Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"In philosophical discussions, politics is one of the most interesting, deep but also slippery topics. It is interesting because it aims to make life in society more humane,deep because it involves a variety of interests, and slippery because it is a discussion between citizens on various issues in a public space. This interesting, deep and slippery discourse is analyzed by Hannah Arendt by clearly distinguishing between what is political and what is apolitical. In what is political, there are freedom and plurality. This becomes evident in the arena called "public space'’. On the other hand,what is apolitical can be defined as forcing the citizens into uniformity. According the Arendt, authentic politics has to be vivified by freedom, supported by plurality among human beings and strengthened by interlocution [communication] among citizens in public space."
ARETE 2:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rapar, J.H.
Jakarta: Rajawali, 1989
320.01 Rap f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shapiro, Ian
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003
320.5 SHA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rapar, J.H.
Jakarta: Rajawali, 1989
201 RAP f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bur Rasuanto
"Tema kajian disertasi ini adalah keadilan sosial, khususnya dua teori yang dikembangkan oleh John Rawls dan Jurgen Habermas. Keadilan sosial merupakan pokok bahasan fisafat politik atau moralitas politik, yaitu bagian dari filsafat praktis yang mengkaji dimensi moral yang mengendalikan tindakan-tindakan politik. Konsep keadilan sosial berkenaan dengan prinsip mengatur pembagian beban dan nikmat dari suatu kerjasama sosial yang termanifestasi dalam lembaga yang disebut negara.
Penulisan disertasi ini dilatari kegelisahan lama yang diaktualkan oleh peristiwa historis luar biasa dan membawa pengaruh fundamental terhadap konstelasi dunia. Di bulan Agustus 1991 berjuta-juta orang di seluruh dunia termasuk kita di Indonesia menyaksikan dengan takjub runtuhnya negara Uni Soviet, satu dari dua negara adikuasa dunia. Sukar dipercaya bahwa negara berlandaskan ideologi tunggal Marxisme-Leninisme yang diklaim pendukungnya sebagai ideologi emansipatif dan universal, dengan organisasinya yang solid dan dikendalikan suatu kekuasaan pusat yang amat kuat dan canggih, secara dramatis mengalami disintragrasi, lenyap dari peta, tercerai-berai menjadi sekitar selusin negara baru berdiri sendiri-sendiri.
Peristiwa itu merupakan klimaks dari proses runtuhnya kekuasaan komunisme di Eropa Timur yang sepanjang sekitar 3/4 abad 20 sempat menguasai separuh dunia Keruntuhan kekuasaan komunisme itu sudah dimulai dari Polandia, Hongaria, Bulgaria, Jerman Timur, Cekoslovakia, Rumania hingga ke Yugoslavia. Keruntuhan itu diikuti disintegrasi negara Yugoslavia yang pecah berkeping-keping dengan masing-masing negara bagian berdiri sendiri, dan Cekoslovakia yang menjadi dua negara Ceko dan Slovakia. Sebaliknya Republik Demokrasi Jerman berintegrasi ke dalam Republik Federal Jerman sehingga dua Jerman yang ideologinya antagonistik kembali menjadi satu Jerman.
Bagi rezim-rezim otoriter dan para pendukungnya terjadinya drama sejarah itu ditekankan sebagai akibat dari gerakan glasnost (keterbukaan politik) dan prestroika (restrukturisasi ekonomi), gerakan reformasi yang dicetuskan Perdana Menteri Michael Gorbachev sejak ia memegang tampuk kekuasaan di Kremlin Maret 1985. Gerakan tersebut ditunjuk sebagai bukti betapa berbahayanya gagasan kebebasan dan demokrasi bagi kesatuan dan keselamatan bangsa, dan dijadikan alasan memperketat kontrol terhadap rakyat dan makin represif.
Tapi bagi para tokoh politik Barat dan pemikir liberal kejadian itu ditanggapi sebagai kemenangan Barat dalam Perang Dingin, bukti keunggulan faham demokrasi liberal atas demokrasi rakyat, keberhasilan sistem ekonomi pasar kapitalisme atas sistem ekonomi terpimpin sosialisme. Banyak di antaranya yang tanpa ragu menyimpulkan bahwa kini liberalisme telah menjadi ideologi tunggal dunia. Pernyataan The End of the Cold War Presiden George Bush, segera diikuti berbagai The End of lain: The End of Geography (Robert O'Brien) yang menggambarkan kemenangan kapitalisme internaional dan terintegrasinya ekonomi dunia; The End of the Nation State (Kenichi Ohmae) yang melihat batas-batas negara tidak lagi relevan; bahkan The End of History yang justru mengkhawatirkan apabila dunia hanya berideologi tunggal itu?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
D285
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bur Rasuanto
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005
320.01 BUR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azhar
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
320.01 MUH f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rapar, J.H.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001
320.01 RAP f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azhar
Jakarta: RajaGrafindo, 1997
320.01 MUH f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azhar
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
320.01 MUH f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>