Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92669 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Upacara Dewa Mesraman adalah salah satu bentuk upacara yang dilakukan oleh masyarakat Bali, khususnya yang tinggal di desa Paksabali, Kabupaten Klungkung, Bali. Penelitian upacara Dewa Mesraman menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa upacara Dewa Mesraman, tergolong upacara dewa yadnya, serta pelaksanaannya dilakukan pada hari caniscara (sabtu), wuku Kuningan (berdasarkan kalender Bali). Pelaksanaan upacara Dewa Mesraman, perlu diadakan persiapan sebelumnya, di antaranya : (1) Persiapan mengenai sarana dan prasarana upacara. dan (2) Membersihkan halaman pura, dan menghias pelinggih (bangunan) pura. Selain itu, dalam pelaksanaan upacara Dewa Mesraman, sangat membutuhkan kerjasama dari semua pihak yang ikut terlibat. Upacara Dewa Mesraman pelaksanaannya berdasarkan atas tahapannya, yaitu : 1). upacara mesucian. 2) Mesolah dan mesraman. 3) Melakukan upacara piodalan. Ketiga rangkaian upacara Dewa Mesraman tersebut, dilaksanakan secara berurutan, dan penuh semangat."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Upacara Dewa Meseraman merupakan salah satu upacara sakral yang dilaksanakan secara rutin setiap 6 (enam) bulan sekali oleh masyarakat Paksabali Kalungkung. Upacara ini dilaksanakan karena masyarakat menyadari bahwa kemampuan mereka dalam menembus dunia spiritual sangat terbatas, sehingga mengambil cara lain yakni dalam bentuk seperangkat upakara. Sarana-sarana persembahan ini dimaknai oleh masyarakat secara simbolis sebagai media penghubung menuju Tuhannya berdasarkan keyakinan yang dimiliki. Betapa pentingnya memahami simbul-simbul sebuah upacara sakral demi mehgindari penyimpangan makna yang terkandung dalam upacara tersebut. Upacara Dewa Meseraman secara simbolis berfungsi sebagai penunjuk lingkaran kehidupan manusia yang dijalani oleh masyarakat setempat menuju keseimbangan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya. Setiap tahapan profesi upacara dan sarana-sarana yang dipergunakan mengandung makna tersendiri tentang jalan kehidupan yang patut dipahami oleh masyarkat setempat sebagai pengempon pura."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarauw, Elisabeth J.
"Dewasa ini perhatian kita ditujukan sepenuhnya pada perkembangan nasional Indonesia yang sedang giiat-giatnya dilaksanakan. Pembangunan nasional kita ini pada dasarnya lebih dititik beratkan pada pembangunan teknologi dan jugaMasyarakat Indonesia seperti yang kita ketahui, memiliki aneka warna adat istiadat, agama, bahasa, suku-bang_sa dan ciri-ciri geografis yang berbeda yang dalam masa kini turut mewarnai corak pembangunan pada kedua bidang tersebut di atas tads. Kenekaan warna ini bisa mempenga - ruhi jalannya pembangunan, bisa mendorong dan bisa pula menghambat tercapainya tujuan pembangunan. Keaneka warnaan hal-hal tersebut di atas itu termasuk dalam faktor-faktor yang non ekonomi. Karena itu seharusnyalah kita selain memperhatikan usaha dalam bidang ekonomi dan teknologi, harus pula memperhatikan faktor-faktor yang non"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S12773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tradisi perang api merupakan salah satu tradisi yang ada di Provinsi Bali. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat di beberapa desa di Bali, salah satu di antaranya, dilaksanakan di pura Luhur Duasem, desa Subamia,Kabupaten Tabanan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, serta teknik pengumpulan data berupa : observasi, wawancara, dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tradisi perang api yang dilaksanakan di pura Luhur Duasem, sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu, dan merupakan warisan nenek moyang. Tradisi perang api, dilaksanakan pada hari anggara kasih tambir nuju purnama (perhitungan berdasarkan kalender Bali). Sebelum acara pelaksanaan, dilakukan persiapan terlebih dahulu, seperti : persiapan berbagai sarana dan prasarana, membentuk kelompok, serta mempersiapkan tempat untuk penyelenggaraan tradisi. Pelaksanaan tradisi perang api, mengandung makna bagi kehidupan bermasyarakat, khususnya bagi masyarakat pendukungnya. adapun makna pelaksanaan tradisi perang api, antara lain: makna kesejahteraan, makna sosial, dan makna budaya."
JNANA 19:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Estetika merupakan masalah kontemplasi rohaniah, bahkan religius. Oleh karena itu proses penikmatan karya seni termasuk seni pertunjukan itu sendiri lebih bersifat subyektif. Dalam seni pertunjukan, bahasa memegang peranan yang amat penting dan menentukan dalam menjaga kualitas pertunjukan itu sendiri. Salah satunya bahasa bebanyolan, yakni padanan bahasa improvisasi dan spontanitas yang lahir dari kepiawaian tokoh dalam seni pertunjukan. Keberadaan bahasa bebanyolan ini selalu menyertai di dalam pertunjukan tradisional Bali. Sebab seni pertunjukan di Bali, sesungguhnya identik dengan hiburan yang di dalamnya menyertakan bahasa bebanyolan. Bukan seni pertunjukan namanya kalau di dalamnya tidak menyelipkan unsur-unsur bebanyolan. Bahkan unsur-unsur yang melahirkan kelucuan tersebut tidak hanya dari unsur bahasa tapi dari kolaborasi gerak dan mimik tokoh. Keberhasilan sebuah seni pertunjukan justru sangat ditentukan oleh bagaimana para tokoh dalam seni pertunjukan tersebut mampu menyelipkan dan menyuguhkan mutiara-mutiara kata bebanyolan yang dapat menghidupkan pertunjukan tersebut."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dang Hyang Nirartha adalah Tokoh Sejarah yang menjadi Tokoh legendaris masyarakat Bali, baik sebagai Ulama Hindu yang memperkuat akar-akar agama dan kebudayaan Hindu, baik sebagai budayawan dengan karya sastra dan filsafatnya serta arsitektur puranya, maupun sebagai tokoh yang berhasil mengadakan pembakuan stratifikasi sosial masyarakat Bali. Dyang Hyang Nirartha adalah cicit Mpu Bharadah (generasi ke empat Mpu Bharadah). Mpu Bharadah adalah seorang pendeta utama Kerajaan Kadiri dalam masa pemerintahan Erlangga. Pendeta ini ikut menentukan pembagian Kerajaan Kadiri menjadi dua, yaitu Daha dan Jenggala. Nirartha lahir dari perkawinan antara Dang Hyang Smaranata dengan Dewi Diah Sumawati. Keluarga Dang Hyang Smaranata beristana di di Daha (Jawa Timur). Beliau dahulunya migrasi ke Bali sekitar tahun 1546-1550 M. Pada masa itu Bali sedang berada pada puncak kebesarannya, di bawah pemerintahan Raja Dalem Waturenggong. Dyang Hyang Nirartha, selain sebagai seorang pendeta, ternyata juga memiliki berbagai keahlian lain. Sebagai seorang Ulama, beliau telah berhasil mengadakan pembaharuan untuk memperkuat akar-akar budaya dan ajaran agama Hindu di Bali, dengan menyebarkan Sekte Siwa. Sebagai seorang sastrawan, Dyang Hyang Nirartha telah memperkaya khasanah kesusastraan Bali, dengan beberapa karangannya, baik dalam bentuk sastra, filsafat, agama dan sejarah. Keahlian dan keberhasilan Dang Hyang Nirartha dalam berbagai bidang itu, telah menempatkannya pada status yang tertinggi, sebagai cikal-bakal Wangsa Brahmana Ciwa di Bali."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Bambang Santosa
"Artikel ini menjelaskan tentang pemaknaan upacara Dewa Masraman di Pura Panti Timah Paksebali Klungkung. Tujuan dari artikel ini adalah untuk melihat lebih detail seperti apa bentuk, fungsi, makna, dan nilai-nilai yang terkandung dari simbol-simbol upacara Dwa Masraman. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian berada di Pura Panti Timah Paksebali Klungkung. Konstruksi makna upacara Dewa Masraman dianalisis dalam interaksionisme simbolik yang terbagi menjadi tiga, yaitu pemaknaan upacara dipercaya untuk mewujudkan hubungan keseimbangan antara manusia dnegan Tuhan, pemaknaan waktu upacara diyakini sebagaisebuah cermin kehidupan untuk merenung agar dapat memaknai hidup dan pemaknaan tahapan upacara memperlihatkan fungsi sosial yang mengatur, mempertahankan, dan memindahkan sentimen-sentimen yang menjadi landasan kelangsungan dan ketergantungan sekalian orang dalam masyarakat yang bersangkutan, dari suatu generasi ke generasi berikutnya."
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pande Nyoman Djero Pramana
Surakarta: Citra Etnika, 2004
294.5 PAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Sudhana Astika
Jakarta: Depateren Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
303.4 KET p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
G. Pudja (Gede Puja)
Djakarta: Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Sutji Weda, 1971
294.5 PUD w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>