Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182299 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Annisa Rahardhiany
"Ulkus diabetikum merupakan komplikasi Diabetes Mellitus yang membutuhkan perawatan baik dan sesuai agar luka tidak semakin memburuk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara instrument skala Wagner dan instrument BWAT pada pasien dengan ulkus diabetikum. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang dengan bentuk penelitian deskriptif korelasi menggunakan sampel sebanyak 120responden yang terdiri dari grade 1 sampai dengan grade 5. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Wagner dan Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) untuk mengukur tingkat keparahan luka pada pasien ulkus diabetikum. Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan yang sangat kuat antara instrumen skala Wagner dan BWAT dalam penilaian luka ulkus diabetikum dengan (r = 0,951; p = 0,0005). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti merekomendasikan instrumen Bates- Jensen Wound Assessment Tool menjadi instrumen yang lebih tepat untuk digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi skala penyembuhan luka ulkus diabetikum karena memiliki karakteristik penilaian yang lebih rinci.

Diabetic ulcer is a serious complication of Diabetes Mellitus that requires a good and appropriate treatment to prevent the worsening condition of the wound. The study aimed to identify the correlation between Wagner Scale and BWAT in measuring the wound grade. Design of this study was cross-sectional descriptive, involving 120 observers with diabetic ulcer varying from grade 1 to grade 5. The instruments used in this study were the scale of Wagner and Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) whichwere used to measure the severity of injuries in the diabetic ulcer patients. The result showed a very strong correlation between Wagner and BWAT scale instrument to assess (r = 0.951; p = 0.0005). The study strongly suggested to use of Bates-Jensen Wound Assessment Tool to evaluate the scale of wound healing for diabetic ulcers since it has more detail assessment characteristics than Wagner scale.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S59584
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Widyaputri
"Diabetes mellitus adalah penyakit kronik yang banyak terjadi di perkotaan. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita DM jika tidak teratur mengontrol kadar gula darahnya adalah ulserasi diabetikum. Pasien ulserasi diabetikum mengalami kerusakan integritas kulit dan diperlukan penatalaksanaan luka dengan segera untuk mencegah amputasi. Perawatan luka yang dapat dilakukan adalah operasi debridement kemudian luka dibalut dengan balutan yang lembab. Hasil dari analisis ini adalah diperlukan pula manajemen diabetes yang ketat untuk membantu mengatasi luka ulserasi diabetikum. Rekomendasi penulisan ini adalah perlu adanya pendidikan kesehatan kepada setiap pasien ulserasi diabetikum tentang manajemen diabetes.

Diabetes mellitus is a chronic disease that commonly happens in urban community. Complication that could happen if blood glucose is uncontrolled is ulcers diabetic foot. Patients with ulcers diabetic foot experience impaired skin integrity and need wound care as soon as possible to prevent amputation. The wound care which we can do is debridement operation, and then wraps the wound with a moist bandage. The result of this analysis is also needed a strict diabetes management to help overcome the ulcers diabetic foot. Recommendation of this writing is that health education is necessary to every patient of ulcers diabetic foot about diabetes management.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastri
"Wilayah perkotaan merupakan pusat segala aktivitas sosial, pemerintahan, maupun ekonomi yang dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup seseorang. DM tipe 2 merupakan salah satu penyakit tidak menular yang banyak ditemukan di wilayah perkotaan. Seorang individu dengan DM memiliki risiko yang tinggi mengalami ulkus kaki diabetikum. Tanpa perawatan yang baik, ulkus kaki diabetikum dapat menyebabkan infeksi meluas dan dilakukan amputasi. Penggunaan madu dalam perawatan luka ulkus kaki diabetikum sudah banyak terbukti sangat baik karena madu memiliki berbagai sifat antara antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, dan kadar osmotik tinggi sehingga baik untuk penyembuhan luka serta madu dapat meminimalisir bau yang muncul dari luka a. Evaluasi hasil intervensi pada luka klien tidak tercium aroma tidak sedang, jumlah slough berkurang, dan tanda-tanda inflamasi tidak menghilang.

The urban area is the center of all governance, economic, and social activities, that may affect change a person's lifestyle. Type 2 diabetes is one of the non-communicable diseases that are found in urban areas. An individual with diabetes have an increased risk of diabetic foot ulcers. Without good care, diabetic foot ulcers can lead to widespread infection and amputation. The use of honey in wound care diabetic foot ulcer has been proven to be very good because honey has various components such as antimicrobial, antioxidant, anti-inflammatory, and high levels of osmotic, so honey be good for wound healing. Besides that, honey can minimize arising malodors from a wound. Evaluation of the results of the intervention on the client does not smell malodor of the wound, reduced the amount of slough, and no inflammatory signs disappeared.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Warini
"Komplikasi diabetes melitus terjadi pada makrovaskuler yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atheroslerosis, akibatnya menyebabkan ulkus diabetikum. Penelitin ini bertujuan untuk membandingkan instrumen bates jensen antara langsung dan tidak langsung. Desain penelitian yang digunakan deskriptif kuantitatif dan penelitian Crosssectional. Intrumen penelitian yang digunakan skala Bates Jensen berbentuk skala deskriptif. Penelitian ini dilakukan di RS Husada, RSPI Sulianti Saroso dan Wocare Clinic Bogor berjumlah 52 responden, hasil penilaian BWAT direct ratarata 31,59 dengan standar devisiasi 9,212 (95% CI 29,03-34,16), hasil penilaian indirect observer I rata-rata 31,76 dengan standar devisiasi 8,7 (095% CI 29,3-34,1), sedangkan hasil penilaian indirect observer II rata-rata 29,4 dengan standar devisiasi 9,1 (95% CI 26,9-32,01). Dengan uji anova disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penilaian direct indirect. Penelitian ini merekomendasikan penilaian indirect sebagai alat untuk berkonsultasi pengobatan ulkus diabetikum.

Complications of diabetes mellitus that occurs in macrovascular complications of the larger arteries, causing atheroslerosis, consequently causing diabetic ulcers. This research is aimed to compare the instruments bates jensen between direct and indirect. The study design used quantitative descriptive and cross-sectional studies. Scale research instruments used Jensen Bates shaped descriptive scale. This study was conducted at Hospital Husada, Sulianti Saroso and Wocare Clinic Bogor totaled 52 respondents, direct assessment results bwat 31.59 average with standard deviation 9.212 (95% CI 29.03 to 34.16), the results of the first observer indirect assessment an average of 31.76 with a standard deviation of 8.7 (095% CI 29.3 to 34.1), while the indirect assessment observer II average of 29.4 with a standard deviation 9.1 (95% CI 26.9 -32.01). With ANOVA test concluded there was no significant difference between direct and indirect assessment. The study recommends indirect assessment as a tool to consult the treatment of diabetic ulcer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianti Asbaningsih
"Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang memerlukan instrumen evaluasi luka yang sesuai untuk menentukan penanganan tepat agar tidak menimbulkan keadaan yang semakin parah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara instrumen penilaian luka skala Wagner dan Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) pada pasien ulkus diabetikum. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan potong lintang menggunakan sampel pasien ulkus diabetikum sebanyak 43 responden pengukuran. Instrumen yang digunakan adalah skala Wagner yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan luka pasien ulkus diabetikum dan BWAT yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan luka pasien ulkus dekubitus. Berdasarkan uji statistik didapatkan adanya korelasi yang kuat antara intrumen skala Wagner dengan BWAT dalam menilai luka ulkus diabetikum (r = 0,789; p = 0,0005). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa BWAT dapat digunakan untuk mengevaluasi luka ulkus diabetikum dan merekomendasikan penggunaan instrumen BWAT untuk mengevaluasi skala kesembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum.

Diabetic ulcers are one of the complications of diabetes mellitus which require wound evaluation instruments appropriate to determine the proper treatment in order to avoid the situation more severe. The study objective was to identify the relationship between the Wagner scale wound assessment instruments and Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) in patients with diabetic ulcers. The study design was descriptive cross sectional correlation using diabetic ulcers patient samples by 43 measurement respondents. The instrument used was the Wagner scale to measure the severity of the diabetic ulcers patient's wound and the BWAT used to measure the severity of the patient's decubitus ulcer wounds. Based on statistical tests found a strong correlation between the Wagner scale instrument and the BWAT in assessing diabetic ulcer wounds (r = 0.789, p = 0.0005). The results of the study explain that the BWAT can be used to evaluate diabetic ulcer wounds and recommend the use of the instrument to evaluate the scale BWAT wound healing in patients with diabetic ulcers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurly Hestika Wardhani
"Komplikasi ulkus diabetikum pedis (UDP) terjadi pada 15% pasien DM tipe 2. Seluruh kasus UDP dalam serial kasus ini diawali oleh trauma pedis sehingga menyebabkan luka yang tidak menyembuh disertai demam, kelemahan tubuh, mual, anoreksia, dengan atau tanpa disertai gejala klasik DM. Suatu uji klnis mendapatkan sebanyak 69% penderita DM dengan komplikasi UDP menderita malnutrisi. Tata laksana nutrisi pada serial kasus ini adalah pemberian nutrisi optimal, meliputi makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik sesuai kebutuhan untuk memperbaiki dan mencegah malnutrisi, komplikasi lainnya, dan kekambuhan serta mendukung penyembuhan ulkus.
Rentang usia pasien pada serial kasus ini adalah 52–70 tahun. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict. Kebutuhan energi total didapat dari perkalian kebutuhan energi basal dengan faktor stres. Pemberian nutrisi dilakukan bertahap sesuai toleransi sampai mencapai kebutuhan total.Makronutrien diberikan dengan komposisi sesuai dengan keadaan pasien.Pemberian protein sesuai dengan fungsi ginjal, pembatasan asam lemak jenuh dan kolesterol, karbohidrat terutama jenis kompleks, dan cukup serat.Garam diberikan sesuai tekanan darah.Diusulkan pemberian mikronutrien berupa vitamin dan mineral sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) serta nutrien spesifik asam lemak omega-3.Pemantauan dilakukan terhadap perkembangan klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, status ulkus, laboratorium, dan antropometri.
Seluruh pasien membutuhkan insulin dengan dosis yang terus meningkat untuk menjaga kadar glukosa darah dan mengalami penurunan berat badan, namun kebutuhan energi total dapat tercapai, luka membaik dan kapasitas fungsional meningkat. Tata laksana nutrisi yang diberikan harus bersifat individual disesuaikan dengan keadaan umum dan klinis pasien.Edukasi nutrisi selama dan pasca rawat penting diberikan dalam meningkatkan motivasi pasien menjalankan diet yang benar untuk menjaga status gizi. Status gizi dan kontrol glikemik yang baik penting dalam penyembuhan luka, mencegah kekambuhan dan timbulnya komplikasi diabetes melitus yang lain.

Diabetic foot ulcers are common and estimated to affect 15% of all diabetic individuals. All patients had pedal trauma as an initiation of their non-healing wounds which were then developed to form ulcers. The ulcers presented with febrile, lethargy, nausea, anorexia, with or without diabetes mellitus classical symptoms. A clinical trial found 69% patients of this disease were malnourished. The goal of medical nutrition therapy on type 2 diabetes mellitus with diabetic foot ulcer is to provide the patients with appropriate nutrition containing macronutrient, micronutrient, and specific nutrient according to the requirement, to reverese and prevent malnutrition, other complications and recurrence, and support the wound healing.
Patient’s age range in this case series was 52–70 years old. Basal energy requirements calculated using Harris-Benedict equation and multiplyit by stress factor for the total energy requirements. Diets were gradually given according patient’s tolerance until total energy requirements were achieved.Macronutrients composition were given according to patient’s condition, with protein adjusted to renal function, limiting saturated fat and cholesterol, complex carbohydrate, sufficient fiber and sodium given according to blood pressure. Micronutrient recommendation was vitamin and mineral sejumlah as much as Recommended Dietary Allowance (RDA) and omega-3 fatty acid. Monitoring was done at clinical status, nutrition intake and tolerance, functional capacity, wound/ulcer status, laboratory and anthropometric assessment.
All patients needed increasing dose of insulin in maintainingglucose control and experienced mild weight loss, total energy requirements were achieved by all patients. Patient’s functional capacities were increased, and had improvement wound status. Nutrition therapy for patients should be given individuallyaccording to general and clinical condition. Nutrition education and motivation during and after hospitalization are important part of this disease’s management to keep the patient’s compliance on nutrition intake as recommended to maintain good nutritional status and glycemic control, prevent other complications and re-ulceration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Ginanjar
"Ulkus diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus, lama sembuh dan terjadi berulang sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetes. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Pemilihan sampel dengan cara purposive sampling yang melibatkan 30 responden. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara nilai depresi dengan kualitas hidup dengan p-value 0,000. Hasil penelitian ini diharapkan merekomendasikan program pencegahan dan penanganan depresi pada pasien dengan ulkus diabetik.

Diabetic ulcers is complications of diabetes mellitus, delayed healing and repeated that affect the quality of life patients. The purpose of this study was to identify the relationship between depression and quality of life patients with diabetic ulcer. The design of this study is a descriptive correlation cross-sectional approach. The selection of samples were done in purposive sampling method and involved 30 respondents. The result are a significant correlation value depression with quality of life with p-value 0,000. The results of this study are expected to recommendation a program of prevention and treatment of depression patients with diabetic ulcers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S57498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Harris
"Introduction: Diabetes mellitus can cause various complications, including diabetic foot ulcers (DFU). Vitamin D levels are known to be correlated with wound healing and insulin resistance. Method: This cross-sectional study aimed to determine the correlation between the serum level of vitamin D and the severity degree of DFU. Thirty DFU patients with normal ankle- brachial index, grouped into degrees according to the Wagner classification, were included in this study. Their serum level of vitamin D was examined using the chemiluminescent immunoassay method. The correlation between these two variables was analyzed. Results: Patients were 18 males (60%) and 12 females (40%) with an average age of 57 years. The average serum level of vitamin D was 10.58 ng/mL. A significant correlation was found between the serum level of vitamin D and the severity of DFU (r= -0.901, p <0.001)."
Jakarta: PESBEVI, 2020
616 JINASVS 1:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Anindita Ralena
"Pengantar: Jumlah geriatri tumbuh pesat pada tahun 2015, termasuk di Indonesia. Angka geriatri di Indonesia pada tahun 2100 diprediksikan akan mencapai 3.2 miliar jiwa. Risiko demensia meningkat hingga 24% pada pasien geriatri. Hal ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang krusial, karena berbagai penyakit fatal, termasuk diabetes, dapat menyebabkan terjadinya demensia. Diabetes ditemukan pada 5.6% penduduk Indonesia, menjadikannya salah satu masalah kesehatan di Indonesia. 16 penelitian telah menemukan bahwa diabetes dapat diasosiasikan dengan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari pasien dengan diabetes dan demensia, serta menunjukkan asosiasi antara diabetes dan demensia.
Metode: Data diperoleh dari catatan medis pasien geriatri di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan desain kasus-kontrol. Terdapat 106 sampel yang diambil untuk 5 variabel bebas. Masing-masing besar populasi dari masingmasing variabel diambil dari pembacaan literatur, kemudian angka-angka tersebut dikalkulasi melalui rumus kasus-kontrol. Total dari angka-angka yang dihasilkan dari masing-masing kalkulasi adalah 53. Besar sampel merupakan dua kali dari 53 untuk mengharapkan hasil yang lebih valid. Pasien inklusi dari penelitian ini adalah pasien berumur ≥60 tahun dan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dari tahun 2010-2015. Kemudian, data dibagi menjadi 35 subjek kasus (pasien demensia) dan 71 subjek kontrol (pasien non demensia). Setelah itu, latar belakang penyakit pasien diamati, apakah pasien memiliki diabetes atau faktor risiko lainnya, seperti umur, jenis kelamin, tekanan darah tinggi, dan dislipidemia. Faktor risiko yang lain ditulis sebagai variabel pengganggu dalam penelitian ini.
Hasil: Analisis regresi logistik menunjukkan hubungan antara diabetes dan demensia dengan OR 2,278 (0,938; 5,532). Usia juga bertindak sebagai faktor yang berkontribusi dalam terjadinya demensia, menunjukkan OR 3,604 (1,355; 9,591). Jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian demensia dengan OR<1. Sementara itu, hipertensi dan dislipidemia dapat bertindak sebagai faktor inhibisi dalam kejadian demensia, dengan OR<1.
Diskusi: Diabetes dapat menyebabkan demensia dengan berbagai mekanisme, seperti komplikasi pada sistem makrovaskular, AGE yang menginduksi pembentukkan kusut neurofibriler atau penurunan enzim pendegredasi insulin, yang dapat dikaitkan dalam akumulasi beta amiloid. Sementara itu, usia dapat berkorelasi dengan penurunan fungsi sistem saraf di orang tua, serta sel-sel saraf yang rusak dapat berkontribusi pada pembentukkan plak dan kusut neurofibriler pada otak

Introduction: Number of geriatrics grew rapidly in 2015, as well as in Indonesia. Its number is predicted to rise until 3.2 billion in 2100. The risk of dementia may increase until 24% in geriatric patients. This is one of the crucial public health concerns, since various fatal diseases, including diabetes, might cause dementia itself. Diabetes has been found in 5.6% of people in Indonesia, resulting it to be one of public health concerns in Indonesia. 16 researches have found that diabetes has been associated with dementia. This research objective is to know the characteristics of patients with diabetes and dementia, as well as showing the association between diabetes and dementia.
Method: Data is obtained from medical records of geriatric patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The research is done through case-control design. There are 106 samples taken for 5 independent variables. Each population size from each variable is taken from literature reading, and then the numbers are calculated through a case-control formula. The total of numbers resulted from each calculation is 53. The sample size is twice than 53 for a more valid result. Patients included in this research are all ≥60 years old and outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from year 2010-2015. Then, data is divided into 35 case subjects (dementia patients) and 71 control subjects (non dementia patients). After that, patients history is observed, whether patients have had diabetes or other possible risk factors, such as age, sex, hypertension, and dyslipidemia. Other risk factors are written as confounding variables in this research project.
Results: Logistic regression analysis shows association between diabetes and dementia with OR 2,278 (0,938;5,532). Age also acts as a contributing factor in the occurrence of dementia, pointing out OR 3,604 (1,355;9,591). Sex do not show any correlation to the occurrence of dementia with OR=1. Meanwhile, hypertension and dyslipidemia can act as inhibiting factor for the occurrence of dementia, showing OR<1.
Discussion: Diabetes can result to certain mechanisms in resulting dementia, such as complications in macrovascular system, AGE-induced neurofibrillary tangles or decrement of insulin-degrading enzyme, associated in inducing accumulation of amyloid-beta. Meanwhile, age can be correlated with decrement of nervous system function in elderlies, as well as nerve cells break down that may contribute in brain plaques and tangles buildup."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ratna Mutu Manikam
"Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus (DM) tak terkontrol, ditandai dengan hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik. Pemberian nutrisi sering menjadi masalah, namun menunda pemberian nutrisi dini menyebabkan peningkatan kadar keton darah dan morbiditas pasien. Tujuan penulisan serial kasus ini adalah memulihkan ketosidosis dan memenuhi kebutuhan makro- dan mikronutrien. Pasien berusia antara 18?65 tahun, mengalami KAD dengan DM, dirawat 5?12 hari di Rumah Sakit Umum Tangerang. Pencetus KAD adalah infeksi, ketidakpatuhan pengobatan, dan diet yang tidak tepat. Keempat orang pasien menderita DM dengan penyakit penyerta yang berbeda. Terapi nutrisi diberikan berdasarkan kondisi klinis pasien. Energi diberikan mulai dari kebutuhan basal yang dihitung dengan persamaan Harris-Benedict, atau dimulai dari 20?25 kkal/ kg BB pada kondisi sakit kritis. Makronutrien diberikan sesuai rekomendasi American Diabetes Association dan mikronutrien sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Pemantauan yang dilakukan meliputi toleransi asupan, imbang cairan, antropometri, dan laboratorium (kadar glukosa darah, keton darah, dan elektrolit). Edukasi dan konsultasi nutrisi diberikan setiap hari. Selama pemantauan semua pasien menunjukkan perbaikan klinis dan penurunan kadar keton darah. Semua pasien dapat mencapai kebutuhan energi total dan kadar glukosa darah mendekati normal. Sebelum pulang pasien diberikan edukasi tentang cara mengetahui faktor yang dapat mencetuskan KAD dan mengatasinya, serta edukasi nutrisi untuk mencapai kontrol glikemik optimal dan mencegah KAD.

Diabetic ketoacidosis (DKA) is an acute complication of uncontrolled diabetes, characterized by hyperglycemia, ketosis, and metabolic acidosis. Nutrition intervention may often cause some problems, unfortunately, withholding early nutrition may increase blood ketones concentration and patient morbidity. Aims of this case series are resolve ketoacidosis dan meet macro and micronutrient requirement. Patients aged between 18 to 65 years old, presented DKA with diabetes mellitus, and hospitalized from 5 to 12 days at Tangerang General Hospital. Precipitating factors of DKA include infection, noncompliance to medication, and inproper diet. All patients suffered from DM with different comorbidities. Nutritional therapy was given according to patients clinical condition. The energy was given begin with basal requirement, which calculated using Harris-Benedict equation, or begin with 20?25 kcal/kg body weight (BW) in critically ill condition. Macronutrients were given according to American Diabetes Association recommendation and micronutrients based on patients? condition and requirement. Monitoring includes food intake tolerance, fluid balance, anthropometric, and laboratory results (blood glucose levels, blood ketone, and electrolytes). Education and nutrition consultation were given everyday. During monitoring all patients showed clinical improvements in general condition and blood ketone concentration?s reduction. All patients can meet total energy requirement with blood glucose levels close to normal. Before discharge, patients received education to identify and manage risk factors that may precipitate DKA. Nutrition education was also given to achieve optimal glycemic control and prevent DKA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>