Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sofya Umi Labiba
"[ABSTRAK
Malaria merupakan penyakit tular vektor yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Pengendalian malaria yang dilakukan lebih berfokus pada diagnosis dan pengobatan ACT serta upaya pencegahan gigitan nyamuk lainnya sehingga diperlukan upaya berbasis lingkungan salah satunya dengan konservasi hutan mangrove mengingat tantangan resistensi parasit dan vektor malaria dan perubahan iklim yang terjadi saat ini. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara konservasi hutan mangrove, dengan kejadian malaria. Disain penelitian yang digunakan adalah ekologi korelasi yang berbasis populasi. Didapatkan 18 kabupaten/kota dari total 28 sampel yang berada di pantai utara Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah Riskesdas tahun 2013 dan RTK-RHL DAS Mangrove dan Sempadan Pantai tahun 2010. Hasil menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengelolaan hutan mangrove dengan kejadian malaria (r =-0,675) dengan (p = 0,002). Konservasi hutan mangrove dapat menjadi upaya pengendalian malaria berbasis lingkungan karena memiliki hubungan kuat yang negatif dengan kejadian malaria sehingga semakin besar pengelolaan hutan mangrove maka semakin kecil kejadian malaria pada suatu wilayah. Konservasi hutan mangrove didukung dengan adanya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan mangrove.

ABSTRACT
, Malaria is a vector-borne disease that still remains as a health problem in Indonesia. Malaria control focus more on the diagnosis and treatment of ACT and other mosquito bite prevention efforts so the environmental-based efforts are necessary, one of them is mangrove forests conservation in view of the resistance challenges of parasite and vector of malaria and climate change that is happening now. This study aim to examine the relationship between the conservation of mangrove forests with the prevalence of malaria. The design study is a population-based ecological correlations. 18 districts / cities were obtained of a total of 28 samples that were on the north coast of Java Island. The data used are Riskesdas in 2013 and RTK-RHL DAS Mangrove dan Sempadan Pantai Ministry of Forestry in 2010. The results showed significant relationship between the management of mangrove forests and malaria incidence (r = -0,675) with (p = 0,002). Mangrove forests conservation can be an environmental-based malaria control effort because it has a strong negative correlation with the incidence of malaria, so the larger the mangrove forests management the smaller the prevalence of malaria in the region. Mangrove forests conservation is supported by the community empowerment around the forests]
"
2015
S60349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ufairah Hartanti
"Hutan mangrove Blanakan memiliki daya tarik wisata seperti memiliki jenis mangrove dan fauna yang beranekaragam, tempat pelelangan ikan terpadu, penangkaran buaya, upacara Nadran dan Sisingaan. Berdasarkan data kunjungan wisatawan, jumlah wisatawan dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, daya dukung fisik kawasan wisata seperti membatasi jumlah maksimal pengunjung yang datang perlu diperhitungkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi kawasan ekowisata berdasarkan aspek biofisik, sosial, dan ekonomi; daya dukung fisik kawasan wisata; dan membuat strategi pengembangan ekowisata. Metode penelitian yang digunakan adalah mix method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi biofisik ini ditinjau dari jenis-jenis mangrove yang didominasi oleh Avicennia marina, indeks keanekaragaman fauna mangrove masuk dalam kategori sedang, indeks vegetasi kerapatan mangrove lebat, kondisi amenitas yang masih harus diperbaiki, serta aksesibilitas yang kurang memadai dan perlu diperbaiki. Keberadaan kawasan ekowisata mangrove Blanakan menciptakan lapangan kerja baru untuk masyarakat Blanakan. Masyarakat banyak yang menggantungkan hidupnya di kawasan ekowisata ini dengan berperan sebagai penyedia jasa wisata, keamanan, kebersihan, penyelenggara budaya, dan penanaman mangrove. Indeks kepuasan pengunjung dalam kategori kurang puas. Berdasarkan analisis daya dukung fisik kawasan wisata, jumlah pengunjung yang datang belum melampaui batas daya dukung fisik kawasan wisata. Strategi pengembangan ekowisata adalah membuat program-program wisata, melibatkan masyarakat setempat di lokasi wisata, membuat dan memperbaiki sarana dan prasarana, memperbaiki aksesibilitas, mengadakan pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat di bidang ekowisata, membuat tata tertib wisata.

Blanakan mangrove forest has good tourist attractions such as having various types of mangroves and fauna, integrated fish auction sites, crocodile breeding, Nadran and Sisingaan ceremonies. Based on tourist visits data, the number of tourists from year to year has increased. This is feared to cause environmental damage. Therefore, to avoid further damage, efforts on limiting the physical carrying of tourist areas. This study aims to analyze the condition of the ecotourism area based on biophysical, social and economic aspects; physical carrying capacity of tourist areas and make a strategy for developing ecotourism. The method of the research is quantitative and qualitative methods. The result showed that the types of mangrove dominated by Avicennia marina, the index of mangrove fauna diversity was in the moderate category, vegetation induction of dense mangrove density, the facilities and infrastructures still had to be repaired, and inadequate accessibility and needed repairs. The existence of the Blanakan mangrove ecotourism area creates new jobs for the Blanakan community. Many people depend their lives on this ecotourism area by acting as a provider of tourism services, security, cleanliness, cultural organizers, and planting of mangroves. The visitor satisfaction index in the category was less satisfied. Based on the analysis of the physical carrying capacity of the tourist area, the number of visitors who come has not exceeded the physical carrying capacity of the tourist area. The strategy are make tourism programs, involve the local community in tourist sites, create and improve facilities and infrastructure, improve accessibility, provide guidance and training to the community in the field of ecotourism, make tourism rules."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T53221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Azizah
"Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria terjadi di Desa Cakul pada tahun 2008 (Dinkes Trenggalek Jatim, 2009). Tujuan penelitian menganalisis ecosocial rumah tangga, ecosocial desa, melakukan pemetaan dan membuat model system dynamics pada ekosistem pantai, dataran rendah dan perbukitan. Desain penelitian survei dengan menggabungkan beberapa metode (combined methode). Ecososial rumah tangga di perbukitan mendukung terjadinya malaria diantaranya kurang aktifnya orang tua dalam mencari informasi nilai p=0,000, OR=37,04 dengan pantai, dan OR 58,58 dengan dataran rendah, status sosial ekonomi yang rendah nilai p=0,002, OR=8,33 dengan pantai, OR 12,5 dengan dataran rendah, genangan air di sekitar rumah p=0,000, OR=5,35 dengan pantai, dan OR 12,27 dengan dataran rendah, aktifitas keluar malam, dan perilaku tidur di tempat kerja (di daerah endemis malaria). Ecosocial desa, kepala desa tidak menyediakan informasi pengendalian malaria, tidak mengeluarkan aturan mobilisasi masyarakat ke daerah endemis malaria, dan penebangan hutan banyak terjadi di perbukitan. Kejadian malaria terkonsentrasi di perbukitan dengan nilai (NNI=0,477284). Model system dynamics dengan model ecosocial of combined method for controlling malaria, yang paling sensitif menurunkan kejadian malaria adalah skenario intervensi sosialisasi pengendalian malaria, dengan rentang waktu tahun 2012 sampai dengan tahun 2021.

Malaria outbreak was a disaster in a Cakul village in 2008 (Trenggalek Health Office, East Java, 2009). This research is aim to analyze ecosocial household, village ecosocial, mapping and modeling system dynamics in coastal ecosystems, plains and hills. Survey research design by combining multiple methods (combined method). Ecososial households favor the occurrence of malaria among older people in the hills are less active in seeking information on the value of p = 0.000, OR = 37.04 with a beach, and OR 58.58 with lowlands, low socio economic status value of p = 0.002, OR = 8.33 to the beach, OR 12.5 with lowland, standing water around the home p = 0.000, OR = 5.35 with a beach, and OR 12.27 with lowlands, activity out at night, and sleep behavior in the workplace (in malaria-endemic areas). Ecosocial village, the village chief does not provide information of malaria control, community mobilization has not been issued yet the rules for malaria-endemic areas, a lot of logging going on in Trenggalek hills. The incidence of malaria is concentrated in the hills with a value of (NNI = 0.477284). To achieve sustainable control over malaria, a combined method to models of system dynamics and ecosicial are needed, the most effective to lower the incidence of malaria is the malaria control intervention scenarios socialization, with a span of years 2012 to 2021."
2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Ananda Krisna Dewi
"Mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang berperan penting dalam perlindungan ekosistem pesisir serta memiliki banyak manfaat dalam segi sosial dan ekonominya. Meskipun begitu, mangrove semakin lama semakin mengalami kerusakan di seluruh dunia salah satunya di Indonesia yang merupakan pemilik hutan mangrove terluas di dunia. Sebagian besar hutan mangrove dirusak untuk pembuatan tambak, pembukaan lahan untuk industri, ataupun abrasi. Oleh karena itu, pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2020 membentuk sebuah lembaga non-struktural bernama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove yang memiliki fungsi dalam program-programnya untuk mencegah kerusakan mangrove berkelanjutan di Indonesia. Program yang dianalisis adalah Desa Mandiri Peduli Mangrove yang didalamnya terdapat sosialisasi, edukasi, pengembangan usaha, serta penguatan hukum desa. Program ini kemudian dianalisis melalui perspektif kriminologi hijau dan environmental crime prevention. Hasilnya, kerusakan mangrove yang terjadi sebagian besar merupakan efek dari monopoli pemerintah untuk perekonomian. Namun juga, BRGM berusaha untuk memulihkan kerusakan itu dan telah cukup baik menerapkan prinsip environmental crime prevention.

Mangroves are one of the plants that play an important role in protecting coastal ecosystems and have many benefits in terms of social and economic aspects. However, mangroves are increasingly being damaged throughout the world, one of which is Indonesia, which has the largest mangrove forest in the world. Most of the mangrove forests have been destroyed to make ponds, clear land for industry, or abrasion. Therefore, the government through Presidential Regulation Number 120 of 2020 formed a non-structural institution called the Peat and Mangrove Restoration Institution (BRGM) which has the function in its programs to prevent sustainable mangrove damage in Indonesia. The program analyzed is the Independent Mangrove Care Village, which includes socialization, education, business development, and strengthening village laws. This program is then analyzed from the perspective of green criminology and environmental crime prevention. As a result, the mangrove damage that occurs is largely the effect of the government's monopoly on the economy. However, BRGM is also trying to repair the damage and has implemented the principles of environmental crime prevention quite well.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Mutha Selina
"Penelitian tentang struktur komunitas makrozoobentos dalam ekosistem mangrove telah dilakukan di Cilamaya Wetan, Karawang, Jawa Barat pada Mei 2019. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan struktur komunitas makrozoobentos seperti komposisi, kepadatan, keanekaragaman, kerataan, kerataan, dominansi, dan frekuensi kehadiran. . Tujuan lain adalah untuk menentukan hubungan antara kepadatan bakau dengan kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos di daerah tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dan menggunakan metode transek kuadrat di tiga stasiun, yaitu Desa Muara Baru, Desa Tangkolak Barat, dan Desa Tangkolak Timur. Studi ini menemukan 16 jenis makrozoobentos dan 7 jenis bakau dengan kepadatan yang sangat padat (0,23-0,32 ind / m2). Kepadatan makrozoobentos tertinggi di Desa Tangkolak Barat (8 ind / m2) dan terendah di Desa Muara Baru (2 ind / m2). Keragaman makrozoobentos tergolong tinggi di Desa Tangkolak Barat dengan indeks 1,58 dan Desa Tangkolak Timur dengan indeks 2,05, sedangkan keragaman tergolong rendah di Desa Muara Baru dengan indeks 0,28. Distribusi makrozoobentos diklasifikasikan hampir terdistribusi secara merata di Desa Tangkolak Barat dan Desa Tangkolak Timur dengan indeks kegagangan masing-masing 0,88 dan 0,85, sementara itu didistribusikan secara merata di Desa Muara Baru dengan indeks kegagahan 0,59. Data menunjukkan tidak ada spesies yang mendominasi di Desa Tangkolak Barat dan Desa Tangkolak Timur, kecuali di Desa Muara Baru. Episesarma palawanense adalah macrozoobenthos yang memiliki frekuensi kehadiran tertinggi di Desa Muara Baru dengan frekuensi 27,7%. Parameter lingkungan termasuk suhu, pH, dan salinitas dianggap sebagai kategori normal untuk makrozoobentos dan kehidupan bakau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan bakau berhubungan dengan kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos.

Research on the structure of macrozoobenthos communities in mangrove ecosystems has been conducted in Cilamaya Wetan, Karawang, West Java in May 2019. This study aims to determine the structure of macrozoobenthos community such as composition, density, diversity, flatness, flatness, dominance, and frequency of attendance. . Another goal is to determine the relationship between mangrove density and the density and diversity of macrozoobenthos in the area. Sampling was carried out by purposive sampling and using the quadratic transect method at three stations, namely Muara Baru Village, West Tangkolak Village, and East Tangkolak Village. This study found 16 types of macrozoobenthos and 7 types of mangrove with very dense density (0.23-0.32 ind / m2). The highest density of macrozoobenthos is in West Tangkolak Village (8 ind / m2) and the lowest in Muara Baru Village (2 ind / m2). The diversity of macrozoobenthos is relatively high in the village of West Tangkolak with an index of 1.58 and the village of East Tangkolak with an index of 2.05, while the diversity is relatively low in the village of Muara Baru with an index of 0.28. The distribution of macrozoobenthos is classified almost evenly in the Village of West Tangkolak and the Village of East Tangkolak with a trade index of 0.88 and 0.85 respectively, while it is distributed equally in the Muara Baru Village with a pride index of 0.59. Data shows that there are no species that dominate in the villages of West Tangkolak and East Tangkolak, except in Muara Baru Village. Palawanense Episesarma is macrozoobenthos which has the highest attendance frequency in Muara Baru Village with a frequency of 27.7%. Environmental parameters including temperature, pH, and salinity are considered normal categories for macrozoobenthos and mangrove life. The results showed that mangrove density was related to macrozoobenthos density and diversity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossi Alya Ramadhani
"Malaria merupakan penyakit menular yang memiliki angka kasus dan kematian yang tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang membawa parasit dari genus Plasmodium. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian malaria adalah program vaksinasi dengan vaksin pra-eritrositik. Selain itu, terdapat intervensi yang dapat memutus rantai penularan dari manusia ke nyamuk, yaitu penggunaan obat transmission-blocking. Pada skripsi ini digunakan model matematika untuk membahas bagaimana pengendalian penyakit malaria dengan vaksin pra-eritrositik dan obat transmission-blocking. Model merupakan sistem persamaan diferensial nonlinier berdimensi sepuluh yang melibatkan dua populasi, yaitu populasi manusia dan populasi nyamuk. Populasi manusia terdiri dari delapan subpopulasi dan populasi nyamuk terdiri dari dua subpopulasi. Kajian analitik yang dilakukan adalah menganalisis eksistensi dan sifat kestabilan titik-titik keseimbangan dan menganalisis basic reproduction number (R0). Simulasi numerik terdiri dari penaksiran parameter, analisis sensitivitas dan elastisitas R0, dan simulasi autonomous untuk memahami dinamika populasi terhadap perubahan nilai parameter. Data penaksiran parameter menggunakan data kasus baru terdeteksi malaria di Provinsi Papua dan Papua Barat tahun 2020. Berdasarkan kajian analitik dan simulasi numerik, menunjukkan intervensi vaksin pra-eritrositik dan obat transmission-blocking terbukti mampu mereduksi penyebaran malaria di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan menerapkan kedua intervensi ini diharapkan dapat mengoptimalkan upaya pengendalian malaria di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Malaria is an infectious disease that has a high number of cases and deaths in the world, including in Indonesia. This infectious disease is transmitted through the bite of a female Anopheles mosquito that carries parasites of the genus Plasmodium. One of the efforts that can be done in controlling malaria is a vaccination program with pre-erythrocytic vaccines. In addition, there is an intervention that can break the chain of transmission from humans to mosquitoes, namely the use of transmission-blocking drugs. In this undergraduate thesis, a mathematical model is used to discuss how to control malaria with pre-erythrocytic vaccines and transmission-blocking drugs. The model is a ten-dimensional nonlinear differential equation system involving two populations, namely the human population and the mosquito population. The human population consists of eight subpopulations and the mosquito population consists of two subpopulations. The analytical study is analyzing the existence and stability of the equilibrium points and analyzing the basic reproduction number (R0). The numerical simulation consists of parameter estimation, sensitivity and elasticity analysis of R0, and autonomous simulation to understand the dynamics of the population to changes in parameter values. Parameter estimation data using data on new cases of malaria detected in Papua and West Papua in 2020. Based on analytical studies and numerical simulations, pre-erythrocytic vaccines and transmission-blocking drugs are proven to be able to reduce the spread of malaria in Papua and West Papua. By implementing these two interventions, it is expected to optimize malaria control efforts in the Papua and West Papua provinces. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Saputra
"Di Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) , malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sudah berlangsung lama dan sampai saat ini belum bisa diatasi. Salah satu kabupaten di NAD yaitu Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah endemis malaria. Selama 5 (lima) tahun terakhir (2003-2007) AMI (Annual Malaria Jndeks) di Kabupaten Aceh Utara mengalami peningkatan dibandingbn tahun-iahun sebelumnya. Pada tahun 2007 angka AMI sebesar 3,67 per 1000 penduduk. dengan jumlah penderita klinis yang diobati pada puskesmas mencapai 1.555 orang. Aogka tersebut tidak termasuk: kasus-bsus malaria pada rumah saldt pemerintah maupun swasta.. Tinggi AMI di Kabupaten Aceh utara tersebut tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor kesehatan saja, tetapi juga berdampak: terbadap sektor ekonomi masyarakat. Tingginya kasus malaria tersebut menyebabkan banyaknya waktu yang hilang karena sesorang tersebut sakit sehingga dia tidak produktif dan harus kehilangan penghasilannya. Selain itu penderita malaria juga meugelwukan biaya untuk pengobatan. tnmsportasi, konswnsi dan sebagainya. Kerugian tersebut tidak banya dirasakanoJeh penderita tetapi juga o1eh pemerintah karena adanya pengeluaran dalam angka penanggulangan penyalit malaria. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kerugian ekonomi akib&t malaria di Kabupaten Aceh tfurra Tahun 2007. Tujuan kuhusus adalab untuk mengetahui karakteristik penderita malaria tahun 2007, berapa besar biaya Jangsomg dan fidak 1angsung yang dilrelwukan oleh peoderita baik sebelum., selama dan sesudah pengobatan perawatan di puskesmas, faktor-faktor apa Saja yang mempengaruhi total biaya yang dilkeluarkan penderita malaria, juga untuk mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah baik preventif maupun kuratif dalam jangka penanganan penyakiAceh Utara mengenai biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah selama Tahun 2007 dalam rangka penanganan penyakit malaria. Hasil Penelitian menuqjukkan bahwa penderita malaria di Kabupaten Aceh Utara tahun 2007 sebagian besar laki-laki mencapai 92.3% dari total seluruh sampel penelitian. Dari segi umur responden, didapatkan bahwa sebagian besar penderita berumur 26 tahun - 35 tahun yang sebagian besar bek.erja di daemh pen.ggummgan sebagai petani atau buruh lac!ang. Biaya tidak langsung yang dikeluarlam oleh responden beJjumlah rata-rata sebesar Rp. 948.009,- atau 82,5% dari total biaya keselurulum. Sementara biaya l.mgsuog sdalah Rp. 195.000,- atau 17,5 % dari total biaya keseluruhan. Rata-rata total biaya yang dikeluarlam oleh setiap responden pada Tahun 2007 karena sakit malaria adalah Rp. Rp. 1.565.922,?Jumlah penderita klinis Tahun 2007 menurut laponm dinas kesehatan adalah 1.555 orang sehingga total pengeluaran penderita malaria Tahun 2007 adalah sebesar Rp.2.435.008.710,­ Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007 untuk penanganan penyakit malaria berdasarkan laporan dinas kesehatan adalah sebesar 566.555.000,­ atau naik 25 kali lipat dari tahun 2006 yang hanya sebesar Rp. 22.800.000,- Total kerugian ekonomi alaOat malaria (Economic Loss) di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2007 adalah sebanyak Rp. 3.001.563.710,-.Total kerugian ini hanya mencakup nilai perhitungan dari pasien yang datang ke puskesmas dan pengeluaran pemerintah selama Tabw 2007. Hasil analisis bivariat menemukan, hanya satu variabel yang tidak menunjukan hubungan dengan total biaya, yaitu lama hari tidak produk1if penderita, sedangkan variabel lain seperti jenis plasmodium, jenis kelamin, pendidikan, pengbasilan. hari rawat dan jenis pekerjaan menuqjukkan adanya hubungan dengan total bi.aya yang dikeluarlam penderita selama sakit malaria Tahun 2007. Saran yang disampaikan adalah perlu dilakukan penelitian yang lengkap tentang bahaya yang di timbulkan oleh penyakit malaria, baik dari sisi pasein maupun dari pemerintah serta dampak ekonomi secara luas terbadap perekonomian masyarakat.Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara perlu mengupayakan kerjasama dengan dinas perkebunan yang mempunyai akses langsung dengan perusahaan tempat buruh bekeJja untok pemberantasan malaria. Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara perlu meningkatkan upaya.upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya buratif yang tepat dan efesien, terutama yang menyangkut tentang upaya pencegahan dari masyarakat sendiri sebingga dapat menurunkan kasus malaria. Dan bagi pemerintah Kabupataten Aceh Utara diharapkan dapat memberikan perhatian yang khusus terhadap berbagai faktor risiko yang bekaitan dengan penyebaran penyakit malaria. Dengan demikian diharapkan adanya intervensi yang berkelanjutan untuk dapat menurunkan kasus malaria sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Malaria is still one of public health problems for a long time and it can not be overcame yet until now in Province of Nanggroe Ac:eh Darussalam. One of districts in Nanggroe Aceh Darussalam is North Aceh which is a place with malaria endemic. Annual Malaria Index (AMI) improved for five years (2003-2007) in North Aceh district. AMI level is 3,67 of 1000 population with amount of clinic patients which are medicated at Primary Health Care are 1.555 peoples. These numbers do not include malaria cases at private and government hospital. High number of AMI in North Ac:eh district does not only give impact for health sector, but it also gives impact for economic sector.This high malaria case caused of many missing times because someone is ill so they are not productive and they have to lose their income. Besides, malaria patient must spend more expenses for medication, transportation, consumption and others. Loss is not only felt by patient but also by government because there are expenses for overcoming malaria disease. This study aim generally to get describing of economic loss which is caused of malaria at North Ac:eh district in 2007. Specific aim is to know how big expenses directly and indirectly which are spent by patient before, during and after medication at Primary Health Care. It is also to know how big expenses which are spent by government for promotion, prevention, and curative for handling malaria disease in 2007. This study don't cover the expenses which are spent by malaria patient who are looking for medication beside to Primary Health Care at North Aceh district in 2007. This study used a descriptive exploitative method with a cross sectional design which has been done from March until June in 2008 by 91 samples. Primary data was got from patient or family who got health service both of outpatient and inpatient with malaria in 2007. While secondary data was got from Health Department at North Ac:eh district concerning the expenses which have been spent by government during 2007 for handling of malaria disease Study result indicated that malaria patient at North Aceh district in 2007, most of them were men. They were 92,3% from total sample of this study. From respondent age got that most patient age 26 - 35 years old who most of them worked as farmer and farm worker at mount area. The expenses which were spent indirectly by respondents were Rp. 948.009 or 82,5% of total costs entirely.While direct costs were Rp. 195.000 or 175% of total costs entirely. Average of total costs which were spent by every respondent with malaria in 2007 were Rp. 1.565.922.Amount of clinic patient in 2007 based on report of Health Department were l.SSS patient so total expenses of malaria patient in 2007 were Rp. 2.435.008.710. The expenses of North Aceh district government in 2007 for handling of malaria disease based on report of Health Department were 566.555.000 or increased 25 times from 2006 which they were only Rp. 22.800.000. Total economic loss which was caused of malaria in North Aceh district in 2007 were Rp. 3.001.563.710. This total loss was only including of calculation value from patient who came to Primary Health Care and government expenses during 2007. From Bivariate analysis result indicated that it was only one variable which didn't indicate a relationship?with total cost including total day of unproductive patient, while other variables like typos of plasmodium, gender, education, income, care day and job indicated the eXistence of relationship with total costs which were spent by patient during malaria sick in 2007. It was suggested to do a compreliensive study concerning the expenses which were spent by malaria disease both of patient and government side and also economic impact for public economic. Health Department ofNorth Aceh District must strive cooperation by Plant Department which has direct access with company where labors work for overcoming malaria. Primary Health Care of North Aceh District must improve the efforts of promotion and prevention without disregarding correct and efficient curative effort, especially concerning prevention effort of public its self so it can reduce malaria case. It was also suggested to government of North Aceh District to give a special attention of various risk factors related to spreading of malaria disease. It was expected a comprehensive intervention to be able to reduce malaria case so it can increase public income and prosperity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T29159
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Bangun
"Wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya karena memunyai garis pantai sepanjang 81.000 kilometer. Wilayah pesisir memiliki peranan yang dominan dalam pembangunan wilayah pesisir. Mengingat, masyarakat pesisir merupakan komunitas yang pola kehidupannya sebagian besar sangat tergantung pada wilayah pesisir maka pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir sangat membutuhkan partisipasi masyarakat pesisir tersebut.
Kebijaksanaan pembangunan nasional wilayah pesisir saat ini diarahkan pada pemanfaatan sumberdaya alam secara adil untuk kesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan, pemanfaatan, pelestarian, dan kesinambungan lingkungan hidup, untuk itu setiap pengembangan sumberdaya alam mempertimbangkan keseimbangan aspek sosial, ekonomi maupun ekologi.
Sumberdaya alam seperti hutan mangrove khususnya yang berada di wilayah pesisir, juga memainkan peranan penting ditinjau dari sudut sosial, ekonomi, dan ekologis. Fungsi utama sebagai penyeimbang ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk lainnya. Penurunan luas hutan mangrove di sepanjang pantai utara Jawa, pesisir Sumatera dan Kalimantan yang terbesar diakibatkan oleh konversi kawasan hutan mangrove untuk usaha tambak, permukiman dan kawasan industri secara tidak terkendali.
Mengingat pentingnya keberadaan hutan mangrove untuk kesejahteraan khususnya masyarakat pesisir, maka untuk pelestarian hutan mangrove salah satu upaya yang telah dilaksanakan adalah rehabilitasi hutan mangrove. Agar hal tersebut dapat berjalan diperlukan strategi pengembangan partisipasi masyarakat untuk melakukan rehabilitasi hutan mangrove, sehingga masyarakat merasa memiliki keuntungan dengan keberadaan hutan mangrove tersebut, dengan demikian mereka tetap menjaga dan menikmati hasil dari kelestarian tersebut untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi kondisi hutan mangrove yang ada saat ini
2. Mengetahui nilai biaya manfaat mangrove dan tingkat partisipasi masyarakat, kegiatan-kegiatan masyarakat pesisir yang dominan.
3. Menyusun arahan strategi pengembangan partisipasi masyarakat pesisir dalam rehabilitasi hutan mangrove.
Penelitian ini bersifat eksploratif atau kajian evaluatif, data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis kebijakan, analisis kondisi hutan mangrove yang telah dilakukan rehabilitasi, analisis BIC Ratio dan, analisis partisipasi masyarakat.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan:
1. Luas hutan mangrove di Kabupaten Indramayu selama lima tahun mengalami penyusutan sebesar 36,05% (7,21% per tahun), sedangkan di empat desa contoh dari 1.715,15 hektar hutan mangrove telah dikonversi menjadi areal tambak seluas 1.149,10 hektar.
2. penyusutan dan kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pembukaan areal tambak, konversi sawah menjadi tambak, masyarakat beranggapan dengan tambak yang leas produksi meningkat.
3. Tingkat pendapatan per hektar per tahun dan BIC Ratio dengan pola silvofishery cenderung lebih tinggi daripada pola nonsilvotishery.
4. Tingkat partisipasi masyarakat pada hakekatnya dapat dilakukan dengan pendekatan internal dan eksternal untuk menyusun strategi pengembangan dan kapasitas partisipasi masyarakat.

The coastal areas of Indonesia have substantial potentialities of natural resources since the line is 81,000 km long coastal. Coastal areas have a dominant role in the development its areas. Bearing in mind that the life pattern of most coastal communities depend on coastal area development, therefore this development badly needs the participation on coastal communities concerned.
The National Development on coastal areas is presently directed by a Policy of wise utilization of natural resources for the welfare of people, keeping in mind the aspects of live environmental protection, utilization, conservation and sustain ability, and also that, every natural resources development should be determined on the balance of social, economic and ecological aspects.
Natural resources such as mangrove forests especially in coastal areas also play an important role on the economic, social and ecological points of view. The main function of ecosystem is to keep the balance and supply of various for the needs of human being and other.
This study discovered that species the most destroyed mangrove forests are along the northern coast of Java, Sumatra and Kalimantan's coast lines because of uncontrolled conversion of the mangrove forest in the brackish water for the sale of business, housing and settlements and industrial area development. Since the existence of mangrove forests is very important for welfare of coastal people, one should conserve the mangrove forests.
Programs that encourage people's participation to undertake the rehabilitation of mangrove forests have been carried out, to enable the benefit of the existence of those mangrove forests, preserve them and enjoy their preservation to achieve sustainable development.
This study is aims at:
1. Identifying the present condition of mangrove forests
2. Identifying the activities of dominant coastal communities, which support the participation.
3. Identify the feasibility of BIC Ratio.
4. Formulating direction of development strategy on coastal communities in rehabilitating mangrove forest.
This study is an explorative and evaluative study, which data have been compiled for evaluation by using the methods of policy analysis, analysis of mangrove forests conditions, which have been rehabilitated, BIC Ratio analysis and also an analysis on people's participation.
The result of the study showed, that:
1. The extension of mangrove forest areas in Indramayu have declined 36.05 % (7.21% per annum), while in four pilot villages, 1,715.15 hectares of mangrove forests have been conversed into brackish water/aqua culture areas of 1,149.10 hectares.
2. The decrease and distortion of mangrove forest areas were caused by several factors such as the opening of brackish water (coastal fish ponds), conversion of padi fields into fish ponds, since the people considered that by having large brackish water or coastal fish ponds, production and harvest of fish will increase.
Also, the annual production rate for each products acre and BIC Ratio under silvofishery is bigger than non-silvofishery.
The level of people's participation could principally be done by using internal and external approaches for the development strategy and increase of capacity of community's participation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15271
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Abrasi merupakan peristiwa alam yang patut menjadi perhatian,terutama para nelayan dan penduduk di sepanjang pantai khususnya di pantai Sukaoneng, Pulau Bawean
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>