Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157062 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yusuf Mulyana
"Kenaikan emisi gas rumah kaca akibat dari meningkatnya migrasi penduduk yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta membawa efek domino terhadap pembangunan kota di masa depan. Untuk itu, dibutuhkan upaya untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi sebagai kunci dalam pembangunan kota yang berkelanjutan. Sebagai respon dari fenomena ini, Pemerintah DKI Jakarta telah merancang sebuah dokumen rencana aksi daerah yang berisi strategi-strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah model pembangunan kota yang digunakan untuk mengevaluasi beberapa strategi penurunan emisi gas rumah kaca terhadap sektor transportasi, rumah tangga dan industri sebagai tiga sektor penyumbang emisi terbesar di perkotaan. Sistem dinamis digunakan sebagai basis teori untuk mendapatkan gambaran dampak dari berbagai pilihan strategi penurunan emisi gas rumah kaca. Hasil dari permodelan menunjukkan bahwa dari tiga skenario yang diuji, skenario berpindah ke kendaraan umum memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.
The increase in greenhouse gas emissions as a result of the increased migration of the population triggered by economic growth in Jakarta brings domino effect against the urban development in the future. For that, it takes a concerted effort to reduce energy consumption and emissions as a key in the sustainable urban development. In response to this phenomenon, the Government of Jakarta has designed regional action plan document which contains strategies for reducing greenhouse gas emissions. This research aims to obtain a model of urban development used to evaluate multiple strategies of greenhouse gas emissions reductions against sectors of transport, households and industries as the three biggest emitters in urban areas. System dynamics theory is used to get an overview of the impact of various policy options in decreasing greenhouse gas emissions. The results of the modelling show that the three scenarios tested, the scenario switches to public transport provide significant impact against a decrease in greenhouse gas emissions."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ayu Nandini Prameswari
"Pada tahun 2013, pemerintah menerbitkan regulasi mengenai pengembangan kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2). Regulasi tersebut bertujuan untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang ramah lingkungan dan mendukung konservasi energi dari sektor transportasi. KBH2 disebut kendaraan yang ramah lingkungan karena adanya persyaratan konsumsi minimal bahan bakar yang harus dipenuhi. KBH2 termasuk dalam program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang diimplementasikan untuk mendukung komitmen Indonesia dalam nationally determined contribution (NDC) sebagai akibat ratifikasi Persetujuan Paris. Namun, seringkali penerapan dari suatu regulasi tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, untuk mengetahui, memahami, sekaligus menganalisis penerapan regulasi KBH2 terhadap komitmen Indonesia dalam NDC, dilakukan penelitian secara analisis yuridis mengenai hubungan antara kedua hal tersebut, serta dilakukan wawancara kepada pihak dari Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang mengatur mengenai ketentuan pengembangan KBH2. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan regulasi KBH2 belum mendukung komitmen Indonesia dalam NDC dan belum sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Apabila regulasi KBH2 terus diberlakukan, pemerintah harus melakukan beberapa perbaikan yang berkaitan dengan penerapan regulasi tersebut.

In 2013, the government issued a regulation regarding the kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2). The regulation aims to encourage the use of motorized vehicles that are environmentally friendly and to support energy conservation from the transportation sector. KBH2 is called an environmentally friendly vehicle due to the minimum fuel consumption requirements that must be met. KBH2 is included in the Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) program which is implemented to support Indonesia's commitment in the nationally determined contribution (NDC) as a result of the ratification of the Paris Agreement. However, often the implementation of a regulation does not work in accordance with the objectives that are intended to be achieved. Therefore, to find out, understand, and analyze the implementation of KBH2 regulation to Indonesia's commitments in the NDC, a juridical analysis of the relationship between the two matters was conducted, and an interview was also conducted with a representation from the Ministry of Industry, who regulates the provisions regarding the development of KBH2. The result showed that the implementation of KBH2 regulation has not supported Indonesia's commitment in the NDC. Thus, if the KBH2 regulation will continue to be implemented, the government must make some improvements relating to the implementation of the regulation. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricki Muliadi
"Peningkatan emisi gas rumah kaca di DKI Jakarta dapat berdampak negatif pada pembangunan kota yang berkelanjutan. Peningkatan emisi gas rumah kaca dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat yang berujung pada perlambatan perekonomian. Pemerintah daerah DKI Jakarta mengeluarkan Rencana Aksi Daerah - Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) untuk mengatasi tingginya emisi gas rumah kaca.
Penelitian ini membahas analisis penerapan kebijakan RAD-GRK terhadap aspek keberlanjutan DKI Jakarta menggunakan pendekatan sistem dinamis. Model kebijakan RAD-GRK akan diintegrasikan dengan Jakarta Sustainable Urban Model dan kemudian disimulasikan berdasarkan dua skenario yaitu Kewenangan Rendah dan Kewenangan Tinggi. Kebijakan RAD-GRK mampu menurunkan emisi gas rumah kaca di Jakarta namun perlu upaya lebih lanjut oleh pemerintah DKI Jakarta untuk menciptakan pembangunan kota Jakarta yang berkelanjutan.

The increasing of Green House Gases (GHGs) in DKI Jakarta could harm the sustainable urban development. The escalation of GHGs could decrease public health level that lead to economics slow down. Local government of DKI Jakarta releases Regional Action Plan-Green House Gases (RAP-GHGs) to overcome the increasing of GHGs.
This research discusses about policy analysis of Regional Action Plan-Green House Gases Emission toward sustainable aspects of DKI Jakarta using system dynamics approach. The policy model of RAP-GHGs would be integrated with Jakarta Sustainable Urban Model and be simulated based on two scenarios which are Low Authority and High Authority. RAP-GHGs policy could reduces GHGs emission in Jakarta but it needs further efforts from DKI Jakarta local government to create sustainable Jakarta development.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arriq Daffanadi Putra
"

Pertumbuhan perusahaan penyedia jasa ride-hailing adalah sebuah fenomena yang sudah cukup umum terjadi, khususnya di negara-negara berkembang. Permintaan yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi membuat perusahaan dan layanannya ini disebut sebagai salah satu inovasi yang paling berdampak selama satu dekade terakhir. Selain mampu memfasilitasi kebutuhan mobilisasi dari masyarakat di daerah perkotaan, khususnya Jabodetabek, keberadaan dari perusahaan penyedia layanan ride-hailing juga berhasil mendorong kenaikan yang signifikan pada perekonomian digital Indonesia. Namun, meskipun demikian, permasalahan emisi gas rumah kaca yang timbul dari operasionalnya tidak bisa dihindari seiring dengan pertumbuhan perusahaan tersebut. Melihat potensi pencemaran udara yang akan semakin parah seiring berjalannya waktu, pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk bisa mengatasi hal ini. Kebijakan untuk mendorong kesadaran masyarakat dalam menggunakan transportasi publik dan menetapkan target penggunaan kendaraan listrik sebagai operasional layanan ride-hailing adalah beberapa hal yang harus pemerintah pertimbangkan dalam mengatasi permasalahan yang akan datang nantinya. Pemodelan kondisi nyata dengan metode sistem dinamis digunakan untuk menguji signifikansi dari faktor-faktor yang akan diajukan sebagai fokus pemerintah dalam membuat kebijakan. Dengan begitu, alternatif yang sudah teruji faktornya bisa dijadikan sebagai rekomendasi untuk membuat kebijakan terkait perusahaan penyedia layanan ride-hailing.


The growth of ride-hailing service providers is a fairly common phenomenon, especially in developing countries. Increasing demand in line with population growth has made this company and its services nominated as one of the most impactful innovations of the past decade. Apart from being able to facilitate the mobilization needs of people in urban areas, especially Jabodetabek, the presence of ride-hailing service providers has also succeeded in driving a significant increase in Indonesia's digital economy. However, even so, the problem of greenhouse gas emissions arising from its operations cannot be avoided along with the company's growth. Seeing the potential for air pollution to get worse over time, the government must take firm steps to overcome this. Policies to encourage public awareness in using public transportation and setting targets for the use of electric vehicles as ride-hailing service operations are some of the things the government must consider in overcoming future problems. Real conditions modeling with the system dynamic method is used to test the significance of the factors that will be proposed as the government's focus in making policies. Therefore, alternatives that have been factor-tested can be used as recommendations for making policies regarding ride-hailing service provider companies."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septania Putri Widyawardhani
"Potensi emisi GRK yang dihasilkan dari pengolahan air limbah domestik meliputi gas metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2). Potensi pemanasan global gas CH4 dan N2O bernilai 28 dan 265 kali lebih besar dibandingkan satu ton CO2 dengan waktu tinggal rata-rata 100 tahun. Penelitian ini berfokus pada pengukuran emisi GRK langsung (scope 1) dari unit IPAL X di Jakarta. Pengukuran gas CH4 dan CO2 yang dilakukan melalui metode headspace dan uji gas chromatography thermal conductivity detector (GC-TCD) pada 7 titik, meliputi unit inlet, unit ekualisasi, 4 tangki MBBR, dan unit outlet mendapatkan laju emisi CO2 sebesar 2,1 x 105 TgCO2e/tahun. Namun, penelitian ini tidak mendapatkan gas CH4 yang dihasilkan dari metode headspace dan uji GC-TCD. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar DO pada air limbah yang menghambat pembentukan CH4. Pengukuran emisi N2O yang dilakukan dengan sensor gas Unisense pada tangki MBBR 1 selama 6 hari berturut-turut mendapatkan laju emisi N2O sebesar 4,16 x 102 TgCO2e/tahun. Peningkatan suhu air limbah dari 30,55—30,98°C pada tangki MBBR dapat menurunkan konsentrasi N2O pada rentang 0,076—0,006 mg N2O-N/L. Faktor emisi CO2 dan N2O dari unit pengolahan biologis MBBR sebesar 2,61% ± 1,47 dan 0,04% ± 0,27 (rata-rata ± SD) secara berturut-turut. Unit MBBR tersebut beroperasi dengan kadar sCOD dan TN sebesar ± 152 mg/L dan 145 mg/L. Penurunan kadar DO dan sistem aerasi secara intermittent pada tangki aerasi merupakan aksi mitigasi utama yang potensial untuk diimplementasikan pada IPAL X di Jakarta dalam menurunkan emisi GRK langsung dari IPAL Domestik.

Potential GHG emissions resulting from domestic wastewater treatment include methane gas (CH4), nitrous oxide (N2O), and carbon dioxide (CO2). The global warming potential of CH4 and N2O gases is 28 and 265 times greater than one ton of CO2 with an average residence time of 100 years. This study focuses on measuring direct GHG emissions (scope 1) from WWTP units X in Jakarta. CH4 and CO2 gas measurements were carried out through the headspace method and gas chromatography thermal conductivity detector (GC-TCD) tests at 7 points, including inlet unit, equalization unit, 4 MBBR tanks, and outlet unit obtained a CO2 emission rate of 2,1 x 105 TgCO2e/year. However, this study did not obtain CH4 gas produced from the headspace method and GC-TCD test. This is influenced by the high level of DO in wastewater which inhibits the formation of CH4. N2O emission measurements carried out with Unisense gas sensors in MBBR 1 tanks for 6 consecutive days obtained an N2O emission rate of 4,16 x 102 TgCO2e/year. An increase in wastewater temperature from 30,55—30,98°C in MBBR tanks can reduce N2O concentrations in the range of 0,076—0,006 mg N2O-N/L. CO2 and N2O emission factors from MBBR biological treatment units are 2,61% ± 1,47 and 0,04% ± 0,27 (average ± SD) respectively. The MBBR unit operated with sCOD and TN levels of ± 152 mg/L and 145 mg/L. Reducing DO levels and intermittent aeration systems in aeration tanks is a potential main mitigation action to be implemented at WWTP X in Jakarta in reducing GHG emissions directly from domestic WWTP."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wachidyah Anggraini
"Penyebab utama dari perubahan iklim berasal dari emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan UI Depok dari pemakaian listrik. Penelitian ini menggunakan desain studi carbon footprint. Terdapat hubungan antara jumlah mahasiswa, dan suhu dengan jumlah gas rumah kaca.
Hasil dari perhitungan akan di normalisasi dengan variabel jumlah mahasiswa, karyawan, dan luas wilayah. Hasil normalisasi digunakan untuk membandingkan gas rumah kaca yang dihasilkan antar fakultas dan administratif. Hasil normalisasi menunjukan perbedaan variasi gas rumah kaca yang besar antar fakultas yang mempelajari ilmu alam dan ilmu sosial.

The main cause of climate change from greenhouse gas emissions that produced from human activity. The research aim to find amount greenhouse gases from purchase electricity at UI Depok. The research using carbon footprint methode to calculate the amount of greenhouse gas.
The result showed relationship between the number of students, and temperature with amount of greenhouse gas that produced. The results of the calculation will be normalized with the number of students, employees, and the total area. Result show large variations greenhouse gas emissions from faculty that learn natural science and sosial science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mahahera Bastinov Putri Almagistra
"Gas alam adalah salah satu bahan bakar fosil yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari sumur gas yang kemudian diproses dan ditransportasikan, salah satunya lewat pipa transmisi. Dalam transportasinya, gas alam sering terlepas ke atmosfer, baik disengaja dalam proses penurunan tekanan emisi venting atau tidak disengaja emisi fugitive, yang berdampak buruk bagi lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan perhitungan tingkat emisi yang diharapkan dapat menjadi acuan dan rekomendasi strategi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca GRK. Dalam perhitungan tingkat emisi, dikenal dengan istilah faktor emisi, yaitu nilai faktor pengali untuk menghitung tingkat emisi. Nilai faktor emisi ini dihasilkan oleh agensi lingkungan, diantaranya INGAA dan IPCC. Untuk mengurangi ketidakpastian nilai faktor emisi, IPCC merekomendasikan untuk melakukan simulasi Monte Carlo, yang dilakukan oleh Lechtenbohmer, et al. 2007 di sistem pipa transmisi milik Rusia. Penelitian ini melakukan perhitungan tingkat emisi menggunakan nilai faktor emisi berdasarkan INGAA, IPCC, dan Lechtenbohmer, et al. 2007 , dengan variasi laju alir. Variasi laju alir berpengaruh pada perhitungan dengan INGAA Tier 2 dan 3 serta IPCC. Perhitungan dengan nilai faktor emisi berdasarkan Lechtenbohmer et al. 2007 memiliki nilai emisi yang paling tinggi. Metode terbaik yang dapat diaplikasikan adalah IPCC karena faktor emisi IPCC merupakan fungsi geografis dan teknologi.

Natural gas is one of the fossil fuel which is used in daily basis and can be extracted from gas wells then being produced and transported, one of which is using transmission pipeline. When being transported, natural gas is often emitted to the atmosphere, either for depressurization venting emission or leak through the pipeline fugitive emission . Therefore, emission level estimation must be performed as reference and strategy recommendation to reduce the greenhouse gas GHG emission that would damage the environment. Emission factor is a well known multiplier factor to calculate GHG emission from every emission source. Emission factor value is assessed by environment agency, such as INGAA and IPCC. To reduce the uncertainty of emission factor, IPCC suggests to conduct Monte Carlo simulation that had already been done by Lechtenbohmer, et al. 2007 in Russia rsquo s gas transmission system. This research estimates emission level using emission factor based on INGAA, IPCC, and Lechtenbohmer, et al. 2007 with flowrate variation. This flowrate variation has influence on Tier 2 and 3 INGAA also on IPCC methodologies. Emission factor based on Lechtenbohmer, et al. 2007 estimates the highest emission level. IPCC is the most suitable basis for emission factor because it has already considered geographic and technology of a country."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Bagus Wijaya Kusuma
"Penggunaan kendaraan bermotor perlu diikuti dengan upaya untuk melestarikan lingkungan hidup, karena gas buang dari hasil proses pembakaran sangat nyata pengaruhnya terhadap pencemaran udara dan lingkungan. Satu metoda untuk menyelesaikan permasalahan di bidang pencemaran udara telah dilakukan dengan menggunakan suatu alat tambahan, yang dirancang di Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana. Berdasarkan pada data pengujian yang telah dilakukan terhadap alat tambahan tersebut, tampak dengan jelas bahwa alat tambahan yang telah dirancang mampu mengurangi emisi gas CO secara signifikan, hingga batas paling minimum, serta secara rata ? rata mampu dikurangi hingga di atas 54 %. Selain mampu mengurangi emisi gas buang CO2 dan HC, juga mampu meningkatkan kandungan O2. Alat tambahan tersebut tidak berpengaruh terhadap unjuk kerja kendaraan saat beroperasi. Satu keuntungan lainnya adalah alat tambahan juga mampu mengurangi tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh motor.

Emission gas reducer on motor vehicle, automobile, light engine of boat and stationary combustion engine. The use of motor vehicle should be followed by protection against damages on the environment, since the exhaust gas from combustion engine has significantly affect on air and environmental pollution. One method to solve the problems in air pollution has been done by using a re-heater designed in Mechanical Engineering Department, University of Udayana. In accordance to the test on the re-heater, it can be seen very clear that the re-heater has significantly reduce the CO emission of about 54%. It also reduces the CO2 dan HC emission, and in the other side increases the number of O2. The re-heater has no significant effect to engine performance during the operation and also reduces the noise of motor."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Djohan Asmawi
"Menipisnya cadangan minyak bumi, akan menjadikan bahan bakar minyak konvensional seperti Premix, Premium dan Solar semakin mahal harganya, dan subsidi terhadap minyak solar yang dilakukan Pemerintah selama ini suatu saat akan tidak dapat dilanjutkan. Melihat fenomena ini, menjadikan Pemerintah mengambil langkah kebijaksanaan bidang energi antara lain. kebijaksanaan konservasi dan diversifikasi energi guna mengurangi peranan bahan bakar minyak (BBM) dan meningkatkan peranan energi lain. Ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemakaian BBM dan menggantikan dengan jenis energi lain guna memenuhi kebutuhan energi, khususnya untuk transportasi.
Pembangunan yang semakin meningkat menjadikan tingkat pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. Salah satu dampak yang terjadi adalah merangsang produksi dan jumlah kendaraan bermotor. Kehadiran kendaraan bermotor dalarn masyarakat sangatlah panting, akan tetapi telah terjadi pula permasalahan lalulintas seperti kemacetan, kecelakaan dan pencemaran udara. Hasil penelitian dari pola penggunaan BBM menunjukkan bahwa kontribusi pencemaran udara yang berasal dari sektor transportasi mencapai 60%, selebihnya sektor industri 25%, rumahtangga 10% dan sampah 5%.
Untuk menghindari atau mengurangi polusi udara akibat emisi gas buang dari sektor transportasi, maka perlu dilakukan perlindungan melalui upaya pengendalian terbadap sumberiemisi gas buang kendaraan bermotor, sehingga pembebanan udara ambien tetap berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan.
Alternatif bahan bakar pengganti yang paling memungkinkan saat ini adalah bahan bakar gas (BBG), karena selain cadangannya dalam jumlah besar juga menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh LEMIGAS (1992) pada kendaraan yang berbahan bakar bensin, BBG lebih efisien dan lebih bersahabat dengan lingkungan. Untuk kendaraan berbahan bakar minyak solar (BBMS), penggantian ke BBG secara langsung masa sulit dilaksanakan karena sistem pembakaran yang berbeda dibanding kendaraan berbahan bakar bensin. Akan tetapi dengan teknologi yang ada, maka Cara dengan pemakaian alat Conversion Kit dapat dilakukan, di mana BBMS yang dipakai dapat disubstitusi dengan bahan bakar minyak solar-gas (BBMSG).
Bila kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin dapat menggunakan bahan bakar gas yang terbukti lebih efisien dan lebih ramah dengan lingkungan, maka penelitian ini melihat emisi gas buang yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor Isuzu Panther BBMS, yang disubstitusi dengan BBMSG. Emisi gas buang yang diteliti dibatasi pada parameter karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC).
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk dapat mengantisipasi pemakaian bahan bakar alternatif dalam rangka menunjang kebijaksanaan diversifikasi dan konservasi energi, dan memperkenalkan kepada masyarakat bahwa kendaraan berbahan bakar solar dapat pula menggunakan bahan bakar gas dengan cara substitusi.
Secara khusus penelitian ini melakukan uji coba untuk mengetahui :
a. Seberapa besar emisi gas buang CO, NOx dan HC yang ditimbulkan bila menggunakan BBMS.
b. Seberapa besar perbedaan emisi gas buang untuk masing-masing parameter tersebut di atas bila dilakukan substitusi dengan BBMSG.
c. Apakah ada perbedaan emisi gas buang yang ditimbulkan antara kendaraan tersebut di tune-up (0 km) dan tidak di tune-up (setelah kendaraan menempuh jarak 5000 km), ditinjau dari bahan bakar yang digunakan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan mobil Isuzu Panther berbahan bakar solar yang dikondisikan. Maksud dikondisikan, kendaraan terlebih dahulu di tune-up (0 km) kemudian dipasang alat Conversion Kit. Penelitian dilakukan pada kendaraan dalam keadaan static atau posisi gigi transmisi bebas dan kendaraan pada posisi transmisi masuk pada kecepatan dan rpm sebagai berikut:
1.
Gigi transmisi 0 (stalls), kecepatan 0 km/jam, rpm 1500.
2. Gigi transmisi 1, kecepatan 20 km/jam, rpm 2000.
3. Gigi transmisi 2, kecepatan 40 km/jam, rpm 2500.
4. Gigi transmisi 3, kecepatan 60 km/jam, rpm 3000.
5. Gigi transmisi 4, kecepatan 80 km/jam, rpm 3500.
6. Gigi transmisi 5, kecepatan 100 km/jam, rpm 4000.
Sampel diambil sebanyak tiga kali pada tiap-tiap parameter yang diuji. Selanjutnya diulang kembali sebelum di tune-up (setelah kendaraan menempuh jarak 5000 km.) Data seluruh pengamatan pada setiap kali perulangan, baik kendaraan di tune-up atau tidak, sebanyak 216 kasus (sampel). Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara umum karateristik hasil pengamatan, sedangkan statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan yang mana dalam hal ini digunakan analisis sidik ragam (ASRA) dengan menggunakan fasilitas komputer program Microstat versi 4.1 dari Ecosoft Inc.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa:
1. Ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang NOx, bila memperhitungkan bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBMSG menimbulkan emisi NOx lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan BBMS.
2. Tidak ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang CO, bila kendaraan menggunakan BBMS ataupun BBMSG.
3. Ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang HC, bila memperhitungkan bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBMSG menimbulkan emisi gas buang HC yang lebih tinggi, dibandingkan dengan penggunaan BBMS.
4. Ada perbedaan yang nyata emisi gas buang CO, NOx, dan HC bila memperhatikan kecepatan. Semakin cepat kendaraan melaju memperlihatkan semakin tinggi emisi gas buang yang dihasilkan.
a. Untuk parameter CO, dengan kecepatan kendaraan 100 km/jam adalah:
- 9,7 kali lipat dibandingkan kecepatan 20 km/jam;
- 6,4 kali lipat dari 40 km/jam;
- 2,5 kali lipat dari 60 km/jam;
- 1,5 kali lipat dari 80 km/jam.
b. Dengan kecepatan 100 km/jam diketahui emisi NOx yang dihasilkan adalah:
- 1,5 kali lipat dari kecepatan 20 km/jam;
- 1,2 kali lipat dari 40 km/jam;
- 1,1 kali lipat dari 60 km/jam;
- 1,1 kali lipat dari kecepatan 80 km/jam.
c. Emisi gas buang HC pada kecepatan 100 km/jam adalah:
- 2,4 kali lipat dari kecepatan 20 km/jam;
- 2 kali lipat dari 40 km/jam;
- 1,3 kali lipat dari 60 km/jam;
- 1,1 kali lipat dari 80 km/jam.
Kendaraan tersebut berlaku dalam keadaan tune-up (0 km) dan tidak tune-up (5000 km), baik menggunakan BBMS ataupun BBMSG dengan ukuran kelipatan yang tidak jauh berbeda.
5. Emisi gas buang CO yang dihasilkan tidak beda nyata antara kendaraan di tune-up (0 km) maupun tidak di tune-up (5000 km). Walaupun demikian CO lebih tinggi 1,4 kali lipat bila menggunakan BBMSG dibanding BBMS.
6. Untuk parameter NGx, emisi yang dihasilkan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kendaraan di tune-up dan tidak tune-up. Ternyata penggunaan BBMSG lebih baik dari penggunaan BBMS. Emisi karena penggunaan BBMS adalah 1,3 kali lipat lebih tinggi dibanding pada penggunaan BBMSG.
7. Untuk parameter HC, emisi gas buang yang dihasilkan, tidak ada perbedaan nyata baik kondisi tune-up maupun tidak tune-up. Namun bila dianalisis menurut bahan bakar yang digunakan, emisi HC pada penggunaan BBMSG cenderung lebih tinggi 1,1 kali lipat dibanding pada penggunaan BBMS.
8. Efisiensi ekonomi penggunaan BBMSG menunjukkan penghematan 58% lebih murah dari BBMS.
9. Dari percobaan dengan menggunakan BBMSG melalui penambahan alat Conversion Kit, yang mana campuran BBM yang digunakan adalah 40% BBMS dan 60% BBG, keadaan emisi gas buang untuk parameter utama sudah dapat diketahui. Untuk itu penelitian yang serupa oleh pihak lain terhadap beberapa parameter yang belum diteliti, konsumsi bahan bakar, akselerasi dan lain sebagainya dipandang perlu untuk dilakukan, sehingga temuan-temuannya dapat melengkapi hasil penelitian.

Decreasing the fossil fuel reserve will make combustible material lice Premix, Premium and Diesel fuel more expensive. Government subsidy for Diesel fuel will one day be discontinued. This phenomenon made the government take steps in the field of energy policy, namely conservation policy and energy diversification in order energy sources. Such is mean to reduce the level of dependency towards fossil fuel and replace it with other kinds of energy in fulfilling the need, particularly for transportation purposes.
The ever increasing level of development resulted in an even higher economic growth. One of the impact that is occurring includes the stimulation in the number of motorized vehicle production. Its presence in the community is very important indeed, but another issue arises, namely traffic problems like accidents, traffic jams, air pollution, etc. Research results of the pattern of using fossil fuel showed that the contribution of air pollution originating from transportation reached 60%, the remaining sectors include industry 25%, domestic 10% and solid waste 5%.
To evade or reduce air pollution as a result of exhaust gas emission from the transportation sector, the protection should be carried out through the endeavors of control towards the source or motorized vehicle exhaust gas emission. Such would keep the ambient air below the allowable threshold.
The most possible replacement fuel as alternative, at present, is gas fuel (BBG). Besides its huge amount of reserves, the study result of Lemigas (1992) on vehicles with gasoline, BBG is more efficient and friendly with the environment. Vehicles with Diesel fuel could not be changed directly with BBG. The change is still difficult to implement because they differ in the combustion system compared to those with gasoline. Otherwise, with the availability of technology, by using the convention kit tool, it can be carried out whereby the Diesel fuel material used can be substituted with BBG.
When a gasoline motorized vehicle can use BBG that turned out to be more efficient and more friendly with the environment, thence, this study focused on exhaust gas emission caused by Isuzu Panther motorized vehicle with Diesel fuel combustion material that is substituted by BBG. The studied gas emission was limited to the parameters CO, NOx and HC.
The objective of this study is to anticipate the use of alternate fuel within the framework of supporting the diversification and energy conservation policy as well as introducing to the community that vehicles with Diesel fuel material can also use BBG by substitution. In particular, this study is to carry out a trial to know:
a. How big the exhaust gas emissions of CO, NOx and HC are when using the Diesel fuel material (BBMS).
b. How big the difference in exhaust gas emission for the respective parameters when it was carried out by BBMSG substitution.
c. If there is difference in exhaust gas emission when the vehicle is tuned-up (0 km) and not tuned-up (after completing a distance of 5000 km), both from the fuel used as well as the velocity of the vehicle point of view.
This study is an experimental study by using Panther Isuzu motorcar with conditioned Diesel fuel. Its mean that the car is first of all tuned-up (0 km) then a conversion kit is installed. The study is carried out when the motorcar is stationary or the transmission position is free and when the transmission position is in and the car is running at a velocity and rpm were as follows:
1. Transmission at 0 (static), velocity 0 km per hr, rpm 1500
2. Transmission at 1, velocity 20 km per hr, rpm 2000
3. Transmission at 2, velocity 40 km per hr, rpm 2500
4. Transmission at 3, velocity 60 km per hr, rpm 3000
5. Transmission at 4, velocity 80 km per hr, rpm 3500
6. Transmission at 5, velocity 100 km per hr, rpm 4000
For each parameter tested, the sample taken was three times. Then, it is repeated prior to be tuned-up (after the vehicle covered a distance of 5000 km). The entire observance data at every single repetition, both, whether the vehicle was tuned-up or not, the total number was 216 cases or samples. Data analysis was undertaken by using the descriptive statistical approach as well as inferential. The first was used to illustrate, in general, the characteristics of observance results, whereas, inferential statistic was used to test the proposed hypothesis that was presented and in this case was used for variance analysis (ANOVA) by using the facilities of Microstate version 4.1 computer program from Ecosoft Inc.
The result of the study disclosed that:
1. The gas emission of NOx from diesel fuel-gas vehicle tends to be lower than that from diesel fuel vehicle.
2. The gas emission of CO from diesel fuel-gas vehicle tends to be the some as that from diesel fuel vehicle.
3. The gas emission of HC from diesel fuel-gas vehicle tends to be higher as that from diesel fuel vehicle.
4. There is significant difference of exhaust gas emission by Panther Isuzu vehicle when attention is paid on the velocity of the vehicle.
a. For the CO parameter with a velocity of 100 km per hour:
. 9.7 times compared with a velocity of 20 km per hour
. 6.4 times with a velocity of 40 km per hour
. 2.5 times with a velocity of 60 km per hour
. 1.5 times with a velocity of 80 km/hour
b. With a velocity of 100 km per hour NOx emission is known to be:
. 1.5 times the a velocity of 20 km per hour
. 1.2 times the a velocity of 40 km per hour
. 1.1 times the a velocity of 60 km per hour
. 1.1 times the a velocity of 80 km per hour
c. HC exhaust emission at a velocity of 100 km per hour is:
· 2.4 times the a velocity of 20 km per hour
· 2 times the a velocity of 40 km per hour
· 1.3 times the a velocity of 60 km per hour
· 1.1 times the a velocity of 80 km per hour
The vehicle in question holds in a tune-up (0 km) condition and not tune-up (500 km) both using BBMS or BBMSG with a multiplication measurement that do not differ much.
5. CO exhaust gas emission produced do not differ significantly between vehicle's tuned-up (0 km) as well as tuned-up (5000 km). Even then, CO is 1.4 times higher when using BBMSG compared to BBMS.
6. For NOx parameter, the emission produced showed significant difference between vehicle's tuned-up and not tuned-up. It turned out that BBMSG use is better than BBMS. The emission due to BBMS use is 1.3 times that of BBMSG.
7. There is no significant difference both tuned-up as well as not tuned-up for HC exhaust gas emission. However, if the analyzed according its fuel used, then HC emission tends to be higher by using BBMS compared to BBMSG, namely 1.1 times.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>