Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9997 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Meskipun penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi terus digencarkan, bahkan melalui upaya luar biasa sekalipun—pembentukan KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, namun sepertinya kerja pemberantasan korupsi masih harus melalui jalan panjang, mengingat begitu sistemik dan meluasnya praktik korupsi di negeri ini. Satu hal yang ditengarai menjadi sumber betapa sistemik dan berjejaringnya praktik korupsi di Indonesia, ialah warisan birokrasi masa lalu, yang lebih mengedepankan pada pendekatan relasi patrimonialistik. Melalui relasi ini, para birokrat—pejabat negara, pegawai pemerintah, kaum pengusaha, dan aparat penegak hukum, bertemu membentuk jejaring korupsI, yang memberi untung bagi mereka, dalam sebuah hubungan patron dan klien. Untuk itu, selain pembentukan sejumlah peraturan perundang-undangan yang memberikan legitimasi hukum bagi gerak pemberantasan korupsi, dan tentunya disertai dengan langkah nyata penegakan hukum, juga harus dibarengi dengan perubahan paradigma para penyelenggara dan aparat negara. Selain di level teknis reformasi birokrasi, model sistem birokrasi patrimonialistik yang selama ini mengakar, mesti diubah menjadi suatu konsep birokrasi rasional, yang memberikan dukungan sepenuhnya bagi penyelenggaraan sebuah pemerintahan modern. Harus diciptakan demarkasi, yang memberikan batasan tegas antara birokrasi patrimonialistik masa lalu yang korup, dengan birokrasi rasional yang bebas korupsi."
Lengkap +
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 39 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Prima Danu
"ABSTRAK
Penelitian ini fokus pada pola kerjasama interorganisasional KPK - ICW dalam agenda pemberantasan korupsi politik di Indonesia melalui pendekatan teori New Institusionalisme Victor Nee. Pola kerjasama interorganisasional KPK ? ICW terbangun karena adanya kesamaan visi dan konsen terhadap agenda pemberantasan korupsi, serta interaksi antar aktor - aktor anti korupsi KPK - ICW. Pola kerjasama interorganisasional KPK - ICW menuai dukungan dan tantangan.Dukungan secara moril maupun materil datang dari masyarakat sipil serta dunia internasional. Sedangkan tantangan popular dikenal dengan istilah?Corruptor Fight Back. Terdapat dinamika diantara aparatur hukum negara, bahkan diantara KPK - ICW juga terdapatdinamika, walaupun mereka masih tetap konsisten sebagai aktor anti korupsi.

ABSTRACT
This study focuses on the pattern of interorganizational cooperation KPK - ICW in the agenda of political corruption eradication in Indonesia by theoretical approaches New institutionalism Victor Nee. Interorganizational cooperation pattern Commission - ICW woke up because of the similarity of vision and concern about the anticorruption agenda, as well as the interaction between actors of anti -corruption between KPK - ICW. Interorganizational cooperation between KPK - ICW getting support and challenge. Moral and material supporting come from the civil society and the international community. In the other side the challenge popularly known by the term "Corruptor Fight Back". There is a dynamic between the legal apparatus of the state, even among KPK - ICW also found dynamics, although they still remain consistent as anti -corruption actors."
Lengkap +
2016
T45572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993
364.132 3 KOR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elwi Danil
"Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negera (GBHN) di tegaskan antara lain, bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Namun pada kenyataannya untuk menuju dan meraih city-cita yang mulia tersebut pemerintah dan masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan. Salah sate masalah yang menjadi kendala di dalam konteks pembangunan nasional itu adalah masalah korupsi yang terus berkecamuk, sehingga dana-dana yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat banyak, telah berpindah ke kantong para koruptor."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T19180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fardillah Ariati
"Various corruption cases which occurred in several law enforcement agencies were the background of this research. Those cases had received a wide attention from the public especially the bribing case of Urip Tri Gunawan as the public prosecutor by Artalyta Suryani. This research focused its attention toward the vulnerability of the Attorney General Office toward corruption. The problem analysis using triangle theory which used as analyzing tools has three main element: offender, suitable target and uncapable guardian. This research used a qualitative method which put forth by doing interview, observation and collecting secondary data. The findings was that the Attorney General Office vulnerability toward corruption link with its internal control which in turn caused the Attorney General Office to be a suitable target and also uncapable guardian"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes A. P. Huka
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pertanggungjawaban korporasi pada tindak pidana
korupsi, dengan mengkaji keterlibatan korporasi yang pengurusnya bertindak atas
nama dirinya sendiri, serta pengurus korporasi yang bertindak atas nama korporasi
pada tindak pidana korupsi. Dalam tesis ini yang ingin didapatkan oleh penulis
adalah (1) bagaimana bentuk penyertaan tindak pidana korupsi yang melibatkan
korporasi atau pengurus dari korporasi tersebut; (2) kapan pengurus dapat
dikategorikan bertindak atas nama korporasi ataupun tidak, pada tindak pidana
korupsi; (3) mengkaji/menganalisa sistem pertanggungjawaban korporasi terkait
dengan keterlibatannya pengurus yang diduga melakukan tindak pidana korupsi
atau tidak. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari
beberapa undang-undang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh korporasi. Korporasi sebagai pelaku ataupun subjek hukum pidana
dalam suatu tindak pidana, jika suatu korporasi dijadikan subjek hukum dalam
tindak pidana, beban pertanggungjawaban pidana tersebut dilakukan oleh mereka
yang memiliki hubungan dengan korporasi tersebut, baik hubungan berdasarkan
pekerjaan maupun yang lain selain hubungan kerja dengan korporasi. Pembedaan
pengurus korporasi yang bertindak atas nama sendiri dengan yang bertindak atas
nama korporasi dalam tindak pidana korupsi, yaitu tergantung dengan adanya
suatu business policy atau kebijakan usaha dari korporasi tersebut. Sistem
pertanggungjawaban pidana korporasi, yang pengurusnya terlibat melakukan
tindak pidana korupsi, dikenakan sanksi penahanan maupun denda serta
penutupan sementara.

ABSTRACT
This thesis examines criminal liability on corporate corruption, to
examine the involvement of corporate board acting on behalf of itself, as well as
the management corporation that act on behalf of the corporation in corruption.
In this thesis the author want to be achieved are (1) how the shares of corruption
involving the corporation or trustee of such corporation, (2) when the board can
be considered to act on behalf of the corporation or not, the corruption; (3 )
examine / analyzing system of corporate liability related to involvement union
leaders who are suspected of corruption or not. This research using primary legal
materials consisting of several laws relating to corruption offenses committed by
corporations. Corporation as the perpetrators or subject of criminal law in a
criminal offense, if a corporation is the subject of the criminal act law, the burden
of criminal liability is carried out by those who have a relationship with a
corporate entity, and the relationship is based on work other than a working
relationship with the corporation. Distinction of corporate board that act on behalf
of its own with which to act on behalf of the corporation in corruption, which is
dependent on the presence of a business policy or business policy of the
corporation. System of corporate criminal liability, their management that
involved in committing corruption, sanctioned incarceration and fines and
temporary closure."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2013
T35019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affrizal Hamid
"Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi (studi kasus put.pn.jkt.pst: no. 1180/pid.b/2006/ pn.jkt.pst) a.n Capt. Tarcisius Walla alias Capt. Walla , yaitu Pengadaan Barang / Jasa Infrastruktur, Data Center, Aplikasi Data perangkat Komputer Untuk Pengembangan Sistem PNBP di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Panitia Pengadaan tidak pernah melaksanakan Proses Lelang yang sesungguhnya, akan tetapi hanya melaksanakan proses administrasi yang seolah-olah ada lelang. Sebagai akibat perbuatan Terdakwa tersebut Negara dirugikan sebesar Rp. 35.424.607.631,- (Tiga Puluh Lima Milyar Empat Ratus Dua Puluh Empat Juta Enam Ratus Tujuh Ribu Enam Ratus Tiga Puluh Satu Rupiah). Atas dasar tersebut harus dibentuk Badan Pengembalian Aset hasil tindak pidana korupsi secara independen atau dibawah langsung Presiden RI, yang bertugas mengawasi aktifitas kinerja aparat institusi-institusi hukum dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.

State Asset recovery process in corruption act (case study put.pn.jkt.pst: no. 1180/pid.b/2006/ pn.jkt.pst) on behalf Capt. Tarcisius Walla namely Capt. Walla is procurement goods or infrastructure service, data center, computer set data application for developing PNBP system in Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Procurement committee never perform the real auction process, but only perform administration process which like has done before. As a result for what has the defendant done, our country suffers lost as much as Rp. 35.424.607.631,- (Thirty five billion for hundred twenty four million sixth hundred sevent thousand sixth hundred thirty one) regarding that, our country must form a Badan Pengembalian Aset for the corruption act independently or directly under President of Indonesia, which duty is to control the activity of the law institution in state asset recovery on corruption act."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22597
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Riani Atika Nanda
"Skripsi ini membahas mengenai keterkaitan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dengan konsep keadilan restoratif. Untuk itu, dalam pembahasan skripsi ini akan dijelaskan mengenai dasar pemikiran dan dasar hukum dari pengembalian aset hasil tindak pidana di Indonesia, Britania Raya dan Thailand. Usaha Indonesia dalam upaya pengembalian aset ini pun tidak hanya dengan instrumen nasional seperti Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi juga menggunakan instrumen- instrumen internasional seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 dan Bantuan Hukum Timbal Balik.
Pendekatan keadilan restoratif sebagai salah satu tujuan dari pemidanaan merupakan pemikiran yang tepat diterapkan dalam proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi karena dasar pemikiran dalam konsep ini sejalan dan tujuan dari keadilan restoratif dan pengembalian aset pun sejalan dan harmonis. Indonesia sebagai negara berkembang yang masih pelik dengan masalah penindakan hukum atas tindak pidana korupsi memerlukan gagasan dan pemikiran mengenai upaya pengembalian kerugian akibat tindak pidana korupsi.

This thesis discussed about the relation of stolen asset recovery on proceeds of corruption offense with the concept of restorative justice. So that, the discussion chapters of this thesis explained about the premises and legal basis of stolen asset recovery on the proceeds of corruption offense in Indonesia, the United Kingdom and Thailand. Indonesia?s effort in an endeavor to return these stolen assets was not only mandated by national law instruments such as Law Number 31 Year 1999 jo. Law Number 20 Year 2001 regarding Corruption Eradication, Law Number 15 Year 2002 regarding The Crime of Money Laundering, but also used of international law instruments such as United Nations Convention Against Corruption 2003 which ratified by Law Number 7 Year 2006 and Mutual Legal Assistance on Criminal Matters (MLA).
Restorative justice as one of the objectives of punishment is an appropriate intellection to be applied as the underlying principle of stolen asset recovery is reciprocally along with the concept of restorative justice as the intellection of this concept. Indonesia as a developing country which still complicatedly deal with the eradication of corruption offense matters, seriously needs an idea and reasoning on endeavor of restoring state's loss caused by corruption offense.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S550
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aninditha Purwandari
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan teori voortgezette handeling yang merupakan suatu bentuk ajaran gabungan tindak pidana pada kasus tindak pidana korupsi dengan melihat dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memutus sengketa yang berkaitan dengan hal ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian adalah penerapan voortgezette handeling pada kasus tindak pidana korupsi kerap dicampuradukkan dengan penerapan bentuk gabungan tindak pidana lain yaitu meerdaadse samenloop.Terdapat putusan yang tidak memadai dalam menjelaskan dasar digunakannya teori voortgezette handeling. Hakim dan Jaksa kurang memperhatikan masalah penerapan gabungan tindak pidana karena bukan merupakan materi pokok, Hakim berpendapat jika dipermasalahkan akan menyebabkan pelaku tidak dapat dipidana. Namun, ternyata tidak terbutinya Pasal mengenai gabungan tindak pidana tidak menyebabkan putusan menjadi bebas.
Atas hasil penelitian ini terdapat empat saran. Saran pertama agar digunakan ukuran adanya penentuan jumlah hasil yang akan diperoleh dalam suatu tindak pidana korupsi untuk memenuhi syarat adanya satu niat yang menjadi kehendak dasar dari tiga syarat terdapatnya suatu voortgezette handeling. Saran kedua agar hakim mengembalikan dakwaan untuk dibenarkan saat menemui penerapan voortgezette handelingyang salah sebelum sidang dimulai. Saran ketiga agar hakim membenarkan penerapan gabungan tindak pidanapada amar putusannya namun dengan tetap menjatuhkan pidana tidak lebih dari yang dapat diancamkan stelsel pemidanaan voortgezette handeling yang telah didakwakan. Saran keempat menerapkan ajaran gabungan tindak tindak pidana pada tindak pidana dengan ancaman pidana minimum khusus seperti yang tertuang dalam RKUHP dengan melakukan penafsiran futuristik.

This thesis systematically elaborates the implementation of the voortgezette handeling theory, which has become one of the main aspects in criminal conduct concurrence subject. The implementation of such theory could be seen in the legal analysis in the verdicts which were made by the Judges ofCorruption Court on Central Jakarta District Court. Based on this research, judges tend to make a mixture between voortgezette handeling and meerdaadse samenloop, the other type of criminal conduct concurrences. The judges provided inadequate analysis to implement such voortgezette handeling theory on their verdict. Both judges and prosecutors seem pay less attention to the criminal act concurrence matters. Judges also seem concerned that if such theory mistakenly applied, the defendant could be found as not guilty. However, even if the article about the criminal act concurrence had not proven, that does not mean the defendant is automatically decided as not guilty.
There are four suggestions regarding this concern. First, that would be better if the result of the corruption conduct to be determined before in order to answer the question whether the requirements of voortgezette handeling theory had been fulfilled or not. Second, would be better if the judges send the prosecution letter back to the prosecutor to be revised, as long as the trial has not been started, in case any mistake on the voortgezette handeling theory implementation had been found. Third, the judge shall be encouraged to confirm the implementation of any criminal act concurrence whenever found, and this does not mean that the main penalty prosecuted could be reduced by such confirmation. Fourth, judges shall be encouraged to implement the criminal act concurrence matters as provided in the Draft of the New Criminal Code of Republic Indonesia by conducting futuristic interpretation.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>