Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ninis Kurnia Asih
"Asam organik merupakan salah satu komponen utama yang sering digunakan dalam sediaan acidifier pada pakan ternak. Analisis asam organik secara kuantitatif diperlukan untuk menjaga efektifitas produk dalam menekan pertumbuhan mikroba dan menurunkan pH pakan serta saluran cerna. Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar asam organik dalam dua sediaan acidifier yang terdapat di pasaran. Analisis dilakukan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan kolom LiChrospher® 100 RP-18 (5µm, Merck) dengan panjang kolom 250 x 4,0 mm dan fase gerak dapar kalium dihidrogenfosfat-TEA 0,5% pH 4,00 pada laju alir 0,6 mL/menit. Panjang gelombang yang digunakan pada analisis adalah 214 nm.Validasi metoda analisis memberikan hasil UPK asam format sebesar 98,02%-101,97% dan 97,09%-102,78% untuk asam laktat, KV asam format < 0,59% dan KV asam laktat < 1,28%, LOD asam format sebesar 63,05 µg/mL dan asam laktat 4,55 µg/mL,LOQ asam format sebesar 210,16 µg/mL dan asam laktat 15,18 µg/mL. Metode analisis linear pada rentang 439,2 µg/mL-1764,61 µg/mL untuk asam format dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9992 dan untuk asam laktat pada rentang 47,88 µg/mL-193,44 µg/mL dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9994. Kesesuaian kadar terhadap label untuk produk A memberikan hasil sebesar 108,19%-109,82% asam format dan 156,88%-167,90% asam laktat sedangkan untuk produk B memberikan hasil sebesar 101,65% -109,95% asam format dan 151,10%-172,82% asam laktat.

Organic acid is one of the main components that are often used in the animal feed acidifiers. Quantitative analysis of the organic acid is needed to maintain the effectiveness of the product in reducing microbial growth and lowering feed and gastrointestinal tract pH. The aim of this research is determining the level of formic acid and lactic acid in two acidifier from the market. Analysis were performed using reversed phase High Performance Liquid Chromatography with LiChrospher® 100 RP-18 column (5μm, Merck) with 250 x 4,0 mm column length, buffer potassium dihydrogenphosphate-TEA 0,5% pH 4,00 as mobile phase and flow rate 0,6 mL/min. Wavelength used in the analysis was 214 nm. Validation methods provide results of formic acid recovery by 98,02% -101,97% and 97,09% -102,78% for lactic acid, formic acid RSD <0,59% and lactic acid RSD <1,28%, LOD of formic acid was 63,05 mg / mL and LOD of lactic acid was 4,55 mg / mL, LOQ of formic acid was 210,16 mg / mL and LOQ of lactic acid was 15,18 mg / mL.The analysis method gives linearity in the range of 439,2 mg/mL-1764,61 mg/mL for formic acid with correlation coefficient (r) 0,9992 and for lactic acid in the range of 47,88 ug/mL-193,44 g/mL with a correlation coefficient (r) 0,9994. Conformity with the label to the product A provides the results of 108,19% -109,82% formic acid and 156.88% -167.90% lactic acid whereas for product B gives the results of 101.65% -109.95% formic acid and 151.10% -172.82% lactic acid.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazila Anjani
"Asetosal ASA merupakan salah satu obat yang sering digunakan dalam terapi antiplatelet. Asetosal cepat terhidrolisis menjadi asam salisilat AS dan mempunyai kadar yang sangat rendah di dalam plasma sehingga perlu dikembangkan metode analisis yang sensitif dan selektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis ASA dan AS dalam sampel plasma, mulai dari kondisi kromatografi optimum, metode preparasi sampel optimum, dan validasi metode bioanalisis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan detektor UV-Vis menggunakan kolom C18 Waters, Reliant trade; 5 m; 250 x 4,6 mm. Kondisi kromatografi optimum yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan menggunakan fase gerak asetonitril ndash; dapar fosfat 20 mM pH 2,5 35 : 65 ; laju alir 1,0 mL/menit; suhu kolom 35 C; deteksi pada panjang gelombang 230 nm; waktu analisis selama 14 menit; dan furosemid sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode pengendapan protein menggunakan asam perklorat 15 dengan kombinasi ekstraksi cair-cair menggunakan etil asetat. Hasil validasi terhadap metode analisis ASA dan AS yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA pada tahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 0,05 ndash; 1,5 g/mL dengan nilai r = 0,9980 untuk asetosal dan rentang konsentrasi 0,2-5,0 g/mL dengan nilai r = 0,9997 untuk asam salisilat.

Acetosal ASA is one of the drugs used in antiplatelet therapy. Acetosal is rapidly hydrolyzed to salicylic acid SA and has very low levels in plasma that a sensitive and selective analysis method needs to be developed. This study aims to develop an analytical method of ASA and SA in plasma starting from optimum chromatography condition, optimum sample preparation method, and bioanalytical method validation. The method used in this study is Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography with UV Vis detector using C18 column Waters, Reliant trade 5 m 250 x 4.6 mm. The optimum chromatographic conditions in this study were obtained using acetonitril ndash phosphate buffer 20 mM pH 2.5 35 65 as mobile phase flow rate was 1.0 mL min column temperature was 35 C which was detected at wavelength of 230 nm time of analysis was 14 minutes and furosemide as internal standard. The optimum preparation method was done by protein precipitaion method using 15 percloric acid in combination with liquid liquid extraction method using ethyl acetate. The validation result of ASA and SA analytical method fulfilled the validation requirement of EMEA Bioanalytical Guideline in the year 2011. The method obtained linear at concentration range of 0.05-1.5 g mL with r 0.9980 for acetosal and concentration range of 0.2-5.0 g mL with r 0.9997 for salicylic acid.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahiyah Rania Fachri
"Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh jamur genus Aspergillus. Aflatoksin bersifat karsinogen, hal ini menyebabkan keberadaan aflatoksin makanan menjadi perhatian. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kenaikan kadar flatoksin selama penyimpanan pada bumbu kacang buatan pabrik dan bumbu kacang buatan sendiri yang disimpan selama beberapa hari dengan dibungkus dan tidak dibungkus. Penetapan kadar dilakukan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi detektor fluoresensi. Analisis kondisi dilakukan pada panjang gelombang eksitasi 365 nm dan emisi 455 nm dengan komposisi fase gerak air-metanol (60:40). Hasil validasi standar aflatoksin B1 dengan rentang 50-150 pg dan aflatoksin B2 dengan rentang 12,5-37,5 pg diperoleh persamaan garis kurva kalibrasi berturut-turut y = 123,95x - 71 dan y = 5111,5x - 589,6 dengan koefiesien pertunjukan (r) sebesar 0,999 untuk memuaskan. Nilai LOD dan LOQ senyawa aflatoksin B1 adalah 5,0975 pg dan 16,992 pg, untuk aflatoksin B2 sebesar 0,6818 pg dan 2,2727 pg. % UPK dan% KV yang didapat berturut-turut adalah 66,02-71,63% dan 0,17-1,29%. Pada bumbu kacang yang dianalisis ditemukan aflatoksin, namun pada bumbu kacang buatan pabrik ditemukan afltoksin dengan konsentrasi yang berada dibawah batas yang berasal dari BPOM. Hasil menunjukkan adanya pengaruh dalam penyimpanan terhadap kandungan aflatoksin dalam bumbu kacang yang disimpan tanpa pembungkus, karena adanya peningkatan flatoksin dari hari ke hari dengan peningkatan signifikan pada bumbu kacang buatan sendiri yaitu dari 7,3661 ppb menjadi 21,8776 ppb setelah 6 hari penyimpanan.

Aflatoxins are secondary metabolites produced by the fungus genus Aspergillus. Aflatoxins are known as a carcinogen, this causes the importance of aflatoxins in food to be a concern. This research was carried out to identify the increase in aflatoxin levels during storage in factory-made peanut sauce and homemade peanut sauce which were stored for several days with and without packaging. The determination of the content is carried out using a high-performance liquid chromatography fluorescence detector. Condition analysis was performed at 365 nm excitation wavelength and 455 nm emission with water-methanol (60:40) mobile phase composition. The results validation of aflatoxin B1 in the range of 50-150 pg and aflatoxin B2 in the range of 12.5-37.5 pg obtained the calibration curve equation successively y = 123.95x - 71 and y = 5111.5x - 589.6 with coefficients correlation (r) of 0.999 for both. The LOD and LOQ values ​​of aflatoxin B1 compounds were 5.0975 pg and 16.992 pg, aflatoxin B2 compounds were 0.6818 pg and 2.2727 pg. The% recovery and% CV obtained were 66.02-71.63% and 0.17-1.29%, respectively. In all analyzed peanut sauce aflatoxin was found, but in factory-made peanut sauce, the concentration of aflatoxin was found below the limit allowed by BPOM. The results show that there is an effect of storage with aflatoxin content in peanut sauce that is stored without packaging, due to an increase in aflatoxin levels from day to day with a significant increase in the level of homemade peanut sauce from 7.3661 ppb to 21.8776 ppb after 6 days of storage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sary Nur Natalia
"Meropenem merupakan suatu derivat dimetilkarbamoil pirolidinil dari tienamisin yang mempunyai spektrum luas, efektif untuk bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Diperlukan metode yang sederhana dan ekonomis agar diperoleh kondisi optimum untuk pemantauan kadar meropenem dalam darah. Pada penelitian ini, dilakukan optimasi dan validasi metode analisis meropenem dalam plasma in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan detektor UV-Vis. Pemisahan menggunakan kolom Kromasil®, 100-5C18, (5 µm, 4,6 x 250 mm) dengan fase gerak isokratik yang terdiri dari metanol - 0,05 M natrium dihidrogen fosfat pH 7,0 (20:80, v/v). Laju alir 0,8 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 298 nm. Sebagai baku dalam digunakan imipenem. Sampel plasma (100µL) diekstraksi menggunakan asetonitril dengan perbandingan yang sama (1:1) kemudian dik°Cok dengan vorteks selama 90 detik dan disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Metode ini linear pada rentang 0,5 - 80 µg/ml dengan r = 0,9999. Nilai LLOQ yang diperoleh 0,5 µg/ml. Nilai %diff dan koefisien variasi (KV) untuk akurasi dan presisi intra hari dan antar hari selama 2 hari tidak lebih dari 15% dan tidak lebih dari 20% pada konsentrasi LLOQ. Nilai perolehan kembali absolut dari meropenem sebesar 81 - 89%. Pada uji stabilitas, meropenem stabil dalam plasma pada suhu -20°C dan -70°C selama 14 hari.

Meropenem is a derivative of the pyrrolidinyl dimetilkarbamoil tienamisin having broad spectrum, effective for Gram-positive and Gram-negative bacteria. Required a simple and economical method to obtain the optimum conditions for the monitoring of meropenem levels in the blood. In this research, optimization and validation of methods of analysis of meropenem in plasma in vitro by high performance liquid chromatography (HPLC) with UV- Vis detector. Separation using column Kromasil®, 100-5C18, (5 μm, 4.6 x 250 mm) with an is°Cratic mobile phase consisting of methanol - 0.05 M sodium dihydrogen phosphate pH 7.0 (20:80, v/v) . Flow rate of 0.8 mL/min and detected at a wavelength of 298 nm. As internal standard uses imipenem. Plasma samples (100 µL) was extracted using acetonitrile with the same ratio (1:1) and then shaken with a vortex for 90 seconds and centrifuged at a speed of 10000 rpm for 15 minutes. The method is linear in the range of 0.5 to 80 µg/mL with r = 0.9999. LLOQ values obtained 0.5 µg/mL. % diff values and coefficient of variation (CV) for accuracy and precision intra day and interday for 2 days no more than 15% and not more than 20% at the LLOQ concentration. Absolute recovery values of meropenem by 81 - 89%. In the stability test, meropenem is stable in plasma at a temperature of -20°C and -70°C for 14 days."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armon Fernando
"Penelitian ini melakukan optimasi metode analisis penetapan kadar sisplatin secara kromatografi cair kinerja tinggi melalui derivatisasi menggunakan pereaksi dietilditiokarbamat untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitasnya terhadap detektor Uv-Vis, karena senyawa sisplatin tidak mempunyai gugus kromofor yang dapat terdeteksi oleh detektor ultraviolet. Menentukan kadar ondansetron hidroklorida dalam sampel dicobakan mengoptimasi penggunaan kolom fase terbalik C18 yang belum umum untuk penetapan kadar ondansetron. Sisplatin mempunyai efek samping emetogenik kuat yang dapat di hambat oleh ondansetron melalui inhibitor reseptor 5-HT3 yang sangat efektif untuk pencegahan mual dan muntah selama kemoterapi sisplatin yang diberikan secara terpisah melalui intravena. Pemberian antiemetik bersamaan dengan kemoterapi dalam satu rute pemberian diharapkan lebih efektif dan efisien untuk penanganan kemoterapi kanker. Pemberian dalam satu rute secara bersamaan harus dilakukan evaluasi stabilitas kimia campuran sisplatin dan ondansetron hidroklorida dalam satu larutan infus NaCl 0,9 % selama 24 jam kemoterapi kanker.
Sisplatin dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi melalui derivatisasi dengan pereaksi natrium dietilditiokarbamat 10% dalam NaOH 0,2N. Derivat sisplatin-dietilditiokarbamat dielusi menggunakan fase gerak asetonitrilair (70:30 %v/v) dengan kecepatan alir 0,8 ml/menit pada kolom Knauer® C18-RP (250 x 4,6 mm, 5µm). Ondansetron hidroklorida dianalisis dan dipisahkan menggunakan kolom Sunfire Waters® C18-RP (25 cm x 4,6 mm, 5 µm) dengan fase gerak KH2PO4 50 mM (pH 7) dan asetonitril (75:25 %v/v) dengan kecepatan alir 2 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 249 nm. Stabilitas kimia kedua obat selama 24 jam dievaluasi dengan membuat campuran larutan injeksi sisplatin 92,42 ppm dan ondansetron HCl 59,15 ppm dalam larutan infus NaCl 0,9 % yang disimpan pada suhu 27°C dibawah cahaya ruangan normal.
Hasil derivatisasi sisplatin dengan 20µl dietilditiokarbamat 10% pada suhu 90°C selama 20 menit diekstraksi dengan 2ml kloroform dan dideteksi pada panjang gelombang 344 nm. Metode linier pada kisaran 20 sampai 140 ppm dengan batas deteksi (LOD) 3,606 ppm dan koefisien variasi intra-hari dan interhari rata-rata < 2 % pada semua tingkat konsentrasi. Optimasi metode analisis ondansetron hidroklorida diperoleh kurva kalibrasi yang linier pada kisaran 5 sampai 100 ppm dengan batas deteksi (LOD) 3,404 ppm serta presisi intra-hari dan inter-hari dengan koefisien variasi rata-rata ≤ 2 % pada semua tingkatan konsentrasi pengujian. Hasil stabilitas kimia campuran kombinasi sisplatin dan ondansetron HCl dalam larutan infus NaCl 0,9%, diketahui sisplatin dan ondansetron HCl stabil selama 4 jam meskipun berkurangnya potensi <10% dari kedua komponen obat. Metode yang dikembangkan selektif dan spesifik untuk pemisahan dan kuantitasi penetapan sisplatin dan ondansetron HCl dari hasil uraiannya dalam satu campuran sediaan farmasi.

This research to the optimization analysis methods of the determination of the cisplatin consentrations utilizing high performance liquid chromatography to establishment concentration of cisplatin utilizing reagents diethyldithiocarbamate to increasing it selectifity and sensitifity for ultraviolet detection, because the cisplatin compounds does not have any chromophore fungtions that can be detected by ultraviolet detector. Determine the consentration ondansetron hydrochloride in the sample we purpose optimize the use of C18 reversed phase column is not common for the determination of ondansetron consentrations. Cisplatin have any side effects strong emetogenic that it can be blocked by ondansetron via inhibitor 5-HT3 receptors which is very effective for the prevention of nausea and vomiting during cisplatin chemotherapy provided separately through intravenously. Giving antiemetic along with chemotherapy in an expected route of more effective and efficient handling of chemotherapy for cancer. Giving in a route at the same time stability evaluation should be conducted chemical mixture cisplatin and ondansetron hydrochloride in one solution infuse NaCl 0.9% during the 24 hours of cancer chemotherapy.
Cisplatin was analyzed using high performance liquid chromatography through derivatisation with sodium diethyldithiocarbamate reagents in 10% NaOH 0.2 N. Derivate cisplatin-diethyldithiocarbamate was eluted using phase mobile acetonitrile-water (70:30% v/v) with the flow rate 0.8 ml / min on the Knauer ® C18-RP (250 x 4.6 mm, 5μm) column. Ondansetron hydrochloride was analyzed and separated using a Sunfire Waters ® C18-RP (25 cm x 4.6 mm, 5 μm) column with a mobile phase 50 mM KH2PO4 (pH 7) and acetonitrile (75:25% v/v) with the flow rate 2 ml / min and detected at 249 nm. Chemical stability of both drugs for 24 hours was evaluated by creating a mixture solvent injection cisplatin 92.42 ppm and 59.15 ppm ondansetron HCl solution in 0.9% NaCl infuse was stored at a temperature of 27°C under normal room light.
Derivatisation results of cisplatin with 20μl diethyldithiocarbamate 10% at a temperature of 90°C for 20 minutes with 2ml chloroform extracted and detected at 344 nm. Methods was linier over the range 20 to 140 ppm with a limit of detection (LOD) 3.606 ppm and the coefficient of variation intra-day and interday average of <2% for all concentration. The ondansetron hydrochloride methods was optimized and validated with the calibration curve was linier over the range of 5 to 100 ppm with a limit of detection (LOD) 3.404 ppm. Precision intra-day and inter-day coefficients of variation average ≤ 2% for all concentration. Chemical stability results of mixture combination of cisplatin and ondansetron HCl in 0.9% NaCl infuse solution, known the cisplatin and ondansetron HCl was stable for 4 hours although loss of their potencies <10%. Methods was developed for specific and selective separation and quantitation determination of cisplatin and ondansetron HCl from its decomposition in the mixture of pharmaceutical dosage form.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T29848
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Amelia
"Vitamin A, C, dan E seringkali digunakan dalam formulasi kosmetik karena berbagai macam manfaatnya bagi kecantikan, baik sebagai antioksidan, pemutih, dan peremaja kulit. Salah satu bentuk sediaan yang menggunakan vitamin sebagai zat aktifnya adalah serum kosmetik. Vitamin tersebut merupakan senyawa yang kurang stabil sehingga diperlukan suatu formulasi yang dapat menjaga kestabilan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas kimia vitamin A, C, dan E dan memperoleh formulasi serum vitamin A, C, dan E yang stabil. Serum dibuat berupa emulsi minyak dalam air menggunakan emulsifier baru, campuran asam 2-oktadekanoloksipropana-1,2,3-trikarboksilat dan asam 2- (steariloksi)propanoat (84:16). Dibuat 3 formulasi dengan 3 variasi vitamin C glukosida yaitu 1%, 2% dan 3%, dan konsentrasi konstan 0,11% vitamin A asetat dan 0,1% vitamin E asetat untuk setiap formulasi. Uji stabilitas dilakukan pada 3 kondisi penyimpanan, yaitu 40oC selama 31 hari, 28oC ±2oC pada tempat terbuka, dan 28oC ±2oC pada tempat tertutup yang gelap, keduanya selama 33 hari. Analisis dilakukan dengan cara pengecekan pH dan analisis kadar menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom C8, fase gerak metanol-air (97:3), laju alir 1,0 ml/menit, dan panjang gelombang analisis 287 nm. Hasil uji stabilitas menujukkan bahwa degradasi vitamin A asetat, C glukosida, dan E asetat mengikuti orde reaksi pertama, dan formulasi 3 yang disimpan pada suhu ruang di tempat gelap tertutup memberikan shelf-life terlama yaitu 54 hari.

Vitamin A, C, dan E are often used in cosmetic formulations because of their many advantage for beauty: as an antioxidant, as whitening agent, and as skin youthful agent. One of the preparations using vitamin as its active substance is cosmetic serum. Vitamin is an unstable substance, therefore it need a formulation that can keep its stability. The study aims to analyze the chemical stability of vitamin A, C, and E and to discover the most stable formulation of serum vitamin A, C, and E. The serum was made as a water in oil emulsion using a mixed emulsifier of 2-octadecanoloxypropane-1,2,3-tricarboxyilic acid and 2- (stearyloxy)propanoic acid (84:16). Three variation of the formula was made with the concentrations of vitamin C glucoside at each 1%, 2% dan 3%, and constant concentration of 0,11% vitamin A acetate dan 0,1% vitamin E acetate for every formulation. The stability of the formulations was measured at 3 conditions: high temperature (40oC) at 31 days, room temperature (28oC ±2oC) in a open place, and room temperature (28oC ±2oC) in closed dark place, both at 33 days. The pH value and consentration of the analyte in the formulations was measured with pH meter and validated high performance liquid chromatography analysis method using C8 column, the mobile phase was methanol-water (97:3), the flow rate was 1.0 ml/minute, and was analyzed at 287 nm. The stability study shows that the degradation of vitamin A acetate, C glucoside, dan E acetate are following first order reaction, and Formulation 3 that was kept at dark closed place gives the longest shelf-life: 54 days.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loedfiasfiati Adawiyah
"ABSTRAK
Kurkumin merupakan senyawa fenol yang umumnya terdapat pada rimpang kunyit (Curcuma longa L.) dari famili Zingiberaceae. Senyawa ini mempunyai aktivitas biologis sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Penelitian menunjukkan bahwa kurkumin dapat mencegah kanker dan penyakit kronis lainnya. Kadar kurkumin dalam plasma perlu diukur dan dipantau, sehingga keamanan, dosis dan efikasi dari penggunaan kurkumin sebagai pencegah kanker dapat dipastikan. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh kondisi optimum dan metode yang tervalidasi untuk analisis kurkumin dalam plasma in vitro. Metode analisis menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV telah dikembangkan dan dioptimasi untuk analisis kurkumin dalam plasma manusia in vitro. Kurkumin diekstraksi dari plasma dengan metode ekstraksi cair¬cair menggunakan etil asetat-metanol (95:5). Analisis dilakukan dengan teknik isokratik pada kolom C18 fase terbalik Kromasil® 100-5 (250 x 4,6 mm, 5µm) dan fase gerak asetonitril-metanol-aquabidestilata-asam asetat (33:20:46:1) pada laju alir 1,0 mL/menit. Baku dalam yang digunakan adalah irbesartan. Deteksi dilakukan pada panjang gelombang 420 nm untuk kurkumin dan 250 nm untuk irbesartan. Pada rentang konsentrasi 20,60 ? 4120,00 ng/mL dihasilkan kurva kalibrasi yang linier dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999. Akurasi (% diff) dari metode ini berada diantara -11,97% sampai 14,59% dengan nilai presisi (KV) antara 1,17% sampai 8,51%, dan uji perolehan kembali relatif antara 88,03% sampai 114,59%.

ABSTRACT
Curcumin is a phenol compound commonly found in turmeric (Curcuma longa L.) family Zingiberaceae. These compounds have biological activity as anti¬inflammatory and antioxidant. Research showed that curcumin can prevent cancer and other chronic diseases. The levels of curcumin in the plasma needs to be quantified and monitored, so that the safety, dosage and efficacy of the use of curcumin as a cancer preventer can be ascertained. The aim of this study was to obtain the optimum conditions and validated methods for analysis of curcumin in plasma in vitro. The method of analysis using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) with UV detector has been developed and optimized for analysis of curcumin in human plasma in vitro. Curcumin was extracted from plasma by liquid-liquid extraction method using ethyl acetate-methanol (95:5). The analysis was done by using isocratic technique on reverse phase C18 column Kromasil® 100-5 (250 x 4,6 mm, 5µm) and mobile phase consisted acetonitrile-methanol-aquabidest-acetic acid (33:20:46:1) at a flow rate of 1,0 mL/min. Irbesartan used as internal standard. Detection at a wavelength of 420 nm and 250 nm for curcumin to irbesartan. Linearity was established for range concentration of 20,60 -4120,00 ng/mL with correlation coefficient (r) of 0,9999. Accuracy (% diff) of this method is between -11,97% to 14,59% with precision (CV) between 1,17% to 8,51%, and test the relative recovery between 88,03% to 114,59% . "
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S941
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triisnaini Habibah
"Irbesartan adalah obat golongan penghambat reseptor angiotensin yang diperuntukkan pada pengobatan hipertensi. Irbesartan memiliki indeks terapi yang sempit sehingga kadarnya di dalam darah perlu dipantau. Pemisahan obat dari ikatannya dengan protein plasma merupakan hal yang penting pada analisis obat dalam plasma. Pengendapan protein dalam plasma harus optimum agar analisis berjalan dengan baik. Irbesartan dalam plasma dipisahkan dari ikatannya dengan protein salah satunya dapat dilakukan melalui metode pengendapan protein.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pengendap protein terbaik dan volume terbaik dengan digunakan beberapa pelarut organik yang dapat bercampur dengan air seperti metanol, etanol, asetonitril, dan aseton. Kondisi optimum dengan hasil area kromatogram paling besar ditunjukkan oleh pelarut etanol dengan penambahan etanol tiga kali dari volume plasma. Analisis irbesartan menggunakan KCKT dengan kolom Kromasil® C18 (5 m; 250 x 4,6 mm), komposisi fase gerak asetonitril-larutan asam format 0,85% pH 3,75 (46:54) (v/v), dan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Linearitas yang baik dicapai pada konsentrasi 10,20-5100,00 ng/ml dengan koefisien korelasi (r) 0,9999. LLOQ dari metode yaitu 10,20 ng/ml dan koefesien variasi (KV) 4,47-6,51 %. Nilai % diff selektivitas -11,03-17,63%, uji perolehan kembali relatif 86,19-105,98 %, dan uji perolehan kembali absolut 91,07-118,61 %.

Irbesartan is an angiotensin receptor blocker intended for treatment of hypertension. Irbesartan has a narrow therapeutic index, so the concentration of irbesartan in human plasma must be monitored. Separation of the drug from its binding with plasma proteins is important in the analysis of drugs in plasma. For the ideal analysis, precipitation of proteins must be optimum. Irbesartan in plasma is separated from its binding with proteins can be done through the method of protein precipitation.
The aims of this study was to obtain optimum protein precipitation and optimum volume used organic solvent which can be mixed with water such as methanol, ethanol, acetonitrile, and acetone. Optimum condition was shown ethanol with the three times volume from plasma to give the large chromatogram?s area. Analysis of irbesartan was conducted by HPLC used Kromasil® C18 column (5 m; 250 x 4,6 mm), mobile phase composition of acetonitrile-formic acid 0,85% pH 3,75 (46:54)(v/v) and flow rate was 1,0 ml/min. Good linearity was obtain at concentrations of 10,20 to 5100,00 ng/ml with a correlation coefficient (r) was 0,9999. LLOQ was 10,20 ng/ml and coefficient variation (CV) was 4,47-6,51%. The value of %diff selectivity was -11,03-17,63%, the relative recovery test was 86,19-105,98%, and absolute recovery was 91,07-118,61%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1172
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Teguh Rahayu
"Asam valproat adalah satu dari banyak obat yang digunakan sebagai antiepilepsi dan memiliki banyak efek samping, sehingga direkomendasikan untuk menentukan konsentrasinya di dalam plasma. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi metode analisis asam valproat setelah diderivatisasi dengan 2,4-dibromoasetofenon di dalam plasma in-vitro dan in-vivo, menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi- Photo Diode Array. Asam valproat dan asam nonanoat sebagai baku dalam diekstraksi dari plasma dengan etil asetat. Supernatan yang diperoleh dinetralkan dan diuapkan, kemudian residu kering direkonstitusi dengan larutan penderivatkatalis dalam asetonitril kemudian diderivatisasi pada suhu 75ºC selama 25 menit. Pemisahan dilakukan menggunakan kolom C18 Sunfire ® (250 mm x 4,6, 5 µm) dengan elusi isokratik menggunakan fase gerak asetonitril-air (73 :27). Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 294 nm dengan kecepatan alir 1,5 mL/menit. Metode ini valid berdasarkan hasil LOQ 4,75 µg/mL, perolehan kembali relatif konsentrasi rendah, sedang dan tinggi berturut-turut 100,67%, 99,78%, dan 93,16%. Koefisien variasi intra dan inter day dan persen penyimpangan (SD) dari metode ini masuk dalam kriteria penerimaan, yaitu dibawah ± 15%. Kurva kalibrasi linier dalam plasma in-vitro (Y = 0,0123 + 0,0085X) pada konsentrasi 4,75-237,75 µg/mL dengan nilai r = 0,9999. Metode yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar asam valproat dalam plasma setelah pemberian secara oral tablet natrium divalproat 500 mg.

Valproic acid is one of mostly used antiepileptic drug which have side effects, so it is highly recommended to evaluate its plasma concentration The aim of the research was to validate a method for the determination valproic acid in plasma in-vitro and in-vivo after derivatization with 2,4-dibromasetofenon using high performance liquid chromatography-photo diode array. Valproic acid and internal standard nonanoic acid were extracted from plasma sample with ethyl acetate. Then supernatan was neutralizatied and evaporated. dried residue reconsituted in derivatecatalyst solution then derivatized at 75ºC for 25 minutes. The resulting derivatives were separated on a Sunfire C18 (250 mm x 4.6, 5 µm) reverse phase column with acetonitrile-water (73:27) as mobile phase , were detected at 294 nm and analysis were run at flow rate 1.5 mL/minute. The calibration curve in plasma in-vitro ( Y =0.0123 + 0.0085 x ) presented good linier (r = 0.9999) between 4.75-237.75 µg/mL with LLOQ 4.75 µg/mL. The mean of relative recovery at low concentration, middle concentration and high concentration are 100.67%, 99.78%, and 93.16 %, respectively. Intra- and inter- day coefficient of variation and percent error value of the assay method were all acceptable range ± 15%. The presented method was might be applied to the determine of the valproic acid concentration in plasma after oral administration of 500 mg sodium divalproate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Az Zahra Nurjaman
"Asetosal sebagai obat antiplatelet mudah terhidrolisis menjadi asam salisilat setelah pemberian oral. Pemantauan asam salisilat sebagai metabolit utama dalam plasma bersama asetosal sebagai senyawa induk dapat dilakukan melalui studi farmakokinetika. Sebelum melakukan studi farmakokinetika, metode bioanalisis harus tervalidasi. Salah satu parameter validasi metode bioanalisis adalah uji stabilitas jangka panjang secara in vitro di dalam plasma. Akan tetapi, uji tersebut tidak menggambarkan kondisi stabilitas in vivo karena adanya proses metabolisme obat di dalam tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas in vivo incurred sample stability asetosal dan asam salisilat dalam plasma 6 subjek sehat pada hari ke-7, 14 dan 25 pada fase Cmax dan fase eliminasi. Analisis asetosal dan asam salisilat dilakukan terhadap 6 subjek sehat yang mengkonsumsi tablet asetosal 80 mg. Pengambilan darah subjek dilakukan sebanyak 12 titik pada beberapa interval waktu hingga jam ke-24.
Kondisi kromatografi optimum yang digunakan adalah kolom C18 Waters, Reliant ? 5 m, 250 mm x 4,6 mm ; suhu kolom 35oC; fase gerak asetonitril ?? dapar fosfat pH 2,5 35 : 65 v/v ; laju alir 1,0 mL/menit; detektor UV-Vis; panjang gelombang 230 nm; dan furosemid sebagai baku dalam. Hasil incurred sample stability untuk asetosal dan asam salisilat sampai hari ke-25 pada 6 subjek menunjukkan stabilitas yang memenuhi persyaratan EMEA bioanalytical guideline tahun 2011 yaitu nilai diff tidak lebih dari 20.

Acetosal as an antiplatelet drugs is rapidly hydrolyzed to salicylic acid after oral administration. Monitoring salicylic acid as the main metabolite in plasma together with acetosal as a parent compound can be performed through pharmacokinetics studies. Before pharmacokinetics studies, the method of bioanalysis should be validated. One of the validation parameters of the bioanalytical methods is long term stability test of in vitro in plasma. However, the analysis can t describe in vivo stability condition due to the metabolism of drugs in the body.
This study aims to analyze the in vivo stability incurred sample stability of acetosal and salicylic acid in plasma on days 7, 14 and 25 in the Cmax phase and elimination phase. Acetosal and salicylic acid analysis were performed on 6 healthy subjects who consumed 80 mg acetosal tablets. Blood sampling on the subjects will be taken in 12 points at several times for to 24 hours.
The optimum chromatographic conditions that used were C18 columns Waters, Reliant 5 m, 250 mm x 4.6 mm column temperature 35oC mobile phase was acetonitrile phosphate buffer pH 2.5 35 65 v v flow rate was 1.0 mL min UV Vis detector at wavelength of 230 nm and furosemide as internal standard. The diff values of acetosal and salicylic acid incurred sample stability until day 25 on 6 subjects not more than 20 , which fulfilled the acceptance criteria of validation method based on EMEA Bioanalytical Guideline 2011.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>