Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192236 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Adhiyatsyah Pratama
"Pengaruh penambahan silica fume (SF) pada korosi tulangan dan permeabilitas beton geopolimer berbahan dasar fly ash di lingkungan air danau dipelajari pada penelitian ini. Pembuatan beton geopolimer menggunakan aktivator NaOH dan waterglass untuk mengaktifkan prekursor dengan mendisolusikan aktivator ke dalam monomer alumina dan silika. Pengujian korosi menggunakan sampel berbentuk silinder 10 x 20 cm dengan curing selama 72 jam pada suhu 80 0C kemudian dilakukan perendaman pada air danau selama 1 bulan untuk dibandingkan laju korosi beton geopolimer dengan 10% SF dan tanpa SF. Hasil yang didapat menunjukkan beton dengan SF memiliki laju korosi yang lebih rendah 0,232 mm/year dibandingkan dengan tanpa SF 0,298 mm/year. Sementara itu pengujian permeabilitas menggunakan sampel kubus 20 x 20 x 12 cm dengan curing selama 168 jam pada suhu 80 0C kemudian dilakukan tes permeabilitas dengan menggunakan mesin merek infratest testing pada tekanan 5,09 bar selama 72 jam untuk dibandingkan penetrasi masuknya air pada beton geopolimer dengan SF dan tanpa SF. Beton dengan 10% SF memiliki rata ? rata penetrasi sebesar 0 cm sedangkan beton tanpa 10% SF 2,99 cm.

The effect of silica fume (SF) addition on corrosion of steel reinforcement and permeability of geopolymer concrete made from fly ash in lake water has studied in this research. NaOH and waterglass activator was used in the preparation of geopolymer concrete to activate the precursor by dissolution of the activator to the alumina and silica monomer. Corrosion test using 10 x 20 cm cylindrical sample by curing treatment for 72 hours at 80 0C followed by submersion lake water for 1 month to compare corrosion rate of the concrete sample with SF 10% and without SF 10%. The result shows that the concrete with SF 10% has lower corrosion rate by 0,232 mm/year compared with other sample without SF addition by 0,298 mm/year. At the same time, permeability test using 20 x 20 x 12 cm cubical sample with curing treatment 168 hours at 80 0C followed by permeability test on infratest testing machine on 5,09 bar pressure for 72 hours to compare penetration water on geopolymer concrete with SF 10% and without SF 10%. The result shows, the geopolymer concrete with SF 10% has penetration of water by 0 cm and without SF 10% has penetration by 2,99 cm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ibnu Surya Praja
"Terak feronikel adalah produk sampingan dari proses ekstraksi feronikel. Proses peleburan itu mengandung senyawa oksida seperti SiO2, CaO, Al2O3, dan Fe2O3. Kandungan senyawanya mirip dengan kandungan semen komersial merek Portland (OPC) yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis pengaruh penggunaan terak feronikel sebagai campuran semen terhadap ketahanan baja tulangan dalam beton.
Penulis akan menganalisis perilaku korosi dari berbagai campuran semen OPC dan feronickel slag dengan variasi dalam penggunaan feronikel terak sebanyak 5%, 10%, 15%, 20% dengan semen OPC dalam proses pengawetan beton selama 28 hari. kemudian direndam larutan NaCl 3,5%. Wiil beton menggunakan metode polarisasi siklik untuk menganalisis perilaku pitting dan ketahanan korosi baja tulangan di lingkungan klorida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baja dalam campuran beton terak 20% ditambahkan dengan semen OPC memiliki ketahanan korosi paling baik khususnya korosi pitting dibandingkan dengan variasi campuran lainnya.

Ferronickel slag is a by-product of the ferronickel extraction process. Smelting process that contain the oxide compounds such as SiO2, CaO, Al2O3, and Fe2O3. The compound content is similar to the content of Portland brand commercial cement (OPC) which is commonly used as raw material for making concrete. Therefore, this research will analyze the effect of using ferronickel slag as a cement mixture on the resistance of reinforced steel in concrete.
The author will analyze the corrosion behavior of various mixtures of OPC cement and ferronickel slag with variations in the use of Ferronickel slag as much as 5%, 10%, 15%, 20% with OPC cement in the process of curing concrete for 28 days then it is immersed 3.5% NaCl solution. The concrete wiil uses cyclic polarization method to analyze pitting behaviour and resistance corrosion of reinforced steel in chloride environment. The results show that the steel in the 20% slag concrete mixture added with OPC cement has resistance compared to other mixed variations.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Nafian Priatmojo
"Beton merupakan material penting yang banyak digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Sehingga penggunaan semen sebagai bahan dasar pengikat beton juga akan semakin meningkat setiap tahunnya. Namun yang harus diperhatikan dalam proses produksi semen ini ialah terjadinya pelepasan karbon dioksida (CO2) yang sangat banyak ke atmosfer dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan material lain sebagai bahan pengganti semen yang lebih ramah lingkungan. Beton geopolimer merupakan salah satu alternatif untuk menggantikan beton yang berbahan dasar semen sebagai material yang kurang ramah lingkungan. Pembuatan beton geopolimer tidak menggunakan semen sebagai bahan pengikat melainkan menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) sebagai penggantinya yang kaya akan Silika dan Alumina dan dapat bereaksi dengan cairan alkalin untuk menghasilkan bahan pengikat (binder). Penggunaan silica fume sebesar 10% dalam campuran pasta juga akan diamati dalam pengaruh terhadap sifat mekanik beton setelah beton direndam dalam lingkungan air danau selama 1 bulan. Tes kuat tekan menggunakan sampel berbentuk silinder 15x30cm dengan curing selama 72 jam pada suhu 800C dilakukan untuk membandingkan setiap benda uji dari komposisi silica fume dan juga kondisi lingkungan yang berbeda. Hasil studi menunjukkan bahwa kuat tekan beton dipengaruhi oleh penambahan 10% silica fume dan juga dalam kondisi perendaman di air danau. Nilai kuat tekan beton geopolimer tanpa silica fumesebelum perendaman memiliki kekuatan rata-rata 23,65 MPa dan menurun setelah direndam dalam air danau sebesar 9,20 MPa menjadi 14,45 Mpa. Sedangkan kuat tekan beton geopolimer dengan penambahan 10% silica fume sebelum perendaman memiliki kekuatan rata-rata 11,82 MPa dan meningkat setelah direndam dalam air danau sebesar 6 MPa menjadi 17,80 MPa. Selain itu uji XRD juga dilakukan pada beton setelah perendaman untuk mengetahui unsur-unsur yang terbentuk pada beton ketika berada di lingkungan air danau. Hasil XRD menunjukkan adanya kandungan kuarsa dan microcline (KAlSi3O8) pada beton dengan penambahan 10% silica fume. Microcline sendiri memiliki nilai kekuatan yang baik pada skala Mohs yaitu sebesar 6 (orthoclase). Sedangkan hasil XRD pada beton geopolimer tanpa penambahan silica fumedidapatkan kandungan kuarsa, microcline(KAlSi3O8), calcite (CaCO3) dan CSH (Calcium Silicate Hydrate). Adanya kandungan calcite (CaCO3) dan CSH menunjukkan terperangkapnya udara pada beton dan juga perembesan air yang terjadi yang menyebabkan terjadinya reaksi hidrasi sehingga dapat menurunkan kekuatan beton geopolimer setelah perendaman.

Concrete is an important material and widely used in building construction. Therefore, the use of cement as concrete binder will also increase within the next few years. However, the release of Carbon Dioxyde during the production of cement can be harmful for environment. To overcome this difficulty, another material is needed to replacement. Geopolymer concrete is one of the alternative materials that can be used without any side effects towards environment. Cement is not used during the production of Geopolymer Concrete. Instead, Fly Ash is used as a binder because of its richness in Silica and Alumina and its capability to react with alkaline solution to produce a binder. The use of silica fume amounting to 10% of the mixture will also be observed on its effects towards the mechanical properties of geopolymer concrete that was submerged inside the fresh water lake for a month. Compressive strength tests using samples of cylindrical 15x30cm with curing for 72 hours at a temperature of 800C was performed to compare each samples of geopolymer concrete with difference in silica fume composition and different environmental condition. The compressive strength of geopolymer concrete without silica fume before immersion has an average of 23.65 MPa and decreased after immersion in water lake at 9.20 MPa to 14.45 MPa. While the geopolymer concrete compressive strength with the addition of 10% silica fume before immersion has an average power of 11.82 MPa and increased after immersion in water lake by 6 MPa to 17.80 MPa. XRD test was also conducted after submerging the geopolymer concrete to analyze elements that was formed when the concrete was being submerged inside the lake. XRD results showed the content of quartz and microcline (KAlSi3O8) in geopolymer concrete with the addition of 10% silica fume. Microcline itself has good hardness on the Mohs scale is equal to 6 (orthoclase). While the results of XRD on geopolymer concrete without the addition of silica fume content of quartz, microcline (KAlSi3O8), calcite (CaCO3) and CSH (Calcium Silicate Hydrate). The content of calcite (CaCO3) and CSH showed air trapping in the concrete and water seepage that occurs the causes of hydration reaction so as to reduce the strength of geopolymer concrete after soaking."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Degradasi beton bertulang akibat reaksi beton dengan lingkungan merupakan
masalah yang paling banyak ditemui. Rusaknya lapisan pasif antara muka baja-beton
akibat hadirnya ion-ion agresif seperti klorida yang berasal dari air Iaut atau zat
aditif menyebabkan mudahnya terjadi korosi baja tulangan. Salah satu usaha untuk
mengatasi terjadinya korosi adalah menambah zat yang dapat mengurangi Iaju
korosi baja tulangan yang dikenal dengan istilah inhibitor.
Migrating Corrosion Inhibitors (A/fCI.s) merupakan inhibitor alternatif selain
kalsium nitrit dan natrium nitrit. MCIS dapat digunakan sebagai campuran atau
dapat juga digunakan melalui proses penyerapan permukaan struktur beton. Dengan
penyerapan permukaan, perpindahan difusi MCIs dapat mencapai lapisan paling
dalam beton, sehingga lebih efektif jika digunakan pada saat perbaikan struktur
beton.
Pengukuran laju korosi dengan menggunakan metode tahanan polarisasi
linier dilakukan pada beton dengan penambahan inhibitor MCIS sebesar GJ; 0,01
dan 0,001 % saat pengadukan serta pada beton tanpa penambahan MCIs.
Pengukuran dilakukan pada minggu ke-3 dan ke-4 selama curing seria minggu ke-5
sampai ke-9 (setelah curing), setelah beton direndam dalam larutan NaCl 35 gp!
dengan memberikan overporemial sebesar 1- 60 ml/ dan scanrate 6 mV’menif.
Pengujian terhadap kekuatan beton juga dilakukan setelah waktu curing.
Selama rentang waktu pengukuran tersebut, penambahan inhibitor MCIS
menghasilkan nilai rapat arus korosi yang rata-rom mendekati nilai rapat arus korosi
tanpa penambahan inhibitor dan potensial korosi antara -385 sampai -486 mV (vs
SCE). Sedangkan kekuatan beton sendiri tidak terlalu berpengaruh terhadap
penambahan inhibitor MCIS."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ikhwan Buzar
"Untuk menunjang kesejahteraan hidup manusia maka diperlukan prasarana sipil untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hal tersebut. Parasarana sipil ini sebagian besar terbuat dari beton bertulang. Tetapi akibat terbatasnya lahan, maka banyak bangunan sipil yang dibangun di atas tanah-tanah kosong yang dulunya merupakan sebuah rawa atau dengan cara menguruk rawa yang sudah ada. Rawa ini mempunyai kemungkinan besar merupakan rawa yang tercemar sebagai akibat pembangunan industri yang pesat dimana industri-industri ini menyumbangkan limbah yang mengandung zat korosif yang dapat menimbulkan proses korosi dan merusak struktur beton bertulang sehingga mengurangi usia dari struktur tersebut.
Korosi merupakan kerusakan suatu material sebagai akibat material tersebut bereaksi secara kimia dengan lingkungannya yang tidak mendukung. Lingkungan yang tidak mendukung ini dapat berupa kadar pH yang rendah banyaknya kandungan unsur klorida bebas, sulfat dan beberapa faktor lingkungan dan faktor diri beton itu sendiri apakah itu mutu tulangan yang digunakan ataupun mutu dan tebal selimut betonnya. Dalam menentukan suatu derajat kerusakan dari suatu proses korosi terhadap suatu material maka digunakan satuan mpy dan mm/year.
Tahap-tahap dalam melakukan penelitian ini dimulai dengan mencari rawa yang tercemar dengan menggunakan data dari BEPEDAL untuk mencari lokasi rawa tercemar dan dipilih rawa Pedongkelan, Jakarta Timur. Kemudian mengambil sampel air untuk dperiksa kualitas airnya. Baja tulangan yang diteliti adalah ST41 dan ST60 dan cara pengukuran laju korosinya digunakan 2 cara yaitu Elektrokimia dan cara Emmersion dengan air rendaman air rawa tercemar dan air bersih sebagai kontrol. Untuk tulangan berlapis beton hanya digunakan studi literatur.
Hasil yang didapat adalah berdasarkan uji EK, untuk air rawa nilai laju korosi tulangan ST 41 = 9.65 mpy, 0.245 mm/year dan tulangan ST 60 = 4.04 mpy, 0.102 mm/year, sedangkan untuk air bersih nilai laju korosi tulangan ST 41= 3.521 mpy, 0.079 mm/year nilai laju korosi tulangan ST 60= 1.2251 mpy, 0.0311 mm/year. Untuk metode EMMERSION baja tulangan ST41 pada air rawa CR = 5.624 mpy, pada air bersih CR = 7.278 mpy. Baja tulangan ST 60 pada air rawa CR = 4.218, pada air bersih CR = 7.03 mpy. Hal ini disebabkan pada uji Emmersion kurang mensimulasikan keadaan sebenarnya, oleh sebab itu disarankan untuk melakukan percobaan ini kembali secara in situ.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu tulangan mempengaruhi laju korosi, semakin tinggi mutunya semakin sulit ia terkorosi. Dan semakin baik mutu dan tebal selimut beton maka semakin terlindung baja tulangan dari proses korosi. Karena akan memberikan perlindungan pada baja tulangan berupa struktur pori-pori beton yang lebih rapat sehingga akan mempersulit bagi air rawa yang mengandung zat-zat korosif untuk masuk mencapai lapisan tulangan. Sedangkan ketebalan yang cukup akan memberikan hambatan berupa jarak yang harus dilalui oleh air rawa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S34792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runtulalu, Sony C.
"Air sungai yang tercemar adalah air sungai yang kondisinya terkontaminasi oleh bahan pencemar melebihi batas-batas yang telah ditetapkan. Banyak bangunan beton bertulang yang kontak dengan air sungai tersebut. Air sungai yang tercemar ini diperkirakan mengandung unsur-unsur yang berpotensi menyebabkan korosi pada tulangan beton tersebut sehingga dimensi tulangan mengecil dan akibatnya kekuatan beton bertulang itu berkurang. Penelitian ini bermaksud untuk mencari karakteristik-karakteristik apa saja yang terdapat dan dominan dalam air sungai dengan laju korosi pada tulangan dan fenomena korosi pada beton bertulang dan mencari hubungan kekuatan tarik (mutu) tulangan dengan ketahanannya terhadap korosi.
Korosi didefinisikan sebagai kerusakan atau kemerosotan material logam karena bereaksi dengan lingkungannya melalui reaksi kimia. Air sungai tercemar merupakan salah satu lingkungan penyebab korosi. Adapun sifat-sifat air sungai yang bisa menyebabkan korosi adalah pH, temperatur, suspended solids, daya hantar listrik, dissolved oxygen, sulfat klorida, angka permanganat dan sebagainya. Lingkungan ini baru bisa menyebabkan korosi pada tulangan beton apabila lapisan pasif pelindung tulangan itu dirusak. Pada beton, lapisan selimut beton membentuk lapisan pasif yang melindungi tulangan dari proses korosi. Pada waktu lapisan beton ini rusak akibat karbonasi maka proses korosi dimulai. Lama waktu proses terjadinya kerusakan pada lapisan pasif biasa disebut dengan istilah periode inisiasi. Korosi pada tulangan ini terutama disebabkan oleh ion klorida. Korosi merupakan suatu reaksi elektrokimia, ada dua reaksi yaitu reaksi anodik yang melepaskan elektron dan reaksi katodik yang menangkap elektron.
Penelitian meliputi pemeriksaan kualitas air sungai tercemar dengan standar AWWA, terutama parameter yang mempengaruhi terjadinya korosi pada logam (baja); mengukur laju korosi pada tulangan baja denan cara elektrokimia dan tes celup (ASTM). Sedangkan pada tulangan berlapis beton dilakukan kajian secara teoritis.
Dari hasil penelitian terkait diuraikan bahwa dalam medium air sungai tercemar beton akan lebih cepat rusak (tingkat kerusakan 12,04%) daripada dalam medium air bersih (tingkat kerusakan 0%) dan dapat diperkirakan pula bahwa angka permeabilitas beton dalam air sungai tercemar lebih besar dari angka permeabilitas beton dalam air bersih (3,331 _m/detik). Makin cepat beton rusak dan makin tinggi angka permeabilitas dalam air sungai tercemar, makin cepat pula periode inisiasi. Pendeknya waktu periode inisiasi beton dalam air sungai tercemar ini disebabkan karena agresifitas lingkungan yaitu kadar sulfat tinggi dan suspended solids rendah.
Pemeriksaan kualitas air sungai tercemar menunjukkan bahwa dalam air sungai tercemar terdapat unsur-unsur yang bisa menyebabkan korosi pada baja tulangan. Unsur yang dominan adalah klorida (1028,99% lebih besar dari air bersih), sulfat (337,32% lebih besar dari air bersih), dan angka permanganat (338,64% lebih besar dari air bersih). Di samping itu diperoleh bahwa: laju korosi baja tulangan dalam medium air sungai tercemar (4,63 mpy untuk mutu ST41 dan 4,36 mpy untuk mutu ST60) lebih tinggi dibandingkan dengan laju korosi baja tulangan pada medium air bersih (3,605 mpy untuk mutu ST41 dan 0,63 mpy untuk mutu ST60) baik pada mutu baja ST41 (1,28 kali) maupun pada mutu ST60 (6,92 kali) dan laju korosi baja tulangan mutu ST41 (4,63 mpy dalam air sungai tercemar dan 3,605 mpy dalam air bersih) lebih tinggi dibanding dengan laju korosi baja tulangan mutu ST60 (4,36 mpy dalam air sungai tercemar dan 0,63 mpy dalam air bersih) baik dalam medium air sungai tercemat (1,06 kali) maupun dalam medium air bersih (5,72 kali)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S34914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Korosi bcja tulungan daiarn selimut beton teiah merjadi masaiah utama dalam apiilcasi struktur-struktur bangunan terutama pada jernbatan dan bangunan disekitar laut. Pada kondisi lingirungan air lout, ion klorida yang lerdapa! dalam Iinglcungan air [aut dapat berdgiui masuk kedaiam seiimut beton menyebabkan Iaju icorosi bcya tulangan daiam selimut beton meningkat, sehingga umur pakai dan kualitas beton rnenjadi berlairang.
Usaha dan penelitian banyak dilaicukan untuk mengatasi masalah ini, antara Iain dengan penambahan inhibitor Migrating Corrosion Inhibitors (MCIs) ke dalam campuran beton. Inhibitor ini digunakan karena selain e_k/aff dalam menghambat ietjadinya proses korosi pada bcya tulangan juga tidal: menurunkan kekuamn tekan beton.
Parameter kondisi beton daiam peneiitian ini dibuat dengon perbandingan air-semen 0,6 dengan variabel lconsentrasi 0, 01 %VoI., 0,001 %Voi., dan tanpa inhibitor yang dicelup ke dalam air iaut buatan (35 gp! NaCl teknis). Untuk rnenguimr Iaju korosi digunakan metode poiarisasi linier dengan mernberiican overpotensial sebesar i 20 mV dan scanrate QI mV/detik. Sedangicon untuk mengetahui mekanisme inhibisi inhibitor MCls digunakan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dengan memberikan potensiai bolalc-baiik 10 mV dan selang jrekuensi dari 5000 Hz sampai 0,002 Hz. Hasil pengukuran EIS dioresentasikan dalam bentuk kurva N yq nist dan Bode.
Hasil pengujian dengan menggunakan metode polarisasi liner menunjuk/fan iaju korosi baja tuiangan daiam seiimut beton akan meningkat seiring dengon penambahan /fonsentrasi inhibitor MCIs sebesar 0%VoI. MCIS; 0, 001 %Vo!. MCIS;
0, 01 %Vol. MCIs dengan nilai iaju korosi rata-rata pada minggu ke-28 sebesar 4.25 xI0`7 A/cmz; 1.44 x10'6 A/crnz; I,8xl0’° A/cmz. Sedangican hasil fitting kurva Nyquist dan Bode hasil pengujion EIS dengan menggunakan program Zview dari Scribner Associates, diperolch nilai CPEdJ dari sampel dengan penambahan inhibitor MCI.: dan tanpa inhibitor MCIS berada pada rentang 1,8 #F/cmz - 27 ,uF/cm! yang menunjukan icondisi biga tulangan dolam keadaan terkorosi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Beton memberikan perlindungan terhadap baja tulamgan dengan membentuk lapisan pasif pada permukaan baja. Lapisan pasif dapat terbentuk dalam selimut beton pada pH lingkungan yang basa sekitar 12,5-13,8. Korosi baja tukmgm1 dalam beton disebabkan oleh dua hal utama yaitu: korosi lokal yang disebabkan oleh penetrasi ion klorida hingga mencapai permukaan baja tulangan, dan korosi merata yang diakibatkan oleh reaksi beton dengan karbon dioksida di udara. Penggunaan inhibitor natrium nitrit sebagai salah satu proses pengon alan proses korosi beton bertulang berclujuan untuk menghasi/kan lapisan protektif yang stabil pada permukaan baja tulangan dan mampu menahan serangan dan penetrasi ion klorida. Untuk mempelajari penganruh yang diberikan inhibitor natrium nitrit terhadap prose krosi pada baja tulangan dalam beton digunakan metoda tahanan polarisasi linier. Selain itu pengaruhnya terhadap sifat fisik beton dilakukan melalui biji kekuatan beton.
Pengukuran dengan metoda tahanan polarisasi linier dilakukan setiap minggu selama tujuh minggu setelah beton direndam kedalam air laut 35 gpl, yaitu minggu ke-3 dan 4 (setelah pengecoran beton atau selama proses curing), dan minggu ke-5 hingga ke-9
(1 hingga 5 minggu setelah proses curing). Pengukuran diiakukan ferhadap betron dengan variabel konsenlrasi inhibitor nalrium nitrir sebesar 25 L/m3, 35 L/m3, 45 L/m3, yaitu dengan mem berikan overpotensial DC ±60 mV dengan scan raie 6 mV/menit.
Pengolahan terhadap data hasil pengukuran mendapatkan nilai tahanan polarisasi dan rapat arus korosi, menghasilkan grafik perubahan nilai potensial dan rapat urus
korosi per variabel pada setiap minggunya. Melalui penelitian ini ditermukan suatu
kecenderungan bahwa penambahan inhibitor sejumlah 45 L/m3 mampu menghasilkan nilai potensial korosi relotif Iebih positif (-327 mV sampai -383 mV) dan rapat arus korosi yang relalif paling rendah (0, 069 - 0,117 /μA/cm2). Selain itu melalui uii kegiatan beton, tercatat bahwa dengan meningkatkan penambahon jumlah inhibitor natrium nitrif akan semakin menurunkan kekuatan beton hingga mencapai 256 Kg/cm2 untuk penarnbahan inhibitor natrium nitrit 45 L/m3 , dari kekuatan awal 400 Kg/cm2 pada belon tanpa penambahan inhibitor nairium nitrit.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Donny Ari
"Pada bangunan teknik sipil sering terjadi kerusakan, terutama pada bagian strukturnya. Oleh karena itu diperlukan perbaikan pada struktur yang rusak tersebut juga mengingat mahalnya biaya suatu bangunan. Bangunan-bangunan yang mengalami kerusakan banyak ditemui pada daerah yang lingkungannya bersifat korosif seperti pada daerah pantai hal ini disebabkan karena air laut atau uap air pada daerah tersebut mengandung ion klorida yang sangat bersifat korosif. Banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaiki struktur tersebut dengan cara membongkar bagian bangunan yang rusak lalu memberikan perkuatan dengan sambungan pada tulangannya dan pengecoran kembali dengan mutu beton yang lebih tinggi. Sambungan yang biasa diterapkan pada tulangan adalah sambungan las atau Wga sambungan mekanik. Akibat perbaikan pada tulangan maka akan timbul perilaku yang berbeda terhadap struktur dibandingkan dengan struktur awal. Oleh karena itu diperlukan analisis pengaruh sambungan tersebut terhadap struktur. Berdasarkan hasil eksperimen dan data-data yang diperoleh dilakukan analisis dengan memperhatikan lendutan yang terjadi pada struktur terhadap penambahan beban yang berangsur-angsur. Dalam analisis ini digunakan asas Bemuoilli yaitu dengan cara memperhatikan pengaruh momen terhadap kelengkungan pada sebuah elemen kecil dari balok. Kemudian berdasarkan sifat dari elemen kecil tersebut dapat dicari lendutan di tengah bentang balok dengan cara mengintegralkan setiap elemen pada balok yang telah dibagi menjadi elemen-elemen kecil. Hasil analisis membuktikan bahwa balok perbaikan masih dapat menerima beban kerja mendekati beban kerja struktur awalnya, menurut peraturan SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.15. Perilaku lendutan yang terjadi apabila dilihat dari kurva beban-lendutan adalah untuk balok perbaikan kurvanya lebih landai dibandingkan balok standar. Ini berarti untuk besar beban yang sama balok perbaikan berdeformasi lebih besar daripada balok standar. Pengaruh kelandaian kurva beban-lendutan balok perbaikan dikarenakan pada sambungan tulangan terjadi slip yang mengakibatkan balok perbaikan lebih tidak kaku dibandingkan balok standar. Fenomena terjadinya pengecilan luasan tulangan di sambungan juga mempengaruhi kekakuan struktur."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S34958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>