Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71036 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christopher Andrian
"Kolonisasi Bifidobacterium merupakan bakteri komensal yang baik untuk perkembangan dan kolonisasi awal mikrobiota janin. Jumlah Bifidobacterium dapat dipengaruhi oleh asupan protein ibu selama hamil. Penelitian potong lintang ini dilakukan di seluruh puskesmas kecamatan di Jakarta Timur mulai bulan Februari hingga April 2015 dengan subjek ibu hamil berusia 19 - 44 tahun dan usia kehamilan 32 - 37 minggu. Data asupan protein didapatkan dengan metode 2-day repeated 24 hour food recall, selain itu dinilai juga rasio asupan nabati- hewani menggunakan metode semi quantitative - food frequency questionnaire (SQ-FFQ). Analisis feses dilakukan pada 52 subjek menggunakan metode real time-polymerase chain reaction (rPCR). Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat korelasi positif lemah tidak bermakna antara asupan protein dengan jumlah Bifidobacterium (r = 0,132, p >0,05), sehingga penelitian ini belum dapat membuktikan adanya korelasi antara asupan protein dengan jumlah Bifidobacterium pada ibu hamil trimester ketiga.

Bifidobacterium is a commensal bacteria that are beneficial for the development and early colonization of microbiota on fetus. The amount of Bifidobacterium can be influenced by maternal protein intake during pregnancy. A cross-sectional study had been conducted in all primary health care in East Jakarta Subdistrict, from February to April 2015. Subjects of the study were pregnant women aged 19-44 years old and gestational age 32-37 weeks. The quantity of protein intake was obtained by 2-day repeated 24 hour food recall method, moreover, the study also assessed the intake of vegetable-animal ratio by semiquantitative-food frequency questionnaire (SQ-FFQ) method. Stool analysis was conducted on 52 subjects using real-time polymerase chain reaction (rPCR). The result of the study showed a poor positive correlation between protein intake with the amount of Bifidobacterium (R = 0.132, p >0.05).This study has not showed any significant correlation between protein intake with the amount of Bifidobacterium in the third trimester of pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T633878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Merdina
"Zat besi merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan tubuh seperti pertumbuhan sel darah merah dan sel otak Kebutuhan besi meningkat pada masa kehamilan Komposisi mikrobiota dapat berubah selama tahap kehidupan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya besi Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan besi dan kadar feritin serum dengan jumlah Bifidobacterium pada ibu hamil trimester ketiga Penelitian ini dilakukan di seluruh puskesmas kecamatan di Jakarta Timur dari bulan Maret sampai April 2015 Pengambilan subjek dilakukan dengan cara konsekutif dan didapatkan 52 ibu hamil yang memenuhi kriteria penelitian Data dikumpulkan dengan wawancara meliputi kuesioner data asupan besi heme dan non heme protein serta vitamin C dengan FFQ semikuantitatif Pengukuran antropometri untuk menilai status asupan gizi pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar feritin serum dan kadar CRP serta jumlah Bifdobacterium dalam tinja Didapatkan rerata usia 29 1 5 9 tahun nilai median asupan besi 66 7 3 3 144 1 mg hari kadar feritin serum 31 1 3 6 96 1 g L dan jumlah Bifidobacterium usus 7 45 5 1 9 5 log g tinja Tidak didapatkan korelasi yang bermakna asupan besi dengan jumlah Bifidobacterium usus r 0 202 p 0 152 juga tidak didapatkan korelasi bermakna antara kadar feritin serum dengan jumlah Bifidobacterium usus (r=0,116 p=0,411).

Iron is an essensial micronutrient which body needed such as for blood growth cell and brain cell Iron rsquo s requirement increases in pregnancy Microbiota composition can change in cycle of life which be affected by many factors likely iron The aim of this cross sectional study was to find the correlation between iron intake and serum ferritin with Bifidobacterium third trimester of pregnancy Data collection was conducted from March 2015 until April 2015 in all of sub district of public health centre in east Jakarta Subjects were obtained using consecutive sampling method A total of 52 pregnancy subjects had met the study criteria Data were collected through interviews including questionnare iron intake heme and non heme protein and vitamin C used semiquantitative FFQ Anthropometry measurementsto assess the nutritional status and laboratory examination i e blood levels of serum ferritin and CRP and Bifidobacterium in feces Mean age 29 1 5 9 years Median of intake of iron was 66 7 3 3 144 1 mg day serum ferritin was 31 1 3 6 96 1 g L and gut Bifidobacterium 7 45 5 1 9 5 log g feces No significant correlation was found between iron intake and Bifidobacterium in feces r 0 202 p 0 152 and negative correlations and no significant between serum ferritin and Bifidobacterium in feces (r=0, 116, p=0,411)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa
"Bifidobacterium merupakan salah satu mikrobiota yang memberikan manfaat bagi kesehatan manusia termasuk pada kehamilan, dan penting pada proses kolonisasi mikrobiota usus bayi baru lahir. Jumlah Bifidobacterium usus pada dewasa relatif stabil, namun belum diketahui jumlahnya pada ibu hamil trimester ketiga, terutama di Indonesia. Asupan makanan termasuk serat dapat mempengaruhi pertumbuhan Bifidobacterium, termasuk serat. Stimulasi serat terhadap pertumbuhan Bifidobacterium dapat berupa stimulasi langsung sebagai prebiotik, atau secara tidak langsung sebagai substrat yang dapat difermentasi dan menurunkan pH kolon dan meningkatkan enzim intestinal alkaline phospatase (IAP). Dua mekanisme terakhir secara tidak langsung menurunkan jumlah bakteri patogen sehingga jumlah Bifidobacterium meningkat. Penelitian potong lintang di seluruh Puskesmas Kecamatan di Jakarta Timur pada bulan Maret-Juni 2015 dilakukan untuk menilai korelasi asupan serat dengan jumlah Bifidobacterium usus ibu hamil trimester ketiga. Lima puluh dua subjek menyelesaikan prosedur penelitian. Asupan serat dinilai dengan Food Frequency Questionnaire semikuantitatif, dan kuantifikasi Bifidobacterium dengan real time PCR. Nilai asupan serat adalah 18,9 (5,6?43,0) g/hari, dan 92,3% subjek tidak memenuhi AKG. Jumlah Bifidobacterium usus adalah 7,7 (5,12?9,50) log sel/g feses. Tidak terdapat korelasi bermakna (p >0,05) antara asupan serat total, serat larut dan tidak larut, dengan jumlah Bifidobacterium usus (r = 0,223; r = 0,245; r = 0,2).

Bifidobacterium is one of the beneficial microbiota in human health, including in pregnancy and important for first intestinal microbiota colonization in newborn. The number of intestinal Bifidobacterium in adults is relatively stable, but still unknown in the third trimester of pregnancy, especially in Indonesia. Dietary intake is one of the factors influencing the growth of Bifidobacterium, including dietary fiber. Dietary fiber stimulation act directly as a prebiotic, or indirectly as a fermentation substrate that promote the decreasing of colonic pH, and increasing intestinal alkaline phospatase (IAP) enzyme, resulting a decrease of the amount of pathogenic microbiota. A cross-sectional study in all district public health care in the East Jakarta, March until June 2015 was performed to assess the correlation between dietary fiber intake and the amount of intestinal Bifidobacterium in third trimester of pregnancy women. Fifty-two subjects completed the study procedures. Dietary fiber intake was assessed using semiquantitative Food Frequency Questionnaire, and instestinal Bifidobacterium was quantified using real time Polymerase Chain Reaction (rPCR). Dietary fiber intake in this study was 18.9 (5.6?43.0) g/day and 92.3% subjects did not meet the Dietary Reference Intake. The intestinal Bifidobacterium count is 7.7 (5.12?9.50) log cell/g faeces. The results show that there is no significant correlation (p > 0.05) between dietary fiber, dietary soluble fiber, and dietary insoluble fiber intake with the amount of intestinal Bifidobacterium in third trimester of pregnancy (r = 0.223; r = 0.245; r = 0.2)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grentina Dwi Prawesti
"Latar belakang: Pada trimester ketiga terjadi peningkatan patogen yang dapat disebabkan oleh gangguan kerja imunitas usus akibat defisiensi seng, sehingga menekan pertumbuhan Bifidobacterium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar seng serum dan jumlah Bifidobacterium usus pada kehamilan trimester ketiga.
Desain: Studi potong lintang pada 52 wanita hamil ≥32 minggu, berusia 19–44 tahun dan memenuhi kriteria penelitian di 10 Puskesmas Kacamatan Jakarta Timur. Dinilai asupan seng dan besi menggunakan SQ-FFQ. Asupan protein, lemak dan total kalori menggunakan 2x24 hours food recall. Dilakukan pengukuran seng serum dan penghitungan Bifidobacterium usus.
Hasil: Didapatkan asupan seng kurang dengan rerata 8,74±3,90 mg/hari. Defisiensi seng didapatkan pada 75% subjek. Jumlah Bifidobacterium usus subjek memiliki median sebesar 7,7 (5,12–9,50) log sel/gram. Kelompok defisiensi seng memiliki nilai median yang lebih rendah. Uji korelasi didapatkan nilai r=0,04 dengan p=0,81.
Kesimpulan: Tidak ditemukan korelasi antara kadar seng serum dan jumlah Bifidobacterium usus kehamilan trimester ketiga.

Background: Numbers of pathogen were increases in the third trimester of pregnancy that can be caused by impairment of gut immune function due to zinc serum deficiency, thereby suppressing the growth of Bifidobacterium. This study was conducted to investigate the relationship between zinc serum levels and gut Bifidobacterium numbers in the third trimester of pregnancy.
Design: A cross-sectional study recruited 52 pregnant women among 19–44 years old with gestational age ≥32 weeks and met the study criteria were conducted in 10 Community Health Center at East Jakarta. Dietary intake such as zinc and iron through SQ-FFQ, protein, fat and total calories using 2x24 hours food recall were assessed. Measurement of serum zinc level and quantification of gut Bifidobacterium numbers were generated.
Results: The entire subject had poor zinc intake with mean value 8,74±3,90 mg/day. Zinc deficiency was found in 75% subjects. Median number of gut Bifidobacterium was 7,7 (5,12–9,50) log cell/gram and subjects with zinc deficiency had lower median value. Correlation test score r=0,04 and p=0,81.
Conclusion: There was no correlation between serum zinc levels and gut Bifidobacterium numbers in the third trimester of pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Joy Herlambang
"Status gizi pada ibu hamil mempengaruhi komposisi mikrobiota usus ibu yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pembentukan mikrobiota usus anak. Penelitian ini adalah suatu studi potong lintang yang mencari korelasi peningkatan berat badan dan lingkar lengan atas dengan jumlah Bifidobacterium dan Lactobacillus pada 52 ibu hamil trimester ketiga. Penelitian dilaksanakan di 10 Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur selama bulan Februari?April 2015. Uji korelasi peningkatan BB dengan jumlah Bifidobacterium (r = 0,119, p = 0,4) dan dengan jumlah Lactobacillus (r = -0,009, p = 0,951). Korelasi LLA dengan jumlah Bifidobacterium (r = -0,211, p = 0,134) dan dengan jumlah Lactobacillus (r = - 0,013, p = 0,926). Dengan demikian, penelitian ini belum dapat membuktikan bahwa terdapat adanya korelasi antara peningkatan BB dan LLA dengan jumlah Bifidobacterium dan Lactobacillus pada kehamilan trimester ketiga.

Maternal nutritional status influences maternal gut microbiota composition, which in turn shapes the infant?s gut microbiota composition. Recent studies have shown that gut microbiota regulates obesity by increasing energy harvest from diet and by regulating peripheral metabolism. This cross-sectional study reports the correlation of maternal weight gain and mid-upper arm circumference with Bifidobacterium and Lactobacillus on 52 third-trimester pregnant women. The study was done on February?April 2015 in 10 Primary Health Care Centres in East Jakarta. Correlation of maternal weight gain with Bifidobacterium (r = 0.119, p = 0.4) and with Lactobacillus (r = -0.009, p = 0.951). The correlation of MUAC with Bifidobacterium (r = -0.211, p = 0.134) and Lactobacillus (r = -0.013, p = 0.926). Thus, this study has not proven any correlation between maternal weight gain and MUAC with Bifidobacterium and Lactobacillus count."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Halim Santoso
"Berat badan bayi merupakan salah satu variabel epidemiologi yang berhubungan dengan mortalitas di tahun pertama kehidupan bayi. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) maupun besar masa kehamilan (BMK) berisiko mengalami gangguan pada usia lebih lanjut. Berat badan bayi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain asupan gizi ibu dan status gizi ibu. Asupan zat gizi yang optimal akan bermanfaat untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan janin. Peningkatan berat badan ibu juga merupakan faktor ang menentukan outcome bayi. Ibu hamil dengan peningkatan berat badan yang kurang selama kehamilan akan berisiko lebih tinggi melahirkan bayi prematur. Mikrobiota adalah kumpulan mikroorganisme yang hidup berdampingan dengan inangnya. Ditenggarai adanya peran mikrobiota terhadap berat badan lahir bayi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang bertujuan untuk melihat korelasi antara jumlah mikrobiota usus dan asupan zat gizi ibu hamil trimester ketiga dengan berat badan lahir bayi di Jakarta Timur.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di 10 puskesmas kecamatan se Jakarta Timur pada bulan Februari-April 2015. Dari 315 subjek ibu hamil trimester ketiga yang sesuai kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian dengan menanda tangani informed consent, didapatkan 52 subjek yang dapat dianalisis. Subjek yang dapat dianalisis dilakukan pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB), wawancara asupan makanan, pengukuran sampel feses dan pengukuran berat badan lahir bayi. Sebaran data karakteristik menunjukkan 82,7% subjek berpendidikan menengah rendah, 59,6% memiliki pendapatan dibawah UMP, 82,7% subjek tidak mendapatkan asupan energi yang cukup per harinya, dan 73,1% status gizi trimester pertama subjek tergolong berlebih hingga obese. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara asupan zat gizi ibu hamil trimester ketiga dengan berat badan lahir, dan tidak didapatkan korelasi antara mikrobiota Bifidobacterium (r = 0,134; p>0,05), Lactobacillus (r = -0,118; p>0,05) dan Staphylococcus (r = 0,43; p>0,05) ibu hamil dengan berat badan lahir bayi.

Baby birth weight is one epidemiological variables associated with mortality in the first year of life. Both baby with low birth weight (LBW) and large for gestational age (LGA) posses risk of having complication at later age. Birth weight is affected by many factors, such as maternal nutritional intake and nutritional status. Optimal intake of nutrients would be beneficial to support fetal growth and development. Maternal weight gain is also a factor determining the outcome of baby . Pregnant women with less weight gain during pregnancy are at greater risk of premature birth.Microbiota is a group of microorganism coexist with its host. It was suspected that there is a role of the microbiota on birth weight. This study is part of the research in department of nutrition, faculty of medicine, university of Indonesia that aims to see the correlation between the number of guy microbiota and nutritional intake in third semester pregnant women with birth weight in East Jakarta.
This study was a cross-sectional study conducted in 10 distriect health centers throughout East Jakarta in February to April 2015. Of the 315 subjects enrolled, 52 subjects could be analysis. Subjects were measured for body weight (BW), height, food intake interviews, fecal sample measurement and birth weight measurement. Characteristic of the subjects showed that 82,7% has middle to lower education level and 59,6% has revenue under provincial minimal wage. More than eighty percent of subjects did not receive adequate energy intake per day, and 73,1% subjects were categorized as overweight to obese. In this study, there are no correlation between nutrition intake and birth weight. There is also no correlation between gut microbiota Bifidobacterium (r = 0,134; p>0,05), Lactobacillus (r = -0,118; p>0,05) and Staphylococcus (r = 0,43; p>0,05) and birth weight.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Winanda
"Bifidobacterium usus maternal merupakan faktor penting yang mempengaruhi kolonisasi Bifidobacterium pada usus neonatus. Kolonisasai bakteri tersebut penting pada neonatus karena dapat mempengaruhi kesehatan dan sistem imunnya di masa yang akan datang, dengan demikian faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Bifidobacterium usus maternal penting untuk diketahui. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa diet tinggi lemak dapat mempengaruhi jumlah Bifidobacterium usus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara asupan lemak total dan rasio asupan asam lemak omega-6 terhadap omega-3 dengan jumlah Bifidobacterium usus maternal pada kehamilan trimester ketiga. Lima puluh dua ibu hamil (33-37 minggu) pada 10 puskesmas kecamatan Jakarta Timur ikut serta pada penelitian potong lintang ini. Asupan lemak total dan rasio asupan asam lemak secara berurutan dinilai dengan metode 2-day repeated 24 hours food recall dan SQFFQ. Jumlah Bifidobacterium usus dianalisa menggunakan quantitative real-time PCR.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif lemah antara asupan lemak total dengan jumlah Bifidobacterium usus maternal pada kehamilan trimester ketiga. Namun belum dapat membuktikan adanya korelasi yang bermakna antara rasio asupan asam lemak omega-6 terhadap omega-3 dengan jumlah Bifidobacterium usus maternal pada kehamilan trimester ketiga.

Bifidobacterium colonization in neonates is crucial because it has a large effect on their health and immunity in the future, thus factors that influenced the maternal gut Bifidobacterium became important to known because maternal gut Bifidobacterium is the most important factor to determined the initial colonization. Dietary intervention studies have shown that high fat diet can dramatically changed the nurmbers of gut Bifidobacterium.
The aim of this study was to examine the correlation between total dietary fat intake and the ratio of essential fatty acids with the numbers of maternal gut Bifidobacterium on third trimester of pregnancy. Fifty two pregnant women (33?37 weeks) from 10 district primary health care in East Jakarta were enrolled in this cross sectional study. Dietary fat intake and the ratio of essential fatty acids was assesed with 2-day repeated 24 hours food recall and SQFFQ, respectively. Maternal gut Bifidobacterium was analysed by quantitative real-time PCR.
This present study have shown that total dietary fat intake have a weak positive correlation with maternal gut Bifidobacterium in third trimester of pregnancy. Hormonal and immunological changes in pregnancy is the possible explanation to this phenomenon. This study have not been able to prove a correlation between omega-6 to omega-3 fatty acid ratio with maternal gut Bifidobacterium.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifan Ghalib Haryawan
"ABSTRAK
Masa-masa kehamilan merupakan masa-masa penting bagi ibu dan bayi yang dikandungnya. Pada masa kehamilan, kebutuhan nutrisi ibu meningkat, termasuk kebutuhan zat besi. Apabila tidak terpenuhi, defisiensi zat besi meningkatkan risiko kelahiran preterm dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan zat besi dengan indikator zat besi pada ibu hamil trimester pertama. Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan mengukur data sekunder dalam satu waktu. Asupan zat besi dihitung dengan metode food frequency questionnaire. Indikator zat besi yang diperiksa meliputi kadar hemoglobin, kadar ferritin, jumlah eritrosit dan nilai MCV. Data penelitian dianalisis dengan uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Spearman dengan SPSS versi 20.00. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 35,5% responden obese dan 19,4% memiliki berat badan lebih. Responden dengan asupan zat besi rendah sebesar 82,3% . Hasil penelitian ini untuk indikator zat besi menunjukkan bahwa 11,3% responden menderita anemia (Hb< 11 mg/dL), 27,4% responden memiliki jumlah eritrosit rendah (<4,2 juta/dL), 14,5% memiliki nilai MCV mikrositik (<80 fl) dan 6,5% responden memiliki kadar ferritin yang rendah (<15 μg/L). Uji korelasi antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin, kadar ferritin, jumlah eritrosit dan nilai MCV pada ibu hamil trimester pertama tidak menunjukkan korelasi yang signifikan (p>0,05).

ABSTRACT
Pregnancy is one of the most important moment for the mother and her child. In pregnancy, the mother nutritional need increase, including iron. Had the nutritional need is not fulfilled, it will increase the risk of preterm birth and low weight born baby. This study analyzed correlation between iron uptake and iron status in first trimester pregnant woman. This study used cross-sectional design to assess secondary data in one time. Iron intake was measured with food frequency questionnaire. Iron indicator used in this study were haemoglobin concentration, ferritin concentration, amount of erythrocyte and MCV value. This data was analyzed with test of normality Kolmogorov-Smirnov and Spearman correlation test with SPSS for Windows version 20.00. The result shows that 35.5% of respondent are obese and 19.4% are overweight. Also 82.3% of the respondents have inadequate iron uptake. For iron indicator 11.3% of respondent are anemic (Hb< 11 mg/dL), 6.5% have low ferritin concentration (<15 μg/L), 27.4% have low amount of erythrocyte (<4.2 million/dL) and 14.5% have microcytic value (<80 fl). No correlation is found between iron uptake and haemoglobin concentration, ferritin concentration, amount of erythrocyte and MCV value."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Dewi
"Latar Belakang: Inflamasi pada kehamilan normal disebabkan oleh oksidatif stress yang disebabkan oleh produksi radikal bebas dan peningkatan biomarker inflamasi, seperti IL-6. 830 wanita meninggal setiap harinya karena hamil dan melahirkan, diantaranya 15% disebabkan oleh komplikasi pada kehamilan seperti preeklampsia. Preeklampsia merupakan sebuah sindrom yang muncul pada kehamilan, terutama pada trimester ketiga, dan terasosiasi dengan inflamasi yang berlebihan. Sebagai antioksidan, vitamin C diduga berperan menurunkan stress oksidatif pada kehamilan dan persalinan, sehingga menurunkan tingkat kematian ibu, sehingga dilakukan penelitian untuk mencari hubungan antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 sebagai biomarker dari inflamasi. Metode: Penelitian berdesain potong- lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Magunkusumo pada 40 orang ibu hamil trimester ketiga dikelompokkan menjadi preeklampsia dan non-preeklampsia. Subjek diwawancara menggunakan semi-kuantitatif food frequency questionnaire yang diolah dengan NutriSurvey untuk asupan vitamin C, dan ELISA untuk kadar IL-6. Data diuji distribusinya dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, kemudian dilakukan analisis univariat dengan uji T tidak berpasangan, Mann-Whitney, dan Chi-square; serta bivariat dengan uji korelasi Spearman. Analisis dilakukan dengan SPSS for Windows ver. 20. Hasil: Hasil yang tidak signifikan ditunjukkan pada usia subjek dan usia gestasi terhadap preeklampsia dan non- preeklampsia dengan p=0,545 dan p=0,34. Asupan vitamin C yang ditunjukkan oleh subjek preeklampsia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-preeklampsia dengan median sebesar 76,37(28,05–396,88) mg dan 68,87(8,57–198,53) mg dengan p=0,358. Sedangkan, kelompok preeklampsia menunjukkan kadar IL-6 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok non-preeklampsia [15,8(2,2–67,4) pg/ml vs 6,8(1,8–43,5) pg/ml] dengan perbedaan yang tidak signifikan. Uji korelasi non-parametrik menunjukkan tidak adanya asosiasi yang signifikan antara vitamin C dan kadar IL-6 (p=0,361; r= -0,147). Selain itu juga, tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 untuk setiap kelompok dengan r= -0,143 dan -0,198 secara berturut-turut. Pembahasan: Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 pada ibu hamil trimester ketiga pada penelitian ini. Hasil ini dapat disebabkan oleh asupan vitamin C pada subjek yang kurang (<85 mg) pada kedua kelompok dan juga inflamasi pada trimester ketiga yang meningkat. Selain itu, penelitian ini hanya meneliti hubungan asupan vitamin C dengan kadar IL-6, sedangkan peran melawan stress oksidatif dan inflamasi melibatkan seluruh antioksidan, baik eksogen maupun endogen. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antioksidan lainnya dengan IL-6 sangat disarankan.

Background: Inflammation in pregnancy is primarily caused by systemic oxidative stress due to production of free radicals and increased levels of inflammatory biomarkers such as IL-6. Every day, 830 women associated with pregnancy and childbirth die globally, approximately 15% of which is caused by prenatal complications such as preeclampsia. Preeclampsia is a syndrome developed during pregnancy which occurs mostly on the third trimester and is strongly associated with inflammation. As an antioxidant, vitamin C could potentially play a role in reducing oxidative stress in either pregnancy or delivery, thus decreasing mortality rate. Therefore, a research to investigate the relationship between vitamin C intake and levels of IL-6 as a biomarker of oxidative stress was conducted. Methods: A cross-sectional study done in Cipto Mangunkusumo National General Hospital. 40 women in third trimester pregnancy are then grouped into preeclampsia and non- preeclampsia, and surveyed via Food Frequency Questionnaire and NutriSurvey for vitamin C, as well as ELISA assay for IL-6 expression. All data was firstly analyzed using Shapiro- Wilk normality test, then analyzed univariately using unpaired T-test, Mann-Whitney, and Chi-square; bivariate analysis was conducted with Spearman correlation test. All analysis was done using SPSS software ver. 20. Results: There is no significant difference shown between mean age and gestational age of the preeclampsia and non-preeclampsia group with p=0.545 and p=0.34 respectively. Subjects in the preeclampsia group were shown to consume vitamin C slightly higher than the non-preeclampsia with median values of 76.37(28.05–396.88) mg and 68.87(8.57–198.53) mg respectively with p=0.358. On the other hand, the preeclampsia group expressed higher level of IL-6 than the non-preeclampsia [15.8(2.2–67.4) pg/ml vs 6.8(1.8–43.5) pg/ml] with no significant difference. A nonparametric correlation test showed no significant association between vitamin C (p=0.361; r = -0.147) and total IL-6 level. There was also no significant difference between vitamin C consumption and IL-6 level for each group with r= -0.143 and -0.198 respectively. Discussion: There was no significant association between vitamin C intake and IL-6 level on third trimester pregnancy women (p= 0.361). This result could be caused by inadequate intake of vitamin C in both groups and the increase of inflammation on the third trimester. In addition, this study only examined association between vitamin C and IL-6 level, while role of neutralizing oxidative stress and inflammation involved both endogenous and exogenous antioxidants. Therefore, further research should be considered to study vitamin C alongside the other antioxidants level and IL-6 level."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviyani
"Mikrobiota saluran pencernaan neonatus merupakan modulator respon imun yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit bagi neonatus. Perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor maternal maupun faktor neonatal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kolonisasi mikrobiota usus neonatus pada masa awal kehidupannya. Masa awal kehidupan neonatus (≤ 1 bulan setelah lahir) merupakan periode kritis dalam menentukan kesehatan neonatus jangka panjang maupun jangka pendek. Kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang menyimpang atau disbiosis pada awal kehidupannya dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit yang berkaitan dengan perkembangan sistem imunitasnya seperti alergi, obesitas, diabetes, dan lain-lain. Dengan demikian, ulasan ini membahas tentang peranan mikrobiota saluran pencernaan neonatus pada masa awal kehidupan dalam mendukung kesehatan neonatus dengan mengetahui kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang simbiosis. Sekuensing amplikon gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengkarakterisasi keragaman mikroba. Sampel mekonium atau feses sebagai representatif lingkungan saluran pencernaan neonatus dikumpulkan dan dilakukan ekstraksi DNA kemudian gen target diamplifikasi dengan PCR. Amplikon yang diperoleh disekuensing dan dikarakterisasi secara bioinformatik untuk menentukan mikroba yang ada dalam sampel serta kelimpahan relatifnya. Selain itu, analisis berbasis teknologi molekuler seperti sekuensing gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS dan analisis bioinformatik berperan penting dalam memperluas pengetahuan tentang ekosistem saluran cerna yang kompleks dari sampel mekonium dan feses neonatus. Dalam rangka menciptakan mikrobiota saluran pencernaan yang baik dan mendukung kesehatan neonatus pada masa awal kehidupannya dapat dilakukan dengan melakukan intervensi pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Intervensi seperti merencanakan kelahiran normal, menjaga asupan nutrisi yang seimbang selama masa kehamilan dan juga menyusui, menghindari paparan antibiotik selama kehamilan dan pada neonatus, dan memberikan ASI kepada neonatus terbukti dapat memodulasi perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus yang sehat.

Neonatal gut microbiota is a modulator of the immune response that influences health and disease for neonates. The development of the neonatal gut microbiota is influenced by several factors, both maternal and neonatal factors that directly or indirectly affect the colonization of neonatal gut microbiota in early life. The early-life period of neonatal life (≤ 1 month after birth) is a critical period in determining the long-term and short-term health of neonates. Aberrant colonization of gut microbiota or dysbiosis in early life can increase the risk of diseases related to the development of the immune system such as allergies, obesity, diabetes, and others. Thus, this review discusses the role of the neonatal gut microbiota in early life in supporting neonatal health by knowing the symbiosis colonization of the gut microbiota. The sequencing of 16S rRNA target gene amplicons using the NGS method is the most widely used method to characterize microbial diversity. Meconium or faecal samples as a representative environment of the neonatal digestive tract are collected and DNA extracted then the target gene is amplified by PCR. The obtained amplicons are sequenced and bioinformaticly characterized to determine the microbes present in the sample and their relative abundance. In addition, analysis based on molecular technologies such as 16S rRNA target gene sequencing using the NGS method and bioinformatic analysis play an important role in expanding our knowledge about complex gastrointestinal ecosystems from meconium and neonatal faecal samples. In sum, creating a good gut microbiota and supporting neonatal health in their early-life period can be done by intervening on factors that influence its development. Interventions such as planning a normal birth, maintaining a balanced nutritional intake during pregnancy and lactating, avoiding antibiotic exposure during pregnancy and in neonates, and breastfeeding for neonates are proven to modulate the development of healthy neonatal gut microbiota."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>