Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"A state as one of International law subjects has rights and obligations based on international law. One of the international obligations of a State is to assist and protect the right of IDP's in its territory. If a State is inability and unwillingness to assist and protect the IDP's rights, it means the State has already violated its international obligation. In this condition, is the humanity assistance of international organization can be justified as an obligation that must be accepted based on international law perspective?. Consequently, the refusal to accept assistance can be classified as a violation of international law, and it raises state responsibility."
JHUII 12:29 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ghafardan Fikrana
"Pemberian bantuan kesehatan sipil dalam perkembangannya memegang peranan yang cukup penting di wilayah sengketa bersenjata yaitu untuk melaksanakan tugas-tugas kesehatan yang menjamin hak orang-orang yang terluka dan sakit karena itu terdapat perlindungan yang diterapkan oleh hukum humaniter internasional. Namun, meski sudah dilindungi oleh hukum, akhir-akhir ini para pihak pemberi bantuan kesehatan sipil seringkali masih diserang oleh para peserta konflik bersejata sehingga mengakibatkan kerugian materi, dan bahkan nyawa. Skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif yang akan membahas Hukum Humaniter Internasional yang melindungi pemberian bantuan kesehatan sipil secara melalui dua konsepsi, yaitu melalui perlindungan terhadap anggota dinas kesehatan sipil dan melalui perlindungan terhadap unit kesehatan sipil, yang terkandung dalam Konvensi Jenewa 1949 beserta protokol tambahannya serta hukum kebiasaan internasional. Melalui analisa kasus menggunakan sumber data dari kepustakaan dan wawancara, skripsi ini juga menyimpulkan masalah penerapan yang terjadi atas ketentuan-ketentuan yang melindungi pemberian bantuan kesehatan sipil di wilayah sengketa bersenjata. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat beberapa masalah penerapan yang terjadi karena beberapa ketentuan hukum humaniter internasional masih belum sempurna yang didukung dengan kurangnya kesadaran dan kepatuhan para peserta konflik. Karena itu, tatanan hukum yang ada perlu segera diperbaharui dengan cermat agar dapat menyelesaikann segala permasalahan penerapan yang ada. Segala macam publikasi dan gerakan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan para peserta konflik terhadap hukum humaniter internasional juga harus lebih banyak dilakukan.

Civilian medical assistance in recent times hold an important role in armed conflict to execute medical duties that ensure the rights of sick and wounded persons, therefore, it is protected by International Humanitarian Law. But nowadays, even if it is protected by the law, the stakeholders of civilian medical assistance are still often being attacked by the parties of the conflict which caused material loss, or even the loss of life. This thesis is a juridicial normative research which examine the International Humanitarian Law that protects civilian medical assistance in two different ways, by the protection of civilian medical personnel and by the protection of civilian medical units, contained in the Geneva Convention of 1949 and its additional protocols along with the customary international law. Through case analysis using sources from literature and interview, this research tries to conclude the current implementation problems that have occurred over provisions protecting the civilian medical assistance in armed conflict. The results of this study indicates that there are several implementation problems because some provisions of international humanitarian law are still imperfect, along with the lack of awareness and compliance practiced by the parties of the conflict. Hence, the existing legal system should be modified thoroughly in order to resolve the existing implementation problems. Any kind of publications and social movements aimed to enhance the awareness and compliance of the parties to the conflict shall be done more often. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Signature, exchange of instruments or ratification will be binding if the text provides that these actions are to have that effect. A treaty which merely needs signatures from the parties, it will be legally binding to the parties by signing the treaty. However, for a treaty which needs ratification, signatures of the parties will not have a legal effect to the parties. The parties who have signed the treaty is only bound morally. Thus, the treaty will be legally binding to the parties, if the parties have ratified it."
JHUII 12:29 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Yukiko
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana perlindungan hukum humaniter dan hukum penerbangan dalam melindungi negara pihak ketiga yang memiliki hak lintas diatas wilayah yang sedang mengalami konflik bersenjata yang diberikan kepada para pihak sesuai dengan ketentuan Konvensi Jenewa 1949 beserta berbagai Protokol tambahnnya, serta Konvensi Chicago 1944 dan annexnya. Skripsi ini memberikan gambaran dan penjelasan bagaimana pengaplikasian berbagai sisi hukum tersebut ke dalam kasus Malaysia Airlines Flight MH 17.

This thesis focus on how both international humanitarian law and aviation law protects third the third party which fly across an armed conflict country who have a passage rights according to Geneva Conventions 1949 and its protocols, and also Chicago Convention 1944 and its annexes. This thesis described and explained how those laws applies in the case of Malaysia Airlines Flight MH 17."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65032
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasha Izni Shadrina
"Ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan benda budaya pada masa konflik bersenjata dapat ditemukan dalam Convention IV respecting the Laws and Customs of War on Land, Convention IV relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War dan kedua protokol tambahannya, serta Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict dan kedua protokolnya. Ketiga perangkat instrumen hukum humaniter internasional di atas memuat kewajiban negara untuk menghormati benda budaya pada masa konflik bersenjata. Beberapa prinsip dasar di dalamnya diakui sebagai hukum kebiasaan internasional. Penerapan dari ketentuanketentuan hukum internasional terkait benda budaya dapat dilihat dengan menelaah praktik International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia. Dua kasusnya, yakni Prosecutor v. Miodrag Jokic dan Prosecutor v. Pavle Strugar, menunjukkan pelaksanaan proses peradilan terhadap pelaku dalam penghancuran Kota Tua Dubrovnik.

The rules on the protection of cultural property during armed conflicts can be found in Convention IV respecting the Laws and Customs of War on Land, Convention IV relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War and its two additional protocols, as well as Convention for the Protection of Cultural Property in the Event of Armed Conflict and its two protocols. These three sets of international treaties govern a state?s obligations concerning respect towards cultural property in times of armed conflict. Several provisions contained therein are acknowledged as customary international law. The implementation of the rules in international humanitarian law concerning cultural property can be seen by inspecting the practice of the International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia. Its two cases, namely Prosecutor v. Miodrag Jokic and Prosecutor v. Pavle Strugar, illustrates the judicial process involved in convicting perpetrators responsible for the destruction of the Old City of Dubrovnik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1280
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Afifah Pradekso
"Tantangan di masa remaja berpotensi menimbulkan internalizing problem. Penting bagi remaja untuk mencari bantuan dari berbagai sumber yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan preferensi mencari bantuan dari sumber formal dan informal berdasarkan tingkat internalizing problem siswa SMP di Banyuwangi. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional pada 1.217 siswa (M = 13,52, SD = 1,04). Analisis independent samples t-test menunjukkan perbedaan preferensi mencari bantuan yang signifikan dari sumber formal, t(1215) = 2,271, p < 0,05 dan sumber informal, t(1215) = 3,681, p < 0,01 antara siswa dengan internalizing problem rendah dan tinggi. Siswa dengan internalizing problem rendah lebih cenderung mencari bantuan, baik dari sumber formal maupun informal.

Challenges during adolescence can potentially cause internalizing problem. It is important for adolescents to seek help from all available sources. This study aims to look at differences in help-seeking preferences from formal and informal sources by the level of internalizing problem among middle school students in Banyuwangi. The study was conducted using a cross-sectional design on 1,217 students (M = 13.52, SD = 1.04). Independent sample t-test analysis showed significant differences in help-seeking preference from formal sources, t(1215) = 2.271, p < 0.05 and informal sources, t(1215) = 3.681, p < 0.01 between students with low and high internalizing problem. Students with low internalizing problem are more likely to seek help, both from formal and informal sources."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah I`tiqaf
"Meningkatnya masalah krisis kemanusiaan tentunya mengiringi munculnya berbagai operasi kemanusiaan atau yang biasa disebut humanitarian action dimana bantuan-bantuan tersebut dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah terkait kemanusiaan yang terjadi di banyak Negara. Humanitarian action ini melibatkan adanya humanitarian intervention dan juga humanitarian assistance. Humanitarian intervention dan juga humanitarian assistance merupakan dua konsep yang berbeda walaupun mereka berangkat dari tujuan yang sama. Terdapat beberapa perbedaan dari kedua konsep tersebut mulai dari bentuk keterlibatan, pihak yang dapat terlibat, dan status hukum pelaksanaan kedua konsep tersebut dalam keadaan konflik.
Skripsi ini pada dasarnya membahas mengenai perbedaan dari kedua konsep tersebut dan penerapan dari humanitarian assistance dalam keadaan konflik. Mekanisme dari pelaksanaan humanitarian assistance seringkali ditemukan adanya hambatan-hambatan yang membawa pengaruh buruk bagi keberlangsungan korban-korban konflik. Sepatutnya bagi negara-negara penerima bantuan tidak menutup diri karena dapat memperparah keadaan krisis kemanusiaan. Oleh karena itu seharusnya negara-negara penerima bantuan memanfaatkan bantuan-bantuan yang diberikan oleh PBB melalui organ-organnya dan organisasi kemanusiaan lainnya, guna memberikan perlindungan kepada penduduk yang menjadi korban konflik yang terjadi.

The rising humanitarian crisis made the emergence of various humanitarian operations or so called humanitarian action where the aid is considered as a solution to overcome the problems related to humanity that occurred in many countries. Humanitarian action involves humanitarian intervention and humanitarian assistance. Humanitarian intervention and humanitarian assistance are two different concepts even though they depart from the same goal. There are several differences between the two concepts ranging from the form of involvement, the parties involved, and the legal status of the implementation of the two concepts in a conflict country.
This study basically explains the differences between the two concepts and the application of humanitarian assistance in the conflict country. Mechanisms of the implementation of humanitarian assistance are often found to be obstacles that have a negative impact on the survival of conflict victims. As the humanitarian recipient countries, they should not close themselves because it can worsen the situation of the humanitarian crisis. Therefore, the recipient countries should use the assistance provided by the UN through their organs and other humanitarian organizations, to provide protection to the victims of the conflict.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Reciprositas secara luas diyakini sebagai suatu penentu panting dari
kepuasan sosial dalam hubungan yang sedang berlangsung antara dua orang. Namun
resiprositas tidak identik dengan kepuasan sosial itu sendiri, karena resipro-
sitas dalam hubungannya dengan kepuasan sosial hanyalah merupakan salah satu
prediktor- Resiprositas sosial lebih dekat dengan aspek dinamis dan prospektif,
terutama dengan aspek kscenderungan untuk melaknkan tindakan. Dalam studi ini,
"resiprositas untuk mempertukarkan pelbagai macam sumber" diartikan sebagai
predisposisi seseorang untuk memberikan balasan atas uang yang mereka terima
dari orang lain dengan pelbagai jenis sumber, seperti cinta, status, barang,
informasi, layanan dan uang. Dalam studi ini, diteliti pengaruh dari nilai
alosentrisme-idiosentrisme terhadap tingkat resiprositas untuk msmpertukarkan
pelbagai jenis sumber dengan uang. Sampel terdiri dari 278 mahasiswa/i. Mereka
berasal dari tingkat status sosio-ekonomi, status residensial tempat tinggal
asal dan jumlah saudara kandung yang berbeda. Variabel-variabel ini diasumsikan
sebagai variabel independen dari nilai alosentri eidiosentrisme. Secara tidak
langsung, variabel-variabel ini juga diduga sebagai variahel yang berpengaruh
terhadap tingkat resiprosvitas untuk mempertukarkan pelbagai jenis smnber dengan
uang melalui pengaruhnya terhadap tingkat nilai alosentrisme-idiosentrisns.
Hasil Path Analysis msnunjukkan bahwa tingkat resiprositas untuk mempertu-
karkan pelbagai sumber dengan uang secara langsung dipengaruhi oleh tingkat
status sosio-ekonomi, jumlah saudara kandung dan status residensial te-mpat
tinggal asal. Tingkat resiprositas untuk mempertukarkan status dengan uang
secara langsung dipengaruhi baik oleh nilai alosentrisme-idiosentrisme, jumlah
sandara kandlmg maupun status resirlensial tempat tinggal asal; sementara ting-
kat esiprositas untuk mempertukarkan barang dengan uang dipengaruhi langsung
oleh tingkat status sosio-ekonomi, status residensial tempat tinggal asal dan
nilai alosentrisme-idiosentrisme. Lebih dari itu, resiprositas untuk mempertu-
karkan informasi dengan uang hanya dipengaruhi oleh status residensial tempat
tinggal asal. Tak satupun dari variabel independen itu berpengaruh terhndap
tingkat resiprositas untuk msmpertukarkan layanan dengan uang dan uang dengan
uang. Akhirnya, berdasarkan hasil-hasil tersebut. dibangun model yang lebih
jelas tentang hubungan antar variable."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
T38217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacques, Melanie
"The prohibition of forced displacement in international armed conflicts -- The prohibition of forced movement of civilians in non-international armed conflicts -- Case study : Israeli settlements, the separation wall and displacement of civilians in the occupied Palestinian territory -- Forced displacement as an international crime -- The protection of refugees under international humanitarian law -- Internally displaced persons as civilians in time of war -- International humanitarian law and the protection of refugee and IDP camps."
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012
341.4 JAC a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.A.A. Nanda Saraswati
"Penelitian tesis ini membahas tentang legitimasi unilateral humanitarian intervention yang merupakan sebuah intervensi atau penggunaan kekuatan bersenjata oleh suatu negara (atau sejumlah negara) kepada negara lain dengan tujuan untuk menghentikan pelanggaran HAM berat di negara tersebut, yang dilakukan tanpa otorisasi DK PBB. Praktek tersebut menimbulkan perdebatan berdasarkan fakta bahwa apabila DK PBB gagal (baik karena unwilling dan atau unable), komunitas internasional tidak dapat merespon terhadap pelanggaran HAM berat, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, ethnic cleansing, yang terjadi di suatu negara apabila intervensi ini dianggap menentang kedaulatan negara. Memang, prinsip non intervensi dan perlindungan terhadap HAM, samasama merupakan norma jus cogens dalam hukum internasional. Namun, saat ini kedaulatan negara tidak lagi bersifat absolut, dimana negara (pemerintah) memiliki kewajiban untuk melindungi rakyatnya dan tidak dapat melakukan pelanggaran HAM berat atau kejahatan internasional dan berlindung di balik kedaulatannya tersebut, atau dengan kata lain sovereignty implies responsibility. Atas dasar itulah, komunitas internasional menghadapi dilema terkait tindakan yang harus dilakukan oleh sebuah negara ketika terjadi pertentangan antara apa yang diperbolehkan oleh hukum dengan apa yang seharusnya dilakukan secara moral, karena terdapat jurang yang memisahkan legalitas atau hukum (law) dengan legitimasi atau keadilan (justice). Seperti kasus unilateral humanitarian intervention yang dilakukan oleh NATO di Kosovo yang memunculkan dilemma akan apa yang seharusnya dilakukan oleh Negara-negara ketika ada pertentangan antara hukum internasional dan aspek moral. Dalam kasus tersebut, intervensi NATO dianggap "illegal but legitimate", sehingga menimbulkan suatu pergeseran dalam hukum internasional dari konsep legal menjadi legitimasi. Pendekatan ini terlihat masuk akal untuk mendamaikan pertentangan antara legalitas dan moralitas, tetapi kurang memiliki posisi dalam hukum internasional. Namun, bukan tidak mungkin bahwa bila dikemudian hari ada lagi kasus serupa dimana negara melakukan unilateral humanitarian intervention, dan negara lain tidak menentangnya, maka praktek ini dapat berkembang menjadi sebuah kebiasaan baru yang memiliki posisi dalam hukum internasional. Tetapi perlu diingat bahwa tugas kita adalah bukan untuk mencari sumber otoritas lain sebagai alternatif dari DK PBB, namun untuk membuat DK PBB bekerja lebih baik dari sebelumnya.

The focus of this thesis is to analyze the legitimacy of unilateral humanitarian intervention in international law. Unilateral humanitarian intervention is a threat or a use of force by a state (or a group of states) aiming to prevent or end widespread of grave human rights violations or international crimes, without the permission or the target state and without the Security Council authorization. This practice has created a debate based on the fact that if the United Nations Security Council fails to act (unable and or unwilling), the international community may not respond to stop international crimes, such as genocide, crimes against humanity, ethnic cleansing that occur in other states because the intervention is considered to violate the sovereignty of that state. The tension is between the principle of non-intervention (use of force) which is related to the primacy of state sovereignty and the protection of fundamental human rights, which both are norms of jus cogens in international law. However, sovereignty is no longer an absolute concept. The sovereignty of States can no longer be used as a shield for gross violations of human rights, or in other words sovereignty implies responsibility. This poses the dilemma of what states should do when there is a great divide between what international law requires and what morality dictates, as there is a gap between legality and legitimacy, law and justice. This issue was brought into sharp relief by NATO?s intervention in Kosovo in 1999, which raised the dilemma of what states should do when there is a divide between the demands of international law and morality. In the end, many states concluded that NATO?s use of force was illegal but legitimate. However, while this approach provides an intuitively plausible way of reconciling legality and morality, it ultimately does not have a sustainable position in international law. It could have a position in international law, if in the future, there are other similar cases or state practice where states did act unilaterally to respond to international crimes, and received no condemnation from other states. But let's remember that the task is not to find alternatives to the Security Council as a source of authority, but to make the Security Council work much better than it has.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30391
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>