Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134859 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mari`e Nouza Qisthy
"[Tesis ini membahas sengketa tanah ulayat kaum antara Asril (penggugat) dan Rosna (tergugat), terhadap 2 (dua) sertipikat Hak Milik No. 39/1991 gambar situasi tanggal 28 Maret 1991 No. 70/1991 seluas 4500 m2 dan sertipikat hak milik No. 100/1993 gambar situasi tanggal 1 Desember 1992 No. 851/1992 seluas 5250 m2 atas nama
Rosna yang terletak di Pulai Sei Talang Bukik Lurah Kenagarian Gadut, dimana majelis hakim menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemberian hak milik di atas tanah ulayat kaum seperti kasus di atas serta dikuatkan dengan keputusan
Pengadilan maka dapat mengerus nilai kekerabatan di Minangkabau khususnya tentang tanah Pusako Tinggi, sehingga dapat menghilang fungsi dari tanah Pusako Tinggi di Minangkabau yang melahirkan masyarakat Individualis, sehingga sistem kekeluargaan materilineal yang kental sebagaimana tersirat dalam falsafah dasar, tujuan dan cara adalah satu yang memakai prinsip sehina-semalu dan azas kebersamaan tidak terpenuhi lagi.;This thesis discusses the communal land dispute between Asril (plaintiff) and Rosna (defendant), to 2 (two) certificate of Right of Ownership Number 39/1991 dated March 28, 1991 situation No. 70/1991 covering an area of 4500 m2 and a certificate of Right of Ownership Number 100/1993 dated December 1, 1992 situation No. 851/1992 covering an area of 5250 m2 owned by Rosna located in Pulai Sei Bukik Lurah Kenagarian Gadut, where a panel refused the plaintiff's lawsuit entirely. This study uses normative juridical using secondary data and explanatory typology. The research concludes that the granting of property rights over the communal land as the above case and upheld by the Court's decision, it can destroy Minangkabau kinship Pusako Tinggi especially on land, so as to dissipate the function of Pusako Tinggi land at Minangkabau who gave birth Individualist society, so that the system materilineal familial thick as implied in the basic philosophy, objectives and the way is one who wears contemptible principle and the principle of solidarity not fulfilled
anymore., This thesis discusses the communal land dispute between Asril (plaintiff) and Rosna
(defendant), to 2 (two) certificate of Right of Ownership Number 39/1991 dated
March 28, 1991 situation No. 70/1991 covering an area of 4500 m2 and a certificate
of Right of Ownership Number 100/1993 dated December 1, 1992 situation No.
851/1992 covering an area of 5250 m2 owned by Rosna located in Pulai Sei Bukik
Lurah Kenagarian Gadut, where a panel refused the plaintiff's lawsuit entirely. This
study uses normative juridical using secondary data and explanatory typology. The
research concludes that the granting of property rights over the communal land as the
above case and upheld by the Court's decision, it can destroy Minangkabau kinship
Pusako Tinggi especially on land, so as to dissipate the function of Pusako Tinggi
land at Minangkabau who gave birth Individualist society, so that the system
materilineal familial thick as implied in the basic philosophy, objectives and the way
is one who wears contemptible principle and the principle of solidarity not fulfilled
anymore.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nency Patricia
"Tesis ini membahas keberadaan hak ulayat adat terkait pembatalan sertipikat hak pakai di wilayah negeri Adat Laha, Maluku dimana kaitan eksistensi masyarakat hukum adat di Negeri Laha, Maluku terhadap penerbitan sertipikat hak pakai diatas tanah adat mereka. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Badan Pertanahan Nasional bersikap lebih hati-hati terhadap setiap warga negara yang hendak memohonkan untuk penerbitan sertipikat hak atas tanah di atas tanah adat, harus dilepaskan terlebih dahulu hak atas tanah adat tersebut dan setiap pertimbangan hakim sebaiknya menerapkan juga aturan dalam pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1950.

This thesis discusses the existence of indigenous customary rights to revoke the rights to use certificate of land in the area of Indigenous Laha, Maluku, where the relation of existence of indigenous people in the State Laha, Maluku against publishing certificate use rights over their customary lands. This research is a juridical-normative research. The conslusion of the research suggest that the National Land Department to be more cautious against any citizen who wanted to ask for the issuance of certificate of land rights in customary land, should be released first indigenous land rights and every judge judgment rule should apply also in chapter 3 Basic Agrarian Law No. 5 of 1950."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Kalidna Ratna Putri
"Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum mengakui eksistensi hak ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hal tersebut diatur dengan tujuan agar masyarakat hukum adat mendapatkan pengakuan dan kepastian hukum atas tanah ulayatnya dengan didaftarkan sebagai objek hak atas tanah. Penelitian ini membahas mengenai: (i) kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah ulayat masyarakat adat di Desa Timpag, Kabupaten Tabanan Bali; dan (ii) kedudukan subjek hukum perseorangan dalam penguasaan tanah ulayat milik masyarakat adat di Desa Timpag, Kabupaten Tabanan Bali. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris dengan menggunakan data primer dan sekunder disertai tipologi penelitan eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu: (i) tanah desa dapat dijadikan sebagai objek hak milik atas tanah dengan desa pekraman atau desa adat sebagai subjek hukum penguasanya berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 tahun 2019 dan Kepmen ATR/Ka. BPN No 276/KEP-19.2/X/2017; ii) subjek hukum perorangan terhadap tanah ulayat dikuasai dengan hak milik tidak penuh, di mana desa pakraman sebagai lembaga adat tetap terlibat dalam pengelolaan dan penguasaannya sehingga tidak menghilangkan sifat dan karakter komunal dari sebuah tanah adat.

Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 18 of 2019 concerning Procedures for Administration of Ulayat Land of Legal Community Units recognizes the existence of customary rights of customary law communities as enshrined in the provisions of Article 3 of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations. This is regulated with the aim that customary law communities get legal recognition and certainty over their ulayat lands by being registered as objects of land rights. This study discusses: (i) the legal strength of certificates of rights to customary lands of indigenous peoples in Timpag Village, Tabanan Regency, Bali; and (ii) the position of individual legal subjects in the control of customary land owned by indigenous peoples in Timpag Village, Tabanan Regency, Bali. This research is an empirical normative research using primary and secondary data accompanied by a typology of explanatory research. The results of this study are: (i) village land can be used as an object of land ownership with Pekraman village or customary village as the legal subject of its ruler based on the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 18 of 2019 and Kepmen ATR/Ka. BPN No 276/KEP-19.2/X/2017; ii) individual legal subjects on ulayat land are controlled with incomplete property rights, where the village of Pakraman as a customary institution is still involved in its management and control so as not to eliminate the communal nature and character of a customary land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayati Murni
"Penelitian ini membahas mengenai analisis pemberian sertipikat Hak Atas Tanah di atas perairan laut bagi Masyarakat Adat Bajo di Desa Mola Wakatobi dalam perspektif hukum positif Indonesia. Penelitian ini membahas bagaimana bagaimana analisis pemberian Hak Atas Tanah di atas perairan laut bagi Masyarakat Adat Bajo di Desa Mola Wakatobi dalam perspektif hukum positif  Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga membahas tentang bagaimana dampak diterbitkannya sertipikat Hak Guna Bangunan di atas perairan laut bagi Masyarakat Adat Bajo di Desa Mola Wakatobi yang ditinjau dari Undang-undang Cipta Kerja. Teori-teori yang dibahas dalam tesis ini antara lain teori-teori terkait Hak Atas Tanah, sertipikat Hak Atas Tanah, Hukum Agraria, dan tanah di atas perairan laut. pembahasan mengenai dasar hukum yang digunakan terkait sertipikat Hak Atas Tanah di atas perairan laut juga dituliskan dalam tesis ini. Penulis juga menganalisis sertipikat Hak Atas Tanah yang di mana objek dari tanah tersebut berada di atas perairan laut, dari hal tersebut apa telah sesuai konsepsi tanah dengan tanah yang tertutup perairan laut menurut  Undang-undang Pokok Agraria sebagai induk dari aturan Hak Atas tanah. Selain itu, sertipikat Hak Atas Tanah di atas perairan laut juga belum di atur secara eksplisit di dalam aturan-aturan yang telah ada saat ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini juga bersifat deskriptif-analitis.

This study discusses the analysis of the issuance of certificates of land rights over sea waters for the Bajo Indigenous People in Mola Wakatobi Village from the perspective of Indonesian positive law. This study discusses how to analyze the granting of land rights over sea waters for the Bajo Indigenous People in Mola Wakatobi Village from the perspective of Indonesian positive law. In addition, this research also discusses the impact of the issuance of certificates of Building Use Rights over sea waters for the Bajo Indigenous People in Mola Wakatobi Village in terms of the Job Creation Law. The theories discussed in this thesis include theories related to land rights, certificates of land rights, agrarian law, and land above sea waters. A discussion of the basic law used in relation to certificates of land rights over sea waters is also written in this thesis. The author also analyzes land rights certificates where the object of the land is above sea waters, from this matter what is in accordance with the conception of land with land covered by sea water according to the Basic Agrarian Law as the parent of land rights rules. In addition, certificates of land rights over sea waters have not been explicitly regulated in the current regulations. The research method used in this study is also analytical descriptive."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hakimul Musyaffa
"Rumah kos adalah hunian bersama dimana antar penghuninya adalah orang yang tidak saling berkaitan. Pemenuhan kebutuhan sosial penghuni pada rumah kos menjadi penting. Pemenuhan kebutuhan tersebut seharusnya dapat ditingkatkan dengan adanya sebuah ruang komunal. Ruang komunal mendekatkan propinquity atau jarak fisik dan fungsional para penghuni rumah kos yang berakibat pada kedekatan personal atau keakraban diantara mereka. Ruang komunal yang baik dapat menarik penghuni untuk berkegiatan di dalamnya, dan memicu interaksi sosial diantara mereka.
Berkaitan dengan hal tersebut skripsi ini membahas mengenai seting sebuah ruang komunal dalam rumah kos. Seting bukan sekedar tata ruang, tetapi berkaitan dengan manusia yang menggunakannya, serta kegiatannya. Sebuah seting ruang komunal memiliki atribut berupa kenyamanan, aksesibilitas, visibilitas, sosialitas, kebebasan dan teritorialitas. Atribut inilah yang akan menentukan seperti apa ruang komunal yang berhasil menarik penghuni untuk berkegiatan di dalamnya serta memicu interaksi sosial diantara mereka.

Rumah kos (boarding house) is a shared dwelling where the residents are unrelated to each other. The fulfilment of the resident's social needs becomes important in rumah kos. The fulfilment of the needs could be improved by a communal space. Communal space make closer of the propinquity or physical and functional range between the residents which will also make closer of the social bond between them. A good communal space could attract the residents to go in and do their activity there, also trigger a social interaction between them.
Regarding that, this thesis talk about the setting of a communal space in a rumah kos. Setting is not just the space arrangement, but also related to the human using the space, also his activity. A setting of a comunal space has these attributes: comfort, accesibility, visibility, sociality, adaptability and territoriality. These attributes will determine what kind of communal space managed to attract the residents to do their activity in it also trigger a social interaction between them.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52277
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulisye Indriati
"Ada berbagai macam alas hak atas tanah. Dalam karya tulis ini penulis hanya akan membahas kasus yang terkait dengan alas hak yang berlaku di kalangan masyarakat di Bali yaitu Pipil. Pipil adalah Surat Tanda Pembayaran Pajak sebelum Tahun 1960 yang oleh masyarakat di Bali di kenal sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 700 PK/PDT/2011 adalah mengenai salah satu sengketa pertanahan di provinsi Bali, dimana terdapat lebih dari satu pipil pada objek tanah yang sama, dan masing masing pihak pemegang pipil mengklaim bahwa tanah adalah milik pemegang pipil tersebut.
Selain itu kantor Wilayah pertanahan Provinsi Bali pada tahun 1991 telah mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor SK.87/HP/BPN/1/Pd/1991 yang isinya menunjuk kantor Wilayah pertanahan Provinsi Bali sendiri sebagai pemegang hak pakai pada tanah sengketa. Adapun pokok permasalahan pada karya tulis ini adalah Bagaimanakah kekuatan pipil sebagai alas kepemilikan hak atas tanah hak milik adat di Bali dan Apakah Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 700 PK/Pdt/2011 Tahun 2011 penyelesaian hukumnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan problem solution atas pokok permasalahan.
Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen di perpustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, alas hak atas tanah hak milik adat yang termasuk adalah pipil, dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertipikat atas tanah dan memiliki kekuatan pembuktian sepanjang data yang diterangkan di dalamnya mengandung kebenaran. Sehingga alas hak atas tanah merupakan salah satu dasar bagi seseorang untuk dapat memiliki hak atas tanah. Terhadap pokok permasalahan kedua, penulis berpendapat bahwa Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 700 PK/Pdt/2011 Tahun 2011 penyelesaian hukumnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga memberikan kepastian serta perlindungan hukum kepada Penggugat atas kepemilikan hak atas tanah hak milik.

There are different kind of Indigeneous Land Rights. The author in this study focuses on issues partaining to Indigeneous Land Rights that is common in Baliand called Pipil. Pipil is a form of Farm Produce Tax Receipt (Surat Pajak Hasil Bumi)or commonly known as "petuk pajak", prior to the year of 1960. and has been widely recognized and accepted by people in Balias proof of land ownership. Judicial review of the Supreme Court decision No. 700 PK/PDT/2011 is about one land disputes in the province of Bali, where there is more than one object pipil on the same ground, and each party pipil holders claim that the land is owned by the pipil holder.
Besides Bali provincial office of the land area in 1991 had issued a decree in which it pointed SK.87/HP/BPN/1/Pd/1991 number office land area of ​​Bali itself as the holder of the right to use the disputed land. The principal issue in this paper is How the power pipil as the base land rights of indigenous property rights in Bali and Is judicial review the Supreme Court verdict No.. 700 PK/Pdt/2011 Year 2011 legal settlement in accordance with the applicable regulations.
The approach in this study by using a normative approach, the solution to the problem at issue. Normative approach is used with the intent to hold the approach to the problem by looking at the terms of the legislation in force. Type of data used is secondary data obtained from the study of the documents in the library in the form of primary legal materials and secondary legal materials.
Based on Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration, pedestal land rights, including customary property rights is pipil, can be used as the basis for the issuance of certificates of land and has a strength of evidence throughout the data described in it contains the truth. So the title to land is one of the bases for a person to be able to have rights to the land. Subject to the second permasalaha, enulis found Reconsideration Decision Supreme Court. 700 PK/Pdt/2011 In 2011 legal settlement in accordance with applicable regulations, so as to provide certainty and legal protection to the Plaintiff on the ownership rights of land ownership.Based on Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration, Indigeneous Land Rights(Alas Hak Atas Tanah) supported by true and well founded data, could become the basis for the issuance of Land Certificate and considered strong evidence of land ownership in court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisidius Animung
"ABSTRAK
Konflik atas sumberdaya komunal dalam tulisan ini kami tanggapi sebagai benturan kepentingan antara dua pihak yang mempunyai akses terhadap sumberdaya alam yang dimanfaatkan bersama. Sedangkan pengelolaan kami tanggapi sebagai prosedur, strategi-strategi dan mekanisrne-mekanisme yang dikembangkan oleh para pihak untuk memenangkan pihaknya maupun untuk memulihkan keserasian hubungan sosial.
Kasus-kasus yang dikemukakan meliputi konflik atas sepuluh jenis sumberdaya alam, yaitu dusun, lahan sasi, padang perburuan, lahan kebun, rawa sagu, rawa tangkapan ikan, sungai, pohon sagu, ternak, dan hewan buruan. Analisis terhadap berbagai kasus yang ditemukan memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antara konflik atas suatu jenis sumberdaya alam dengan pola konflik atas jenis sumberdaya alam lainnya. Demikian pula halnya dengan pengelolaannya.
Dari kajian ini ada tiga pola konflik atas sumberdaya komunal. Pola pertama, ialah konflik atas hewan peliharaan dan lahan sasi. Konflik atas sumberdaya ini lebigh bersifat pelanggaran hak pihak lain yang secara komunal memiliki hewan peliharaan atau lahan sasi. Konflik ini hanya berkembnag sampai pada tingkat individu pelanggar melawan kelompok keluarga luas yang dirugikan. Pola kedua, ialah konflik atas padang perburuan, lahan kebun, rawa sagu, rawa tangkapan ikan, pohon sagu, dan hewan buruan. Konflik atas jenis jenis sumberdaya ini hanya terbatas pada konflik intern desa sampai pada tingkat antar marga. Pola ketiga, ialah konflik atas dusun dan sungai. Konflik atas kelompok sumberdaya alam ini dapat berkembang sampai pada tingkat konflik antar desa.
Suatu gejala umum yang tampak dalam kajian ini ialah bahwa sumber konflik atas suatu sumberdaya alam komunal pada pola pertama, pihak individu pelanggar tidak didukung atau dibela oleh orang-orang dalam kerabat maupun hubungan sosial yang lain. Sedangkan sumber konflik atas suatu sumberdaya alam komunal pada pola kedua dan ketiga adalah perbedaan interpretasi atas hale hak pemanfaatan yang mengacu pada interpretasi atas jaringan hubungan-hubungan sosial. Dalam banyak kasus masing masing pihak berusaha mengaktifkan dan/atau memanipulasi keabsahan hubungan-hubungan untuk memperoleh dukungan dan pembenaran aksesnya dan/atau membatasi akses pihak lain.
Sebagai konsekuensi dari pola konflik seperti itu, makapadapola konflik pertama, pengelolaannya menempuh prosedur sederhana, yakni hanya berlangsung secara diadik. Sedangkan poles konflik kedua dan ketiga pengelolaannya melibatkan banyak orang dalam hubungan sosial kedua pihak. Akibatnya suatu konflik yang sederhana yang terjadi antar dua individu, pada akhirnya berkembang menjadi konflik antar kelompok yang lebih luas, bahkan sampai pada konflik antar desa.
Dari perkembangan terakhir tampak bahwa komunitas desa hutan Homlikya telah menggunakan tiga lembaga pengelolaan konflik, yakni pengelolaan dengan menggunakan lembaga tradisional yang mengacu pada pimpinan warga, lembaga peradilan tingkat desa, dan lembaga peradilan tingkat kecamatan. Temuan menarik disini ialah bahwa sampai saat ini belum ada kasus konflik atas sumberdaya alam yang dibawa ke pengadilan negeri.
Kenyataan ini tidak berarti bahwa warga komunitas desa hutan Homlikya belum mengenal fungsi pengadilan negeri. Khusus menyangkut konflik atas dusun, warga komunitas desa hutan Homlikya justru tidak mau membawa persoalan sampai ke camat atau ke pengadilan, utnuk rnenghindari pembagian sumberdaya alam yang disengketakan, yang dapat berdampak pihaknya kehilangan sumberdaya alam (dusun).
Dalam kasus terakhir tersebut maupun kasus-kasus konflik lain. pada umumnya warga komunitas desa hutan Homlikya mempraktekan proses pemilihan lembaga peradilan yang dianggap paling menguntungkan pihaknya. Dalam banyak kasus, bila tidak selesai di tingkat desa, kedua pihak sepakat untuk tidak melanjutkan ke tingkat kecamatan. Untuk selanjutnya persoalan dibiarkan mengendap sendiri. Dalam masa pengendapan konflik ini biasanya tampil tokoh-tokoh atau individu tertentu yang mempercepat proses peredaan ketegangan antara kedua pihak atau mengakhiri pertikaian. Praktek yang terakhir ini berkaitan dengan proses penyelesaian konflik di luar jalur lembaga peradilan.
Perkembangan yang paling akhir terlihat bahwa kasus-kasus yang dibawa ke lembaga peradilan desa dapat diselesaikan dengan aturan-aturan baru sebagai hasil modifikasi terhadap aturan-aturan yang berasal dari lembaga tradisional dan aturan-aturan yang berasal dari lembaga peradilan (negara) tingkat desa. dengan kata lain, belakangan ini terlihat adanya suatu perubahan pada peradilan di tingkat desa, yakni adanya kasus konflik atas dusun dan sejumlah konflik alas sumberdaya komunal lainnya yang diselesaikan melalui lembaga tradisional baru."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Rusydiyanti
"Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat ini diatur dalam pasaL 3 UUPA, yaitu bahwa UUPA mengakui hak ulayat itu sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Walau telah tegas diakui. oleh UUPA, namun terjadi ketijelasan karena kriteria yang tidak jelas. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Agraria Tentang Nomor 5 Tahun 1999 tentang· Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat. Masyarakat Hukum Adat memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat. Hak Ulayat itu masih dianggap ada apabila: 1. terdapat sekelompok orang yang masih terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu 2. terdapat tanah ulayat tertentu, 3) terdapat tatanan hukum adat mengenai penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan di taati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Dengan terdapatnya kriteria eksistensi hak ulayat itu, maka kedudukan hak ulayat itu semakin kuat di dalam masyarakat, karena pa1ing tidak masyatakat dapat menilai sendiri ada atau tidaknya hak ulayat tersebut dengan melihat pada kriteria tersebut di atas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiki Febri Ristanto
"ABSTRAK
Mahasiswa, sebagai kelompok manusia yang berada pada fase daur hidup young-adult, banyak menghuni jenis hunian temporer dan komunal.
Hunian yang hanya dihuni sementara ini, diharapkan mampu memenuhi sebuah kebutuhan yang mahasiswa anggap penting pada fase daur hidup mereka. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan akan stimulasi sosial berupa interaksi sosial. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ruang-ruang di jenis hunian ini bisa mengakomodasi kebutuhan tadi. Untuk menjawab pertanyaan tadi, aspek spasial dan aspek temporal dari interaksi sosial coba ditinjau menggunakan Space Syntax dan Actor Network Theory (ANT). Dengan mempelajari indekos sebagai studi kasus, teori Space Syntax digunakan untuk menjelaskan pengaruh konfigurasi ruang dan kualitas keruangan yang ditimbulkan pada interaksi sosial. Keterhubungan ruang menjadi topik utama dalam analisis berbasis Space Syntax ini.  Aspek temporal dan pengaruh keberadaan objek pada interaksi dalam suatu ruang dijelaskan menggunakan ANT. Pengaruh objek non-manusia pada interaksi manusia dan bagaimana variasi interaksi terjadi pada waktu yang berbeda dibahas lebih lanjut menggunakan analisis ANT ini. Hubungan antara konfigurasi dan keterhubungan ruang, objek-objek non-manusia pada ruang, kapan penghuni indekos menggunakan ruang dan objek tersebut, dan interaksi antar penghuni menunjukkan pola-pola interaksi tertentu di dalam hunian indekos mahasiswa"
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Putri Indriyanto
"ABSTRAK
Teknologi dan solusi terhadap permasalahan lingkungan telah kerap diaplikasikan dalam desain bangunan, namun integrasi antara teknologi-teknologi tersebut dan identitas kota tidak selalu tepat. Ide untuk mengintegrasikan kedua aspek tersebut untuk membuat ruang yang kaya secara ekonomi, lingkungan, dan tanggung jawab social diwujudkan melalui upaya menciptakan bangunan gabungan retail dan apartemen dengan taman komunal sebagai identitas inti. Mengintegrasikan identitas kota dan desain dengan berbagai cara dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas interaksi akan tercermin pada masyarakat dan kehidupan mereka. Gaya hidup hijau akan mendalam pada gaya hidup masyarakat, sementara kekerabatan ketat di masyarakat pun akan terbentuk. Melalui penelitian teoritis tentang arsitektur hijau, pembelajaran tentang ruang komunal dari studi kasus, observasi langsung, dan studi preseden, laporan desain akan disajikan melalui sketsa diagram dari berbagai ide dan perwakilannya di situs.

ABSTRACT
Technologies and solutions on built environment issues regarding environment friendly applications has been applied in design, yet the integration between said solution and the identity of the place doesn’t always matched. The idea of integrating both aspects to create a rich space that is economically, environmentally, and socially responsible is realized through an attempt for creating a mixed-use building for living and retail, with a communal garden as at its core identity. Integrating the city’s identity within the design in such ways with the purpose of increasing the quality of interaction will reflect on its people and their daily life. Sustainable lifestyle will be profound in the people’s way of life, while tight kinship in the community will form. Thorough theoretical research of sustainable architecture, communal space from case studies, direct observation, and precedent studies, the design report will be presented through diagrammatic sketches of various ideas and its representation on site.
"
2015
S61589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>