Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Ogawa Yoko as a Japanese novelist mostly features the life of contemporary Japanese society in her novels. One that stands out from her works is the image of the Japanese family structure. Ogawa outlines the Japanese family structure in contrast to the Japanese family structure in actual society, as in the novel Kifunjin A No sosei, Hakase no Aishita Suushiki, and Miina no Koushin. These three novels depict Japanese family structure more complex than her other novels. How Ogawa described Japanese family structure in the three novels is the issue on this article. This article is a literature study ; data were collected from the three novels and analyzed using sociological literature approach and the concepts of Japanese traditional family known as ie system. This paper shows that there was an implementation of the ie system in the three novels yet it was only a part of the ie concept. "
LINCUL 8:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Romadhoni Eta Wardana
"Fiksi distopia kerap kali menampilkan kecemasan masyarakat mengenai masalah politik baik di masa lalu, masa kini, dan masa depan. Hal yang sama terjadi dalam novel Yoko Ogawa, Hisoyaka na Kesshou. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak teror rezim opresif dalam Hisoyaka na Kesshou dan peran novel tersebut sebagai fiksi distopia yang mengkritik sistem pemerintahan totaliter. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori totalitarianisme Arendt dan Roberts dan teori fiksi distopia dan pemikiran politik dari Stock. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa teror rezim opresif dalam novel tersebut mengakibatkan masyarakat menderita dari kelaparan, taraf hidup yang rendah, isolasi, kurangnya penemuan baru, dan depopulasi. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagai sebuah fiksi distopia, Hisoyaka na Kesshou dapat dibaca sebagai kritik terhadap pemerintahan yang totaliter.

Dystopian fiction often presents people's anxiety regarding past, current, and future political problems. The same thing happens in Yoko Ogawa's novel, Hisoyaka na Kesshou. This study aims to examine the impacts of oppressive regime's terrors in Hisoyaka na Kesshou and the role of said novel as a dystopian fiction that criticizes the totalitarian government system. The analysis was carried out using Arendt and Roberts theory of totalitarianism and Stock's theory of dystopian fiction and political thought. Through this research, it was found that the terror of the oppressive regime in the novel resulted in people who were suffering from famine, low standard of living, isolation, the lack of new discovery, and depopulation. This result shows that as a dystopian fiction, Hisoyaka na Kesshou can be read as a criticism toward totalitarian government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Devi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur keluarga Jepang yang dibangun oleh Ogawa Yoko dalam tiga novelnya yaitu Kifujin A No Sosei, Hakase no Aishita Suushiki, dan Miina No Koushin. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode kajian kepustakaan dengan analisis menggunakan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu dan konsep keluarga tradisional Jepang yaitu sistem ie. Dari penelitian diketahui bahwa Ogawa Yoko menangkap perubahan struktur keluarga yang terjadi dalam masyarakatnya dan menuangkan ke dalam novel. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko tidak sama dengan struktur keluarga tradisional Jepang, dan berbeda dengan struktur keluarga modern sehingga keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko dapat disebut dengan hubungan keluarga interdependen atau interdependent family relantionship atau 􂔦􀮫􀱫􁏑􂓗􁐙􁪘􃛵􀲀 (sougoizonteki kazokukankei).

This research aims at uncovering the structure of Japanese family set up by Ogawa Yoko in her three novels, i.e. Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki, and Miina No Koushin. It is a qualitative research using library research as its method. Social field proposed by Bourdieu and ie system of Japanese traditional family have been chosen to analyse the issue. This research has found out that Ogawa Yoko had caught the change of the family structure taking place in her society and has expressed it in her three novels. The family structure Ogawa Yoko has developed differs from both the structure of Japanese traditional family and modern family. Thus, Ogawa Yoko has developed interdependent family relationship / 􂔦􀮫􀱫􁏑􂓗􁐙􁪘􃛵􀲀 (sougoizonteki kazokukankei."
2015
D2046
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma
"Masalah kajian adalah perwujudan keluarga Jepang di perkotaan dan pusat industri. Perkembangnan teknologi industri setelah terjadinya modernisasi di Jepang mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakatnya. Seperti kemajuan teknologi yang mengagumkan sejak lahir Perang Dunia kedua telag meningkatkan standar hidup bangsanya dari akibat reruntuhan perang menjadi salah satu negara dengan pendapatan ekonomi tertinggi di dunia.
Industrialisasi menimbulkan arus urbanisasi ke kota-kota dan pusat industri, terutama kaum muda selain chonan (pewaris) yang mengharapkan pekerjaan bergaji. Munculnya industri-industri besar yang menciptakan peluang kerja dengan jenis pekerjaan yang bervariasi dan menuntut keahlian, menyebabkan mereka terpaksa harus tinggal dekat dengan lokasi pekerjaan. Pemisahan rumah dengan tempat kerja ini menimbulkan pecahnya keluarga luas dan menciptakan keluarga inti."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T3212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sera Revalina
"ABSTRACT
Tanshin Funin adalah suatu keadaan dimana seorang kepala keluarga harus tinggal terpisah dengan keluarga karena mendapat tugas untuk bekerja di tempat yang jauh dari perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk tinggal terpisah daripada pindah bersama keluarga ke tempat tugas yang baru. Faktor pertama adalah masalah pendidikan anak. Jika seorang anak pindah sekolah, maka terkadang akan menimbulkan masalah dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Kemudian, kualitas sekolah di tempat yang baru juga belum tentu baik.
Faktor kedua adalah tidak ada yang dapat merawat rumah selama pergi bertugas padahal harga rumah di Jepang sangat tinggi. Faktor ketiga adalah perawatan orang tua. Tanggung jawab merawat orang tua adalah tanggung jawab anak sehingga biasanya istri harus tetap tinggal untuk merawat orang tua. Faktor ke empat adalah sulit bagi istri untuk berhenti dari pekerjaan dan pindah bersama suami ke tempat tugas yang baru.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari tanshin funin antara lain baik suami maupun istri menjadi lebih tertekan, lebih banyak mengkonsumsi alkohol karena harus menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Dampak lainnya adalah anak menjadi kurang disiplin dan hubungan ayah dan anak menjadi renggang karena kurangnya waktu untuk berkomunikasi. Akan tetapi bagi keluarga yang dapat beradaptasi dengan bentuk kehidupan mereka dengan tinggal terpisah ternyata tanshin funin dapat memperat ikatan keluarga.
Tanshin funin harus dilakukan agar karir di perusahaan dapat berkembang dan kepentingan keluarga tetap dapat terpenuhi. Karena itu, sebuah keluarga harus dapat meminimalisir dampak negatif tanshin funin dan berusaha melihat sisi positif dari tanshin funin.

"
1999
S13862
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaela
"Menurut beberapa ahli bahwa ohaka adalah cerminan kebudayaan masyarakat tertentu, dari hal inilah dapat dikatakan bahwa ohaka Jepang merupakan salah satu cerminan kebudayaan Jepang. Kebudayaan Jepang yang dirnaksud dalam skripsi ini adalah kebudayaan yang paling khas dalam masyarakat Jepang, yang dapat terlihat dari keluarga Jepang yang bersifal patrilinealMelihat kaitan ohaka dengan sistem kekerabatan Jepang adalah keduanya memiliki kemiripan. Contohnya, pada sistem kekerabatan Jepang yang berdasarkan garis keturunan laki-laki, semua hak pewarisan akan jatuh kepada ahli waris anak laki-laki pertama (chonan), dan setelah chonan menjadi kepala keluarga (kacho) semua hak pengaturan rumah tangga berada ditangannya.Berkaitan dengan pengertian simbol oleh salah seorang antropolog. Victor Turner, yang memusatkan penelitian mengenai simbol pada suku Ndembu di benua Afrika, bahwa simbol adalah sesuatu yang dipandang sebagai suatu persetujuan umum atau perwakilan atau kenangan alas sesuatu yang memiliki kualitas, penulis menjelaskan bagaimana ohaka dapat dikatakan sebagai simbol keluarga Jepang.Dalam hal ini pcnulis berpegang pada pengertian simbol oleh Turner di atas, bahwa sesungguhnya sistem ohaka memiliki kemiripan dengan sistem kekerabatan masyarakat Jepang. Selanjutnya untuk landasan berikutnya, Turner menyatakan bahwa sebelum dapat menafsirkan sebuah simbol, peneliti harus dapat mengumpulkan data yang diperoleh dari; Pertama, bentuk eksternal dan karakteristik-_karakteristik yang nampak. Kedua, tafsiran-tafsiran yang diberikan oleh para ahlimaupun awam dan terakhir, konteks-konteks yang penting yang sebagian besar dilakukan oleh ahli antropologi. Landasan terakhir adalah sifat simbol yang dikaitkan dengan ohaka.Ohaka memenuhi semua kriteria yang telah diuraikan diatas. Maka dapat dikatakan bahwa ohaka memang dapat dikatakan sebagai simbol keluarga Jepang sekaligus membuktikan bahwa sistem ie yang dinyatakan telah digantikan oleh sistem keluarga yang baru yaitu kakukazoku masih tetap ada secara sadar atau tidak sadar dalam pencerminan ohaka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aquarini Priyatna Prabasmoro
"Tesis ini merupakan kritik sastra yang mempergunakan perspektif feminis dan pascakolonial terhadap tiga novel karya Nh. Dini, yaitu Pada Sebuah Kapal, La Barka, Namaku Hirolco. Analisis dalam tesis ini menyoroti konstruksi seksualitas dan subjektivitas perempuan dalam budaya patriarki yang saya lakukan melalui kajian struktur dan kajian wacana yang saya fokuskan pada wacana tubuh dan penubuhan, serta wacana berahi, seks dan cinta.
Simpulan yang saya dapatkan adalah pada ketiga novel Nh. Dini meresistensi konstruksi patriarki atas seksualitas dan subjektivitas perempuan melalui penghadiran tokoh perempuan yang menginternalisasi dan mendekonstruksi, mengartikulasi dan/atau melebih-lebihkan konstruksi patriarkal terhadap seksualitas/ subjektivitas perempuan sebagai bagian dari proses menjadi Diri/Subjek sebagaimana Diri itu ingin dibangun oleh tokoh-tokoh tersebut

Representation of Women's Sexuality in Three Novels by Nh. DiniThis thesis is a piece of literary criticism using feminist and postcoionial perspective on Nh. Dini's three novels, namely Pada Sebuah Kapal, La Barka, Namaku Himko. The analysis of this thesis highlights the construction of women's sexuality and subjectivity through structural and discursive analysis, which I focus on the patriarchal construction of women's sexuality and subjectivity as well as based on the discourse of passion, sex and love.
The conclusion I can draw is that in the three novels, Nh. Dini resists the patriarchal construction on women's sexuality and subjectivity by presenting women characters that internalize and deconstruct, articulate and/or magnify the patriarchal construction of women's sexuality and subjectivity as a part of a process of becoming Self/ Subject as the Self wishes to be constructed by the characters.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 10863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sauliah
"Setelah melewati periode Nara ( abad ke-7 s/d _abad ke-8), maka periode sejarah Jepang selanjutnya disebut dengan periode zaman Heian (abad ke-8 s/d abad ke-12). Di Taman Heian kaum kizoku atau bang_sawan lebih banyak berperan, baik di kalangan pemerin_tahan maupun di dalam lingkungan masyarakat ketika itu. Istilah kizoku di dalam bahasa Indonesia seca_ra harafiah berarti bangsawan. Oleh karena itu untuk,selanjutnya penulis akan menggunakan istilah bangsawan untuk istilah kizoku. Dan selanjutnya penulis akan me_nuangkan serta menguraikan permasalahan kaum, bangsawan di zaman Heian di dalam skripsi ini. Di zaman Heian, kaum bangsawan memberikan suatu bentuk kebudayaan yang memiliki ciri khas tertentu. Inilah yang menjadi motivasi bagi penulis untuk menco_ba membahas tentang kaum bangsawan serta kebudayaannya di zaman ini, karena menurut hemat penulis kaum bangsa wan di zaman Heinan tampaknya lebih dominan dari rakyat pada umumnya. Motivasi ini diperkuat lagi setelah pe_nulis membaca beberapa artikel dari buku Sejarah Jepang yang berjudul Heian Kizoku, jilid ke-3 dari buku Nihon no Rekishi, terbitan Tokubai Shinbunsha yang lebih banyak menceritakan kehidupan kaum bangsawan serta hasil-hasil budayanya yang muncul ketika itu yang berbeda dari masa sebelumnya. Kaum bangsawan di zaman Heian melambangkan kejayaan kalangan kuge pada umumnya di masa itu. Istilah kuge identik dengan apa yang disebut kizoku atau seca_ra harafiahnya adalah kaum bangsawan. Namun istilah ini kurang beruntung karena istilah kizoku lebih dorr.inan digunakan di dalam tulisan-tulisan tentang sejarah Je_pang, khususnya sejarah periode Heian. Sehingga di dalam penulisan skripsi ini, istilah kaum bangsawan yang akan digunakan bukan hanya mengacu kepada pengertian kizoku melainkan juga berarti kuge. Kehidupan kaum bangsawan di zaman Heian penuh dengan kemewahan dan dapat dinilai menyaingi atau meng-imbangi taraf hidup keluarga kaisar. Selain secara po_litis mereka erat kaitannya dengan pihak kaisar, mere_ka juga merasa memiliki hubungan yang erat atau khusus dengan pihak kaisar. Hal ini diperkuat lagi dengan a danya jalinan perkawinan puteri-puteri kaum bangsawan dengan putera-putera keturunan kaisar. Di dalam pemerintahan, kaum bangsawan banyak rnemegang jabatan-jabatan panting. Pada masa awal Heian ini, sistim pemerintahan masih mengikuti sistim Cina yaitu berpegang pada sistim ritsuryo dimana penyeleng_gara pemerintahan dengan pimpinan tertinggi terletak di tangan kaisar. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa zaman Heian dan kebudayaannya memiliki ciri khas tersendiri dan ciri ini ditandai dengan budaya yang serba mewah. Sebagai suatu bukti dari ciri kemewahan tersebut dapat kita lihat dalam suatu upacara memajang seperangkat boneka yang dihias dengan mewah yang melambangkan kemewahan kehidupan dari kaum bangsawan ketika itu. Upacara atau festival seperti ini di jepang dikenal dengan nama hina matsuri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nella Putri Giriani
"Tesis ini membahas pendisiplinan dalam konstruksi keluarga pada tiga film Indonesia kontemporer, yaitu Kulari Ke Pantai (2018), Keluarga Cemara (2019), dan Dua Garis Biru (2019) melalui konsep Konsep keluarga menurut Alston (2008), Teori Foucault mengenai Disciplinary Power, dan Unsur Naratif Film dan Mise-en-Scene milik Bordwell dan Thompson (2008). Penelitian ini berupaya membongkar konstruksi keluarga melalui wacana dan ideologi yang dibangun dalam film. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana tiga film karya Gina S. Noer sebagai representasi sineas perempuan masa kini memberikan kontribusi pada kajian film Indonesia dalam melihat transformasi konstruksi
keluarga di masa Reformasi yang merefleksikan perubahan wacana kuasa dan ideologi gender Orde Baru. Hasil analisis menunjukkan bahwa kuasa yang berkaita dengan wacana seksualitas, kelas/ruang, dan gender yang dimunculkan dalam ketiga korpus ini menimbulkan pendisiplinan yang tumpeng tindih melalui pengajaran, internalisasi, pengawasan, dan pelaksanaan disiplin lainnya yang produktif dalam keluarga.
Pendisiplinan ini menghasilkan dan melatih tokoh bapak, ibu, dan anak untuk menjadi
individu yang patuh dengan konstruksi keluarga yang sesuai dengan nilai agama dan
sosial dalam masyarakat. Analisis lebih jauh dengan teori kuasa disiplin Foucault
menemukan adanya resistensi tokoh dalam keluarga untuk melawan norma dan nilai yang
konvensional, walaupun tidak berjalan dengan lama dan signifikan. Posisi ideologis yang
ambigu tersebut mengindikasikan bahwa ketiga korpus mengalami pergulatan nilai.
Adanya dominasi ideologi patriarki dan paternalistik menunjukkan bahwa ketiga film
pada akhirnya belum mampu meninggalkan konvensi struktur sosial yang ada. Budaya
patriarki yang secara hierarkies mengekslusifkan kuasa ayah, menempatkan Ibu pada
peran prokreasi, dan memosisikan anak sebagai objek paling bawah dalam keluarga
masih menyisakan jejaknya pada film-film Indonesia kontemporer.

This thesis discusses disiplinary power of family construction in three contemporary
Indonesian movies, namely Kulari Ke Pantai (2018), Keluarga Cemara (2019), and Dua
Garis Biru (2019) through the concept of the concept of family according to Alston
(2008), Foucault's Theory of Disciplinary Power, and Bordwell and Thompson's (2008)
Film Narrative and Mise-en-Scene Elements. This research seeks to dismantle the family
construction through discourse and ideology in the movies. This aims to show how three
films by Gina S. Noer as representations of female filmmakers today contribute to
Indonesian film studies in seeing the transformation of family construction during the era
of Reformasi which reflects the changes in the discourse of power and gender ideology
of the Orde Baru. The results of the analysis show that the power related to sexuality,
class / space, and gender discourses that appear in these three corpuses causes overlapping
discipline through teaching, internalization, supervision, and the implementation of other
productive disciplines in the family. This discipline produces and trains father, mother,
and child figures to become individuals who are obedient to family constructions that are
in accordance with religious and social values in society. Further analysis with Foucault's
theory of disciplinary power found the resistance of figures in the family to go against
conventional norms and values, although not significant. This ambiguous ideological
position indicates that the three corpuses experience a value struggle. The dominance of
patriarchal and paternalistic ideologies shows that the three films in the end have not been
able to leave the existing convention of social structures. The patriarchal culture that
hierarchically excludes the power of the father, positions the mother in the role of
procreation, and the child as the lowest object in the family still leaves its traces in
Indonesian contemporary movies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Unversitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idah Hamidah
"Tesis ini memfokuskan din pads strategi kesantunan tindak tutur direktif dalam novel bahasa Jepang. Novel yang digunakan sebagai amber data adalah catatan harian penulisnya, berjudul Ichi Rittoru no Namida `One Litre of Tears' karya Kito Aya yang diterbitkan pads Februari 2005 (17 Heisei).Penelitian ini bertujuan menemukan strategi kesantunan direktif di dalam novel. Melalui ancangan kualitatif dengan metode analisis kontekstual, ditemukan lima strategi kesantunan untuk menyatakan direktif, sesuai dengan yang diaj ukan oleh Brown & Levinson (1987), antara lain: (1) bald on record (Iangsung), (2) on record dengan kompensasi kesantunan positif, (3) on record dengan kompensasi kesantunan negatif, (4) off record (samar-samar), dan (5) bertutur di dalam hati (diam).Strategi kesantunan direktif secara terus terang direalisasikan melalui pemarkah gramatikal [kudasai], [Â?te], dan [- to goran]; penggunaan fatis [ne] dan [yo]. Strategi kesantunan direktif dengan kompensasi kesantunan positif direalisasikan melalui promise, include both S & H in the activity, intensify interest to H, give reason, assert or presuppose S's knowledge of and concern for H's wants, dan give gift. Strategi kesantunan direktif dengan kompensasi kesantunan negatif direalisasikan melalui penggunaan questions & hedge, impersonal ae S & H, dan be conventionally indirect. Strategi kesantunan direktif secara samar-samar direalisasikan melalui use ellipsis, be vague, dan give hints. Kesantunan direktif dalam hati direalisasikan dengan diam. Dari kelima strategi kesantunan direktif tersebut, ditemukan bahwa strategi yang cenderung lebih banyak digunakan adalah kesantunan direktif positif. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dalam bahasa Jepan.

This thesis focuses on politeness strategy of directive speech act in Japanese novel Ichi Rittoru no Namida (One Littre of Tears) written by Kito Aya. This primary data source is the writer's journal, published on February 2005 (17 Heisei). Applying qualitative approach and contextual analysis method, it is found out that there are five politeness strategies to perform directive speech act, as proposed by Brown & Levinson (1987). They are (1) bald on record, (2) positive politeness, (3) negative politeness, (4) off record, and (5) silent strategy. The first strategy is realized by grammatical marker [kudasai], He], and [Â?te goran]; phatic expression [ne] and [yo]. Second strategy is realized by making promise, including both S & H in the activity, intensifying interest to H, giving reason, asserting or presupposing S's knowledge of and concern for H's wants, and giving gift. Third strategy is realized by using hedge and questions, impersonalizing S & H, and being conventionally indirect. The fourth strategy is realized by using ellipsis, being vague, and giving hints. Silent strategy in directive politeness is realized by saying nothing. The finding shows that positive politeness tends to be used more frequently. The finding of this research serves as the synchronic linguistic data for further research in the topic."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>