Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Wayan Ratih Prayudactuti
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi CO2 udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung Rektorat Universitas Indonesia. Digunakan disain studi cross-sectional, variabel independen adalah konsentrasi CO2 dan variabel kovariat adalah konsentrasi formaldehida, suhu, kelembaban, usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan riwayat alergi. Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 58%, dari 8 variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah konsentrasi CO2 (3,02; 1,32-6,89), formaldehida (0,3; 0,14-0,76), suhu (11,2; 2,35-53,4), kelembaban (8,01; 2,96-21,68), usia (3,67; 1,45-9,01), jenis kelamin (2,87; 1,23-6,66), dan kebiasaan merokok (3,41; 1,23-9,41). Disimpulkan bahwa kelompok yang berisiko (konsentrasi CO2 > 449 ppm) 1,14 kali berpeluang untuk mengalami kejadian SBS dibandingkan pada kelompok yang tidak berisiko (konsentrasi CO2 ≤ 449 ppm).

Sick Building Syndrome (SBS) is a commonly issue happened to residents of buildings but the causes are still unknown. This study aims to determine the relationship between indoor air of CO2 concentration with SBS occurence in Rektorat?s Building of Universitas Indonesia. We used cross-sectional study design, CO2 concentration as independent variable and formaldehyde concentration, temperature, humidity, age, gender, smoking habits, and history of allergy as covariate variables. From the results of statistical analysis, SBS incidence proportion is 58%, eight variables are statiscally significant those are CO2 concentration (3,02; 1,32-6,89), formaldehyde (0,3; 0,14-0,76), temperature (11,2; 2,35-53,4), humidity (8,01; 2,96-21,68), age (3,67; 1,45-9,01), gender (2,87; 1,23-6,66), and smoking habits (3,41; 1,23-9,41). Risk analysis shows that at-risk group (CO2 concentration > 449 ppm) are 1,14 times have the risk of experiencing SBS than the non-risk group (CO2 concentration ≤ 449 ppm)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Aulia Nugraha
"Umumnya seseorang menghabiskan banyak waktu di dalam ruang, seperti tempat kerja. Buruknya kualitas udara dalam ruang dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, Sick Building Syndrome (SBS). Perpustakaan berisiko untuk mengalami pencemaran udara yang disebabkan oleh mikrobiologi karena banyaknya bahan organik seperti buku yang dapat menjadi tempat pertumbuhan kapang. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan jumlah kapang di udara dalam ruang dengan keluhan SBS pada staff di Perpustakaan UI. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan variabel independennya adalah jumlah kapang, variabel dependennya adalah keluhan SBS, serta variabel confounding yang meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan, usia, jenis kelamin, lama kerja, riwayat alergi, riwayat asma, dan kebiasaan merokok. Pengumpulan data SBS dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner kepada 63 staff Perpustakaan, sedangkan pengukuran kapang di udara dilakukan dengan teknik passive sampling metode settle plate. Secara keseluruhan kualitas udara di Perpustakaan UI tergolong buruk. Hasil statistik menunjukan proporsi keluhan SBS pada staff sebesar 55,6% dan secara statistik tidak ada variabel yang berhubungan secara signifikan dengan SBS.

Generally a person spends a lot of time in indoor, such as a workplace. Poor air quality in the room can cause health problems such as Sick Building Syndrome (SBS). Libraries are at risk of experiencing air pollution caused by microbiology because of the Many organic materials such as books that can become a place for mold growth. The study was conducted to determine the relationship of the number of molds in the air in the room with SBS complaints on staff at the UI Library. This study uses a cross sectional design with the independent variable is the number of molds, the dependent variable is SBS complaints, and the confounding variables include temperature, humidity, lighting, age, gender, length of work, history of allergies, history of asthma, and smoking habits. SBS data collection was done by interviewing questionnaires to 63 Library staff, while mold measurements in the air were carried out using the settle plate method passive sampling. Overall the air quality in the UI Library is classified as bad. The statistical results show the proportion of SBS complaints to staff is 55.6% and statistically there are no variables that are significantly related to SBS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Jaya
"Kualitas udara dalam ruangan kelja yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan ruangan kerja tidak nyaman; dampak negatif terhadap karyawan berupa keluhan kesehatan yang dikenal dengan istilah sick building syndrome 6985). Keluhan SBS biasanya tidak terlalu parah dan tidak diketahui penyebabnya, tetapi mengurangi produktivitas kerja. Sejumlah penelitian pada lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa faktor-faktor intcmal dan ekstemal mempengaruhi kejadian SBS.
Informasi mengenai kualitas udara dalam mangan gedung perkantoran Departemen Kesehatan (Dcpkes) belum dikctahui, walaupun sudah banyak Iaporan tentang keluhan SBS. Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai kualitas udara di gcdung Depkes Jakarta, Serta kejadian SBS dan ihktor-faktor yang mempengaruhinya. Menggunakan studi cross-seczional hersifat deskriptif analitik; melibatkan 242 karyawan Depkes scbagai responden. Kriteria respondcn adalah orang sehat tidak menderita penyakit sesuai diagnosa dokter dan tidak sedang hamil. Untuk memperoleh data mengenai, karakteristik, psikologis dan posisi kelja yang ergonomik dari responden menggunakan kucsioner teramh dan terstruktur. Sedangkan pengukuran konsentrasi NO2, CO, C0;, SO2, H2S, NH; and PM|0 scbagai indikator kualitas udara dilakukan pada 10 ruangan.
Kualitas udara dalam ruangan masih memcnuhi persyaratan scsuai Keputusan Mentcri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002. Kadar NO2, SO2, and NH; terdeteksi pada tiga ruangan. Konsenlrasi C0 pada setiap ruangan sama; C02, H2S, and PMN lerdetcksi pada setiap ruangan dengan konscntrasi berbeda-beda. Pencahayaan pada seluruh ruangan memenuhi pcrsyaratan (> |00 lux). Di Iain pihak, suhu dan kelembaban pada beberapa ruangan melebihi persyaratan, namun secara umum nilai rata-ratanya masih memenuhi persyaratan.
Prevalensi SBS sebesar 19%, dengan gejala tcrbanyak berupa kelelahan, rasa sakit dan kekakuan pada bahu dan Ieher (50%); flu, batuk dan bersin-bersin (49.6%); Serta pusing, sakit kepala dan kesulitan konsentrasi (38.4%). Suhu, posisi keqja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur mempcngaruhi kejadian SBS secara bemmakna, dimana suhu merupakan variabel yang paling dominan.
Kualitas udara masih memenuhi persyaratan kesehatan, untuk Iingkungan fisik dalam ruangan kenja nilai rata-rata pengukuran masih memenuhi persyaratan, walaupun ada ruangan yang suhu atau kelembaban tidak memcnuhi persyaratan kesehatan, Suhu, posisi kerja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur sangat mempengaruhi kejadian SBS. Pemeliharaan pendingin ruangan serta posisi kerja yang ergonomik merupakan upaya pencegahan yang harus mcndapat perhatian dalam program SBS.

Indoor air quality that does not meet the health standard requirement may lead to uncomfortable working environment and causes negative impacts to the workers in the fomm of health complaints known as sick building .syndrome (SBS). Usually the complaints are not very serious and the sources are unknown; however it could reduce work productivity. A number of studies in different settings have indicated that several internal and external factors influence the incidence of SBS.
Infomation on the indoor air quality of the Ministry of Health (MOH) building has not yet been known, in spite ofthe SBS complaints that have been reported. The purpose of this study is to obtain infomation on the indoor air quality ofthe MOH building Jakarta, as well as the incidence of SBS and its’ underlying thctors. Using cross-sectional study which is descriptive-analytic; the study involved 242 MOH employees as respondents. The criteria ofthe respondents were healthy individuals not suffering from diseases as diagnosed by a physician and not pregnant. To obtain data on the characteristics, psychological and ergonomic working position of the respondents, guided and structured questionnaire were used. Whereas measurements of NO;, CO, CO2, S02, I-I2S, NH, and PM10 concentrations as indicators of air quality were undertaken in ten rooms.
Indoor air quality still meets the standard requirement, in accordance to the Minister of Health Decree No. 1405/ivlenkes/SK/XI/2002. Concentrations of NO2, SO2, and Nl-I; were detected in three rooms. The concentration of CO in all rooms was the same; while CO2, l-l2S, and PM10 were detected in all rooms with different concentrations. Illuminations in all rooms were in compliance to the standard requirement (> 100 lux). On the other hand, the temperature and humidity in some rooms exceeded the standard requirement, however, in general the average value of these two variables still meet the requirements.
The prevalence of SBS was 19%, mostly in the fonn of fatigue, pain and stiff on the shoulder and neck (50%); common cold, coughing and sneezing (49.6%); as well as diuiness, headache and concentration problems (38.4%). Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS, in which the room temperature was shown to be the predominant variable.
Indoor air quality was still in compliance to the health standard requirement. As for the physical environment, the measurement average values still meet the requirements although the temperature and humidity in some rooms did not. _ Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS. Maintenance of the air conditioner and sustaining ergonomic working position are prevention actions that should acquire attention in the SBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahaditya Rizqi Putra
"Sick Building Syndrome SBS adalah keluhan atau ketidak nyamanan yang dirasakan oleh seseorang di dalam gedung seperti contohnya pusing, mual, mata kering, dan bersin-bersin. Penyebab SBS salah satunya adalah Kualitas Udara di Dalam Ruangan atau Indoor Air Quality IAQ yang kurang baik. IAQ merupakan salah satu poin dalam menjaga keselamatan serta kesehatan pekerja yang pada dasarnya merupakan hak pekerja dan dijamin oleh UU Republik Indonesia no.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Oleh karena itu skripsi ini membahas tentang IAQ Gedung Arsip UI dengan acuan kerangka konsep manajemen IAQ oleh BHSE HSG 173 yang diawali dari surveykeluhan karyawan terkait SBSpada bulan April tahun 2018, dengan tujuan mengevaluasi kualitas udara di dalam ruangan pada Gedung Arsip UI. Survey dilakukan dengan instrumen kuesioner yang diadaptasi dari World Health Organization WHO dan United States Environment Protection Agency US EPA dan dilanjutkan dengan pengukuran secara walkthrough survey untuk melihat faktor penyebab yang dari aktivitas karyawan dan layout gedung serta pengukuran secara direct reading dengan parameter NAB dari Peraturan Menteri Kesehatan no. 48 tahun 2016. Hasilnya, terdapat temuan di beberapa titik yang memiliki hasil pengukuran pada tingkat action level maupun melebihi batas NAB yang telah ditentukan.

Sick Building Syndrome SBS is a complaint or discomfort felt by someone inside of a building such as dizziness, nausea, dry eyes, and sneezing. One of SBS causes are poor Indoor Air Quality IAQ . IAQ is one of the points to maintain workers 39 safety and health which is basically the worker 39 s rights and guaranteed by the UU Republik Indonesia No.1 tahun 1970 concerning Work Safety. Therefore this thesis discusses about Gedung Arsip UI IAQ with reference from framework of IAQ management concept by BHSE HSG 173 starting from SBS related employee complaint survey in April 2018, with purpose to evaluate air quality indoors at UI Archives Building. The survey was carried out with questionnaire instruments adapted from the World Health Organization WHO and United States Environment Protection Agency US EPA and followed by walkthrough survey measurements to see the underlying factors of employee activity, building layout, and direct reading measurements with TLV parameters of Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 48 tahun 2016. As a result, there are findings at some measurement points that have the action level number or exceeding the specified TLV."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christabel Caroline Franswijaya
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung 4 BPS Jakarta Pusat. Digunakan disain studi cross- sectional, variabel independen adalah kualitas udara dalam ruang (kadar PM10, suhu, kelembaban) dan karakteristik individu (jenis kelamin, kelompok pekerjaan, durasi penggunaan komputer). Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 45,2%, dari enam variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah jabatan sekretarial (p-value=0,022, OR=3,714). Lantai dengan kadar PM10, suhu, dan kelembaban tinggi memiliki kejadian SBS yang tinggi juga, dan sebaliknya.

Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents of buildings but the causes are still unknown. This study aims to determine the relationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building of BPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor air quality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics (gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From the results of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all six variables the one that is statistically significant is secretarial position (p value = 0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidity have a high incidence of SBS as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rahman Aisyah
"Sick building syndrome (SBS) merupakan salah satu keluhan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam ruang kerja. Sebanyak 20% pegawai negeri di Jakarta mengalami SBS. Kandungan bakteri udara menjadi salah satu penyebabnya karena mengeluarkan endotoksin dan menyebabkan alergi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan kejadian SBS dengan kandungan bakteri udara dalam ruang kerja. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional. Pengambilan sampel udara menggunakan metode volumetric air sampling, yaitu metode penghisapan bioaerosol. Keluhan gejala SBS diukur melalui kuesioner pada 228 pegawai negeri, lalu dihubungkan dengan jumlah koloni bakteri udara pada 40 titik ruang dari 5 gedung instansi pemerintahan di wilayah Jakarta. Hasil studi menunjukkan sebanyak 46,5% dari seluruh responden mengalami SBS. SBS juga ditemukan berhubungan dengan jenis kelamin (p= 0,00, OR= 0,22) dan riwayat migrain (p= 0,00, OR= 3,45). Hubungan signifikan SBS dengan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang kerja ditemukan di gedung 2 (p < 0,05, OR 0,69). Studi ini menunjukkan jumlah koloni <700 koloni per m3 udara akan melindungi pegawai dari keluhan SBS. Menjaga kebersihan ruangan dan manajemen pengelolaan ventilasi, serta perlindungan kesehatan individu perlu dilakukan untuk mengurangi keluhan SBS pada pegawai negeri. riwayat migrain (0,00).

Sick building syndrome is one of health complaints due poor indoor air quality in office room. There was 20% of civil servant in Jakarta experienced sick building syndrome due their office room. Airborne bacteria is the causes of SBS because release endotoxins and cause allergies. This research used cross-sectional study. Volumetric air sampling measured airborne bacteria at 40 rooms from 5 buildings of government offices in Jakarta. Sick building syndrome from 228 respondents measured through questionnaire. The result of study, sick building syndrome happened to 46.5% from all respondents. Sick building syndrome and airborne bacteria do not have relationship, measure for whole respondens statistically. Also, SBS linked with sex (p= 0,00, OR= 0,22) and migraine (p= 0,00, OR= 3,45), statictically. However, this study found the relationship of sick building syndrome and airborne bacteria at building 2 (p <0.05, OR 0.69). The bacteria colonies under 700 per m3 will protect civil servants from sick building syndrome. Manage the ventilation and office room hygiene, also protect the personal health needs to be done to reduce sick building syndrome complaints within civil servants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joviana
"Telah dilakukan penelitian pengukuran konsentrasi aktivitas radon (222Rn) dan thoron (220Rn) dan parameter fisik di 3 gedung DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara konsentrasi aktivitas radon dan thoron serta parameter fisik dengan gejala SBS. Selain itu pula penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, lama bekerja, dan persepsi tentang kualitas udara dalam ruang kerja dengan gejala SBS. Hal ini perlu dilakukan penelitian mengingat semakin banyaknya gedung bertingkat di Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode disain studi cross sectional. Sedangkan pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Pengukuran konsentrasi aktivitas radon dan thoron dilakukan menggunakan Duridge RAD-7 Radon Monitor, kelembaban dan temperatur menggunakan Thermo-hygrometer Digital Model GMK-930HT. Perolehan data lainnya dilakukan dengan metode wawancara dan observasi menggunakan checklist. Selain itu penelitian ini didukung pula dengan data yang diperoleh dari kuesioner mengenai karakteristik responden, persepsi terhadap kualitas udara di dalam ruang kerja, dan mengenai Sick Building Syndrome (SBS).
Data hasil sampling dianalisis secara univariat dan selanjutnya dianalisis secara bivariat untuk mencari hubungannya dengan SBS menggunakan piranti lunak SPSS versi 13.1. Hasil pengukuran konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) Gedung 1 lantai basement, lantai 1, dan lantai 2 berturut-turut sebesar 83.5 Bq/m3, 36.2 Bq/m3 dan 11.1 Bq/m3. Gedung 2 lantai basement 22.3 Bq/m3, lantai 2 2.78 Bq/m3 , lantai 3 5.56 Bq/m3 . Gedung 3 Lantai basement 0.00 Bq/m3, lantai 12A 33.4 Bq/m3, lantai 17 5.56 Bq/m3. Sedangkan analisis bivariat menunjukkan bahwa konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan SBS, dengan p > 0.05. Dari hasil penelitian ini ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan gejala SBS pada Gedung 1 dengan p = 0,025 < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Jenis kelamin dengan gejala SBS. Perhitungan Odds Rasio diperoleh angka sebesar 6,000 ini berarti bahwa perempuan mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 6 kali dibandingkan laki-laki.
Konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) di ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang relatif terbatas dan umumnya ruangan yang memiliki AC (Air Conditioner) seperti Gedung 1 Lantai basement ruangan bagian pergudangan, maka konsentrasi aktivitas Radon(222Rn) dan Thoron (220Rn) akan lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan terbuka seperti perkantoran yang di batasi partisi, dan area parkir basement. Untuk mengurangi tingginya konsentrasi aktivitas radon dan thoron dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem sirkulasi udara atau ventilasi dan pengecatan yang sempurna di seluruh dinding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Duniantri Wenang Sari
"Tingginya angka pencemaran udara di dalam ruang perkantoran di DKI Jakarta diduga dapat mengakibatkan gejala Sick Building Syndrome bagi para pengguna gedung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kaitan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala Sick Building Syndrome. Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yang dilakukan melalui pengukuran dan penyebaran kuisioner. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (konsentrasi debu partikulat PM10, PM2.5 dan PM1; suhu; kelembaban; dan pencahayaan) serta faktor confounding lainnya yaitu personal factor (umur, jenis kelamin, alergi, dan kebiasaan merokok), psikososial faktor, serta persepsi pekerja. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai konsentrasi debu PM10 dan PM2.5 pada area basement di tiga gedung telah melebihi NAB yang ditetapkan oleh EPA tahun 2006 yaitu 0.15 mg/m3 untuk PM10 dan 0.035 mg/m3 untuk PM2.5. Namun pada middle floor dan top floor konsentrasi debu masih relatif berada di bawah NAB. Untuk hasil pengukuran suhu, kelembaban, dan pencahayaan pada basement juga berada di luar standar yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta sedangkan pada ruangan lain masih berada dalam batas aman kecuali pada Gedung 2. Dari hasil analisis, tidak ditemukan hubungan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala SBS. Hal ini diduga disebabkan karena keterbatasan penelitian yang dilakukan terutama responden yang mengisi kuesioner tidak semuanya adalah okupan yang berada pada ruangan yang diukur. Sedangkan untuk faktor confounding (personal factor, psikososial faktor, dan persepsi pekerja) yang diteliti hanya jenis kelamin yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap SBS dimana pada wanita, ditemukan kasus SBS yang lebih banyak dibandingkan pria.

Increasing the number of indoor air pollutant in DKI Jakarta was estimated to be the causes of Sick Building Syndrome (SBS) for the occupant. This study had been established to get the relation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. The study was cross sectional with observational quantitative that measured by environmental exposure and questionnaire. Physics parameter measured considering concentration of particulate matter (PM10, PM2,5, and PM1); temperature, relative humadity, and ilumination. Besides, another confounding factor are personal factor, perception, and pshychosocial. The measurement shown that the concentration of particulate matter (PM10 and PM2,5) and the other physics parameter over the limit value based on EPA and Government standar especially in basement area. Result using the chi square test shown no correlation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. This maybe caused by uncorrect admission filing of questionnaire and area of sampling measurement. Whereas, for confounding factor is no correlation between personal factor, perception, and pshycosocial factor with SBS except for gender variable, woman complaint the symptoms more than men because of their physics and phsychosocial condition."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Margarita
"Latar Belakang: Lahan di kota"kota besar yang mulai berkurang membuat kantor yang menempati gedung-gedung bertingkat semakin banyak. Pekelja ataupun pengunjung di gedung tersebut dapat mengalami sindroma gedung sakit (SGS)/Sick Building Syndrome yang diakibatkan gangguan sirkulasi udara di dalam gedung itu (indoor air quality). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi sindroma gedung sakit pada karyawan PT PI dan PT Ml serta menge!abui hubungan faktor-faktor risiko lain terhadap SGS.
Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang banya menghubungkan kejadian SGS dengan kadar CO2, kelembaban. Pengambilan data secara kuestioner dan wawancara,
Hasil: Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang banyamenghubungkan kejadlan SGS dengan kadar CO2, kelembaban. Pengembilan data secara kuesioner dan wawancara.

Background: Sick Building Syndrome was several symptom which one of the risk is indoor air quality. This Research use to know prevalence sick building syndrome at administration worker in PT PI and PT MI and the relation another risk (age, gender, length of work, education, smoker habits, spacity place, management ith SBS.
Method: The Research method is cross sectional, which to see correlation between SBS and indoor air quality like C02, humidity, temperature. We investigation PT PI 32 respondents, and PT MI I 03 respondent.
Result: The result show there are more risk in PT PI show 43,8 % devide PT Ml showed 24,3 %, (OR= 0,412; 95%CI : 0,179..0,946). Age, gender, education, smoking habits, jobs, length work, humidity, C02, temperature and spacity place don't have any significant with SBS. The health influence was fatigue (64,10%), myalgia(58,97%), backpain (56,41%), diz7Jness (51,28%), and sleepy(51,28%).
Conclusion: In this research , we dont found any relation between age. gender, education, smoking habits, jobs, length work, humidity, C02, temperature and spacity place with SBS, but location have any means with SBS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29173
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>