Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180945 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radityo Andjaringrat Adhi
"Fenomena adveksi-dispersi dapat dimodelkan dengan mobile bed model tank. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan protokol dalam menentukan nilai koefisien dispersi akibat perbedaan gradien kecepatan dengan memodelkan fenomena. Persamaan kerja yang digunakan adalah persamaan adveksi-dispersi 2D dari Bear (1972). Kecepatan aliran dimodelkan dengan dynamic similitude bernilai 7 cm/s hingga 13 cm/s dan dimensi saluran dimodelkan dengan dimensional analysis yang menghasilkan lebar saluran sebesar 40 cm. Zat pencemar diwakili dengan tinta yang bersifat konservatif. Zat pencemar akan diinjeksikan pada awal grid saluran dengan metode pulse. Hasil penelitian akan berupa gambar yang akan merepresentasikan fenomena adveksi-dispersi. Gambar akan menjadi data pengamatan yang akan diolah menjadi dimensi zat pencemar. Data pengamatan akan dimasukkan kedalam persamaan kerja untuk mendapatkan nilai pendekatan koefisien dispersi. Hasil pengembangan protokol penelitian ini cukup konsisten dapat direka ulang, hasil gambar penelitian sesuai dengan teori fenomena adveksi-dispersi dan nilai koefisien dispersi longitudinal dan transversal masuk dengan rentang nilai koefisien dispersi literatur.

An advection and dispertion phenomenon can be modeled by using mobile bed model tank. This research is to develop the protocol on predicting dispertion coefficient caused by velocity gradient. This phenomenon can be formulated by advection-dispertion equation for 2D pulse injection by Bear (1972). The velocity is modeled by using dynamic similitude which gives the velocity range up to 7 cm/s until 13 cm/s and the channel is modeled by using dimensional analysis which gives the width of the channel 40 cm. The pollutant will be subtitude by using dye tracer which will be injected to the stream. The pollutant injection is modeled to be pulse and will be observed on the disperse of the pollutant. The pollutant dispersion will be filmed, observed and measured. The data will be inputted to the formula where the value prediction of coeffient dispertion will be found. The protocol which is given in this research can be replicated and constant on its results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60199
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Air polution from vehicle emission becomes a major problem in urban areas,including Jakarta,Indonesia.This vehicle emission worsening ambient air concentration because of incresingle use of diesel engine for urban transportation....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Wulan Apriliyanti P.
"Penelitian pada skripsi ini merancang, membuat, dan menganalisis sistem tertanam pemantau polusi udara pada area parkir tertutup menggunakan FPGA Xilinx Spartan 3E dan sensor gas CO MQ7. Sistem ini berguna untuk mengatasi secara dini kasus keracunan gas emisi kendaraan bermotor yang terendap pada area parkir tertutup. Metode yang digunakan dalam penelitian mengikuti tahapan Software Development Life Cycle (SDLC). Bahasa yang digunakan untuk mengkonfigurasikan FPGA Xilinx Spartan 3E adalah VHDL melalui Xilinx ISE Design Suite 13.2. Selain itu, diperlukan dua rangkaian tambahan sebagai antarmuka, yaitu rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) dan transduser. FPGA ini akan mendapatkan data pembacaan sensor tiap 19,11 ms. Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel pada sense phase sensor yang diambil tiap 10 detik selama 15 menit. Berdasarkan pengujian, sistem menghasilkan selisih pembacaan sebesar 1,76 ppm (2,45% kesalahan) terhadap data normal.

This thesis discusses the design, manufacture, and analyzes the embedded air pollution monitor system in a enclosed parking area using the FPGA Xilinx Spartan 3E and the CO MQ7 gas sensor. This system is useful as a precautionary measure in cases of motor vehicles gas emission poisoning deposited in enclosed parking area. The method used in this research follows the Software Development Life Cycle (SDLC). The programming language used in configuring the FPGA Xilinx Spartan 3E is VDHL using Xilinx ISE Design Suite 13.2. In addition, two additional circuit is needed to act as an interface, a Pulse Width Modulation (PWM) and a transducer. The FPGA reads the data every 19.11 ms. Data extractions is performed by extracting samples from the sense phase sensor every 10 seconds for 15 minutes. The test resulted in a deviation of 1.76 ppm (2.45% error) form normal data."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42850
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eram Tunggul Pawenang
"Semarang merupakan salah satu kota yang berpotensi mengalami pencemaran udara, karena mempunyai beberapa kawasan industri yang semakin berkembang pesat seperti kawasan industri Kaligawe, Mangkang, Mranggen dan Simongan. Saat ini di Kota Semarang sudah ada pemantau kualitas udara dan faktor meteorologi harian.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Semarang diketahui bahwa penyakit yang menempati urutan pertama jumlah kunjungan ke Puskesmas tahun 2000 dan dialami semua kelompok umur adalah gangguan saluran pernafasan 148.975 kasus. Untuk wilayah Kecamatan Pedurungan gangguan saluran pernafasan jumlahnya 13.301 kasus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gangguan saluran pernafasan ada bermacam-macam, salah satunya adalah pencemaran udara.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara ambien dengan faktor meteorologi, kualitas udara ambien dan kejadian gangguan saluran pernafasan di Kecamatan Pedurungan Semarang. Penelitian ini merupakan studi korelasi yang menganalisis data sekunder kualitas udara ambien dan faktor meteorologi dari stasiun pengamatan Pedurungan dan data kejadian gangguan saluran pernafasan dari Puskesmas Tlogosari Kulon dan Puskesmas Tlogosari Wetan Semarang.
Hasil penelitian menunjukan rata-rata mingguan suhu 27,37°C, kelembaban 75,08%, arah angin 165,72°, kecepatan angin 4,49 m/s, radiasi global 192,48 W/m2. Rata-rata kualitas udara untuk PM10 61,71 gg/m3, SO2 10,15 p.glm3, CO 1,20 mglm3, O3 33,37p.g/m3, NO218,75µg/m3. Jumlah gangguan saluran pernafasan rata rata-rata 246,84 kasus.
Hasil korelasi menunjukan suhu udara bermakna dengan NO2, kelembaban bermakna dengan CO PM10, NO2, O3, arah angin bermakna dengan SO2 dan O3. Kesepatan angin bermakna dengan PM10, CO dan O3, Radisi global bermakna dengan PM10 dan O3. Uji korelasi kualitas udara dengan gangguan saluran pernafasan menunjukan hubungan dengan PM10, SO2 dan O3.
Berdasarkan uji regresi kurva estimasi maka dapat disimpulkan model yang mempunyai hubungan persamaan paling kuat adalah PM10 dengan kejadian penyakit gangguan saluran pernafasan (R2=19%).
Melihat kecenderungan peningkatan pencemaran udara berhubungan dengan gangguan saluran pernafasan maka perlu ditingkatkan kerjasama lintas sektor Dinas Kesehatan Semarang dengan pihak terkait, penanaman pohon, uji emisi, serta penelitian dengan waktu pengamatan lebih panjang.

Semarang is one of the city that potentially to experience air pollution, because Semarang have several industrial area, which grows very fast such as Kaligawe, Mangkang and Simongan. Now Semarang has a air quality monitor and daily meteorological factor.
Based on data from Semarang health profile, we know that which is on the top of the list on health center visitation in year 2000 and experienced by all age is respiratory diseases, with 148.975 cases. There are several factors that cases respiratory diseases, one of them is air pollution.
The purpose of study is to know the correlation between air quality and meteorological factor, air quality and respiratory diseases in Pedurungan District, Semarang. This study is a correlation which analysis secondary data of air quality and meteorological factor from Pedurungan monitoring station, and respiratory diseases case from Tlogosari Wetan and Tlogosari Kul on Health Center.
This study shows that average weekly temperature is 27,58°C, humidity 75,08%, wind direction 162,72°, wind speed 4,49m/s, global radiation 192,48 W/m2. Average air quality for PM10 61,71 µg/m3, SO2 10,15 µg/m3, CO 1,20 µg/m3, O3 33,37 µg/m3, NO2 18,75 µg/m3. Average respiratory diseases case 246,84 (247).
Correlation result shows that temperature is significant with NO2, humidity significant with CO, PM10, NO2 and O3. Wind direction significant with PM10 and O3, wind speed significant with PMI0, CO and O3. Correlation test between air quality and respiratory diseases shows a positive relation with PMI0, O3 and a negative relation with SO2.
Based on regression curve estimation we can conclude a model that the strongest association is PMI0 and diseases case (R2=19%).
Knowing that air pollution increase trends to correlation with respiratory diseases case, we should increase inter sector collaboration between Semarang Health Departement and the other sector, tree plantation, emission test and research with longer time period.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Ayu Hastiaty
"Polusi udara dapat meningkatkan kerentanan terhadap COVID-19. Pengendalian polusi udara serta pengendalian COVID-19 di Kota Tangerang belum dilaksanakan dengan maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model prediksi hubungan polusi udara terhadap kasus COVID-19 Kota Tangerang Tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi tren waktu serta kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tangerang pada bulan April- Juni 2023. Penelitian ini menggunakan data sekunder meliputi data ISPU (NO2, SO2, PM10, dan PM2,5), suhu, kelembapan udara dan kasus COVID-19 di Kota Tangerang. Analisis data menggunakan analisis univariat, uji korelasi, uji regresi linier berganda. Gambaran NO2, SO2, PM10 tahun 2020-2022 berada dalam kategori baik, sedangkan PM2,5 adalah kategori sedang. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan SO2 (p= 0,001 ; r= -0,109) dan PM10 (p= 0,000 ; r= -0,210) berhubungan signifikan terhadap kasus konfirmasi COVID-19. Analisis multivariat menunjukkan polusi udara yang paling dominan mempengaruhi kasus COVID-19 di Kota Tangerang adalah PM10, setelah dikontrol dengan PM2,5, suhu dan kelembapan. Variabel PM10, PM2,5, suhu, dan kelembapan dapat menjelaskan variasi variabel kasus COVID-19 sebesar 17,7%. Model prediksi hubungan polusi udara dengan kasus COVID-19 di Kota Tangerang Tahun 2020-2022 adalah kasus konfirmasi COVID-19 = 4384,38 + 22,47PM10 + 1,63PM2,5 - 120,39suhu - 13,33kelembapan.

Air pollution can increase vulnerability to COVID-19. Air pollution control and COVID-19 control in Tangerang City have not been implemented optimally. The purpose of this study is to determine the prediction model of the relationship between air pollution and COVID-19 cases in Tangerang City in 2020-2022. This research uses a time trend ecological study design and qualitative. This research was conducted in Tangerang City in April-June 2023. This study used secondary data including ISPU data (NO2, SO2, PM10, and PM2,5), temperature, humidity and COVID-19 cases in Tangerang City. Data analysis used univariate analysis, correlation test, multiple linear regression test. The overview of NO2, SO2, PM10 in 2020-2022 is in the good category, while PM2,5 is in the moderate category. The results of the spearman correlation test showed that SO2 (p = 0.001; r = -0.109) and PM10 (p = 0.000; r = -0.210) were significantly associated with confirmed cases of COVID-19. Multivariate analysis shows that the most dominant air pollution affecting COVID-19 cases in Tangerang City is PM10, after controlling for PM2,5, temperature and humidity. PM10, PM2,5, temperature, and humidity variables can explain 17,7% of the variation in COVID-19 case variables. The prediction model of the relationship between air pollution and COVID-19 cases in Tangerang City in 2020-2022 is confirmed COVID-19 cases = 4384,38 + 22,47PM10 + 1.63PM2,5 - 120.39 temperature - 13.33 humidity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Budi Haryanto
"Pencemaran udara yang terpenting di daerah perkotaan adalah dari sarana transportasi, dan timah hitam hasil pembakaran dari bahan bakar kendaraan bermotor merupakan kontributor utama konsentrasi pencemar timah hitam di udara, utamanya pada daerah yang lalu lintasnya padat. Masih terdapat kontroversi pada beberapa penelitian tentang kontribusi rokok terhadap peningkatan kadar timah hitam (Pb) dalam darah. Penelitian mengenai timah hitam (Pb) dalam darah akibat pencemaran udara masih sedikit dilakukan di Indonesia, dan obyeknya masih terbatas kepada sopir, polisi lalu lintas, pengemudi bajaj, dan penduduk di pemukiman padat lalu lintas. Waktu kontak obyek-obyek penelitian tersebut oleh pencemar timah hitam (Pb) udara di lokasi penelitian relatif tidak lama dan tidak intensif. Selain itu, beberapa penelitian tersebut dilakukan di kota-kota besar di tepi pantai, yang mempunyai kecepatan angin cukup tinggi, sehingga proses pengenceran udara yang tercemar polusi relatif cepat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Pb darah para perokok yang bekerja di lokasi padat lalu lintas minimal 8 jam seharinya. Dipilih lokasi padat lalu lintas di kota Bandung, yang secara geografis letaknya berada di daerah lembah dan dikelilingi pegunungan yang kecepatan anginnya relatif rendah, adalah untuk melihat besarnya masalah. Sehingga hasil penelitian ini dan penelitian-penelitian lain yang sejenis diharapkan dapat menjadi masukan dan dasar pertimbangan pemerintah untuk menetapkan upaya-upaya dalam mengatasi pencemaran udara, khususnya dari kendaraan bermotor di kota-kota besar di Indonesia.
Dengan menggunakan desain survei dan pendekatan krosseksional, penelitian ini menjaring data melalui wawancara, pemeriksaan sampel darah dan pengukuran kadar Pb udara di 4 lokasi padat lalu lintas di Kotamadya Bandung. Dari 75 responden perokok, separuhnya (50 %) mempunyai kadar Pb darah di atas normal (> 40 ug/dl). Lama kerja dan jumlah rokok yang dihisap rata-rata perhari mempunyai hubungan yang secara statistik bermakna (p < 0,05) dengan kadar Pb darah. Tetapi kadar Pb darah perokok dan non perokok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Semakin tinggi konsentrasi Pb udara di lokasi penelitian ternyata diikuti oleh semakin tingginya kadar Pb darah perokok di lokasi yang sama. Rata-rata konsentrasi Pb udara di seluruh lokasi penelitian ternyata melebihi batas normal yang diizinkan, yaitu 0,24 mg/m3 (Baku mutu KLH 1988 = 0,06 mg/m3 dan ACGIH 1991 = 0,15 mg/m3). Ditemukan pula bahwa risiko mempunyai kadar Pb darah di atas normal bagi responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 3 tahun di lokasi penelitian adalah sebesar 7,5 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang mempunyai masa kerja di lokasi penelitian di bawah 3 tahun. Model regresi logistik yang paling sederhana dan 'fit' terhadap kadar Pb darah adalah yang melibatkan variabel lama kerja, jarak rumah ke jalan raya, jumlah rokok dihisap sehari, umur pertama merokok, dan interaksi antara variabel jarak rumah ke jalan raya dan umur pertama merokok.
Sudah pada saatnya pemerintah mengupayakan bahan bakar kendaraan bermotor yang bebas dari bahan timah hitam, atau sedikit demi sedikit mulai beralih ke bahan bakar gas, mengingat cadangan bahan bakar minyak, mulai menyusut tetapi sumber bahan bakar gas sudah banyak ditemukan di Indonesia dan di perkirakan dalam jumlah yang bisa dikonsumsi sampai dengan 100 tahun. Saling dengan upaya tersebut, akan semakin baik (bila Para pedagang kaki lima di pinggir-pinggir jalan diberikan lokasi yang lebih terkumpul dan relatif lebih tertutup dari pencemaran udara kendaraan bermotor, di samping pemasangan alat-alat monitor pencemaran udara di lokasi-lokasi padat lalu Iintas yang terintegrasi dengan sistem pengaturan arus lalu lintas jalan raya. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murwani Nurfadilastuti
"Telah dilakukan penelitian mengenai penerapan standar emisi EURO II untuk mengurangi pencemaran udara akibat dari emisi kendaraan bermotor di DKI Jakarta.
Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan Ibukota Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mengalami pertumbuhan yang pesat di bidang industri dan transportasi kendaraan bermotor. Mobilitas penduduk yang tinggi akibat berbagai kegiatan di wilayah Propinsi DKI Jakarta yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat telah menyebabkan penurunan kualitas udara. Salah satu sumber potensial yang mencemari udara adalah transportasi.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi merupakan upaya pemerintah untuk menekan emisi gas buang kendaraan bermotor melalui standar internasional (EURO II). Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang timbul adalah seberapa jauh kesiapan pemerintah dalam menerapkan standar emisi EURO II sesuai dengan rencana pengetatan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor, seperti yang tertuang dalam KepmenLH tersebut. Kesiapan pemerintah, kesepakatan semua pihak terkait termasuk industri kendaraan bermotor serta masyarakat pengguna sangat menentukan keberhasilan dalam menerapkan standar emisi EURO II.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pihak pemerintah (Kernenterian Lingkungan Hidup) dan pihak Industri Otomotif menunjukkan bahwa diantara kedua pihak tersebut tidak dicapai kesepakatan dalam penerapan strateginya untuk mencapai sasaran dalam rangka penerapan standar emisi EURO II di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Darr ketiga strategi Pemerintah untuk menghadapi strategi yang dijalankan oleh Industri Otomotif yaitu "Harmonisasi dan Koordinasi Regional Penerapan Standar Emisi", "Memperketat Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan" dan "Sosialisasi kepada Industri dan Masyarakat Pengguna" rnaka hanya ada dua strategi yang dapat dijalankan oleh Pemerintah yaitu strategi kedua dan ketiga. Sedangkan pemerintah tidak akan memilih strategi pertama untuk dijalankan dalam rangka mencapai sasaran " Penerapan Standar Emisi EURO II di Indonesia"."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermawaty Rahmah
"Pencemaran udara ambien dari tahun ke tahun cenderung meningkat, terutama di Propinsi DKI Jakarta yang merupakan daerah industri dan wilayah dengan lalu lintas terpadat di Indonesia Karakteristik dari wilayah tersebut, memungkinkan konsentrasi SO2 dan PM10 udara ambien cenderung meningkat. Dampak dari konsentrasi S02 dan PM10 udara ambien yang tinggi merupakan salah satu dari meningkatnya penyakit saluran pemafasan atas atau disebut juga ISPA. Infeksi saluran pernafasan atas rnerupakan penyakit tertinggi dari sepuluh penyakit di kecamatan Cakung Jakarta Timur.
Wilayah kecamatan Cakung adalah wilayah yang sebagian besamya merupakan kegiatan industri. Dengan banyaknya jumlah industri dan padatnya aktivitas transportasi, diduga meningkatkan zat-zat pencemar, terutama debu atau PM10.
Adapun tujuan skripsi ini adalah untuk mengetahui hubungan konsentrasi S02 dan PM10 udara ambien dengan kasus ISPA di kelurahan-kelurahan yang ada di kecamatan Cakung. Populasi penelitian adalah kualitas udara di sekitar stasiun pemantau kualitas udara Kecamatan Cakung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metoda cross sectional yaitu dengan melihat rata-rata harian konsentrasi SO2 dan PM10 udara ambien dengan kasus ISPA pada bulan Januari 2001 sampai dengan bulan Juli 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi S02 pada bulan Januari 2001 sampai dengan bulan Juli 2002 bila dibandingkan terhadap baku mutu udara ambien di wilayah Propinsi DKI Jakarta (Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta N0.55/ tahun 2001) masih berada di bawah baku mutu demikian pula dengan PMI0 bila dibandingkan terhadap baku mutu masih berada di bawah baku mutu. Kasus ISPA tertinggi terjadi di kelurahan Penggilingan sebesar 1.159 kasus, sedangkan kasus terendah di kelurahan Rawa Terate sebesar 251 kasus.
Berdasarkan hasil uji bivariat, hubungan konsentrasi PM1o udara ambien dengan kasus ISPA pada kelurahan-kelurahan yang ada di kecamatan Cakung tidak ada hubungannya secara statistik dengan α = 95%, kecuali pada kelurahan Palo Gebang terdapat hubungan yang kuat (r=0,585) antara konsentrasi PMI0 udara ambien dengan kasus ISPA. Sedangkan hubungan konsentrasi SO2 udara ambien dengan kasus ISPA pada kelurahan-kelurahan yang ada di keeamatan Cakung tidak ada hubungannya, kecuali pada kelurahan Cakung Barat terdapat hubungan yang kuat (r=0,473) antara konsentrasi S02 udara ambien dengan kasus ISPA."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Soertiningsih Wijarso Karliansyah
"ABSTRAK
Salah satu masalah yang dihadapi kota Jakarta sebagai ibukota negara adalah pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pencemaran udara ini disebabkan tidakseimbangnya pertambahan jumlah kendaraan dengan pertambahan panjang jalan, yang menyebabkan terjadinya kemacetan. Data menunjukkan bahwa pertambahan jalan hanya sekitar 3,5% per tahun, sedang pertambahan kendaraan rata-rata 8,25% per tahun (KPPL DKI Jakarta, 1996: 1-2).
Bergantung kadar dan lama pemaparannya, pencemaran udara dapat mengganggu dan membahayakan lingkungan hidup. Gangguan kesehatan pada manusia, kerusakan tumbuhan dan hewan, gangguan kenyamanan dan estetika, serta kerusakan benda-benda, adalah contoh gangguan yang terjadi akibat pencemaran udara (Kusnoputranto, 1996a: 214).
Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Tumbuhan adalah bioindikator yang baik, dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka pencemar (Kovacs, 1992: 7-9). Klorofil sebagai pigmen hijau daun yang berfungsi dalam kegiatan fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil, akan mengalami penurunan kadarnya sejalan dengan peningkatan pencemaran udara (Mowli et aL, 1989: 54). Jaringan mesofil adalah jaringan pertama yang akan terpengaruh oleh pencemaran udara, di samping perubahan kadar klorofil (Heath dalam Mowli et al., 1989: 53).
Pengaruh pencemaran udara pada daun. dapat dilihat dari kerusakan secara makroskopik seperti klorosis, nekrosis; atau secara mikroskopik (anatomi) seperti struktur sel; atau dari perubahan fisiologi dan biokimia, seperti perubahan klorofil, metabolisme (Mudd & Kozlowski, 1975: 4-5; Darral & Jager, 1984: 334; Steubing dalam Kovacs, 1992: 9-10)..
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, telah dilakukan penelitian pengaruh pencemaran udara terhadap daun tanaman peneduh jalan di wilayah Jakarta Selatan.
Penelitian dilakukan di Jalan K.H. Akhmad Dahlan, Jl. Prof Dr. Supomo, SH, Jl. Jenderal Sudirman-Bunderan Senayan; dan Kebun Pembibitan Dinas Pertamanan DKI Jakarta di Cipedak sebagai kontrol. Penentuan lokasi ini didasarkan daerah yang mempunyai data kualitas udara hasil pemantauan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, dan data tersebut digunakan sebagai data sekunder kualitas udara. Selain itu, kepadatan jalan juga menjadi kriteria pemilihannya dengan menggunakan data hasil pengamatan di lapangan dan data penghitungan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta.
Daun yang digunakan sebagai sampel adalah daun angsana dan mahoni yang ditanam sebagai tanaman peneduh di tepi jalan raya. Dengan menggunakan alat spektrofotometer, kadar klorofil daun dianalisis. Kemudian dilakukan uji Kruskal-Wallis atas hasil kadar klorofil ini untuk melihat perubahan yang terjadi pada masing-masing lokasi. Selain itu, dibuat pula preparat anatomi daun dengan potongan melintang dan permukaan daun, untuk melihat perubahan yang terjadi pada sel-sel akibat pencemaran udara. Atas dasar hasil uji dan analisis tadi dievaluasi hubungan antara kadar klorofil dengan kualitas udara.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diperoleh informasi bahwa:
(1) pada daun tanaman angsana terjadi perubahan sebagai berikut:
a. kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif (kenaikan NO, menyebabkan penurunan kadar klorofil),
b. kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif (kenaikan SO2 menyebabkan penurunan kadar klorofil), dan kadar klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif (peningkatan SO2 menyebabkan peningkatan kadar klorofil);
(2) pada daun tanaman mahoni terjadi perubahan sebagai berikut:
a. kadar kiorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif (kenaikan NOx menyebabkan penurunan kadar klorofil),
b. kadar klorofil a dan b dengan SO2 berkorelasi positif (peningkatan SO2 menyebabkan peningkatan kadar klorofil);
(3) terjadi kerusakan secara mikroskopik dan makroskopik pada jaringan daun angsana dan jaringan daun mahoni, akibat NO, dan SO2;
(4) uji Kruskal-Wallis membuktikan kadar klorofil a dan b daun angsana dan mahoni pada keempat lokasi penelitian berbeda nyata;
(5) uji Kruskal-Wallis untuk kualitas udara DKI Jakarta bulan Oktober, November, dan Desember 1996 menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam NO, dan SO2.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. pencemaran udara pada umumnya mengakibatkan terjadinya perubahan pada daun tanaman, baik secara makroskopik, mikroskopik, maupun kadar klorofil;
2. pada daun angsana, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif, dan klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif; pada daun mahoni, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dan b mahoni dengan SO2 berkorelasi positif;
3. tanaman mahoni mempunyai kemampuan bertahan lebih baik terhadap pencemaran khususnya NOx dan SO2 daripada tanaman angsana;
4. daun tanaman angsana dan mahoni dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara, khususnya NO, dan SO2;
5. tanaman angsana dan mahoni yang selama ini telah ditanam di lingkungan perkotaan, memang berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan dan dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO, dan SO2 ;
6. daun tanaman peneduh jalan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator tahap pertama dalam pemantauan kualitas udara;
7. penelitian bioindikator lainnya masih diperlukan dalam mengidentifikasi pencemaran khususnya pencemaran udara di Indonesia; .
8. tanaman peneduh jalan sangat diperlukan sebagai peneduh jalan, penyejuk dan penyaman, mengurangi pencemaran udara, laboratorium alam, dan estetika.

ABSTRACT
Leaf Damage As Bioindicator Of Air Pollution (A Case Study of Shelter Trees Angsana and Mahoni with Air Pollutants NOx and SO2)One of the problems of Jakarta as the capital of the Republic of Indonesia is air pollution caused by motor vehicles emission. Air pollution is caused by imbalance between vehicles and road growth which cause traffic jams. Data of road growth is about 3.5% per year, and vehicles growth 8.25% per year (KPPL DKI Jakarta, 1996: 1-2).
Air pollution may disturb and create a danger to the environment in accordance with its concentration and time exposure. Human health effect, damage of plants and animals, pleasure and aesthetic effect and damage of property, all of them are examples of the air pollution impacts (Kusnoputranto, 1996a: 214).
Plant as bioindicator is one of the air pollution monitoring methods. Plant is a good bioindicator, and leaf is the most sensitive part of the plant to air pollution (Heck & Brandt, 1977: 161-162; Kovacs, 1992: 7-9). Chlorophyll as green pigment of leaves has a photosynthetic function which takes place primarily within mesophyll cells. The chlorophyll content decreases, in line with the increase of air pollution concentration (Mowli et al., 1989: 54). Mesophyll cells are the first cells which are influenced by air pollutants, in addition to changing chlorophyll contents (Heath in Mowli et al., 1989: 53).
Air pollution effect on leaf can be evaluated through macroscopic symptoms such as chlorosis and necrosis, or through microscopic symptoms such as cell structure changes; or physiological and biochemical changes such as chlorophyll content and metabolism changes (Mudd & Kozlowski, 1975: 4-5; Dural & Jager, 1984: 334; Steubing in Kovacs, 1992: 9-10).
Based on above mentioned phenomenon, a research of air pollution impact on shelter trees leaves was done in Jakarta Selatan District.
Sampling locations of this research were in Jl. K.H. Achmad Dahlan, Jl. Prof.Dr. Supomo, SH., Jl. Jenderal Sudirman - Bunderan Senayan; and at the nursery of Dinas Pertamanan DKI Jakarta as control area. These locations were selected based on air quality monitoring data done by Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, which was used as secondary data. Traffic counts on these locations were monitored by Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta.
Angsana and mahoni leaves were used as samples of which the trees were planted as shelter trees along above mentioned roads. Chlorophyll contents were analysed by spectrophotometer. The results were analysed statistically by the Kruskal-Wallis test for chlorophyll content changes. Microscopic symptoms were also analysed through microscopic anatomic preparations of cross sectional and surface view of leaves for identifying the impacts of air pollution. Regression-correlation analysis was carried out to analyze the correlation between chlorophyll content and air quality.
Based on this research, the following informations were obtained:
(1) chlorophyll of angsana leaves changed as followed:
a. chlorophyll a and b with NOx showed a negative correlation (increased NO, caused decrease of chlorophyll concentration);
b. chlorophyll a with S02 showed a negative correlation (increased SO2 caused decrease of chlorophyll concentration), and chlorophyll b with SO2 showed a positive correlation (increased SO2 caused increase of chlorophyll concentration);
(2) chlorophyll of mahoni leaves changed as followed:
a. chlorophyll a and b with NO, showed a negative correlation (increased NOx caused decrease of chlorophyll concentration),
b. chlorophyll a and b with SO2 showed a positive correlation (increased SO2 caused increase of chlorophyll concentration);
(3) NOx and SO2 air pollutants did cause angsana and mahoni leaf tissue damage which were demonstrated microscopically and macroscopically;
(4) the result of Kruskal-Wallis test for different chlorophyll contents of angsana and mahoni leaves of those locations was significant;
(5) the result of Kruskal-Wallis test for air quality of DKI Jakarta in October, November, and December 1996 showed significant difference in NO, and SO2.
Based on this research, the following conclusions were made:
(1) air pollutants generally cause changes of tree leaves, as showed macroscopically, microscopically, and in chlorophyll contents;
(2) chlorophyll a and b of angsana leaves and NO, show negative correlation; chlorophyll a of angsana leaves and SO2 show negative correlation, but chlorophyll b of angsana leaves and SO2 show positive correlation; chlorophyll a and b of mahoni leaves and NO, show negative correlation; chlorophyll a and b of mahoni leaves and SO2 show positive correlation;
(3) mahoni has a better adaptive ability to environmental air pollution, especially NOx and SO2 than angsana;
(4) angsana and mahoni tree leaves can be used as bioindicator of air pollution, especially NO,, and SO2;
(5) angsana and mahoni trees which are grown in urban environment have demonstrated perfect functions as shelter trees and also as reducer of air pollution, especially NOx and SO2;
(6) advantages of using shelter tree leaves as bioindicator may help preliminary air quality monitoring;
(7) further research is needed to link the use of other bioindicators to identify pollution, especially air pollution in Indonesia;
(8) shelter trees are needed as shelter, air cooler, reducer of air pollution, nature laboratories, and aesthetics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kumala Dewi
"Dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah mengetahui pengetahuan dan persepsi pengemudi terhadap pencemaran udara di kota Semarang saat ini dan mengetahui perilaku pencegahan yang dilakukan pengemudi angkutan kota Semarang terhadap pencemaran udara.
Tujuan penelitian adalah diperolehnya informasi tentang perilaku pencegahan terhadap pencemaran udara oleh pengemudi angkutan kota dan bus umum, dan hubungannya dengan persepsi dan pengetahuan mereka terhadap pencemaran udara. Hipotesisnya adalah hipotesisi nol, yaitu tidak ada hubungan antara perilaku pencegahan dengan pengetahuan mengenai pencemaran udara, dan tidak ada hubungan antara perilaku pencegahan dengan persepsi terhadap pencemaran udara.
Desain penelitian adalah cross-sectional dengan populasi pengemudi angkutan kota Semarang dan sampelnya kelompok supir angkutan dan. supir bus. Sampling adalah purposive dan accidental. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Analisis datanya adalah univariat dan uji chi-square untuk bivariat. Hasil penelitian diperoleh bahwa hipotesis nol terbukti.
Simpulan dalam penelitian ini adalah responden menganggap pencemaran udara belum merupakan masalah yang membahayakan kehidupan mereka, karena mereka tidak memahami dampak pencemaran udara bagi kesehatannya. Sehingga perilaku yang terbentuk lebih bertujuan pada perawatan/pemeliharaan kondisi mesin dan belum mengarah pada pencegahan pencemaran udara. Saran dalam penelitian ini adalah diperlukannya suatu kampanye untuk menggugah kesadaran masyarakat mengenai dampak dan resiko pencemaran udara bagi masyarakat terutama pengemudi angkutan. Disamping itu, kontrol untuk merawat/memelihara kinerja mesin perlu ditingkatkan dan dipantau oleh pemilik atau pengemudi sendiri dan petugas yang berwenang.

Relationship between the Knowledge and Perception of Public Transportation Driver to Motor Car Air Pollution in Semarang with Its Preventive Behavior on 1996The problem statement of this study is exploring the knowledge and perception of public transportation driver about air pollution caused by motor car in Semarang and its preventive behavior.
The research purpose of this study is behavior analysis of public transportation driver for air pollution prevention related to their knowledge and perception. The nule hypotesis of the study is no relation between preventive behavior with the knowledge and perception of motor car air pollution.
The survey design is cross sectional analysis, using public transportation driver in Semarang as population, and bus driver and mini-station driver as the sample. The research use questionnaire as instrument. The data is analyzed using univariat and chi-square test for bivariat. The result show that the nule hypothesis is solved.
The conclusion is the effect of air pollution do not a trouble problem at the current time for the public transportation driver, because they do not know the impact of air pollution to their health condition. The behavior of car maintenance do not purpose for air pollution prevention yet. The research suggest a regular campaign from local government for creating society awareness about the impact and risk of motor car air pollution, especially for the driver. Besides that the control performance of motor car machine maintenance should be improved and monitored by the car owner or the driver and the government official.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>