Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205091 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Otitis media akut adalah peradangan yang terjadi pada telinga bagian tengah, termasuk saluran eustachius dan kavum mastoid dengan waktu kejadian akut, yaitu kurang dari 2 minggu. Otitis media akut (OMA) atau acute otitis media (AOM) ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun oleh virus. Kejadian OMA sering ditemukan pada anak-anak terutama anak dalam rentan usia 0-5 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh struktur anatomi telinga anak yang lebih datar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Prevalensi Otitis Media Akut dan Hubungannya dengan Status Gizi pada Anak Usia 0-5 tahun di Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Data diambil sejak tanggal 4 Mei sampai tanggal 18 Juni 2012 dan didapatkan 125 anak dengan rentang usia 0-5 tahun. Hasil penelitian menunjukan prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 di Jakarta Timur pada tahun 2012 adalah sebesar 17,6 % (laki-laki 54,4% dan perempuan 45,6%). Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara otitis media akut dan status gizi pada anak, ( p < 0.001). Angka kejadian otitis media akut terbesar ditemukan pada anak dengan status gizi kurang. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi otitis media di Jakarta Timur pada tahun 2012 adalah 17,6% dan terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun., Acute Otitis Media is inflammation which occur on middle ear, including eustachius tube, mastoid cavum, and happened during acute time ( less than 2 weeks). Acute Otitis Media (AOM) is ussually caused by bacteria and virus. This disease ussually happen in 0-5 years old children. This is maybe caused by immature middle ear structure in children which is more flat than middle ear structure in adult. The purpose of this study was to determine the prevalence of acute otitis media and its association with nutritional status on 0-5 years old children in East Jakarta. Cross sectional method was used in this study. Data was taken from May 4th to June 18th 2012 and from that data we got 125 0-5 years old children. The result we got, showed that the prevalence of acute otitis media on 0-5 years old children was 17,6% (boys 54,4% and girls 45,6%). There is a significant association statistically between prevalence of acute otitis media with nutritional status. , (p<0.001). The biggest prevalence acute otitis media is found on children with low nutritional status. In conclusion, the prevalence of acute otitis media in East Jakarta 2012 is 17,6% and there is association between the prevalence of acute otitis media with nutritional status on 0-5 years old children.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Otitis media akut atau inflamasi telinga tengah adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak. Pajanan rokok pasif diduga berperan terhadap kejadian otitis media akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media akut pada anak usia 0-5 tahun dan hubungannya dengan pajanan rokok pasif di Jakarta Timur tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan data diambil pada Maret-Juni 2012 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan THT pada 125 anak. Data diolah menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA pada anak yang terpajan adalah 21,95% dan pada anak yang tidak terpajan adalah 9,52%. Uji chi square tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada prevalensi OMA dan hubungannya dengan pajanan pasif asap rokok (p=0,086). Disimpulkan prevalensi OMA di Jakarta Timur adalah 17,6% pada anak 0-5 tahun dan tidak berhubungan bermakna dengan pajanan pasif asap rokok., Acute otitis media or middle ear inflammation is a common infection disease, especially in children. Passive smoking is believed to be associated with acute otitis media (AOM). The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with passive smoking in East Jakarta, 2012. This cross sectional study was conducted in March-June 2012 by performing anamnesis and otholaryngology examination to 125 children. Data are managed with SPSS and anayzed with chi square test. The results showed that the prevalence of AOM was 17,6% (passive smoker 21,95% and non passive smoker 9,52%). Chi square test have shown non significant difference between the prevalence of AOM with passive smoking (p=0,086). In conclusion, the prevalence of AOM in children under 5 years, East Jakarta, 2012 is 17,6% and there is n]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizma Permaisuari
"Otitis Media Akut (OMA) adalah penyakit multifaktorial. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi OMA dan hubungannya dengan status gizi, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), dan perokok pasif pada anak usia 0-5 tahun di lingkungan padat penduduk di Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dan data diperoleh melalui wawancara terpimpin, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan THT pada seluruh anak usia 0-5 tahun yang rumahnya terpilih berdasarkan spatial random sampling di Kelurahan Cawang yang terpilih berdasarkan multistage random sampling. Data diolah menggunakan program SPSS versi 20.0 dan dianalisis dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi OMA 17,54%. Uji Fisher Exact menunjukkan perbedaan tidak bermakna pada prevalensi OMA berdasarkan status gizi (p>0,05), ISPA (p>0,05), dan perokok pasif (p>0,05). Disimpulkan prevalensi OMA pada anak usia 0-5 tahun di lingkungan padat penduduk di Jakarta Timur adalah 17,54% dan tidak berhubungan dengan status gizi, ISPA, dan perokok pasif.

Acute Otitis Media (AOM) is a multifactorial disease. The purpose of this study was to determine the prevalence of AOM and its association with nutritional status, Upper Respiratory Tract Infection (URTI), and passive smoker of 0-5 years old children in high-density population in East Jakarta. This cross sectional study was conducted by performing guided interview, physical examination, and ear, nose, and throat examination to all 0-5 years old children whose house is chosen based on spatial random sampling in Cawang, chosen district based on multistage random sampling. Data are managed with SPSS version 20.0 and analyzed with chi square test. The results showed that the prevalence of AOM was 17,54%. Fisher exact test has shown no significant difference between prevalence of AOM with nutritional status (p>0,05), URTI (p>0,05), and passive smoker (p>0,05). In conclusion, prevalence of AOM of 0-5 years old children in high density population in East Jakarta is 17,54% and there is no association between the prevalence of AOM with nutritional status, URTI, and passive smoker"
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustav Syukrinto
"Otitis media efusi (OME) sering terjadi pada anak, dapat timbul tanpa gejala sehingga diagnosis dan penatalaksanaan sering terlambat adakalanya telah terjadi komplikasi. Salah satu komplikasinya berupa gangguan pendengaran, meskipun tidak selalu jelas namun pada anak usia dini dapat menyebabkan keterlambatan bicara, berbahasa dan bila terjadi pada usia sekolah maka anak menjadi kesulitan mengikuti pelajaran atau pendidikan, gangguan tingkah laku sehingga terlihat kurang berprestasi dan tidak fokus. Gangguan pendengaran umumnya terdapat pada kedua telinga, apabila volume cairan sedikit, maka gangguan pendengaran akan minimal. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Profil Otitis Media di Kotamadya Jakarta Timur yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi otitis media efusi dan gambaran gangguan pendengarannya pada anak usia 5-18 tahun di kotamadya Jakarta Timur berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni. Metode penelitian berupa survey di populasi masyarakat bersifat deskriptif potong lintang terhadap 396 anak di kotamadya Jakarta Timur sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Percontoh dipilih secara multi stage stratified random sampling, bertingkat dari kecamatan hingga kelurahan berdasarkan kepadatan penduduk. Kemudian dilanjutkan secara spatial random sampling berdasarkan nomor rumah. Dari hasil penelitian ini didapatkan angka prevalensi OME sebesar 1,52%. Ambang dengar pada anak dengan OME berkisar 10-43,75dB dan gangguan pendengaran terjadi pada 5 dari 6 anak dengan OME.

Otitis Media with Effusion (OME) is common in children. It is usually asymptomatic, causing late diagnosis and management. Sometimes OME is diagnosed very late while there is already complications, one of the complication of OME is hearing impairment. Although not always clear, but in young children OME can cause delayed speech and lingual disability. If this condition happens in school-aged-children, it will be difficult for children to catch up with the education programs and there could be behavior problems. The hearing impairment usually occur at both ear, and its degree accord to the volume of the fluid. This research is a part of research on Profile of Otitis Media at East Jakarta that aims to evaluate the prevalence of OME and the hearing impairment due to OME in 5-18 years old at East Jakarta based on pure tone audiometry examination. The research method is a descriptive cross sectional survey on 396 children at East Jakarta that match with inclusion and exclusion criteria. Sample was chosen using multistage stratified random sampling method, starts from the district to sub district according to population density. It was continued with spatial random sampling based on the house number. The research shows the prevalence of OME in 5-18 years old at East Jakarta was 1,52%. The hearing threshold in children with OME was ranged 10-43,75dB and hearing impairment occur on 5 from 6 children with OME."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Otitis media akut (OMA) merupakan penyakit yang sering diderita oleh anak berusia dibawah 5 tahun. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan OMA. Baik OMA maupun ISPA merupakan penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, namun hingga saat ini masih sedikit data yang tersedia untuk kedua penyakit ini, terutama OMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi OMA dan hubungannya dengan ISPA dan faktor sosioekonomi di Jakarta Timur. Penelitian menggunakan desain cross-sectional. Data berasal dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik 125 balita dari kelurahan Cawang dan Cipinang-Melayu Jakarta Timur yang diambil pada Mei 2012 dan dianalisis menggunakan uji chi square. Prevalensi OMA lebih tinggi pada anak yang berjenis kelamin laki-laki, memiliki ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendapatan keluarga yang lebih rendah, dan tinggal di kawasan pemukiman padat. Uji chi-square menunjukkan ada hubungan bermakna antara ISPA dengan OMA (p<0.05). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian lain yang dilakukan di negara lain dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini juga berguna untuk mengetahui gambaran OMA pada masyarakat dengan faktor sosioekonomi yang berbeda., Acute otitis media (AOM) is a common disease for infant under the age of five. Upper respiratory tract infection (URTI) is one of the most common risk factor which known to cause AOM. Both AOM and URTI have high prevalence in Indonesia, yet the data available for these disease is minimal. This study was aimed to assess the prevalence of AOM and its associaton with URTI and other socioeconomic factor in East Jakarta. This study used cross-sectional design. Data was obtained from anamnesis and physical examination done to 125 infant from kelurahan Cawang and Cipinang-Melayu East Jakarta which was obtained on May 2012 and analyzed using chi-square test. AOM has higher prevalence in male infant, infant with mother who has lower education level, lower income family, and live in densely populated neighborhood. Chi-square test shows significant association between URTI and AOM (p<0.05). These results is consistent with other studies done in other countries and may be used as reference for future research. These results also useful for knowing the general picture of AOM in general population with variable socioeconomic factors.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agustawan Nugroho
"Latar belakang: Otitis media efusi adalah penyebab tersering gangguan pendengaran pada anak-anak di negara berkembang. Diagnosis dan penatalaksanaan OME pada anak sering terlambat karena jarang dikeluhkan. OME merupakan penyakit yang memiliki banyak faktor risiko. Salah satu faktor risiko OME yang saat ini banyak dihubungkan dengan kelainan di telinga tengah adalah refluks laringofaring.
Tujuan: Mengetahui peran refluks laringofaring sebagai faktor risiko OME pada anak-anak.
Metode:Pemeriksaan penapisan 396 anak pada tahap pertama dan 1620 anak pada tahap kedua untuk mencari 46 anak yang masukkategori OME sebagai kelompok kasus, kemudian pemilihan 46 anakkelompok non OME sebagaikontrol secara acak, menyepadankan usia dan jenis kelamin. Pada kedua kelompok dilakukan wawancara, pengisian kuesioner, pemeriksaan THT dan pemeriksaan laring dengan nasofaringoskopi serat lentur untuk mendiagnosis refluks laringofaring.
Hasil: Proporsi refluks laringofaring pada kelompok OME lebih tinggi dibandingkan non OME, yaitu sebesar 78,3% dan 52,2%.Terdapat hubungan bermakna antara refluks laringofaring dan OMEdengan nilai odds ratio (OR)3,3 dan interval kepercayaan (IK) 95% antara 1,33 sampai 8,187; p=0,01).
Kesimpulan:Refluks laringofaring merupakan faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna dengan terjadinya otitis media efusi.

Background: Otitis media with effusion (OME) is the most cause of hearing impairment in children of developing countries. OME is usually late in diagnosis and management due to the lack of patient’s complaints. OME is a disease that has many risks factor. One of the risk factor in developing OME, that is currently being studied, is its relationship with laryngopharyngeal reflux.
Purpose: To know the role of laryngopharyngeal reflux as a risk factor for OME.
Methods: Examination of the first stage was performed to 396 children and the second stage was performed to 1620 children. Using the exclusion and inclusion criteria, 46 children were accounted as the case group. Forty six children for control group was randomly taken from non OME patients whichmatched with age and sex from the case group. Both groups were treated equally with history taking, questionnaire filling, ENT examination and larynx examination using fiberoptic flexible laryngoscope to diagnose whether there is laryngopharyngeal reflux or not.
Results: The proportional of laryngopharyngeal reflux in OME group is higher compared to non OME group, with 78,3% and 52,2%. There is a significant relationship between laryngopharyngeal reflux and OME with an odds ratio (OR) 3,3 and confidence interval (CI) 95% of 1,33-8,187 (p=0,01).
Conclusion: Laryngopharyngeal reflux is a risk factor that has significant relationship with OME.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hably Warganegara
"ABSTRAK
Tindakan operasi timpanomastoidektomi pada pasien otitis media supuratif kronis (OMSK) perlu dipahami struktur tiga dimensi intraoperatif, yaitu diantaranya adalah jarak dinding superior liang telinga ke tegmen, jarak dinding posterior liang telinga ke sinus sigmoid dan besar sudut sinodura. Salah satu struktur yang juga berperan pada penyakit OMSK adalah aditus ad antrum. Aditus ad antrum merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan sel-sel udara mastoid yang berfungsi sebagai penyimpan udara. Struktur-struktur tersebut dapat dievaluasi pada pemeriksaan tomografi komputer. Saat ini belum didapatkan variasi jarak struktur anatomi tersebut pada pasien OMSK dan bukan OMSK, serta kajian introperatif pada pasien OMSK di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini adalah studi analisis potong lintang yang terdiri dari 2 penelitian pendahuluan. Penelitian pertama adalah penelitian variasi jarak struktur anatomi tulang temporal menggunakan pengukuran TK tulang temporal pada pasien OMSK dan bukan OMSK, masing-masing terdiri dari 30 TK tulang temporal yang dikumpulkan secara konsekutif. Penelitian kedua adalah penelitian kesesuaian variasi jarak struktur anatomi tulang temporal antara pengukuran TK tulang temporal dengan intraoperatif pada 5 pasien OMSK yang dikumpulkan secara konsekutif total sampling selama 9 bulan. Pada penelitian 30 TK tulang temporal OMSK dan 30 bukan OMSK didapatkan perbedaan ukuran yang lebih kecil pecontoh yang OMSK, yaitu pada jarak dinding superior liang telinga ke tegmen 2 (irisan tegmen sejajar spina henle), jarak dinding superior liang telinga ke tegmen 3 (irisan tengah tegmen antara skutum dan spina henle), besar sudut sinodura dan luas aditus ad antrum. Pada penelitian 5 pasien OMSK didapatkan kesesuaian yang sangat kuat antara pemeriksaan TK tulang temporal dengan intraoperatif pada jarak dinding posterior liang telinga ke sinus sigmoid.

ABSTRACT
In performing timpanomastoidectomy procedure for chronic suppurative otitis media, it is important to understand about the three dimensional structure intraoperative. Some of the important structure in the temporal bone are the distance from superior part of canalis acouticus externus to the tegmen, distance from posterior part of canalis acousticus externus to the sigmoid sinus and sinodural angle. One of another important structure related to chronic suppurative otitis media is aditus ad antrum. Aditus ad antrum is a canal which connect the tympanic cavity with mastoid air cells that functioned as air reservoir. Those structure can be evaluated in computed tomography examination. In dr. Cipto Mangunkusumo hospital, we still have no data about the variation of temporal bone anatomic structure distance in chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media also about evaluation of chronic supurative otitis media patients intraoperative. This research is a cross sectional study that consist of 2 preeliminary study. The first research was evaluating the variation of temporal bone anatomic structure distance using computed tomography examination from chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media, each consist of 30 computed tomography recruited consecutively. The second research was evaluating the correlation of variation temporal bone anatomic structure distance using computed tomography examination and intraoperative from 5 chronic suppurative otitis media patient recruited consecutively total sampling for 9 months. From the measurement of each 30 computed tomography from chronic suppurative otitis media and non chronic suppurative otitis media patients, there was a smaller measurement in CSOM patients in the distance from superior part of canalis acousticus externus to tegmen 2, distance from superior part of canalis acousticus exterrnus to tegmen 3, sinodural angle and the width of aditus ad antrum. From the evaluation of 5 CSOM patients there was a very strong correlation between computed tomography examination and intraoperative findings in the distance of posterior part of canalis acousticus externus to sigmoid sinus."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusra
"Dalam rangka penjualan rumah susun atas satuan-satuan rumah susunnya, dewasa ini banyak dilakukan dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun. Hal ini dilakukan karena Undang-Undang Nomor I6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Undang Undang Rumah Susun) menetapkan persyaratan bagi rumah susun sebelum dapat diperjualbelikan. Pada prakteknya, dengan alasan ekonomis penjualan unit-unit satuan rumah susun sudah dilakukan, walaupun belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Rumah Susun, yaitu dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual beli.
Perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun ini pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standar (Kontrak Standar) yang sudah ditentukan oleh pihak pengembang selaku penjual. Konsumenlpembeii tinggal menyetujui atau tidak, tanpa bisa menegosiasikan isi perjanjian sesuai kehendak para pihak. Apabila setuju, "take it", tetapi kalau tidak setuju "just leave it".
Kontrak standar yang dibuat secara sepihak oleh pengembang yang mempunyai kedudukan lebih dominan tersebut seringkali memuat klausula-klausula yang sudah baku yang isinya lebih mengakomodir kepentingan pelaku usaha (dalam hal ini pengembang/penjual), tetapi mengeliminir kepentingan pihak konsumen/pembeli, sehingga pihak konsumen dirugikan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen), pada dasarnya sudah mengatur mengenai ketentuan klausula baku (dalam Pasal 18). Namun dalam pelaksanaannya, klausula-klausula baku yang dimuat dalam perjanjian pengikatan jual beli, khususnya pengikatan jual bell satuan rumah susun masih melanggar ketentuan baku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno S. Wardani
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hirzi Salsabil Zulkarnain
"Prevalensi skabies di Indonesia tinggi terutama di tempat padat penduduk seperti pesantren. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi skabies dan hubungannya dengan karakteristik santri di Pondok Pesantren X, Jakarta Timur. Penelitian cross-sectional ini dilakukan di pesantren X, Jakarta Timur pada tanggal 10 Juni 2012. Kuesioner dibagikan untuk mengidentifikasi perilaku subjek, diikuti dengan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi untuk menegakkan diagnosis. Subjek adalah semua santri madrasah aliyah dan madrasah tsanawiyah yang hadir pada waktu pengambilan data. Data dianalisis dengan chi-square test.
Hasil menunjukkan bahwa prevalensi skabies di Pesantren X adalah 50%. Ada perbedaan signifikan antara prevalensi skabies dan tingkat pendidikan para santri namun tidak ada perbedaan signifikan dengan jenis kelamin dan perilaku. Lesi kebanyakan ditemukan di daerah sela-sela jari tangan, abdomen, kaki, bokong, dan daerah genital. Area yang paling sering terkena lesi skabies adalah daerah sela-sela jari tangan. Kesimpulannya, ada hubungan antara prevalensi skabies dan tingkat pendidikan, namun tidak dengan tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Juga bisa disimpulkan bahwa lesi paling banyak menetap di sela-sela jari tangan.

Prevalence of scabies in Indonesia is very high, especially in crowded places such as Islamic boarding schools. The purpose of this research is to study the prevalence of scabies and its association with the characteristics of students in Pesantren X, Jakarta Timur. This cross-sectional study was conducted in pesantren X, Jakarta Timur on June 10th, 2012. Diagnosis was performed by anamnesis and dermatological examination, followed by handing out questionnaires to identify subjects? behavior. Research subjects including all madrasah tsanawiyah and madrasah aliyah patients who were present at the time of study. Data was analyzed using chi-square test.
The results show that the prevalence of scabies in Pesantren X is 50%. There is a significant difference between the prevalence of scabies and educational level of the santri but not with gender and behavior. Most lesions are found in interdigital space of the hand, abdomen, leg, buttocks, and genital area. Interdigital space of the hand is the most frequent location infested with scabies lesion. In conclusion, there is an association between the prevalence of scabies with the educational level of the subjects, but not with other characteristics such as gender and behavior. It is also found that interdigital space is the most frequent area in which scabies lesion can occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>