperiksa di Laboratorium Mikologi balai Penelitian Veteriner Bogor selama periode 1992 – 1996. Studi dilakukan dengan cara memilah-milah dan mengelompokkan jenis sampel yang diperiksa, kemudia dievaluasi. Sampel itu sendiri sebelumnya telah mengalami pemeriksaan secara mikologik. Hasil studi menunjukkan bahwa banyaknya sampel dari tahun ke tahun selama periode pengamatan berfluktuasi. Dari sebanyak 114 sampel yang diperiksa, terdapat 35,97% organ tubuh dan produk unggas, serta 64,03% pakan, komponen pakan dan sampel lain. Sampel-sampel tersebut didiagnosis 70,18% positif mikosis atau tercemar kapang dan 29,82% negatif, sedangkan dalam pembiakan dapat diisolasi cendawan, yakti 93,16% kapang dan 6,84% khamir. Karena cendawan lebih banyak ditemukan pada pakan dan komponennya dibandingkan dengan pada organ tubuh unggas, dapat disimpulkan bahwa perhatian terhadap masalah kontaminasi kapang dan produk toksiknya pada pakan lebih tinggi dibandingkan dengan pada masalah penyakit (mikosis).
"
MPARIN 12 (1-2) 1999
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian di daerah sekitar kampus UI Depok untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada Rattus spp. dan jenis-jenis tikus yang terinfestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 55 ekor tikus yang ditangkap pada tahun 1991 dan 1992 ada dua jenis ektoparasit ialah pinjal Xebopsylla sheopis dan kutu Holopleura pasifica. Jenis-jenis tikus (Rattus) yang tertangkap dan terinfestasi ada 5 jenis, yaitu R. norvegicus, R.tiomanicus, R. rattus diardi, R.argentiventer, dan R.exulans."
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>