Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14184 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This research aims to describe fiscal independency in regions (cities) /municipalities in
Kepulauan Riau Province. Researcher selected Kepulauan Riau Province because seven
regions/municipalities in Kepulauan Riau Province are new local government; and
regions/municipalities in Kepulauan Riau Province have a lot of natural resources. Fiscal
independency is measured used degree of Fiscal Desentralization concept. This Research used
qualitative approach and descriptive rnethod.Beside that, this research used data local government
budget (APBD) regions/municipalities in Kepulauan Riau Province periode 2008-2012 which is got
from Indonesian Finance Ministry. The result show there are five regions/municipalities in
Kepulauan Riau Province have well fiscal independency and low dependency about central
government. And just two regions/municipalities in Kepulauan Riau Province still have bad fiscal
independency and high dependency about central government."
JWK 16:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Turseno
"ABSTRAK
Dalam melihat keterkaitan desentralisasi fiskal terhadap tingkat korupsi, teori dan hasil kajian menunjukkan hasil yang berbeda. Sehingga kesimpulan yang dirumuskanpun bersifat kontekstual. Oleh sebab itu, penelitian sejenis ini akan tetap relevan dilakukan termasuk untuk konteks Indonesia.
Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap tingkat korupsi di tingkat kota di Indonesia serta untuk melihat pengaruh berbagai faktor lainnya terhadap korupsi. Data yang digunakan adalah data panel 20 kota di Indonesia yang menjadi unit analisis dalam kurun waktu tahun 2006, 2008 dan 2010. Model yang digunakan diestimasi dengan menggunakan metode regresi data panel Common Effect.
Variabel terikat dalam tesis ini adalah tingkat korupsi, sedangkan sebagai variabel bebasnya adalah tingkat desentralisasi fiskal yang diwakili oleh besarnya dana perimbangan yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus dan belanja pegawai. Sedangkan sebagai variabel kontrol, digunakan variabel pendidikan, variabel PDRB per kapita, dan variabel formasi partai pemerintahan. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif ekonometrika.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan, kecuali variabel PDRB per kapita, berpengaruh terhadap tingkat korupsi. Variabel desentralisasi fiskal berkorelasi positif dengan tingkat korupsi yang artinya semakin tinggi derajat desentralisasi fiskalnya maka akan semakin tinggi angka korupsinya. Variabel pendidikan dan variabel formasi partai pemerintahan berkorelasi negatif terhadap tingkat korupsi di daerah. Sedangkan variabel PDRB per kapita dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ini tidak berpengaruh pada angka korupsi.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal membawa pengaruh meningkatkan angka korupsi di daerah. Sehingga perlu adanya kajian yang lebih mendalam agar kebijakan ini dapat berjalan lebih baik lagi.

ABSTRACT
In view of the fiscal decentralization towards the level of interconnectedness of corruption, theory and results of the study showed different results. So that conclusion was formulated is contextual. Therefore, this kind of research will remain relevant to include the context of Indonesia.
This research is intended to prove how the influence of fiscal decentralization to the level of corruption in the level of district in Indonesia as well as to see the influence of various factors to corruption. The data used is panel data of 20 districts in Indonesia becomes a unit of analysis in the period of 2006, 2008 and 2010. A model used estimated by using the method of regression data panel common effect.
Dependent Variable in this thesis is level corruption, while as independent variable is level of fiscal decentralization represented by Fund of Counter balance transferred by the central government to local government after deducting Special Allocation Fund and Officer Expense. While the control variable is used as a variable, education, GDP per capita, variables and variable formation of the Party of Government. The approach used is quantitative econometrics.
The results of this research indicate that all of the variables used, unless the variable is GDP per capita, have an effect on the level of corruption. Fiscal decentralization variable correlated positively with the level of corruption, which means that the higher the degree of fiscal decentralization then his numbers will be higher. Education and formation variable party government correlate negatively to the level of corruption in the region. While the per capita GDP variables in this study indicates that this variable has no effect on the number of corruption.
In general it can be concluded that fiscal decentralization brought the influence of increasing numbers of corruption in the region. So the need for a deeper study of this policy in order to be able to walk better."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T33199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofwatun Hasna
"Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian di Propinsi Jawa Timur tahun 2009-2013. Teknik estimasi yang di gunakan adalah analisis data panel dengan random effect. Pendapatan daerah Jawa Timur periode belanja daerah pada periode tersebut terus mengalami kenaikan meski belum terealisasi 100%. Hasil regresi menunjukan Dana Bagi Hasil (DBH), lain-lain pendapatan yang sah, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdampak positif terhadap kinerja perekonomian, sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti tidak berdampak pada kinerja perekonomian Jawa Timur selama periode penelitian.
"
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015
336 JBPPK 8:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Benedictus Raksaka Mahi
"Menjadikan Pembangunan Daerah sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di era desentralisasi adalah pilihan yang tepat, karena melalui desentralisasi telah banyak urusan dan sumber daya yang telah didaerahkan. Namun, pembenahan terhadap pengelolaan urusan yang telah didaerahkan maupun pengelolaan keuangan daerah perlu menjadi perhatian. Kebijakan desentralisasi fiskal memiliki kemampuan adaptasi dan dapat dirancang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang optimal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
PGB-Pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafi
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh dan pengeluaran kesehatan pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal terhadap harapan hidup masyarakat di daerah kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan PDRB per kapita sebagai variabel kontrol. Penelitian ini menggunakan sampel 204 kabupaten/kota di Indonesia. Titik 1996 dan 1999 digunakan sebagai representasi sebelum menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan periode 2005 dan 2006 digunakan sebagai representasi setelahnya implementasi kebijakan desentralisasi fiskal. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan metode Random Effect Model (MER). Hasil regresi menunjukkan pengeluaran itu kesehatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harapan hidup masyarakat di wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Dampak kebijakan desentralisasi fiskal telah efek positif dan signifikan terhadap harapan hidup orang-orang di daerah tersebut kabupaten/kota di Indonesia. Pemerintah kabupaten/kota di Indonesia dapat memaksimalkan potensi masing-masing daerah seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga peningkatan sumber pendapatan diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran kesehatan. Dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap usia harapan hidup dapat terjadi digunakan sebagai referensi oleh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia untuk mengevaluasi sistem desentralisasi fiskal yang telah diterapkan.

Health expenditure influence of fiscal decentralization policies on community life expectancy in district/city areas in Indonesia by using per capita GRDP as a variable control. This study uses a sample of 204 districts/cities in Indonesia. Points 1996 and 1999 were used as representations before implementing fiscal decentralization policies and the periods 2005 and 2006 were used as representations afterwards the implementation of fiscal decentralization policies. This study uses panel data regression using the Random Effect Model (MER) method. Regression results indicate that health spending does not have a significant effect on peoples life expectancy in the district/city in Indonesia. The impact of fiscal decentralization policies has positive and significant effects on the life expectancy of people in the area regencies/cities in Indonesia. District/city governments in Indonesia can maximize the potential of each region such as Regional Original Revenue (PAD) so that an increase in revenue sources is expected to increase health expenditure. The impact of fiscal decentralization policies on life expectancy can occur used as a reference by district/city governments in Indonesia to evaluate the fiscal decentralization system that has been implemented."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Desentralisasi fiskal dilaksanakan dengan keyakinan bahwa Pemerintah Daerah lebih
memahami tingkat kebutuhan masyarakat di daerahnya dibandingkan dengan Pemerintah
Pusat. Dengan kebijakan desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah diharapkan dapat
mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih merata. Penelitian ini dilakukan karena
semakin tingginya tuntutan masyarakat agar pemerintah memperhatikan kebutuhannya,
terutama pendidikan yang kini menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat dan bahkan
termasuk dalam salah satu prioritas nasional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) pendidikan dapat meningkatkan pengeluaran pendidikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota; 2. Peningkatan pengeluaran pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
dapat meningkatkan aksesabilitas pendidikan oleh masyarakat; 3.Kesejahteraan daerah
kabupaten/kota dapat meningkatkan pengeluaran pendidikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan aksesabilitas pendidikan oleh masyarakat; 4. Di daerah kaya,
peningkatan pengeluaran pendidikan Pemerintah Kabupaten/Kota berpengaruh lebih besar
terhadap peningkatan aksesabilitas pendidikan masyarakat daripada di daerah miskin; 5.
Kebijakan desentralisasi fiskal dapat meningkatkan aksesabilitas pendidikan oleh
masyarakat."
332 JBPPK 7:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yana Syafriyana Hijri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya peningkatan jumlah pembentukan DOB di Indonesia. Hanya dalam waktu setengah dekade bertambah menjadi lima kali lipat. Kurun waktu 1999-2009 menunjukkan kenaikan yang signifikan, jumlah provinsi naik 27%, kabupaten 70,1%, dan jumlah kota 57,6%. Sampai dengan bulan Juni 2009, telah terbentuk 205 DOB, yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Sehingga, total DOB saat ini berjumlah 33 Provinsi, 398 Kabupaten dan 93 Kota, ditambah 5 Kota dan 1 Kabupaten Administratif di Provinsi DKI Jakarta. Adapun kenaikan jumlah pembentukan DOB melalui hak usul inisiatif DPR, meningkat 91% (53 DOB), terdiri dari 1 provinsi, 46 kabupaten, dan 6 kota. Pemerintah sendiri hanya mengusulkan 5 DOB (8,6%), terdiri dari 4 kabupaten, dan 1 kota. Kentalnya faktor politis dalam isu pembentukan DOB masih menjadi hambatan bagi pengendaliannya. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori proses politik dari Roy C. Macridis dan Carlton Clymer Rodee, teori elit dari Vilpredo Pareto, teori pemekaran daerah dari Gabriele Ferrazzi, dan teori primordialisme dari Clifford Gertz dan Ramlan Surbakti.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik analisis deskriptif. Sedangkan teknik pengumpulan data berdasarkan dokumen tertulis, baik risalah rapat Pansus, Panja, Timus Komisi II dan Paripurna DPR RI atau dokumen terkait dari lembaga-lembaga lainnya, termasuk wawancara mendalam dengan anggota Panja Komisi II DPR RI. Temuan dilapangan menunjukkan proses pembentukan Kabupaten Mamberamo Tengah merupakan tuntutan masyarakat melalui tokoh adat, tokoh agama, elit politik dan birokrasi, menggunakan pendekatan formal dan informal untuk mendesak Anggota Komisi II DPR RI segera memprosesnya menjadi hak usul inisiatif. Oleh karena itu, pembentukan DOB merupakan tindakan politis, karena beberapa ketentuan, syarat dan mekanisme administratif seringkali diabaikan. Bahkan tuntutan tersebut juga dipengaruhi adanya kontrak politik elit, transaksi ekonomi politik, dan kepentingan pembentukan daerah pemilihan dalam pemilu. Implikasi teoritis menunjukkan aktualisasi maupun sikap atas perilaku politik seperti dijelaskan Roy C. Macridis dalam tuntutan pembentukan Kabupaten Mamberamo Tengah disampaikan kelompok masyarakat adat dan didukung organisasi agama, menjadi kepentingan bersama untuk mewujudkan keadilan, pemerataan, persamaan, kesejahteraan dan kemakmuran, diagregasikan partai politik di daerah dan pusat agar dapat dibahas melalui mekanisme sistem politik. Kepentingan tersebut terealisasi karena adanya sekelompok elit sesuai dengan pendapat Pareto seperti tokoh adat, agama dan partai politik di daerah dan pusat yang berperan mengawalnya dalam lembaga politik.

This research is motivated by the increasing number of the establishment of DOB in Indonesia. In just a decade it has conducted for five times. The period of 1999-2009 showed a significant increase, up to 27% for the number of provinces, 70.1% for the districts, and 57.6% for the number of cities. As June 2009, has formed 205 DOB, which consists of 7 provinces, 164 countries, and 34 cities. Thus, currently number for total DOB is 33 provinces, 398 districts and 93 cities, plus 5 and 1 District Administrative City in Jakarta. The number of initiative right proposal for DOB establishment through parliaments is increasing as well, 91% (53 DOB), consists of 1 province, 46 districts and 6 cities. The government itself is only proposed 5 DOB (8.6%), consists of 4 districts and 1 city. The strong political factor in the issue of the DOB formation is still an obstacle to its control. As a theoretical foundation, this study uses the theory of the political process from Roy C. Macridis and Carlton Clymer Rodee, elite theory of Vilpredo Pareto, the theory of area of Gabriele Ferrazzi, and primordial theory of Clifford Gertz and Ramlan Surbakti.
This study used qualitative methods, the descriptive analysis techniques. While data collection techniques based on written documents, minutes of meetings with the Special Committee, Working Committee, Drafting Team, the Plenary Commission II of the parliaments, and related documents from other institutions, including in-depth interviews with members of the Working Committee. Field findings show the process of formation of the District Central Mamberamo a requirement of society through traditional leaders, religious leaders, political and bureaucratic elite, using formal and informal approaches to urge Members of Commission II of the parliaments immediately proceed to the right of initiative proposal. Therefore, formation of DOB is a political act, because some of the provisions, terms and administrative mechanism are often overlooked. Even these demands also influenced the contract by the political elite, transactions political economy, and the interests of formation of constituencies in the election. Theoretical implications indicate that the actualization of the political behavior and attitudes as explained by Roy C. Macridis shown in the demand for the District Central Mamberamo delivered and supported indigenous groups of religious organizations, to realize the common interest of justice, equity, equality, welfare and prosperity, aggregated regional and national political party in order to enter the political system mechanism. While the benefit is realized because of the elite group is in accordance with the concept of Pareto, such as the presence of traditional leaders, religious and political parties, whose role is to bring the interests and escorted into the political institutions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T34986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Dartanto
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
S19319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasta Dwi Pradana
"Desentralisasi fiskal yang dilaksanakan sejak tahun 2001 telah membawa perubahan yang besar bagi tata kelola keuangan publik di Indonesia. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia terhadap ukuran pemerintah daerah provinsi [rasio antara pengeluaran pemerintah daerah provinsi (konsolidasi provinsi dan kabupaten kota) terhadap PDRB provinsi]. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan oleh Brennan dan Buchanan (1980) dan Wallis dan Oates (1988) mengenai pengaruh desentralisasi fiskal terhadap ukuran pemerintah daerah.
Selain melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap ukuran pemerintah daerah provinsi, penelitian ini juga mencoba melihat pengaruh ukuran pemerintah daerah provinsi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah provinsi. Hal tersebut mengacu pada hipotesis yang dikemukakan oleh Armey (1995), bahwa ukuran pemerintah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika data panel untuk data dari 26 provinsi di Indonesia pada tahun 1995-2013.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia berpengaruh positif terhadap ukuran pemerintah daerah provinsi. Ukuran pemerintah daerah provinsi juga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah provinsi. Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran optimal dari pemerintah daerah provinsi yang memaksimumkan pertumbuhan ekonomi daerah provinsi belum/tidak terjadi di Indonesia berdasarkan data yang digunakan.

Fiscal decentralization which has been doing since 2001 brought massive transformation for the governance of the public finance in Indonesia. This research aimed to observe the effect of fiscal decentralization in Indonesia on provincial government size [ratio between provincial government expenditure (consolidation between province and district, city) on GDRP of province]. It was based on hypothesis by Brennan & Buchanan (1980) and Wallis & Oates (1988) about the effect of fiscal decentralization on subnational government size.
In addition to observing the effect of fiscal decentralization on provincial government size, this research also aimed to observe the effect of provincial government size on the regional economic growth. It based on hypothesis stated by Armey (1995) that government size is related to economic growth. Method of the research was econometric panel data modelling for data of 26 provinces in Indonesia from 1995 to 2013.
Result showed that fiscal decentralization in Indonesia had positive effect on provincial government size. Provincial government size also positively affected regional economic growth. However, this study showed that optimal size of provincial government in order to maximize regional economic growth had not or did not occur in Indonesia based on data used.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>