Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Reformasi pajak di Indonesia dimulai tahun 1983 dengan memperkenalkan prinsip self assessment, menyederhanakan dan menurunkan tarif PPh dan memberlakukan PPN (pajak pertambahan nilai) sebagai pengganti PPn (pajak penjualan). Setelah berjalan 10 tahun, reformasi pajak 1983 ini dilanjutkan dengan reformasi pajak 1994 dan 1997 yang mengubah undang-undang sebelumnya san membuat undang-undang baru. Dalam reformasi lanjutan ini, tarif PPh kembali diturunkan dan mulai diperkenalkan PPh final. selain itu, pajak daerah dan retribusi daerah untuk pertama kalinya ditata dalam sebuah undang-undang. Demikian juga PNBP (Penerimaan negara bukan pajak) dan BPHTB (Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan) masing-masing ditata dalam undang-undang. Reformasi pajak 1983, 1994, dan 1997 diterima baik oleh masyarakat dan suskes mencapai target atau sasarannya. Sedangkan reformasi pajak pasca 1997, meski dengan biaya yang amat mahal, tetapi karena tidak direncanakan dengan baik dan bermuatan politis, memberikan indikasi kegagalan."
JLI 8:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melfi Thaher
"Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia mereformasi Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku mulai 2001. Tesis ini membahas dampak reformasi pajak tersebut terhadap penawaran tenaga kerja wanita. Tidak banyak penelitian terdahulu tentang pengaruh reformasi pajak terhadap penawaran tenaga kerja wanita Indonesia khususnya dalam hal PTKP WP Kawin. Beberapa penelitian sebelumnya di negara maju menunjukkan bahwa wanita menikah cenderung menyesuaikan penawaran tenaga kerja mereka disebabkan perubahan PTKP tersebut. Dengan menggunakan dua gelombang terakhir data IFLS yaitu IFLS 2000 dan 2007, penelitian ini menggunakan metode difference-in-differences (D-I-D) untuk meneliti apakah ada perubahan perilaku tenaga kerja wanita di Indonesia disebabkan perubahan PTKP Kawin. Hasil penghitungan D-I-D menunjukkan bahwa wanita menikah menurunkan partisipasi di pasar kerja dengan mengurangi tingkat partisipasi mereka. Sebaliknya, jam kerja meningkat walaupun peningkatannya relatif kecil.

In 2000, Indonesian government undertook reform of income tax law which comes into effect in 2001. This paper examines the impact of this tax reform on female labor supply in Indonesia. There are limited studies on the impact of tax reform on female labor supply Indonesia especially in terms of spouse deduction. A number of previous studies in developed countries show that married women are likely to adjust their labor supply due to tax reform on spouse deduction. By using the last two waves of the Indonesian Family Life Survey (IFLS) collected in 2000 and 2007, this study use difference-in-differences approach to examine whether there has been any change in the behavior of female labor supply due to the change in spouse deduction in this tax reform. The result of difference-in-differences approach suggests that married women decreased their share in labor market by reducing their participation rate. Conversely, the hours of work increase even though relatively small."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Wiwiek Hartini
"Reformasi administrasi perpajakan yang diterapkan di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat mulai 1 September 2004, bertujuan untuk mengamankan penerimaan negara melalui peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan peningkatan kepercayaan Wajib Pajak kepada fiskus. Strategi utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah meningkatkan pelayanan (pelayanan prima) dan pengawasan kepada Wajib Pajak. Kualitas pelayanan prima dapat muncul karena pegawai memberikan kinerja terbaiknya. Kinerja pegawai akan meningkat apabila pegawai merasa puas dengan pekerjaannya. Howel dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya pegawai terhadap berbagai aspek pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi kerja. Model motivasi harapan Vroom yang dikembangkan oleh Porter-Lawler (1968), melihat hubungan timbal balik antara motivasi dan kepuasan kerja.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama apakah makna kepuasan kerja menurut pegawai KPP PMA Empat sebelum reformasi administrasi perpajakan?. Kedua, bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh DJP, sebagai instansi vertikal diatas KPP PMA Empat, untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawainya, dan ketiga, bagaimanakah kepuasan kerja pegawai KPP PMA Empat pasca reformasi administrasi perpajakan? Kerangka teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahwa reformasi administrasi perpajakan telah melakukan beberapa modifikasi, yaitu struktur organisasi menjadi lebih fungsional, modernisasi sistem informasi yang didukung dengan teknologi tinggi, peningkatan kualitas SDM melalui uji kemampuan dan integritas, serta peningkatan kompensasi yang disertai dengan adanya kode etik bagi pegawai. Keempat perubahan tersebut telah sesuai dengan teori Gibson (1996) tentang pengembangan iklim organisasi untuk pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Reformasi administrasi perpajakan tersebut akan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Smith, Kendall dan Hulin (1969) mengembangkan instrumen untuk mengukur kepuasan kerja dengan sebutan Job Descriptive Index (JDI). JDI mengukur 5 aspek pekerjaan, yaitu (1) pekerjaan itu sendiri, (2) kualitas supervisi, (3) rekan kerja, (4) promosi, dan (5) gaji. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Analisa penelitian didasarkan pada hasil survei kuisioner berupa pandangan pegawai terhadap 5 aspek kepuasan kerja JDI pasca reformasi administrasi perpajakan, observasi partisipatif (participant observation), serta wawancara mendalam (in depth interview) yang semiterstruktur (semistructured interview) dengan informan-informan kunci dari kalangan interen DJP yang berkompeten dengan permasalahan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja pegawai KPP PMA Empat terhadap reformasi administrasi perpajakan secara umum sudah baik. Mengenai jumlah kompensasi, mayoritas pegawai sudah merasa puas. Ketidakpuasan hanya terjadi pada jabatan AR dan fungsional pemeriksa yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak. Ketidakpuasan juga terdapat di beberapa item, yaitu atas desain pekerjaan, sistem training, workflow SIDJP, evaluasi (feedback) dari atasan, alokasi peralatan kantor untuk fungsional pemeriksa, dan atas kurangnya penghargaan bagi jabatan pelaksana. Kode etik pegawai terbukti efektif untuk mengikat pegawai dari perilaku disfungsional.
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa makna kepuasan kerja menurut pegawai KPP PMA Empat sebelum reformasi administrai perpajakan adalah kompensasi berada di urutan pertama, baru kemudian disusul dengan pekerjaan itu sendiri, desain pekerjaan, promosi, supervisi, rekan kerja, aktualisasi diri, dan skill variety. Ketidakpuasan atas kompensasi telah mendorong terjadinya perilaku disfungsional. Reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh DJP telah mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Jumlah kompensasi yang diberikan telah memuaskan mayoritas pegawai. Ketidakpuasan hanya terjadi pada jabatan AR dan fungsional pemeriksa. Ketidakpuasan lainnya adalah atas desain pekerjaan, sistem training, workflow SIDJP, evaluasi (feedback) dari atasan, alokasi peralatan kantor untuk fungsional pemeriksa, dan atas kurangnya penghargaan bagi pelaksana. Penelitian ini juga memberikan beberapa saran bagi Kepala KPP PMA Empat dan DJP, yaitu perlunya penambahan training bagi AR dan fungsional pemeriksa, perlu lebih memperhatikan alokasi peralatan kantor bagi fungsional pemeriksa, perlu adanya evaluasi (feedback) dan pengawasan dari atasan, perlu dibentuk pola training yang baku oleh DJP, perlunya redesign job description bagi Kasi, AR, dan pelaksana, perlu dilakukan modifikasi ulang atas SIDJP, dan terakhir, perlu dilakukan redesign atas sistem kompensasi, dengan memperhitungkan faktor kinerja individual sebagai basis perhitungan.

Tax administration reform, which was put into practice in Tax Service Office for Foreign Investment Four (The Tax Office) since 1 September 2004, is design to secure national income through the improvement of taxpayers voluntary compliance and taxpayers reliance on Tax Officers. The main strategies to accomplish this goal are improving the public service (excellence service) and the observation process upon taxpayers. Excellence service quality can emerge when tax officers give their finest performance. Tax officers􀂶 performance will improve when they satisfied with their job. Howel and Dipboye (1986) consider job satisfaction as a whole outcome from the employees􀂶 interest toward various aspects of their job. Moreover, job satisfaction correlate with work motivation. Porter-Lawler (1968) in their Expectancy Model of Vroom of Work Motivation discovers that there is a reciprocal relationship between motivation and job satisfaction.
There are three main issues in this research. First, what is the definition of job satisfaction according to The Tax Office before the implementation of tax administration reform? Second, what does the Directorate General of Taxation (DGT), as the upper organization of The Tax Office, do to improve their employees􀂶 job satisfaction? Third, how is The Tax Office employees􀂶 job satisfaction after the implementation of tax administration reform? Theory framework used in this research is that tax administration reform had carried out several modifications which are, organizational structure changes based on the function of each division, information system modernization supported by sophisticated technology, human resource quality improvement through capability and integrity tests, and remuneration increase along with the presence of ethical code for employees. These changes are consistent with Gibson Theory (1996) about the development of organization environment to achieve corporation􀂶s goals effectively and efficiently. This tax administration reform will affects employees􀂶 job satisfaction. Smith, Kendall and Hulin (1969) develop an instrument to measure job satisfaction which is called Job Descriptive Index (JDI). JDI measures 5 aspects of a job, which are (1) the job itself, (2) supervisors􀂶 quality, (3) co-worker, (4) promotion, and (5) remuneration.
The assessment method used in this research is qualitative assessment method. The analysis will be based on the questionnaire􀂶s responses upon employees􀂶 perspective toward 5 JDI job satisfaction aspects after the implementation of tax administration reform, participant observation, semistructured in depth interview with key officials from DGT who have competencies in handling the problems in this research.
The result of this research shows that The Tax Office employees􀂶 job satisfaction toward tax administration reform is good. Most employees are satisfied with the amount of renumeration. Dissatisfaction only stated by Account Representatives and Auditors who directly interact with taxpayers. The dissatisfaction also arises on several aspects such as job description design, training system, DGT Information System􀂶s Work Flow, feedback from upper management, office equipment distribution for tax auditors, and lack of reward at staff level. Ethical code for employees is effectively proven in preventing employees from showing dysfunctional behaviors.
The conclusion from this research is as follows. The meanings of job satisfaction according to The Tax Office employees in order of importance before the implementation of tax administration reform are remuneration, the job itself, job description design, promotion system, supervisors􀂶 quality, co-worker, self actualization, and skill variety. Dissatisfaction on remuneration had urges the dysfunctional behaviors occurrence. Tax administration reform implemented by DGT is capable to increase employees􀂶 job satisfaction. The amount of remuneration had satisfied most employees. Dissatisfaction only occurs at Account Representative and Auditor level. Other dissatisfaction includes dissatisfaction on job description design, training system, DGT Information System􀂶s Work Flow, feedback from upper management, office equipment distribution for tax auditors, and lack of reward at staff level. This research also proposes several suggestions which include the necessary to provide trainings for Account Representatives and tax auditors, to allocate office equipment distribution for tax auditors, to give feedback for employees, to redesign job description for Supervisors, Account Representatives and staffs, to redesign DGT Information System􀂶s Work Flow, and to revise remuneration system by using individual performance as the calculation base."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Reinhard
"ABSTRACT
The Indonesia government has implemented tax reform for three times that is in 1983, in 1994 and in 2000 which is conducted by Directorate General Taxes (DGT). One of the goals of these reforms is to generate or to increase the taxes revenue. This case is interesting to be examined because these taxes relate to finance public services. Considered to the goal of the taxation reforms, this paper focuses on two questions. The first question is whether the three tax reform in 1983, 1994, and 2000 have positive significant impacts to the national tax revenue. And the second is whether the gross domestic product (GDP) and the reform itself have significant impacts to tax revenue.
By using the time series data and applying the ordinary least square (OLS) method, the author gets the parameters for each variables (GDP, Dummy, and GDP*Dummy). The data used in this research are GDP and tax reform as a dummy variable (0 = before reform; 1 = after reform). As mentioned above, the tax reform have been conducted three times which is in 1983, in 1994, and in 2001 and each reform uses different time series data, from 1978 to 1994, from 1984 to 2000, from 1995 to 2008 respectively. In this research also make use of the stationary test to all data. The equation model make sure that there is no multicollinearity, heteroscedasticity, and autocorrelation and then applying the ttest and F-test to the models. All these works are calculated by using Eviews 4.1 package.
The outcome of the research show us that after the first tax reform in 1983, the tax revenue has increased from every GDP raised compare to that of before tax reform in 1983. Though as a discretionary factor, the reform policy has not yet succeeded to raise the tax revenue. Unexpectedly, the tax reforms in 1994 and 2000 have not increased the tax revenue from every GDP raised, but as discretionary factors, they have succeeded to drive up the tax revenue.

ABSTRAK
Indonesia telah melakukan tiga kali reformasi perpajakan, yaitu tahun 1983, 1994 dan 2000. Reformasi yang telah dilakukan oleh DJP dengan salah satu tujuannya untuk meningkatkan penerimaan pajak menjadi sangat menarik untuk dianalisis, sehingga dalam penelitian ini akan dibahas apakah reformasi perpajakan tahun 1983, 1994 dan 2000 berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap penerimaan pajak nasional? Dan apakah variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan reformasi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan pajak? Data yang digunakan adalah data times series atau runtut waktu.
Reformasi perpajakan 1983 data yang digunakan tahun 1978 s.d. 1994, reformasi perpajakan 1994 data yang digunakan tahun 1984 s.d. 2000 dan sedangkan reformasi perpajakan 2000 data yang digunakan tahun 1995 s.d. 2008. Data tersebut meliputi Produk Domestik Bruto (PDB), dan Reformasi Perpajakan sebagai dummy variable dimana nilai 0 sebelum reformasi perpajakan dan nilai 1 setelah reformasi perpajakan.
Proses analisis yang dilakukan dengan menggunakan software Eviews 4.1 metode OLS (Ordinary Least Square) akan menghasilkan parameter (koefisien regresi) dari masing-masing variabel PDB, variabel dummy dan PDB*Dummy dimana parameter tersebut menunjukan hubungan antara variabel tersebut dengan variabel penerimaan pajak. Dalam penelitian ini dilakukan uji stationeritas terhadap semua data yang digunakan. Model regresinya telah terbebas dari gangguan klasik yaitu multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi selanjutnya dilakukan uji signifikansi regresi yang menggunakan uji t dan uji F.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan temuan-temuan yaitu reformasi perpajakan 1983 mampu meningkatkan penerimaan pajak dari setiap kenaikan nilai PDB dibandingkan sebelum reformasi. Namun kebijakan reformasi sebagai faktor diskresioneri belum mampu meningkatkan penerimaan pajak. Reformasi perpajakan 1994 dan 2000 belum mampu meningkatkan kontribusi penerimaan pajak setiap kenaikan nilai PDB. Pemungutan pajak yang dilakukan masih belum optimal dan efisien. Sedangkan kebijakan reformasi sebagai faktor diskresioneri mampu meningkatkan penerimaan pajak."
2010
T28741
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam menyelenggarakan kepentingan umum untuk mewujudkan kesejahteraan kadangkala pemerintah melanggar hak-hak masyarakat terutama dalam pemungutan pajak, hal ini dapat dihindari jika pemerintah menghayati dan menaati hukum pajak yang berlaku. Hukum harus dapat menjadi alat untuk mengadakan pembaharuan dalam masyarakat (social engineering), artinya hukum dapat menciptakan kondisi yang harmonis dalam memperbaiki kehidupannya. yang menjadi sorotan dalam tulisan ini adalah perlindungan hukum terhadap wajib pajak dan fiskus dalam melaksanakan undang-undang no 16 tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sudah seimbang dan reformasi perpajakan dapat mewujudkan perlindungan hukum terhadap wajib pajak dan fiskus. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum deskriptif analitis yang dilakukan dengan meneliti data sekunder berupa bahan pustaka hukum positif di Indonesia dan pelaksanaanya dalam praktik. Hasil penelitiannya akan dianalisis secara kualitatis yuridis yaitu cara menganalisis terhadap data-data yang diperoleh tanpa menggunakan rumus-rumus statistik. Hasil penelitian ini adalah dalam pemungutan pajak, pemerintah harus menjunjung tinggi asas-asas, prinsip-prinsip, ajaran-ajaran, yang dianut dan berlaku di bidang ilmu hukum. Reformasi Undang-undang perpajakan bertujuan untuk megnadakan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara fiskus dan wajib pajak. yang bertujuan membangun good and clean govermance, transparansi, serta akuntabilitas institusi. Perubahan struktur organisasi dari semula berdasarkan jenis pajak menjadi berdasarkan fungsi, untuk menuju sistem administrasi pajak modern."
JLI 8:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yushar Catrena Putra
"Perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia yang belum stabil
mengharuskan negara selalu mengantisipasi dan mengikuti perkembangan di
dalam masyarakat dan diiringi dengan pembuatan kebijakan-kebijakan yang
sejaln dengan perkembangan di dalam masyarakat.
Tujuan penelilian untuk mengetahui apakah perubahan Undang-
undang PPN telah disosialisasikan dengan baik, yaitu yang berkaitan dengan
administrasi atas pembuatan faktur pajak_ peiaporan dan penyetoran,
mekanisme restitusi PPN dan administrasi sehubungan pendetinisian subjek
dan objek PPN, Sena menguraakan kepatuhan (compliance) vvajib Pajak
sehubungan dengan perubahan adminislrasi tersebut_
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif dengan metode pengumpulan data sample secara acak (random
sampling) dan metode analisis data dengan menggunakan analisis korelasi, regresi, koetisien penentu dan uji hipotesi§i"Hasi1 analisis menunjukan
bahwa korelasi pemnuatara faktur pajak, mekanisme restitusi PPN memiliki
hubungan yang erat terhadap kepatuhan, sedangkan terhadap indikator
kewajiban pelaporan dan penyetoran serta administrasi sehubungan
pendennisian kembali subjek dan objek PPN memiliki hubungan Iemah.
Hasil pengujian korelasi dan regresi menunjukan bahwa perubanan
kebijakan administrasi PPN secara umum adalah baik, namun di dalam
pelaksanaan administrasi cenderung tidak mudah. sehingga Pengusaha
Kena Pajak sulit untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan
dapat dikatakan kecenderungan Pengusaha Kena Pajak untuk kurang patuh_
Saran agar peraturan-peraturan yang baru dapat disosialisasikan
dengan baik kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak memiliki persepsi
yang sama dengan Fiskus didalam pelaksanaan administrasi perpajakan.
lnformasi perpajakan yang cepat, mudah dan terkini dari kantor pajak
nendaknya dapat diwujudkan sebagai suatu bentuk pelayanan kepada
masyarakat berupa penyuluhan perpajakan baik melalui pusat penyuluhan
perpajakan maupun web site yang dimiliki DJP_
Peraturan yang mudah dapat membanlu Pengusaha Kena Pajak
untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan mudah,
pengaturan administrasi PPN yang terdapat dalam perubahan Undang-
undang PPN telah memberi pengertian yang sederhana dan lebih memberi
kepastian hukum, namun masih diperlukan peraturan pelaksanaan yang
sejalan dengan Undang-undang yang berlaku untuk menegaskan tentang
tata cara penerapan lebih lanjut."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andang Wirawan Setiabudi
"Pada saat ini kurang lebih 80% penerimaan APBN bersumber dari penerimaan pajak. Oleh karena itu Ditjen Pajak sebagai pengelola penerimaan pajak harus terus berbenah agar dapat memenuhi target penerimaan yang dibebankan kepada institusi tersebut. Salah Satunya adalah melalui tax reform yang mengandalkan self assessment system. Dengan seif assessment system, masyarakatlah yang paling menentukan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung besamya pajak yang terutang, membayar pajaknya sendiri ke bank atau kantor pos, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Penerimaan pajak diperoleh antara Iain dari pembayaran pajak oleh Wajib Pajak dan pembayaran sanksi apabila Wajib Pajak melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Salah Satunya adalah pembayaran PPh pasal 25 yang merupakan pembayaran pajak dalam tahun berjalan sesuai dengan konsep current payment Pembayaran PPh pasai 25 setiap bulan dihitung berdasarkan PPh dalam SPT Tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak dan dibagi 12 dengan kata lain berdasarkan Iaba tahun lalu yang tidak mencerminkan keadaan aktual Wajib Pajak (stelsel fiktif), yang akan berimbas pada pajak yang terutang pada akhir tahun.
Dan hal ini ditambah dengan dikenakannya sanksi apabila PPh 25 yang tidak atau kurang dibayar berupa bunga 2% sebulan atas PPh 25 yang tidak atau kurang dibayar. Hal ini tidak sesuai dengan konsep final liability yang menyatakan bahwa kewajiban atas pajak penghasilan baru terulang pada akhir tahun. Dan sanksi baru akan dikenakan apabila penghasilan aktual telah diketahui. Dalam tahun berjalan sebetulnya Wajib Pajak belum terhutang Pajak Penghasilan. Jadi sebetulnya tidak tepat apabila Direktorat Jenderal Pajak mengenakan sanksi berupa bunga (dituangkan dalam Surat Tagihan Pajak) atas pembayaran PPh dalam tahun berjalan (PPh 25). Namun pada kenyataannya STP atas PPh 25 yang tidak atau kurang dibayar tetap dilakukan.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode deskriptif analitis dengan menganalisis kondisi saat ini dan membandingkannya dengan teori yang ada. Kemudian juga dilakukan wawancara dengan pengamat, akademisi, maupun pejabat di DJP mengenai fenomena yang terjadi. Dilanjutkan dengan melakukan Studi kepustakaan, observasi, mempelajari peraturan perpajakan dan laporan.
Dari analisa yang diperoleh, PPh pasal 25 adalah sesuai dengan konsep current payment karena memenuhi syarat sebagai pembayaran dimuka dan memenuhi asas convenience yaitu agar Wajib Pajak tidak merasa terbebani Saat membayar pajak di akhir tahun. Yang terpenting dari current payment adalah metode penghitungan yang seharusnya mencerminkan keadaan Wajib Pajak yang sebenamya dan bukan berdasarkan Iaba tahun Ialu (stelsel riil). Dalam hal diterbitkannya STP untuk pembayaran PPh pasal 25, berdasarkan konsep final liability seharusnya kewajiban pajak baru terutang pada akhir tahun sehingga apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran PPh 25 maka seharusnya tidak dikenakan sanksi administrasi karena dalam tahun berjalan belum terutang kewajiban pajaknya.
Agar sesuai dengan kondisi aktual Wajib Pajak maka seharusnya merubah sistem pemungutan pajak dari stelsel fiktif ke steisel riil (nyata) yang artinya dasar pengenaan pajak sebaiknya dihitung dari peredaran usaha perbulan dan bukan berdasar penghasilan kena pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun yang Ialu.

Nowadays about 80% of APBN (National Budget) revenue is rooted from tax revenue. Therefore, Directorate General of Tax Department (Ditjen Pajak/DJP) as the organizer of tax revenue should straighten themselves up constantly in order that they could reach the revenue target which is burdened. One of the actions is through tax reform system which relies on self assessment system. People, in this system, are the most in determining of the activity that they should do by themselves connected to the tax; starting from the registration of tax obligatory, counting the amount of owed tax that they have to pay, pay the tax by themselves to the bank or post office and report it to KPP (tax service office).
Tax revenue is achieved, among others, from the tax payment and also imposition payment if the tax obligatory has broken the certainty of taxation regulations. One of them is income tax section 25 payment; it is tax payment on fiscal year in accordance with current payment concept. Each month the payment of PPh section 25 is counted based on PPh of SPT a year before then minus tax credit and divided in 12, in other words; based on the last year benefit which is not reflecting the actual condition of tax obligatory (fictive stelsel), and in the end of the year; it will give the influence in the owed tax.
Moreover, this is added by imposition of doubt in case of PPh section 25 that unpaid or minus in payment in the form of interest on 2% each month on PPh section 25 that unpaid or minus payment. Those two things about is not in accordance with final liability concept which states that the obligation for income tax would become owed tax in the end of the year. In addition the doubt would be imposed if the actual income has been known.
In the fiscal year, actuality, the tax obligatory does not owe in Income Tax yet. So it is not precisely if the Directorate General of Tax department impose a doubt in the form of interest (written on Letter of Tax Claim/Surat Tagihan Pajak/STP) on the PPh payment in fiscal year (PPh 25). However in the fact, the STP of PPh 25 which unpaid or minus in payment is still brought up continually.
The research method used in this thesis is descriptive analysis method, by analyzing the condition at this time, and comparative it with the available theories. The writer then also does the interview with observer, the academician and also the functionaries of DJP which discussing about the phenomena occurred. Then it is continued by doing the library study, observation, study of taxation regulations and report.
The analyses states that PPh section 25 is in accordance with payment current concept since it fullilled the requirement of in advance payment and it also fulfilled of convenience principle; it is that the tax obligatory is not burdened by the payment in the end of the year. The important things of current payment is the counting method which reflected the actual condition of tax obligatory and not be based on last year profit (real stelsel/stelsel riil). In the case of STP publishing for PPh section 25 payment, based on final liability concept it is a must that the tax obligation could become owed in the end of the year so that, if, the tax obligatory brings up the PPh 25 payment then he should not be imposed administration doubt because in this fiscal year his tax obligation is not owed yet.
In order in accordance with the actual condition of Tax Obligatory; the tax collecting system should be changed from stelsel fiktif (fictive) into stelsel riil (real) which it has a meaning that the basic of tax imposing is better counted in every month and not in basis of income tax which is reported in last year Annually SPT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam periode reformasi konstitusi Republik Indonesia yang dimulai sejak proses amandemen pertama UUD 1945 pada tahun 2000 mewariskan banyak pelajaran penting dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia. Setidaknya ada 3 (tiga) pelajaran penting terkait dengan dinamika konstitusi dan perundang-undangan di Indonesia pasca reformasi konstitusi, yakni suksesi kepemimpinan 1998, mewujudkan cita-cita peradilan satu atap, dan menciptakan regulasi bagi tindak pidana terorisme. Ketiga hal tersebut dapat kita rasakan saat ini dan di kemudian hari sebagai pelajaran yang sangat berharga dalam mengembangkan struktur ketatanegaraan dan peraturan perundang-undangan di Indonesia."
JLI 7:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Manan
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
297.4 ABD r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>